Anda tak perlu kecewa bila keukeuh ingin mendirikan SPPBE di Pulau Jawa. Penawaran
dibuka lagi bila calon mitra yang sudah mengantongi izin tak kunjung membangun
SPPBE dalam tempo enam bulan. Kami akan buka lagi tawaran kemitraan bila realisasi
pembangunan SPPBE tidak mencapai target, kata Faisal.
Untuk melengkapi pendaftaran online ini, calon mitra harus menyertakan identitas, nama
perusahaan, rencana pembangunan dan tata letak SPPBE, termasuk rencana bisnis.
Setelah melakukan pendaftaran online, Pertamina akan melakukan seleksi awal.
Seleksi awal ini terbagi dalam dua tahap. Pertama, seleksi penentuan lokasi. Faktor lokasi
memiliki bobot paling besar dalam penentuan persetujuan permohonan izin SPPBE.
Lokasi pembangunan SPPBE bisa di mana saja asal bukan di daerah permukiman atau
dekat dengan saluran udara tegangan ekstra tinggi (sutet). Pertamina mematok luas tanah
area SPPBE minimal berukuran 75 meter x 68 meter.
Yang juga harus Anda perhatikan, lokasi pembangunan SPPBE harus cocok dengan
rencana pembangunan jaringan distribusi Pertamina. Bila tidak, Pertamina kemungkinan
bakal menampik permintaan calon investor. Sebab, boleh jadi di lokasi yang Anda
ajukan, Pertamina sudah memiliki SPPBE dalam jumlah cukup. Kami hanya
menyarankan lokasi sesuai dengan studi yang sudah dilakukan, tambah Faisal.
Kedua, seleksi valuasi ekonomi. Pada tahap ini Pertamina akan mengevaluasi
kemampuan finansial calon mitra. Catatan saja, setiap lokasi yang dipilih mempunyai
hasil valuasi ekonomi yang berbeda.
Hasil proses seleksi secara online ini bakal diumumkan lewat e-mail kepada calon mitra
dalam tempo 7 x 24 jam. Bila lolos, calon mitra harus melakukan pendaftaran ulang
dengan menyerahkan berbagai persyaratan seperti fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) perusahaan, akta pendirian perusahaan, dan sertifikat tanah. Selanjutnya,
Pertamina akan melakukan verifikasi data yang disampaikan.
Tapi, perjuangan pendirian SPPBE belum berakhir sampai di situ. Pasalnya, calon mitra
Pertamina juga harus mengurus izin ke pemerintah daerah setempat. Surat izin itu
menyangkut keamanan dan gangguan yang biasa disebut analisis mengenai dampak
lingkungan (amdal) serta izin dari warga sekitar lokasi SPPBE.
Tak jarang pengurusan izin ke pemerintah daerah merupakan batu ganjalan yang besar
(lihat boks: Awas, Banyak Biaya Siluman Saat Mengurus Izin). Banyak calon mitra yang
akhirnya gigit jari lantaran pemerintah daerah tak kunjung mengeluarkan izin usaha,
padahal restu Pertamina sudah mereka kantongi.
Nah, setelah mengantongi izin dari Pertamina dan pemerintah daerah, baru Anda bisa
membangun SPPBE. Pembangunan stasiun elpiji harus sesuai standar Pertamina.
Persyaratannya sangat ketat karena terkait dengan faktor keamanan dan keselamatan.
Pom elpiji harus memiliki prasarana dan sarana standar seperti tangki penyimpanan
(storage tank), mesin pengisian (LPG filling machines), roda berjalan (chain conveyor),
pengosong tangki, duiker untuk saluran air umum di depan bangunan SPPBE, sensor api,
serta perangkat pemadam kebakaran berikut generator. SPPBE juga harus memiliki
fasilitas umum seperti toilet, musala, dan lahan parkir.
Setiap area SPPBE harus memiliki pencahayaan yang cukup terang dengan lampu yang
khusus. Lampu tersebut tidak boleh memercikkan api ketika terpapar gas elpiji.
Pertamina juga mewajibkan karyawan SPPBE bekerja sesuai standar etika kerja
perusahaan pelat merah tersebut. Bila ada praktik kerja yang curang, Pertamina tak
segan-segan memberikan sanksi.
Wah, modalnya jumbo
Yang mesti Anda catat, untuk menjadi mitra Pertamina ini modalnya lumayan gede.
Biaya pertama yang wajib dibayarkan adalah initial fee. Biaya ini ibarat royalti, nilainya
Rp 250 juta.
Tak perlu khawatir bila uang Anda belum cukup untuk membayar initial fee. Pertamina
membolehkan mitra membayar secara mencicil. Calon mitra bisa membayar sebesar 50%
sebagai uang muka. Sisanya boleh dicicil secara bertahap hingga satu tahun setelah izin
usaha dikeluarkan.
Setelah semua itu terpenuhi, Anda akan mendapatkan izin prinsip dari Pertamina. Izin
prinsip berdurasi antara 20 tahun hingga 40 tahun. Dengan adanya izin ini, Pertamina
akan memasok minimal 30 ton elpiji per hari.
Initial fee tersebut belum mencakup biaya pendirian bangunan SPPBE. Calon mitra harus
menanggung juga biaya pembangunan stasiun pengisian ulang elpiji sendiri. Besarnya
sangat variatif tergantung besar atau luasnya lahan serta kapasitas SPPBE.
Wahyu Raharjo, seorang pengusaha SPPBE di Depok, Jawa Barat, mengaku
menghabiskan modal hingga Rp 15 miliar untuk mendirikan satu unit SPPBE. Kalau
hanya bisa mengisi satu ukuran tabung elpiji, biayanya sekitar Rp 10 miliar, ujarnya.
Modal awal nan jumbo tersebut sebagian besar tandas untuk membeli prasarana dan
sarana SPPBE, seperti tangki penyimpanan dan mesin pengisian. Porsinya bisa
menghabiskan 40% dari modal awal. Sisanya, untuk membeli tanah dan bangunan. Itu
belum termasuk biaya pengangkutan tabung dan elpiji ke pelanggan.
Jika melakukan pengangkutan sekaligus, Anda harus kembali merogoh kocek lebih
dalam. Duit tambahan ini untuk membeli truk dan mobil tangki. Biayanya bisa
menghabiskan Rp 2 miliar. Semua barang impor, jadi agak mahal, ujar Wahyu yang
terjun ke bisnis elpiji sejak tahun 2000 lalu.
Bantul, Ngawi, dan Purwokerto. Ketiga pom elpiji itu melayani pengisian gas elpiji untuk
tabung ukuran 3 kg dan 12 kg.
Cuma, bisnis SPPBE yang menggiurkan ini mulai mengalami persaingan yang sangat
ketat. Banyak orang yang tertarik menjadi pengusaha SPPBE lantaran penggunaan gas
elpiji semakin banyak.
Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Pusat
Muhammad Nur Adib mengatakan, tak jarang antara satu SPBBE satu dengan lainnya
saling banting harga jual. Agar konsumen mau datang. Hal ini terjadi karena Pertamina
terlalu banyak menerbitkan izin prinsip, ujarnya
Karena itu, Nur Adib menyarankan Pertamina menghentikan terlebih dahulu penerbitan
izin prinsip SPPBE. Dia meminta perusahaan nasional itu tidak semata-mata hanya
mengejar target pencapaian SPPBE tanpa memiliki program kesejahteraan yang pas buat
pengusaha. Lama-lama kami bisa tekor karena persaingan apalagi agen penjualnya juga
ditentukan oleh pemerintah, cetusnya.
Nah, tertarikkah menjadi juragan penyalur elpiji?
Studi Tentang :
PELUANG DAN PROSPEK BISNIS LPG DI INDONESIA
(Setelah Program Konversi Minyak Tanah), Maret
2007
Setelah program pemakaian briket batubara tidak terealisasi, pemerintah akhirnya
melakukan program pengalihan pemakaian BBM jenis minyak tanah ke liquified
petroleum gas (LPG). Setidaknya terdapat empat alasan untuk melakukan konversi
minyak tanah ke LPG, yaitu berdasarkan kesetaraan nilai kalori, maka subsidi LPG lebih
murah, LPG lebih sulit dicampur (oplos), LPG lebih bersih dari minyak tanah dan subsidi
LPG telah diterapkan di negara kawasan Asean lainnya seperti Malaysia dan Thailand.
Program konversi minyak tanah ke LPG dimulai dengan pembagian kompor dan tabung
gas beserta aksesorinya secara gratis. Sementara, untuk memuluskan kegiatan program
konversi minyak tanah ke LPG ini sendiri, pada Desember 2006, telah dilakukan
perluasan uji pasar di Jakarta dan Tangerang dengan target pemakai sebanyak 25.000
kepala keluarga (KK). Sebelumnya, pada Agustus 2006 juga telah dilaksanakan uji pasar
pada 500 KK di Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat. Secara keseluruhan, pada tahun
2007 ini, minyak tanah yang dikonversi mencapai satu juta kiloliter yang setara dengan
567.767 ton LPG.
Berdasarkan kesiapan dan kedekatan dengan LPG filling plant dan Stasiun Pengangkutan
& Pengisian Bulk Elpiji (SPPBE), maka pada tahun 2007 ini, target konversi masingmasing di wilayah III/UPMS III (Jabodetabek, Cilegon, Bandung dan Cirebon) sebanyak
4.413 ribu KK, wilayah IV/UPMS IV (Semarang dan Yogyakarta)sebanyak 283 ribu
n="center">Baja
PERTAMINA menuju SPBU dan proses ini biasanya memakan waktu antara 1(satu)
hingga 3(tiga) hari sehingga ada baiknya pengelola SPBU dapat mengantisipasinya
dengan menyiapkan cadangan BBM secukupnya agar intensitas penjualan tidak
tersendat/terganggu. Adapun keuntungan unit Usaha SPBU ditentukan oleh perusahaan
induknya PT PERTAMINA selaku franchiesor yaitu untuk SPBU Standard dengan provit
margin Rp 180;(seratus delapan puluh rupiah) per liternya sedangkan untuk SPBU Way
yang telah menerapkan program SPBU Pastipas maka Provit marginya adalah Rp 205;
(dua ratus lima rupiah) per liternya. Sehingga untuk merencanakan prospeck usaha SPBU
ini maka Pengusaha/calon Pengusaha SPBU perlu memilih lokasi yang strategis serta
menyeleksi/merekrut Manager Pengelola dan tenaga pelayanan yang berpenampilan baik
jujur dan terampil guna menunjang besaran volume omzet penjualan dengan demikian
maka diharapkan terjadi percepatan BEP(Break Evet Point) yaitu nilai Investasi yang
telah ditanamkan dapat segera kembali yangmana idealnya adalah kurang dari 5(lima)
tahun sudah kembali modal. Dan sebagai gambaran umum dibawah ini Kami berikan
ilustrasi Perhitungan Harga Pokok Penjualan unit Usaha SPBU dalam satu bulan (30 hari
kerja) dengan asumsi omzet penjualan BBM 20(dua puluh) ton/hari belum termasuk
pendapatan dari penjualan dan jasa lainya.
Perhitungan Harga Pokok Penjualan unit Usaha SPBU perbulan :
NO.
URAIAN
JUMLAH RP
TOTAL RP
1 Penjualan BBM
1 Premium 300.000lt x Rp 4500;
2 Solar 300.000lt x Rp 4.500;
1.350.000.000;
1.350.000.000;
Penjualan BBM 2.700.000.000;
2 Penebusan DO/Baiya Variable
1 Premium 300.000 x Rp 4.295;
2 Solar 300.000 x Rp 4.295;
1.288.500.000;
1.288.500.000;
Biya Variable 2.577.000.000;
3 Biaya Operasional
1 Gaji Karyawan 2shif
2 Tunjangan
3 Askes/Astek
4 Listrik+Air&Telp
5 Penyusutan alat&gedung
6 Perawatan&sosial
6.500.000;
550.000;
1.300.000;
2.000.000;
5.000.000;
500.000;
Biaya Tetap 15.850.000;
Total Biaya 2.592.850.000;
Laba bersih per bulan 107.150.000;
Laba bersih pertahun (sebelum Pph) 1.285.800.000;
Dengan asumsi perhitungan tersebut diatas maka bilamana seluruh dana yang di
Investasikan untuk mendirikan unit Usaha SPBU adalah senilai Rp 5.000.000.000;(lima
milyar rupiah) maka dalam jangka waktu antara 4(empat) tahun akan kembali modal atau
terjadi BEP(Break Event Point).
E . SPPBE (Stasiun Pengangkutan dan Pengisian Bulk Elpiji) program tabung 3kg.
Seperti halnya SPBU unit usaha SPPBE ini juga merupakan perusahaan Franchise
rekanan dari PT PERTAMINA namun dengan komitment dan mekanisme yang berbeda,
dan perbedaan tersebut antara lain :
Pengusaha SPBU harus melakukan penjualan sendiri terhadap stock BBM nya sedangkan
Pengusaha SPPBE tidak melayani penjualan melainkan cukup melakukan refill atau jasa
isi ulang saja khususnya untuk tabung 3kg(Program konversi minyak tanah) karena stock
Elpiji seluruhnya akan diambil dan didistribusikan oleh agen-agen elpiji rekanan yang
telah ditunjuk oleh PT PERTAMINA.
Pengusaha SPBU diharuskan membeli/menebus Delivery Order (DO) sebelum mendapat
kiriman BBM sedangkan Pengusaha SPPBE tidak perlu melakukan hal tersebut sehingga
Pengusaha SPBU harus menyediakan modal kerja sedangkan pengusaha SPPBE tidak
membutuhkan modal kerja, sebagaimana Kita maklumi bahwasanya besar/kecilnya
modal kerja ini dipengaruhi oleh fluktuasi atau naik/turunya harga BBM.
Saat ini Provit margin SPBU sebesar Rp205; per liter sedangkan filling fee SPPBE
adalah Rp 300; per kg dan masih ditambah lagi jasa transportasi yangmana besaranya
tergantung jarak tempuh dengan depot pengambilan.
Selain perbedaan komitment Franchise antara SPBU dan SPPBE tersebut ada perbedaan
lainya yaitu yang menyangkut volume lahan dan nilai Investasi, jika untuk mendirikan
SPBU cukup dengan lahan minimal 700(tujuh ratus)m2 dan ivestasi dibawah Rp
5.000.000.000;(lima milyar rupiah) sedangkan SPPBE membutuhkan lahan minimal
1(satu) hektar dan investasi kisaranya rata-rata diatas Rp 10.000.000.000;(sepuluh
milyar) tergantung kapasitas dan pemanfaatan kwalitas teknology yang akan digunakan.
Dan sebagai gambaran dengan ini Kami berikan ilustrasi Perhitungan Harga Pokok
Produksi Usaha SPPBE dengan asumsi jatah kuota 30ton/hari dan jarak tempuh
pengambilan dari depot 125km :
NO.
URAIAN
JUMLAH RP
TOTAL RP
1 PENDAPATAN
3 Filling fee 30.000 x Rp 300; x 30
4 Transport fee 3.750** x Rp 835; x 30
270.000.000;
93.937.500;
Pendapatan kotor/bulan 363.937.500;
2 Baiya Variable
3 BBM
4 Listrik
5 Utilities/lain-lain
30.000.000;
15.000.000;
5.000.000;
Biaya variable 50.000.000;.
3 Biaya Operasional/Tetap
7 Gaji tetap
8 Tunjangan
9 Askes/Astek
10 Air&Telp
11 Penyusutan
12 Perawatan&sosial
25.000.000;
4.000.000;
2.000.000;
2.000.000;
10.000.000;
1.000.000;
F . PERSYARATAN
SPBU bisa diajukan atasnama perorangan, Koperasi berbadan hukum atau Perseroan
Terbatas (PT) sedangkan SPPBE hanya bisa diajukan oleh Koperasi berbadan Hukum
dan Perseroan Terbatas(PT) dengan persyaratan awal :
KTP yang masih berlaku.
Akta pendirian Perusahaan.
NPWP Badan Usaha (Nomor Pokok Wajib Pajak)
Surat tanah (Sertifikat Hak milik/Akta tanah)
Rekening koran.
Sedangkan persyaratan lainya berupa HO,IMB,SIUP,TDP,ijin peruntukan lahan,dll yang
diterbitkan oleh Pemda setempat menyusul setelah turunya Surat rekomendasi dari PT
PERTAMINA.
G . PENUTUP
Demikianlah Proposal ini Kami sampaikan menggunakan bahasa yang sederhana dengan
harapan dapat memberikan gambaran umum mengenai Usaha SPBU dan SPPBE
khususnya bagi calon Pengusaha pemula pada bidang usaha ini, selebihnya dari hal
tersebut diatas dapat Kami presentasikan secara langsung termasuk pembuatan
RAB(Rencana Anggaran Biaya) lebih rinci setelah dilakukan survey terhadap kondisi
lahan nantinya. Oleh karena itu untuk selanjutnya Kami selalu menunggu berita baik dari
Bapak dan atas perhatianya disampaikan terimakasih.
Diposkan oleh Investasi Bisnis di 21:23
0 komentar:
Poskan Komentar
Telah menjadi komitmen Pertamina untuk melayani konsumen lebih baik meskipun
tingginya harga minyak dunia yang mencapai diatas USD 50/barrel dalam kurun waktu
yang lama masih merupakan tantangan terbesar dalam bisnis Elpiji saat ini. Beberapa
tahapan peningkatan pelayanan yang telah dilakukan berupa jaminan ketepatan isi,
kelengkapan tabung, pemasangan plastik wrap dan tampilan yang lebih baik serta
penambahan petugas pengawas di lapangan. Pengawasan yang dilakukan khusus untuk
wilayah I DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, Pertamina telah memberikan sanksi
berupa: pemotongan alokasi terhadap 1 Agen dan 1 Stasiun Pengisian & Pengangkutan
Bulk Elpiji (SPPBE), surat peringatan kepada 19 Agen dan 2 SPPBE, surat teguran
kepada 5 Agen dan 1 SPPBE. Pertamina juga membuka hotline khusus untuk Elpiji
dengan nomor: 0 800 1 ELPIJI (357454).
Secara nasional angka konsumsi Elpiji per kapita penduduk di Indonesia masih jauh lebih
rendah dibanding negara tetangga. Malaysia mengkonsumsi LPG 5 % dari jumlah
penduduk, Thailand yang kondisi ekonominya relatif sama dengan Indonesia saat ini telah
mengkonsumsi 2 % dari jumlah penduduk. Konsumsi LPG di Indonesia saat ini baru
sekitar 0.5 % dari jumlah penduduk. Penggunaan LPG terbesar masih di dominasi oleh
sektor rumah tangga 69%, sektor komersial, hotel dan restauran 13%, dan industri 18%.
Apabila iklim bisnis LPG cukup kondusif diperkirakan potensi pemakaian LPG dapat
ditingkatkan hingga 3 juta Metrik ton per tahun.
isi, kelengkapan tabung, pemasangan plastik wrap dan tampilan yang lebih baik serta
penambahan petugas pengawas di lapangan. Pengawasan yang dilakukan khusus untuk
wilayah I DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten yang menyerap 48% konsumsi national,
Pertamina telah memberikan sanksi berupa: pemotongan alokasi terhadap 1 Agen dan 1
Stasiun Pengisian & Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE), surat peringatan kepada 19 Agen
dan 2 SPPBE, surat teguran kepada 5 Agen dan 1 SPPBE. Pertamina juga membuka
hotline khusus untuk Elpiji dengan nomor: 0 800 1 ELPIJI (357454).
Konsumsi LPG di Indonesia terus mengalami peningkatan dari 83 ribu Metrik ton per
bulan pada 2003 menjadi 100 ribu Metrik ton pada 2004. Meskipun mengalami kenaikan,
angka konsumsi per kapita penduduk masih jauh lebih rendah dibanding negara tetangga.
Malaysia mengkonsumsi LPG 5 % dari jumlah penduduk, Thailand yang kondisi
ekonominya relatif sama dengan Indonesia saat ini telah mengkonsumsi 2 % dari jumlah
penduduk. Konsumsi LPG di Indonesia saat ini baru sekitar 0.5 % dari jumlah penduduk.
Penggunaan LPG terbesar masih di dominasi oleh sektor rumah tangga 69%, sektor
komersial, hotel dan restauran 13%, dan industri 18%. Apabila iklim bisnis LPG cukup
kondusif dengan struktur harga yang memadai, potensi pemakaian LPG dapat
ditingkatkan hingga 3 juta Metrik ton per tahun.
Pada era persero ini, Pertamina mengemban misi meraih profit dari sektor hilir yang
selama ini beroperasi secara nir laba. Oleh sebab itu Pertamina tetap komit untuk
mengelola usahanya secara efisien, profesional dan berorientasi laba. Mempertimbangkan
beberapa hal tersebut maka Pertamina akan mendorong terciptanya iklim bisnis yang
sehat dengan terciptanya keuntungan yang wajar kepada produsen dan pelaku usaha LPG
serta pelayanan yang lebih baik kepada konsumen. Pada gilirannya konsumen akan
menjadi raja dengan membayar LPG sesuai harga keekonomian dan tingkat layanan yang
diperolehnya.
membangun SPPBE menurut Wahyudin hanya izin prinsip dari pemda. Luas tanah yang
diminta biasanya 75 x 68 meter. Tentu saja harus di daerah yang sedang dilakukan
konversi dari minyak tanah ke gas.
Teuku Rizal Pahlevi termasuk entrepreneur yang juga investasi membangun SPPBE
bekerja sama dengan Pertamina. Rizal memang banyak berbisnis di industri migas, tak
heran dia juga memiliki SPBU serta mengageni LPG dan minyak tanah selain punya
SPPBE. SPPBE miliknya (PT Agam Seulawah Jaya) berada di Desa Pringu, Kecamatan
Bululawang, Kabupaten Malang, sudah dia jalankan sejak 1,5 tahun lalu.
Investasi yang dikeluarkan untuk pembuatan SPPBE mencapai Rp 18 miliar, termasuk
tanahnya. Maklum, buat lahan saja Rizal mengeluarkan dana sekitar Rp 2 miliar. Dia
mengakui investasinya tergolong mahal karena termasuk angkatan pertama yang
membuka SPPBE. Program SPPBE Pertamina tidak berhasil di tahun pertama, maka
sekarang syarat pendirian lebih dilonggarkan. Dengan dana Rp 3-4 miliar saja, orang
sudah bisa membuka, ujar lelaki yang mempekerjakan 42 karyawan di SPPBE miliknya.
SPPBE memperoleh uang jasa pengisian LPG Rp 300/kg. Dengan demikian uang jasa
pengisian setiap tabung Rp 900. Namun uang jasa pengisian ini dibatasi, SPPBE hanya
dapat memperoleh uang jasa pengisian senilai Rp 900/tabung buat 250 ribu tabung
sebulan atau sekitar 10 ribu tabung/hari. Di atas angka tersebut, uang jasa pengisian per
tabung bagi SPPBE hanya Rp 840. Peraturan penurunan uang jasa pengisian ini menurut
Rizal cukup merugikan pemilik stasiun seperti dirinya.
Berdasarkan hitungan bisnisnya, investasi di SPPBE ini baru dapat balik modal dalam 10
tahun, dengan asumsi pengisian per hari mencapai 16 ribu tabung. Sementara SPPBE
Rizal sendiri dapat mengisi sekitar 15 ribu tabung sehari atau 45 ton LPG. Dan itu pun
keagenannya masih diatur Pertamina, ujarnya dengan nada kecewa. Tak heran Rizal
mengatakan, ke depan, dia tidak akan lagi membangun SPPBE. Yang satu ini saja masih
rugi. Kapok saya, katanya.
Ya, bisa jadi tak semua investor SPBU bernasib murung seperti Rizal. Pertamina sendiri
menargetkan minimum ada 250 SPPBE di seluruh Indonesia tahun 2009 ini, dengan
kapasitas pengisian 30 metrik ton per hari. Saat ini yang sudah beroperasi 150 SPPBE.
Pertamina juga memiliki beberapa SPPBE itu tetapi ditargetkan tak lebih dari 15 unit,
selebihnya ditawarkan ke investor. Pertamina pun tengah membuat persetujuan kontrak
dengan pihak swasta untuk membangun hampir 400 SPPBE. Izinnya sudah kami
keluarkan, tapi kami tidak yakin semua akan merealisasi. Kami hanya menargetkan, dari
400 itu kalau yang merealisasi 300-an, sudah cukup memenuhi kebutuhan, kata
Wahdyudin percaya diri. Anda tertarik?