Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. TINJAUAN UMUM
Pada suatu perencanaan gedung, struktur harus mampu menahan beban-beban yang bekerja berupa
beban hidup, beban mati, beban akibat terjadi gempa, beban angin, beban karena pengaruh perubahan
suhu, maupun beban oleh tekanan tanah. Jenis beban tersebut tidak semuanya diperhitungkan dalam
perencanaan, tetapi yang diperhitungkan hanya jenis beban benar-benar bekerja beserta mempunyai
pengaruh dominan pada struktur yang ditinjau.
Beben-beban yang digunakan dalam perhitungan struktur gedung ruko ini berupa beban mati, beban
hidup dan beban angin. Beban-beban tersebut akan dikombinasikan dalam perhitungan yang paling
berpengaruh terhadap struktur.
1.2. PERATURAN YANG DIGUNAKAN
Peraturan-peraturan yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung ruko ini adalah sebagai
berikut :
1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SK SNI T-15-1991-03,
Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung,
1991.
2. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Ditjen
Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung.
3. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983, Direktorat Penyelidikan Masalah
Bangunan Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung.
4. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SK SNI 03-2847-2002
1.3. PROGRAM BANTU YANG DIGUNAKAN
Dalam perhitungan digunakan alat bantu berupa program komputer. Program-program ini digunakan
untuk mempercepat perhitungan dan meminimalkan kesalahan utama dalam perhitungan strukturnya.
Program-program yang dipergunakan :
1.

Microsoft Exel, program yang digunakan untuk menghitung momen, gaya lintang, gaya aksial
pada portal.

2.

Auto Cad, program yang digunakan untuk menggambar struktur bangunan gedung ruko, momen,
gaya lintang serta yang berkaitan dengan struktur bangunan tersebut.

1.4. BEBAN-BEBAN YANG BEKERJA


Menurut Tata Cara Perhitungan Beton untuk Bangunan Gedung SK SNI T-15-1991-03, beban-beban
yang bekerja dapat diuraukan sebagai berikut :
1.

Beban Mati (D)


Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala
unsur tambahan, penyelesaian- penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Bebanbeban tersebut memiliki berat sendiri yang
dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 1.1 Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung

No

Bahan Bangunan (Komponen Gedung)

Berat

Satuan

Beton

2200

kg/m3

Beton bertulang

2400

kg/m3

Adukan semen per cm tebal

21

kg/m2

Dinding pas. Setengah bata

250

kg/m2

Langit - langit (plafond)

11

kg/m2

Penggantung langit langit

kg/m2

Penutup lantai dari keramik per cm tebal

24

kg/m2
Sumber :SNI 03-1727-1989

2.

Beban Hidup (L)


Beban hidup adalah sesuai beban yang terjadi akibat penghunian/penggunaan suatu gedung dan
kedalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang yang dapat berpindah,
mesin-mesin serta peralatan yang merupakan bagian gedung yang tidak terpisahkan dari gedung
dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam
pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus pada atap kedalam beban hidup dapat termasuk
beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekan jatuh (energi
kinetik) butiran air. Kedalam beban hidup tidak termasuk beban angin, beban gempa dan beban
khusus.

3.

Beban Angin (W)


Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan
oleh selisih dalam tekanan udara.

1.5. RUMUS PERHITUNGAN YANG DIGUNAKAN


1.

Metode Takabeya
1.1. Anggapan Dasar
Dalam perhitungan struktur portal bertingkat banyak dengan metode Takabeya, berlaku
anggapan dasar sebagai berikut :
1. Deformasi yang disebabkan oleh gaya tekan/tarik dan geser dalam diabaikan.
2. Hubungan antara balok dan kolom dianggap sebagai hubungan kaku sempurna.
1.2. Persamaan Dasar

Gambar 1.1 Struktur portal


Dimana :
ab
L ab

ab

Mab , Mba

= adalah besar momen akhir (design moment).

Mab , Mba

= adalah besar momen primer sebelum titik b bergeser

mab , mba

= adalah besar momen koreksi akibat adanya pergeseran titik b sejauh ab dan
perputaran titik nodal.

Mab dan Mba

dapat dinyatakan sebagai fungsi dari perputaran dan pergeseran sudut sebagai

berikut :
Mab

= mab + Mab

Mba

= mba + Mba

(1.1)

Dimana :
mab dan mba

berikut :

dapat diturunkan berdasarkan prinsip persamaan perputaran sudut sebagai

a
b

wa

wb

ab

ab

mab .L
3EI

mab .L
6EI

mba .L
6EI

+ ab

(1.2)

mba .L
3EI

+ ab

(1.3)

Dari persamaan (1.2) dan (1.3) diperoleh :


2a

2b

mab .L
2EI

+ 3 ab

(1.4)

Atau dapat ditulis dalam bentuk :


mab

2EI
2a b 3 ab
L

(1.5)

Maka dengan cara yang sama dapat diperoleh :


mba

2EI
2b a 3 ab
L

Apabila dinyatakan

I
K ab
L
,

(1.6)
maka :

mab

= 2EK ab 2a b 3 ab

mba

= 2EK ab 2b a 3 ab

(1.7)

Dari persamaan (1.7), (1.6) dan persamaan (1.7), diperoleh :


mab

= 2EK ab 2a b 3 ab Mab

mba

= 2EK ab 2b a 3 ab Mba

(1.8)

Kemudian oleh Fukuhei Takabeya persamaan tersebut disederhanakan menjadi :


Mab

= K ab 2ma mb mab Mab

Mba

= K ab 2mb ma mab Mba

ma

= 2 E K a

mb

E K b

= 2

m ab

k ab

(1.9)

= -6E K ab
=

K ab
K

Dimana
K

= adalah suatu harga konstanta kekakuan berdimensi m3, dan ditetapkan sembarang.

ma

= adalah momen parsiil akibat perputaran sudut a , selanjutnya disebut momen rotasi
(rotation moment) di titik A.

mb

= adalah momen parsiil akibat perputaran sudut b , selanjutnya disebut momen rotasi
(rotation moment) di titik B.

mab

= adalah momen parsiil akibat pergeseran titik B relatif terhadap titik A sejauh ab ,
selanjutnya disebut momen perpindahan (displacement moment) dari batang AB.

1.3. Portal Bertitik Nodal Tetap


Pada portal dengan titik nodal tetap, semua titik nodalnya hanya mengalami perputaran
sudut dan tidak mengalami pergeseran sudut. Sebagai contoh adalah pada portal yang balok
dan kolomnya didukung oleh perletakan dan pada portal yang simetris baik kekakuan
maupun pembebanan.

Untuk bentang A B berlaku :


Mab

= k ab 2ma mb mab . Mab

Mba

= k ba 2mb ma mab . Mba

Gambar 1.2 Portal dengan jumlah titik nodal genap

Karena titik nodalnya tidak bergeser, maka Mab = 0, sehingga pada titik nodal A dinyatakan
dalam bentuk persamaan di bawah ini :
Mab

= k ab 2ma mb . Mab

Mac

= k ac 2ma mc . Mac

Mad

= k ad 2ma md . Mad

Mae

= k ae 2ma me . Mae

(1.10)

Selanjutnya, kesetimbangan pada titik nodal A atau dalam hal ini jumlah momen di titik
nodal A harus sama dengan nol (MA = 0).
Mab

+ Mac + Mad + Mae = 0

(1.11)

Dari persamaan (1.10) dan persamaan (1.11) :

k ab

k ac

k ad

ma 2 k ae

k ab . mb

k ac . mc
k ad . md

k ae . me

Mab

Mac
Mad

+ Mae = 0

(1.12)

Maka dapat ditulis kembali :

ma . a

( k ab ) . m e
( k ab )
mb
md
( k ac ) . mc

( k ad )

(1.13)

Dari persamaan (1.12) dan persamaan (1.13) maka :

k ab 2ma mb M ab k ac 2ma mc M ac k ad 2ma md M ad k ae 2ma me M ae 0

2m a k ab k ac k ad k ae k ab .mb k ac .mc k ad .m d k ae .me Mab Mac Mad Mae

Notasi sesuai dengan usulan Takabeya :

k ab

k ac
k ad

ma 2 k ae

k ad

ma 2 k ae

a a

k ae

Mab

Mac

Mad

Mae

k ab

k ac

k ad

k ae

k ad

= 0

md

mc

. mb

. mc
. md

. me

me

mb

k ac

ma

k
. me
+ ae
+ Mae = 0

k ab

k ac

k ab

Mab

Mac
Mad

k ab . mb

k ac . mc
k ad . md

k
ab
a

k
ad
a

k
ac
a

me

mb


a
a

k ae
a

md

mc

Dapat ditulis ulang dalam bentuk :

ma

a
a

k
ab
a

k ae
a

md

mb

k ac
a

me

k
ad
a

mc

(1.14)

Persamaan (1.14) juga disebut persamaan rotasi pada titik nodal A, dan untuk persamaan
pada titik nodal yang lain analog dengan cara di atas.
1.4. Cara Perhitungan Portal Bertitik Nodal Tetap
Adapun cara perhitungan portal dengan titik nodal tetap, seperti diuraikan di bawah ini :
1. Pada saat meninjau salah satu titik nodal, maka pada titik nodal yang lain dianggap
belum mengalami perputaran sudut. Misalnya titik nodal yang ditinjau adalah titik nodal

A, maka pada titik nodal lain dianggap belum terjadi perputaran sudut, dengan kata lain

b, c, d , e dan mb , mc , md , me 0 . Sehingga momen rotasi di titik nodal A :


ma

m(a0 )

a
a

Maka dengan cara yang sama :


mb

mc

md

me

m(b0 )

m(c0 )

m(d0 )

m(e0)

b
b

c
c

e
e

(0)
2. Distribusikan harga-harga m yang berada di seberang titik nodal A tersebut, dengan
(1)
mempergunakan persamaan (1.14) untuk memperoleh harga m sebagai berikut :

m(a1)


a
a

Dimana nilai

ab
a

+
a
a

ab
a

m(a0)

m(e0 )

m(d0 )

m(c0 )

ad
a

(0)
diganti dengan harga ma sehingga menjadi :

m(a1)

ac
a

m(b0 )

ae
a

ae
a

m(b0 )

ac
a

m(d0 )

m(e0 )

m(c0 )


ad
a

(n )
Langkah selanjutnya, adalah dengan mendistribusikan kembali harga ma ke dalam

(n 1)
persamaan (1.14) untuk mendapatkan harga ma
dan langkah seperti ini juga berlaku

sama pada titik nodal yang lain dimana harga-harga perhitungan sebelumnya dan hargaharga yang telah dihitung distribusikan pada perhitungan titik nodal selanjutnya.
3. Langkah perhitungan sebelumnya dilakukan terus menerus sampai mendapatkan hargaharga yang konvergen pada semua titik nodal atau

m(n )

m(n 1)

4. Apabila telah mendapatkan harga-harga konvergen pada semua titik nodal, perhitungan
dilanjutkan untuk menghitung momen akhir, dimana hasil-hasil perhitungan momen
parsil tersebut dikembalikan ke dalam persamaan (1.13), sebagai contoh perhitungan
momen desain pada titik nodal A :
Mab
Mac
Mad
Mae

(n) (n)
= k ab 2ma mb + Mab
(n)
(n)
= k ac 2ma mc + Mac
(n )
(n )
= k ad 2ma md + Mad

(n )
(n)
= k ae 2ma m e + Mae

5. Dalam perhitungan dengan metode ini, dapat dilakukan koreksi terhadap momen akhir
desain, apabila hasil perhitungan jumlah momen akhir (M) pada setiap titik nodalnya
tidak sama dengan nol. Hal ini terjadi, karena dapat disebabkan oleh beberapa hal,
seperti adanya pembulatan angka, pemotongan angka atau hasil konvergensi yang
kurang tepat sehingga menimbulkan nilai selisih pada penjumlahan nilai momen. Untuk
perhitungan nilai selisih yang terjadi dapat dilakukan dengan cara membagikan secara
merata dan sebanding dengan angka kekakuannya, sebagai berikut :
Mab

n)
M(ab

k ab

k ab
M
k ac k ac k ae

Untuk perhitungan koreksi pada Mac , Mad , Mae analog dengan langkah di atas.

Gambar 1.3 Arah putaran pemberesan momen parsiil


1.5. Portal Dengan Dukungan Sendi
Dikatakan sebagai portal dengan dukungan sendi, apabila dukungan b dan d adalah sendi,
sehingga berlaku :
Mba

= 0

Mda

= 0

Gambar 1.4 Portal dengan dukungan sendi


Maka didapat rumus :
Mab

= k ab 2ma mb + Mab

Mba

= k ba 2mb ma + Mba

Selanjutnya dengan mengeliminir mb dari dua persamaan di atas maka :


Mab
Mad

3
1
ma .k ab Mab Mba
2
2

3
1
ma .k ad Mad Mda
2
2

(1.15)

Apabila :
M'ab

Mab

1
Mba
2

1
M'ad = Mad 2 Mda

(1.16)

Maka persamaan (1.16) menjadi :


Mab
Mad

3
ma .k ab M'ab
2

3
ma .k ad M'ad
2

(1.17)

Sementara pada batang-batang yang lain berlaku persamaan berikut :


Mac

= k ac 2ma mc + Mac

Mae

= k ae 2ma me + Mae

(1.18)

Berdasarkan prinsip M = 0, maka harga-harga ma dari persamaan (1.17) dan persamaan


(1.18) dapat diturunkan dalam bentuk :
ma

'a

'a

me

+ mc

'ae
'ac

(1.19)

Dimana :
' a

= M'ab M'ad Mac Mae

'a

2 k ab k ac k ad k ae

1
k ab k ad a 1 k ab k ad
2
2

a
d
a
'ac
c

'ae

k ac
'a

k ae
'a

(1.20)

1.6. Portal Dengan Keadaan Simetris


Dikatakan sebagai portal dalam keadaan simetris apabila keadaan struktur portal baik
dimensi dan beban yang bekerja bernilai sama merata.

CL

Gambar 1.5 Portal keadaan simetris


Terjadi hubungan antara :
a

= a '

Hubungan ini terjadi, disebabkan oleh :


ma

= 2 Ek . a

ma

= ma '

Sehingga dari hubungan tersebut, diperoleh persamaan :


M'aa

= k'aa (2 ma + ma ' ) + M'aa

Sehingga untuk persamaan-persamaan lain tetap :

M'aa

= k'aa ( ma ) + M'aa

Mac

= k ac (2 ma + mc ) + Mac

Mad

= k ad (2 ma + md ) + Mad

Mae

= k ae (2 ma + me ) + Mae

(1.21)

Berdasarkan M = 0, maka hanya ma yang dapat diturunkan sebagai berikut :

ma


a
" a

( "ae )
( "ad )

me
md

+ mc ' ( "ac )

(1.22)

Dimana :
" a

" ac

= a k'aa
=

k ac
" a

;
;

= 2( k 'aa + k ac + k ad + k ae )

"ad

k ad
" a

"ae

k ae
"a

(1.23)

Sebagai catatan, bahwa untuk portal dalam keadaan simetris dengan jumlah bentang genap
nilai tidak diperlukan atau dapat langsung menggunakan nilai yang ada.
1.7. Portal Bergoyang
Pada dasarnya prinsip-prinsip perhitungan pada portal bergoyang sama dengan prinsip
perhitungan pada portal dengan titik nodal tetap, hanya saja dalam perhitungan portal
bergoyang ditambahkan perhitungan momen perpindahan (displacement moment) yang
timbul akibat adanya gaya horisontal yang bekerja pada portal yang dapat berupa gaya
angin, ataupun gaya gempa. Untuk gaya angin yang bekerja dikonversi menjadi beban titik
yang bekerja secara horisontal pada portal. Pada umumnya, beban horisontal yang bekerja
pada portal dianggap bekerja satu arah pada titik nodal atau pertemuan antara balok dan
kolom, dimana pertemuan antara balok dan kolom ini dianggap menjadi satu kesatuan yang
sempurna (monolit).
Apabila pada masing-masing titik nodal terjadi perputaran sudut dan penggoyangan arah
horisontal yang dapat disebabkan oleh gaya angin dan gempa, maka hal tersebut dianggap
bekerja pada tiap-tiap lantai dan hal ini hanya berlaku untuk portal dengan penggoyangan
satu arah.

Dari persamaan umum sebelumnya didapat :


Mab

= k ab 2ma mb mab Mab

Mba

= k ab 2mb ma mab Mba

Dimana :
ma

= 2 E K a

mb

= 2 E K b

mab

= -6E K ab
K ab
K

k ab

k ab

= adalah faktor kekakuan batang ab.

= adalah konstanta kekakuan.


K ab
K

k ab

= adalah faktor kekakuan batang ab =

ma

= adalah momen parsiil akibat perputaran sudut a , selanjutnya disebut momen rotasi

di titik A.
mb

= adalah momen parsiil akibat perputaran sudut b , selanjutnya disebut momen rotasi
di titik B.

mab

= adalah momen perpindahan (displacement momen) yang disebabkan oleh ab =


ab
L ab

= merupakan sudut relatif antar tingkat.

Gambar 1.6 Struktur portal bergoyang


Dari Gambar 1.6 di atas maka dapat dituliskan persamaan sebagai berikut :

MA1

= MB2 = MC3 = 6EK 3 = MIII

Pada tingkat 2 : M16

= M25 = M34 = 6EK 2 = MII

Pada tingkat 1 :

Pada tingkat 3 : M67 = M58

= 6EK 3 = MI

Apabila diambil sebagai contoh adalah titik nodal 5, maka dapat ditulis :
M52 = k52 (2 M5 + M2) + M52
M54 = k54 (2 M5 + M4) + M54
M56 = k56 (2 M5 + M6) + M56
M58 = k58 (2 M5 + M8) + M58

(1.24)

Dan apabila dijumlahkan maka keseimbangan pada titik nodal 5 atau


M5 = M52 + M54 + M56 + M58 = 0

(1.25)

M5 =0.

Dari persamaan (2.37) dan persamaan (2.38) diperoleh :


k 52

k 54

2 m5

k 56

k 58

(k 52 )(m2 m52 )
(k 54 )(m 4 )

(k 56 )(m 6 )
(k 58 )(m8 m58 )

M54

+ M56 = 0 (1.26)

Apabila :
k 52

k 54

k 56

k 58

M54

= 5

M56

dan

= 5

Maka persamaan (1.26) dapat ditulis dalam bentuk :

M5=

5
5

k 54
5

k 52
5

m2 m52

m 4

m6

k
58
5

m8 m58

k 56
5

(1.27)

Atau dapat ditulis dalam bentuk :

M5=

5
5

54 m 4
+

52 m2 m52

58 m8 m58

m6 58
(1.28)

Persamaan (1.27) dan (1.28) adalah persamaan momen rotasi di titik nodal 5 dimana :
54 =

k 54
5

56 =

k 56
5

52 =

k 52
5

58 =

k 58
5

Dalam perhitungan momen rotasi (rotation moment), pertama-tama dengan menganggap

bahwa pada titik-titik nodal yang lain belum terjadi perputaran sudut dan penggoyangan
sehingga :
m4

= m6

= m2

m52

= m52 = 0

= m8

= 0

Sehingga persamaan (1.28) atau momen rotasi pada putaran 0 menjadi :


m5 ( 0 )

r
r

Dengan cara yang sama, maka momen rotasi di titik-titik nodal yang lain dapat diperoleh :
mr

(0 )

r
r

Kemudian untuk perhitungan momen perpindahan (displacement moment), diambil freebody


pada masing-masing tingkat, sehingga persamaan untuk momen perpindahan (displacement
moment) dapat diturunkan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam Gambar 1.7 di bawah ini.

Gambar 1.7 Freebody diagram struktur portal bergoyang


Dari gambar di atas memberikan persamaan-persamaan keseimbangan pada masingmasing frebody diagram.

Persamaan keseimbangan dari freebody diagram tingkat 3 atau paling atas, sebagai
berikut :
Frebody 7 8
H

= 0

W1

= H7 + H8

Frebody 6 7
M7 = 0

(1.29)

M76

M67

+ h1 . H7

=0

(1.30)

=0

(1.31)

Frebody 5 8
M8 = 0
M85

M58

+ h1 . H8

Selanjutnya dengan menjumlahkan persamaan (1.30) dan persamaan (1.31) maka,


akan diperoleh persamaan :
M76

M67
M76

M67

M85

M58

+ h1 . H7 + h1 . H8 = 0

M85

M58

+ h1 (H7 + H8) = 0

Dan mengingat persamaan (1.31), maka diperoleh :


M76

M67

M85

M58

+ h1 . W1 = 0

(1.32)

Apabila diisikan harga-harga berikut :


M67 = k67 (2 m6

+ m7

M76

M67

M76 = k67 ( m6

+ 2m7 + m67 )

= 3k67 ( m6 + m7) + 2k67 . mI

M58 = k58 (2 m5

M58

M85

+ m67 )

+ m8

+ m58 )
M85 = k58 ( m5

+ 2m8 + m58 )

= 3k58 ( m5 + m8) + 2k58 . mI

Sehingga persamaan (1.32) menjadi :


[3k67 (

m6 + m7) + 2k67 . mI ] + [3k58 (m5 + m8) + 2k58 . mI ] + h1 . W1 = 0

atau
k 67

2mI k 58

= h1 . W1 + (3k67) . (m6 + m7) + (3k58) . (m5 + m8)

(1.33)
Apabila :
2

k 67

k 58

= TI

3k 67
TI

= t67

3k 58
TI

= t58

(1.34)

Maka persamaan (1.34) dapat dituliskan dalam bentuk :


mI

h1.W1
( t 67 )(m6 m7 ) ( t 58 )(m5 m8 )
TI

(1.35)

Persamaan keseimbangan dari freebody diagram tingkat 2, sebagai berikut :


Frebody 4 5 6
H

= 0

W2 + H7 + H8
W2 + W1

= H6 + H5 + H4
= H6 + H5 + H4

(1.40)

Jumlah keseimbangan momen pada freebody kolom 1 6, kolom 2 5 dan kolom


3 4 yaitu :
(M6 = 0) + (M5 = 0) + (M4 = 0)
Memberikan :
M16

M61

+ h2 . H6

M16

M61

M25

M52

+
+

M25

M52

M34

M43

+ h2 . H5 +

M34

M43

+ h2 . H4 = 0

+ h2 . (H6 + H5 + H4) = 0

Atau mengingat persamaan (1.40), maka :


M16

M61

M25

M52

M34

M43

+ h2 . (W1 + W2) = 0

Apabila diisikan harga-harga berikut :

(1.41)

M16 = k16 (2 m1

+ m6

+ m16 )

M16

M61

M61 = k16 ( m1

= 3k16 ( m1 + m6) + 2k16 . mII

M25 = k25 (2 m2

+ m5

+ m25 )

M25

M52

M52 = k25 ( m2

+ 2m5 + m25 )

= 3k25 ( m2 + m5) + 2k25 . mII

M34 = k34 (2 m3

+ m4

+ m34 )

M34

M43

+ 2m6 + m16 )

M43 = k34 ( m3

+ 2m4 + m34 )

= 3k34 ( m3 + m4) + 2k34 . mII

Sehingga persamaan (1.41) menjadi :


[3k16 (
mII ]

m1 + m6) + 2k16. mII ] + [3k25 (m2 + m5) + 2k25. mII ] + [3k34 (m3 + m4) + 2k34.

+ h1.W1 = 0

Atau

TII = 2

k16

k 25
k 34

; t16 =

3k16
TII

; t25 =

3k 25
TII

; t34 =

3k 34
TII

Maka persamaan (1.41) menjadi :


k16

k 25

mII k 34

m4)
Atau :
mII

= h2 .(W1 + W2) + ( 3k16 )(m1 + m6) + ( 3k 25 )(m2 + m5) + ( 3k 34 )(m3 +

h2 .( W1 W2 )
( t16 )(m1 m6 ) ( t 25 )(m2 m5 ) ( t 34 )(m3 m 4 )
TII

(1.42)

Sedangkan untuk perhitungan momen perpindahan (displacement moment), secara


umum dapat dituliskan sebagai berikut :

Gambar 1.8 Momen perpindahan struktur portal bergoyang


n R

mR

hR . Wn

n 1

TR

ma
mb
me
( t bB )
....... ( t eE )

m
m
A
B
mE

( t aA )

(1.43)
Dimana :
TR
taA

= 2(kaA + kbB + ..... + keE)


=

k aA
3 TR

; .......... teE = 3

k eE
TR

Langkah pertama dalam perhitungan momen perpindahan adalah dengan


menganggap bahwa pada titik-titik nodal belum terjadi perputaran sudut sehingga
persamaan (1.41) dan (1.44) menjadi :

(0 )
mI

(0)
mII

(0)
mR

2.

=
=
=

h1.( W1 )
TI

(1.45)

h 2 .( W1 W2 )
TII

(1.46)

hR .(W1 W2 .....WR )
TR

(1.47)

Balok
Sebuah elemen struktur, dikatakan sebagai komponen balok apabila nilai gaya-gaya internal
berupa lentur, geser maupun torsi jauh lebih dominan dibandingkan gaya aksialnya. Balok
merupakan salah satu elemen struktur yang berfungsi menyalurkan beban-beban dari pelat ke
kolom dan kemudian diteruskan ke pondasi. Selain memikul beban gravitasi yaitu beban mati dan
beban hidup, balok juga memikul beban lateral yang dapat berupa beban angin, beban gempa dan
lain sebagainya.
2.1. Prinsip Perancangan dan Analisis
Perancangan balok pada umumnya dilakukan dalam situasi, dimana dimensi dan tulangan
balok tidak diketahui, walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa balok sudah diketahui
dimensinya tetapi belum diketahui luasan tulangannya. Berat sendiri balok bergantung pada
dimensi balok itu sendiri yang kemudian akan mempengaruhi besarnya nilai momen, gaya
geser dan torsi yang terjadi pada balok tersebut dan pada saat yang sama dimensi balok
sedang dalam proses pencarian. Sehingga dalam proses perancangan balok, harus ada yang
ditetapkan terlebih dahulu atau diabaikan terlebih dahulu. Untuk itu prosedur perancangan,
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Mengasumsikan lebih dahulu dimensi balok kemudian, setelah itu dimensi dibandingkan
dengan hasil hitungan kebutuhan optimumnya.
2. Mengabaikan pengaruh berat sendiri balok, setelah diketahui kebutuhan dimensi
baloknya kemudian dihitung ulang gaya-gaya internal balok seperti momen dan gaya
geser dengan melibatkan pengaruh berat sendiri balok tersebut.
Sedangkan dalam proses analisis balok, dilakukan dengan asumsi bahwa dimensi balok dan
penulangannya sudah diketahui yang didasarkan pada data dimensi dan spesifikasi bahan
beton (fc) dan baja (fy) yang ada, kemudian dihitung kemampuan balok dalam menahan

momen dan gaya geser atau torsi. Dengan demikian analisis balok dimaksudkan untuk
mengetahui perilaku balok apa adanya atau mengasumsikan balok sudah dibuat di lapangan
dengan segala keterbatasannya.
2.2. Perancangan Balok Persegi Tulangan Tunggal Daktail
Dalam keadaan seimbang gaya tekan beton (Cc) akan diimbangi oleh gaya tarik tulangan
baja (Cs). Pada kondisi ini tulangan baja telah mengalami pelelehan (fs = fy), sehingga
berlaku persamaan berikut :

Gambar 1.9 Diagram regangan tegangan penampang tulangan tunggal


Dari gambar di atas didapat persamaan keseimbangan :
Cc = Ts
Dimana :
Cc = 0,85 . fc . ab . b
Ts = As . fs
= As . fy
cb =

0,003 .d
(0,003 s )

Apabila :
fy

s = fs
Es = 200000 Mpa
cb =

600 .d
(600 f y )

ab = 1 . cb

Dimana nilai 1 bervariasi misalnya 1 = 0,85 untuk fc 30 Mpa.


Agar penulangan liat :
ab =

1.600 .d
(600 fy )

Sehingga digunakan :
a = 0,75. ab
=

1.450 .d
(600 fy )

Dimana a merupakan fungsi dari d apabila 1 dan fy diketahui.


Cc = 0,85 . fc . b. a
Momen nominal :
Mn= Ts (d . a)
= Cc (d . a)
= 0,85 . fc . b. a . (d . a)
Apabila momen nominal (Mn) disamakan dengan momen ultimit (Mu) dibagi dengan faktor
reduksi () dan memasukkan nilai a ke dalam persamaan terakhir maka akan didapatkan
fungsi kuadrat dalam d apabila b ditetapkan. Adapun langkah-langkah dalam perancangan
balok dengan tulangan tunggal dapat dilakukan berdasarkan langkah-langkah di bawah ini.

Dalam SNI 03-2847-2002 menetapkan bahwa untuk faktor 1 harus diambil sebesar 0,85
untuk beton dengan nilai kuat tekan (f c) lebih kecil daripada atau sama dengan 30 MPa.
Sedangkan untuk beton dengan nilai kuat tekan di atas 30 MPa, 1 harus direduksi sebesar
0,05 untuk setiap kelebihan 7 MPa di atas 30 MPa, tetapi 1 tidak boleh diambil kurang dari
0,65.
1 = 0,85 untuk f c 30 MPa.
1 =

f ' 30
0,85 0,05 . c

untuk fc 30 MPa dan 1 0,65.

Selanjutnya, masukan nilai fy dan 1 ke dalam persamaan cb, ab dan a


cb =

600 .d
(600 f y )

(1.48)

ab = 1. cb
=

(1.49)

1.600 .d
(600 fy )

a = 0,75. ab
=

1.450 .d
(600 fy )

(1.50)
dimana a fungsi d

Masukan nilai a ke dalam persamaan momen nominal (Mn) :


Mn= 0,85 . fc . b . a . (d . a)

(1.51)

Dimana Mn merupakan fungsi b dan d.


Nilai Mn kemudian disamakan dengan nilai Mu/. Sehingga, dengan menyamakan nilai Mn
dan nilai Mu/, maka akan didapatkan nilai d dalam bentuk persamaan kuadrat, sehingga
nilai d dapat dihitung.
Tinggi total balok adalah hasil penjumlahan dari tinggi efektif balok (d) dan tebal penutup
beton (ds). Nilai h sebaiknya dibulatkan ke atas, tetapi apabila berat sendiri balok sudah
dimasukkan dalam perhitungan momen terfaktor (Mu) maka pembulatan tidak perlu terlalu
besar, misalnya diambil nilai sekitar 5%, tetapi apabila berat sendiri belum dimasukkan
maka pembulatan sekitar 20% disarankan.
Apabila berat sendiri balok belum termasuk dalam momen terfaktor, maka hitunglah
momen terfaktor baru dengan memasukkan berat sendiri balok. Setelah mendapatkan nilai
momen terfaktor yang baru, kemudian nilai tersebut dimasukan ke dalam persamaan untuk
mendapatkan nilai a baru dengan menggunakan nilai d yang terakhir didapat.

Luas kebutuhan tulangan dapat dihitung dengan menggunakan nilai a baru dengan rumus :

Ast = 0,85 . fc .

b.a

fy

(1.52)

Kontrol luas tulangan terhadap luas tulangan minimum dengan rumus di bawah ini dan
dipilih nilai terbesarnya :
Astmin =

1,4
b w .d
fy
fc '

Astmin =
3.

4.fy

b w .d

(1.53)

(1.54)

Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka atau frame struktur yang memikul beban dari
balok, yang kemudian meneruskan beban tersebut dari elevasi atas menuju elevasi bawah atau
yang lebih rendah, sehingga dapat mencapai tanah melalui pondasi.
Dalam kenyataannya, unsur struktur tekan dengan beban aksial murni atau eksentrisitas sama
dengan nol sangat mustahil, sehingga pada umumnya kolom memikul beban aksial dan momen
yang dapat ditimbulkan oleh kekangan ujung akibat pengecoran yang monolit dari Balok-balok
lantai, pengecoran kolom, letak dan ukuran kolom, juga karena beban yang tidak simetris akibat
perbedaan tebal plat di sekitar kolom dan akibat Hal-hal ketidaksempurnaan yang lain.
Keruntuhan kolom dapat menyebabkan runtuhnya lantai, yang disebut Collapse atau keruntuhan
total seluruh struktur yang disebut Total Collapse, apabila ditinjau dari segi yang non teknis
seperti segi ekonomi dan segi manusiawi maka keruntuhan kolom dapat mengakibatkan kerugian
secara material bahkan dapat mengancam nyawa manusia yang menempati gedung tersebut,
sehingga dalam perencanaan kolom perlu lebih waspada dan memberikan kekuatan cadangan
yang lebih tinggi dari pada dalam perencanaan balok ataupun elemen struktur yang lain.

4.

Pelat
Pelat merupakan struktur bidang atau permukaan yang lurus, datar dan melengkung dengan
ketebalan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan dimensi yang lain. Dimensi dari sebuah
pelat dapat dibatasi dengan garis lurus atau garis lengkung (Sudarmoko, 1995).

Apabila ditinjau berdasarkan sistem struktur, maka struktur pelat dapat dikategorikan sebagai
struktur kontinum, karena perbandingan dimensi ketebalan dengan panjang bentang yang relatif
berbeda jauh satu dengan yang lain. Sedangkan apabila ditinjau dari segi statika, maka kondisi
tepi (boundary condition) dari pelat dapat menumpu bebas (free), bertumpu sederhana (simple
supported) dan terjepit (fixed). Beban yang dipikul oleh pelat dapat berupa beban statis dan
dinamis yang pada umumnya bekerja tegak lurus arah bidang pelat tersebut.
Pada umumnya struktur pelat digunakan pada struktur pelat lantai kendaraan pada struktur
jembatan, pelat lantai dan pelat atap pada struktur gedung, struktur hidrolik, perkerasan jalan
(rigid pavement), apron, taxiway dan landas pacu (runway) pada lapangan terbang dan lain
sebagainya.
4.1. Sistem Pelat Dua Arah
Dikategorikan sebagai sistem pelat dua arah, apabila memenuhi persyaratan perbandingan
antara bentang panjang (L) terhadap bentang pendek (S) kurang dari pada dua. Pada sistem
pelat dua arah, penyebaran beban disalurkan ke empat sisi balok pendukung, sehingga
tulangan utama pelat diperlukan pada kedua arah sisi pelat. Permukaan lendutan pelat
mempunyai kelengkungan ganda dan sistem ini dapat diterapkan pada pelat bentang
tunggal dan menerus, asalkan memenuhi persyaratan di atas.

Gambar 1.10 Sistem pelat dua arah


Sistem pelat dua arah secara umum dikenal dengan tiga jenis (Sudarmoko, 1995) yaitu :
1. Pelat lantai dengan balok-balok

Pelat lantai dengan balok-balok (one way slab), adalah pelat dengan adanya balok-balok
sepanjang garis kolom dalam maupun garis kolom luar.
2. Pelat lantai cendawan
Pelat lantai cendawan (flat/waffle slab) adalah pelat lantai dengan kekuatan geser yang
cukup dengan adanya salah satu dari kedua hal yaitu, drop panel yang merupakan
pertambahan tebal pelat di dalam daerah kolom dan kepala kolom (column capital) yaitu
pelebaran yang mengecil dari ujung kolom atas.
3. Pelat lantai datar
Pelat lantai datar (flat slab) adalah pelat lantai tanpa adanya balok-balok di sepanjang
garis kolom dalam, namun pada bagian garis kolom luar boleh terdapat balok-balok tepi
luar lantai ataupun tidak.
Sebenarnya penggunaan ketiga istilah jenis pelat di atas adalah sembarang, hal ini
disebabkan karena pada ketiga jenis pelat tersebut terdapat aksi dua arah. Perbedaan dari
ketiga jenis pelat di atas, hanya pada terdapatnya balok atau tidak di antara kolom.
Sedangkan dari segi analisis struktur, ada atau tidaknya balok di antara kolom tidak
berpengaruh penting, karena apabila balok dengan suatu dimensi dapat direncanakan
berinteraksi dengan pelat, maka penggunaan balok-balok dengan ukuran setebal pelat
lantai hanya merupakan kondisi batas semata (Wang, 1985).

5.

Fondasi
Fondasi/ footing berfungsi untuk menyalurkan beban dari struktur ke tanah. Karena pada
umumnya tanah jauh lebih lemah daripada kolom atau dinding beton yang harus didukung, maka
bidang kontak antara tanah dan fondasi jauh lebih besar daripada antara kolom/ dinding. Fondasi.
meneruskan beban kolom ke beberapa tiang, yang kemudian meneruskan beban ke lapisan tanah
keras pada kedalaman di bawah permukaan tanah. Combined footing meneruskan beban dari dua
atau lebih kolom ke tanah. Hal in biasanya dipakai jika salah satu kolom berada pada batas
kepemilikan tanah. Matt atau raft footing dipakai untuk meneruskan beban dari seluruh kolom
pada bangunan ke tanah di bawahnya. Hal ini dipakai jika tanah di bawahnya sangat lemah daya
dukungnya.

Faktor-faktor yang diperhatikan dalam pemilihan jenis fondasi antara lain adalah : daya dukung
tanah, jenis tanah, variasi tanah untuk seluruh permukaan dan kedalaman, kerentanan tanah dan
bangunan terhadap defleksi. Distribusi tekanan tanah di bawah fondasi merupakan fungsi jenis
tanah dan kekakuan relatif tanah dan blok fondasi. Suatu fondasi beton di atas tanah pasir akan
mempunyai distribusi tekanan seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini (kiri), sedangkan
jika di atas tanah lempung ditunjukkan pada gambar kanan. Untuk keperluan desain umumnya
dianggap tekanan tanah mempunyai distribusi linier, sedemikian hingga resultan gaya tanah
vertikal segaris dengan resultan gaya ke bawah.
Terdapat 3 mode keruntuhan pada fondasi tunggal, yaitu :
1. bearing failure (yaitu ketika tanah di bawah fondasi bergerak ke bawah dan ke luar dari bawah
fondasi)
2. a serviceability failure (yaitu differential settlement yang berlebihan terhadap fondasi
sebelahnya sehingga menyebabkan kerusakan struktur dan arsitektur)
3. total settlement yang berlebihan.

BAB II
PERHITUNGAN PLAT LANTAI
2.1. Perhitungan Plat Lantai

3.50

5.50

Dik
:

f'c =
fy =

Dimensi balok

30
400

5.50

5.50

Mpa
Mpa
d =
b =

550 mm
300 mm
Bj Beton
= 2400 kg/m3
Penutup Lantai keramik
=
24 kg/m2
Langit-langit + penggantung
=
50 kg/m2
Beban hunian kelas
= 250 kg/m2

=
=
=
=

24
0.24
0.5
2.5

KN/m3
KN/m2
KN/m2
KN/m2

tebal plat diasumsikan

12

cm

120

mm

Menentukan bentang bersih pelat ( Ln )


Ln2

= l
- 2 ( 0.5 x b )
= 3500 - 2 x ( 0.5 x
=
3200
mm
= l
- 2 ( 0.5 x b )
= 5500 - 2 x ( 0.5 x
=
5200
mm

Ln1

300

300

Menentukan tebal pelat


Is

Menghitung Nilai 1
= 1/12 x b x h3
1
=
x 3500
12

=
=

Is

Menghitung Nilai 2
= 1/12 x b x h3
1
=
x 5500
12

EIb
Eis

(E)
(E)

120

= 1/12 x b x h3
1
=
x 300 x

550

mm4

12

mm4
4159375000
5040000000

4159375000

)
)

Ib
x

120

550

mm4

12

mm4
(
(

= 1/12 x b x h3
1
=
x 300 x

4159375000
792000000

4159375000

)
)

23.158

+ 2 =
2

8.253

6.752

+
2

5.252

persyaratan dalam SNI 03-2847-2002 pasal 11.5(3)


m
=
6.752
> 2.0 maka digunakan persamaan :
Ln

0.8

arah X

792000000

=
m

Ib

5040000000
EIb
(E)
(
=
Eis
(E)
(
=
8.253

arah Y

fy

36

Ln arah Y
Ln arah X

=
=

3200
5200

3200
5200

=
=

1500
+ 9

Menghitung beban2 yang bekerja dan faktor beban


Wd Pelat
= 0.12 x 24 =
Wd Keramik
=
=
Wd Plafond
=
=
Wd Spesi
=
=
Wd Ornamen
=
=
=
Wl
= Rumah Toko
=
Jadi kombinasi pembebanan :
* Wu
=
( 1.2
=
( 1.2
=
9.274

Cek persyaratan geser


Gaya geser ultimit :
Vu = 1.15
(
= 1.15
(
=
17.064
Kemampuan beton
menerima geser :
Vc =
[
=
0.6

120
0.6

x Ln1
2
x 3.20
2

9.27

) + ( 1.6
) + ( 1.6
= 0.009274

kN

Wu

x Wd
x 4.40
kN/m2

2.88
0.24
0.50
0.53
0.25
4.40
2.50

f'c
] b x d
6
30
1000 x
6
]
-

20

0.9129

0.5

100

12
94

))

kN/m2
kN/m2
kN/m2
kN/m3
kN/m4
kN/m2
kN/m2

x Wl )
x
2.5
)
N/mm2

0
=
=
#

51485.9
51485.9

N
N >

Momen rencana
M
wu x L2 x
=
o
8

17064

N Okey

Ln 2

3200
8
37986304

320
0

= 0.0093 x

N.mm

37.99

KN.m

distribusi momen dalam plat


berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 15.6 ( 3 )
Momen tumpuan
dalam

0.65

0.65

0.6
5

0.6
5

0.65

0.65

Anda mungkin juga menyukai