Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

BRONKOPNEUMONIA

Oleh:
Putri Diana Roza
15100707360803095

PEMBIMBING
dr.Elvi Fitraneti Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya

penulis

dapat

menyelesaikan

referat

dengan

judul

Bronkopneumonia sebagai rangkaian kegiatan Kepaniteraan Klinik di Bagian


kepanitraan klinik/SMF Kedokteran Penyakit Dalam RSUD SOLOK.
Penulis menyadari bahwa referat ini tentu tidak terlepas dari kekurangan
karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat
diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua. Lebih dan kurang kami ucapkan terima
kasih, dan bila ada kesalahan kami minta maaf.

Solok, Maret 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah


yang mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi
Pneumonia lobaris, Pneumonia interstisial (bronkiolitis) dan Bronkopneumonia.
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian
bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah
sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas
bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia.
Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh
karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian
anak.
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anakanak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder
terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga
sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang
dewasa.
Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada
system pernapasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak di
alveoli. Bronkopneumonia lebih sering menyerang anak kecil dan bayi. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

DEFINISI
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.

ANATOMI PARU
Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama
neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap
usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan
jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan
implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan
resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau
partikel yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan
ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus.
Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru.
Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari
epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada
area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari
pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting

dalam mekanisme pertahanan paru.

Sel goblet pada trakhea dan bronkhus

memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel
goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis
yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum.
Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal
sampai terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.

Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat
dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut
incissura interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi
menjadi 3 lobi, yaitu:
1.

Lobus Superior
Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior

2.

Lobus Medius
Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis

3.

Lobus Inferior
Dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal,
posterobasal

Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:


1.

Lobus Superior
Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior,
lingularis inferior.

2.

Lobus Inferior
Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal,

dan

posterobasal

Gambar 1. Lobus dan segmentasi paru (dikutip dari Atlas Anatomi Manusia Sobotta jilid 2,
halaman 98-99, 2000)4.

MEKANISME PERTAHANAN PARU


Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun
bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring
dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup.
Sterilitas saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan
pembersihan yang efektif.
1. PEMBERSIHAN UDARA
Temperatur dan kelembapan udara bervariasi, dan alveolus harus
terlindung dari udara dingin dan kering. Mukosa hidung, turbinasi hidung,
orofaring dan nasofaring, mempunyai suplai darah yang besar dan memiliki
area permukaan yang luas. Udara yang terhirup melewati area-area tersebut

dan diteruskan ke cabang trakeobonkial, dipanaskan pada temperatur tubuh


dan dilembapkan.
2. PEMBAU
Reseptor pembau berada lebih banyak di posterior hidung dibandingkan
dengan di trakhea n alveoli, sehingga seseorang dapat mencium untuk
mendeteksi gas yang secara potensial berbahaya, atau bahan-bahan berbahaya
di udara yang dihirup. Inspirasi yang cepat tersebut membawa udara
menempel pada sensor pembau tanpa membawanya ke paru-paru.
3. MENYARING DAN MEMBUANG PARTIKEL YANG TERHIRUP
Udara yang melewati saluran traktus respiratorius awalnya difiltrasi oleh
bulu hidung. Gerakannya menyebabkan partikel berukuran besar dapat
dikeluarkan. Sedimentasi partikel berukuran lebih kecil terjadi akibat gravitasi
di jalan nafas yang lebih kecil. Partikel-partikel tersebut terperangkap dalam
mukus yang ada di saluran pernafasan atas, trakhea, bronkus dan bronkhiolus.
Partikel kecil dan udara iritan mencapai duktus alveolaris dan alveoli. Partikel
kecil lainnya disuspensikan sebagai aerosol dan 80% nya dikeluarkan.
Pembuangan partikel dilalui dengan beberapa mekanisme :
-

Refleks jalan nafas : refleks batuk, refleks bersin dan refleks glottis
Stimulasi reseptor kimia dan mekanik di hidung, trakhea, laring,
dan tempat lain di traktus respiratorius menyebabkan bronkokonstriksi
untuk mencegah penetrasi lebih lanjut dari iritan ke jalan nafas dan juga
menghasilkan batuk atau bersin. Bersin terjadi akibat stimulasi reseptor di
hidung atau nasofaring, dan batuk terjadi sebagai akibat stimulasi reseptor
di trakhea. Inspirasi yang dalam demi mencapai kapasitas paru total,

diikuti oleh ekspirasi melawan glotis yang terutup. Tekanan intrapleura


dapat meningkat lebih dari 100mmHg. Selama fase refleks tersebut glotis
tiba-tiba membuka dan tekanan di jalan nafas menurun cepat,
menghasilkan penekanan jalan nafas dan ekspirasi yang besar, dengan
aliran udara yang cdepat melewati jalan nafas yang sempit, sehingga iritan
ikut terbawa bersama-sama mukus keluar dari traktus respiratorius. Saat
bersin, ekspirasi melewati hidung; saat batuk ekspirasi melewati mulut.
Kedua refleks tersebut juga membantu mengeluarkan mukus dari jalan
nafas.
-

Sekresi trakheobronkial dan transport mukosilier


Sepanjang traktus respiratorius dilapisi oleh epitel bersilia dimana
terdapat mukus yang dihasilkan oleh sel goblet. Eskalator mukosilier
adalah

mekanisme

yang

penting

dalam

menghilangkan

dalam

menghilangkan partikel yang terinhalasi. Partikel terperangkap dalam


mukus kemudian dibawa ke atas kefaring. Pergerakan tersebut dapat
meningkat cepat selama batuk. Mukus yang mencapai faring dikentalkan
atau dikeluarkan melalui mulut atau hidung. Karenanya, pasien yang tidak
bisa mengeluarkan sekret trakheobronkial (misal tidak dapat batuk) terus
menghasilkaan sekret yang apabila tidak dikeluarkan dapat menyebabkan
sumbatan jalan nafas.
4. MEKANISME PERTAHANAN DARI UNIT RESPIRASI TERMINAL
-

makrofag alveolar

pertahanan imun

Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit-unit


yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Kurang lebih 80% sel
yang membatasi jalan napas di bagian tengah merupakan epitel bersilia,
bertingkat, kolumner dengan jumlah yang semakin berkurang pada jalan napas
bagian perifer. Masing-masing sel bersilia memiliki kira-kira 200 silia yang
bergerak dalam gelombang yang terkoordinasi kira-kira 1000 kali per menit,
dengan gerakan ke depan yang cepat dan kembali dalam gerakan yang lebih
lambat. Gerakan silia juga terkoordinasi antara sel yang bersebelahan sehingga
setiap gelombang disebarkan ke arah orofaring.
Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaan
hidung sebelah distal biasanya akan dibersihkan pada saat bersin, sementara
partikel yang terkumpul pada permukaan bersilia yang lebih proksimal akan
disapukan ke sebelah posterior ke lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut
ditelan atau dibatukkan. Penutupan glottis secara refleks dan batuk akan
melindungi saluran napas bagian bawah. Partikel infeksius yang melewati
pertahanan di dalam saluran napas dan diendapkan pada permukaan alveolus
dibersihkan oleh sel fagosit dan faktor humoral. Makrofag alveolar merupakan
fagosit utama di dalam saluran napas bagian bawah. Makrofag alveolar akan
menyiapkan dan menyajikan antigen mikrobial pada limfosit dan mensekresikan
sitokin yang mengubah proses imun dalam limfosit T dan B.

KLASIFIKASI

10

1. Berdasarkan lokasi lesi di paru


Pneumonia lobaris
Pneumonia interstitialis
Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia =
CAP)
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten

Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu

11

Tipe Klinis
Pneumonia Komunitas
Pneumonia Nosokomial
Pneumonia Rekurens
Pneumonia Aspirasi
Pneumonia pada gangguan imun

Epidemiologi
Sporadis atau endemic; muda atau orang tua
Didahului perawatan di RS
Terdapat dasar penyakt paru kronik
Alkoholik, usia tua
Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan
tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.
Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40%
diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia
pada anak bervariasi tergantung :
-

Usia

Status lingkungan

Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

Status imunisasi

Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.

Etiologi menurut umur, dibagi menjadi :


1. Bayi baru lahir (neonatus 2 bulan)

12

Organisme saluran genital ibu : Streptokokus grup B, Escheria coli dan kuman
Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis
tersering , Sifilis kongenital pneumonia alba.
Sumber infeksi lain : Pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP
2. Usia > 2 12 bulan
Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A tidak sering tetapi fatal.
Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis
3. Usia 1 5 tahun
Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus
tersering
Chlamydia pneumonia : banyak pada usia 5-14 th (disebut pneumonia
atipikal)
4. Usia sekolah dan remaja
S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumoniae (pneumonia
atipikal)terbanyak

PATOGENESIS
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilus influenza atau karena
aspirasi makanan dan minuman. Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi
pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan

paru.

Terdapatnya

bakteri

di

dalam

paru

merupakan

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme dapat


berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Bila pertahanan tubuh
tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang
menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu

13

mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi


empat stadium, yaitu :
1.

Stadium I/Hiperemia (4 12 jam pertama/kongesti)

Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan


permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel
mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan
gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan
saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi
oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli
tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 8 hari)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat

14

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV/Resolusi (7 11 hari)
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

MANIFESTASI KLINIK

15

Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 40 0c, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai
batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.

PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal
sebagai berikut :
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,
dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah
retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping
hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan
intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi
jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh
pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae
supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang
melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.
Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan
fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat
dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini
terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak

16

beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital.


Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing,
adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya
distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara
abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung
memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas
atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas
dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan
getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi
akan berkurang.
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi
ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi),
keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak
(tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari
mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret
jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

17

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan
corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir
lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm 3
dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3
dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran
ke kiri serta peningkatan LED.
Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif
sehingga tidak rutin dilakukan.

KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :

18

a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.

PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksaan umum
-

Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah 60 torr

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

19

b. Penatalaksanaan khusus
-

mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan


pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti
awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
a. Terapi definitive dapat dilakukan menggunakan antibiotik sebagai

1.

berikut:
Penisilin sensitif streptococcus pneumonia (PSSP), yaitu:
- Golongan penisilin: penisilin V, 4x250-500 mg/hari (anak 25-50
mg/kgbb dalam 4 dosis), amoksisilin 3x250-500 mg/hari (anak 20-40
mg/kgbb dalam 3 dosis), atau sefalosforin golongan 1 (sefadroksil
500-1000 mg dalam 2 dosis, pada anak 30 mg/kgbb/hari dalam 2

2.

dosis).
- TMP-SMZ
- Makrolid
Penisilin resisten streptococcus pneumonia (PRSP), yaitu:
- Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan), sefotaksim,
-

seftriakson dosis tinggi.


Makrolid: Azitromisin 1x 500 mg selama 3 hari (anak 10

mg/kgbb/hari dosis tunggal).


Fluorokuinolon respirasi: ciprofloksasin 2x500 mg//hari.

DAFTAR PUSTAKA

20

1. Correa Armando.G, Starke Jeffrey R. Kendigs Disorder of the Respiratory


Tract in Children: Bacterial Pneumoniasi, Sixth Edition. WB. Saunders
Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998.
2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta : 1997. Hal 633.
3. Konsensus Pneumonia. Bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan.
Jakarta : 2000.
4. OBrodovich Hugh M, Haddad Gabriel G. Kendigs Disorder of the
Respiratory Tract in Children: The Functional Basis of Respiratory
Pathology and Disease, Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia,
London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998.
5. Pasterkamp Hans. Kendigs Disorder of the Respiratory Tract in
Children :The History and Physical Examination , Sixth Edition. WB.
Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo.
1998.
6. Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Unpad. Bandung : 2005.
7. Reinhard V. Putz, Reinhard Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2.
Edisi 21. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2000. Hal 99.
8. Sectish Theodore C, Prober Charles G. Nelson Textbook of Pediatrics :
Pneumonia. Edisi ke-17. Saunders. 2004.

21

Anda mungkin juga menyukai