NPM : 1102010081
LO1. MM Plasmodium Falciparum
1.1
Definisi
1. Plasmodium falciparum
P. falciparum menyebabkan penyakit malaria falsiparum. Parasit ini
ditemukan di daerah tropik, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di
Indonesia parasit ini tersebar di seluruh kepulauan.
2. Plasmodium malariae
P. malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria kuartana,
karena serangan demam berulang pada tiap hari keempat. Penyakit malaria
kurtana meluas meliputi daerah tropik maupun daerah subtropi, tetapi
frekuensi penyakit ini di beberapa daerah cenderung rendah.
3. Plasmodium ovale
P. ovale menyebabkan penyakit malaria ovale. Parasit ini terutama
terdapat pada daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik Barat
dan di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat
di Pulau owi sebelah selatan Biak di Irian Jaya dan Pulau Timor.
4. Plasmodium vivax
Manusia merupakan hospes perantara parasit ini, sedangkan hospes definitifnya
adalah nyamuk Anopheles betina. P. vivax menyebabkan penyakit malaria vivaks,
dapat juga disebut malaria tersiana. Spesies ini terdapat di daerah subtropik, dapat
juga ditemukan di daerah dingin (Rusia), di daerah tropik Afrika, terutama di Afrika
Barat, spesies ini jarang ditemukan. Di Indonesia spesies tersebut tersebar di seluruh
kepulauan dan pada umumnya di daerah endemi mempunyai frekuensi tertinggi di
antara spesies yang lain.
1.2
Klasifikasi, Morfologi, dan Siklus hidup
1. Plasmodium Falciparum
Trofozoit muda : berbentuk cincin, terdapat 2 butir kromatin, bentuk marginal,
sel darah merah tidak membesar.
Skizon : pigmen menggumpal di tengah. Skizon muda berinti < 8 dan skizon
tua berinti 8-24.
Makrogametosit : berbentuk pisang agak langsing, inti padat di tengah,
pigmen mengelilingi inti, sitoplasma biru kelabu.
Mikrogametosit : berbentuk pisang gemuk, inti tidak padat, pigmen
mengelilingi inti, sitoplasma biru pucat kemerah-merahan.
Fase aseksual
Trofozoit muda : sangat kecil dan halus dengan ukuran 1/6 diameter eritrosit
berbentuk cincin. Pada eritrosit bentuk cincin terdapat dua bentuk yang
Fase aseksual :
Pada sediaan darah tipis :
Trofozoit muda : sitoplasmanya lebih tebal dan berwarna gelap dengan
pulasan giemsa. Pada pulasan khusus, pada sel darah merah tampak titik-titik
yang disebut Zierman.
Trofozoit tua : membulat besarnya kira-kira eritrosit.
Trofozoit dapat melintang disepanjang sel darah merah, berbentuk pita. Butirbutir pigmen jumlahnya besar, kasar dan berwarna gelap.
Skizon matang : mengisi hampir seluruh eritrosit dan merozoit mempunyai
susunan yang teratur sehingga merupakan bentuk bunga daisy atau disebut
dengan roset.
Gametogoni
Makrogametosit : mempunyai sitoplasma yang berwarna biru tua berinti kecil
dan padat.
Mikrogametosit : mempunyai sitoplasma berwarna biru pucat, berinti difus
dan lebih besar. Pigmen tersebar pada sitoplasma.
Fase seksual
Ookista : berbentuk granula besar, berwarna tengguli tua, dan tersebar di tepi.
Skizon : berukuran kira-kira 30 mikron pada hari keempat setelah infeksi
(bentuk dini di dalam hati).
Merozoit : jumlahnya kira-kira 40.000 buah pada skizon matang (matur).
Skizon matang : mengisi 2/3 eritrosit dan membentuk 8-24 merozoit
Trofozoit tua : skizon mempunyai titik-titik kasar yang nampak jelas (Titik
Maurer) tersebar pada 2/3 bagian eritrosit.
Gametogoni
Gametosit muda : bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang, atau
berbentuk elips.
Gametosit matang : mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang.
Gametosit betina / makrogametosit : lebih langsing dan lebih panjang serta
sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romanowsky / Giemsa. Intinya lebih
kecil atau padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar
inti.
Gametosit jantan / mikrogametosit : lebih lebar seperti sosis. Sitoplasmnya
biru pucat atau kemerah-merahan dan intinya berwarna merah muda, besar
dan tidak padat, serta butir-butir pigmen tersebar di sitoplasma di sekitar ini.
Fase seksual
Ookista : berwarna agak hitam dan butir-butirnya relatif besar, membentuk pola pada
kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran
kecil di pusat atau sebagai garis lurus ganda.
2. Plasmodium malariae
Trofozoit muda : sel darah merah tidak membesar, berbentuk cincin, jarang
terlihat titik Ziemann.
Bentuk pita : sitoplasma seperti pita, pita melebar, inti membesar, pigmen
kasar tersebar.
3. Plasmodium ovale
Stadium trofozoit : sel darah merah membesar berbentuk lonjong, satu atau
kedua ujung sel darah merah berbatas tidak teratur, terdapat titik james.
Fase aseksual
Trofozoit muda : berukuran kira-kira 2 mikron (1/3 eritrosit). Titik Schufner
(disebut juga titik james) berbentuk sangat dini dan tampak jelas.
Trofozoit : berbentuk bulat dan kompak dengan granula pigmen yang lebih
kasar. Eritrosit agak membesar dan sebagian inti berbentuk lonjong (oval) dan
pinggir eritrosit bergerigi pada salah satu ujungnya dengan titik schuffner yang
menjadi lebih banyak.
Skizon : mengandung 8-10 merozoit yang letaknya teratur di tepi mengelilingi
granula pigmen yang berkelompok di tengah.
Gametogoni
Gametosit betina : bentuknya bulat, mempunyai inti kecil, kompak, dan
sitoplasma biru.
Gametosit jantan : mempunyai inti difus, sitoplasma berwarna pucat kemerahmerahan, berbentuk bulat.
Fase aseksual
Ookista : pigmen dalam ookista berwarna coklat / tengguli tua
4. Plasmodium vivax
Trofozoit muda : sel darah merah, mulai membesar, parasit berbentuk cincin,
inti merah, sitoplasma biru, mulai terdapat titik Schuffner pada eritrosit.
Trofozoit tua : sitoplasma hampir memenuhi seluruh sel darah merah, pigmen
menjadi makin nyata (kuning tengguli) masih terdapat vakuol.
Gametogoni
III.
Skizogoni eritrosit
Siklus ini terjadi di dalam eritrosit. Pada P. vivax, ovale dan falciparum
terjadi selama 48 jam, sedangkan pada Plasmodium malariae berlangsung
selama 72 jam. Pada tahap ini , trofozoit , skizon dan merozoit akan terbentuk
dan mulai dijumpai 12 hari setelah infeksi P. vivax, dan 9 hari setelah
terinfeksi Plasmodium falciparum. Meningkatnya jumlah parasit malaria
karena multiplikasi pada tahap skizogoni eritrositik yang mengakibatkan
pecahnya sel eritrosit sehingga terjadi demam yang khas pada gejala klinis
malaria.
IV.
Gametogoni
Sebagian dari merozoit yang terbentuk sesudah skizogoni eritrositik
berkembang menjadi bentuk gametosit. Pembentukan gametosit terjadi dialah
eritrosit yang terdapat dikapiler-kapiler limpa dan sumsum tulang. Tahap ini
berlangsung selama 96 jam. Gametosit yang matanga kan ditemukan di darah
tepi. Gametosit tidak menyebabkan gangguan klinik pada penderita
malaria,sehingga penderita dapat bertindak sebagai karier malaria. Gametosit
yang terhisap nyamuk di dalam badan nyamuk akan berkembang menjadi
gamet dan membentuk sporozoit yang infektif.
Untuk dapat menginfeksi seekor nyamuk Anopheles, sedikitnya
dibutuhkan 12 parasit gametosit plasmodium per mililiter darah. Proses awal
pematangan terjadi didalam lambung nyamuk dengan terbentuknya 4 sampai 8
mikrogamet dan satu mikrogametosit, perkembangan sati makrogametosit
menjdai satu makrogamet. Mikrogamet dan makrogamet melakukan fusi dan
menghasilkan zigot yang akan berubah menajdi ookinet setelah 24 jam.
Sesudah menembus dinding lambung nyamuk, ookinet akan memasuki
jaringan yang terdapat di antara lapisan epitel dan membran basal dinding
lambung dan berubah bentuk menjadi ookista. Didalam ookista terdapat ribuan
sporozoit. Ookista yang matang akan pecah dan sporozit akan tersebar ke
berbagai organ nyamuk.
LO2. MM Vektor Malaria
2.1 Morfologi
Nyamuk jantan Anopheles mempunyai palpus Nyamuk jantan Anopheles
mempunyai palpus yang ujung nya membesar (club-shaped). Berbeda dengan Aedes
dan Cules , pada Anopheles baik nyamuk jantan dan betinanya mempunyai palpus
yang sama panjang dengan probosis. Scutellum toraks nyamukdewasa membulat,
tidak mempunyai lobus. Kaki-kaki Anopheles panjang dan langsing , dan
abdomennya tidak bersisik. Larva Anopheles tidak mempunyai siphon tetapi
mempunyai palmate-hair yang khas bentuknya. Selain itu larva juga mempunyai
pelampung sehingga pada waktu bernafas di permukaan air, posisi larva adalah
mendatar atau sejajar dengan permukaan air.
Anemia berat
Gagal ginjal akut
Hipoglemi
Keadaaan lain :
- Gangguan kesadaran ringan
- Kelemahan otot
- Hiperparasitemia
- Ikterik
- Hiperpireksia
3.2 Etiologi
Penyebab infeksi adalah plasmodium, yang juga dapat menginfeksi burungm reptil
dan mamalia. Plasmodium ini menginfeksi eritrosit pada manusia dan mengalami
pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada
tubuh nyamuk yaitu Anopheles betina.
3.3 Patogenesis
Infeksi pada manusia yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina yang
terinfeksi , yang mengandung sporozoit, masuk ke dalan aliran darah manusia.
Sporozoit secara cepat (biasanya 1 jam) memasuki sel parenkim hati (tempat
terjadinyastadium pertama perkembangan pada manusia (fase eksoeritrosit).
Kemudian sejumlah merozoit (progeni aseksual) mengalami ruptur dan meninggalkan
sel hati, memasuki aliran darah dan menginvasi eritrosit. Dalam eritrosit, parasit
memperbanyakdiri dengan cara memecah sel pejamu secara sinkron. Iniadalah siklus
eritrosit, dengan keturunan berturut-turut merozoit yang timbul dalam interval 48 jam
(P. vivax, P. ovale dan P falciparum) atau setiap 72 jam (P. malariae). Periode inkubasi
mancakup siklus eksoeritrosit dan sekurang-kurangnya satu siklus eksoeritrosit.
Untuk P. vivax dan P. falciparum siklus tersebut biasanya terjadi selama 10-15 haru
tetapi dapat juga selama beberapa minggu atau bulan. Merozoit tidak kembali ke
eritrosit. Siklus eksoeritrosit terjadi bersamaan dengan siklus eritrosit dan , pada P.
vivax dan P falciparum menetapa sebagai hipnozoit (bentuk istirahat) setelah parasit
hilang dari darah tepi.
Selama siklus eritrosit, beberapa merozoit memasuki eritrosit dan
terdiferensiasi menjadigametosit atau betina. Parasitemia P. vivax, P. malariae dan P.
ovale relatif ringan, terutama karena mereka hanya menyukai salah satu dianatar
eritrosit tua dan muda> tidak seperti P. falciparum, yang menyukai keduanya.
LO 2.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Malaria
Malaria tropika/falciparum merupakan bentuk malaria yang paling berat,
ditandai dengan panas yang irreguler, anemia, splenomegali, parasitemia dam terjadi
komplikasi. Malaria tropika mempunyai perlangsungan yang cepat dan [arasitemia
yang tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal yang sering
dijumpai yaitu sakit kepala, nyeri belakang/tungkai, lesu, perasaan dinginm mual,
munath dan diare, Sering terjadi hiperpireksia dengan temperatur diatas 40 C. Gejala
lain berupa konvulsi, pneumonia asoirasi dan banyak keringat walaupun temperatur
normal. Splenomegali dijumpai lebih dering dibandingkan dengan hepatomegali dan
nyeri pada perabaan. Hati membesar dapat disertai dengan timbulnya ikterus.
Kelainan urin dapat berupa albumminuria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia
lebih menonjol dengan leukopenia dan monositosis.
3.4 Manifestasi
Manifestasi malaria bergantung pada daya tahan tubuh penderita,
jenis malaria yang menginfeksi, usia, genetik, keadaan kesehatan,
nutrisi dan pengobatan sebelumnya. Plasmodium vivax merupakan
infeksi yang paling sering, menyebabkan malaria tertiana / vivax.
Plasmodium falciparum, menyebabkan malaria tropika, memberikan
banyak komplikasi dan mudah terjadi kembali. Plasmodium
malariae, menyebabkan malaria quartana, cukup jarang tetapi
dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Plasmodium ovale, ditemukan
di Afrika dan Pasifik Barat, menyebabkan malaria ovale,
memberikan infeksi yang paling ringan dan sering kambuh spontan
tanpa pengobatan.
Malaria memiliki gambaran karakteristik demam periodik anemia
dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing
plasmodium. Keluhan yang dapat terjadi sebelum serangan dapat
berupa lesu, lemah, sakit kepala, sakit belakang, terasa dingin di
punggung , nyeri sendi dan tulang, diare ringan, perut tak enak.
Keluhan ini biasanya terjadi pada infeksi P. vivax dan ovale.
Gejala klasik berupa trias malaria yaitu secara berurutan :
Ovale
17 (16-18) 48 ++
Malariae 28 (18-40) 72 --
3.8 Epidemiologi
Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 60 utara sampai dengan 32 selatan; dari
daerah dengan ketinggian 2.666 m (Bolivia), sampai dengan daerah yang letaknya
433 m di bawah permukaan laut (Deaad sea).
Daerah yang sejak semula bebas malaria adalah daerah pasifik tengah dan selatan
(hawaii dan selandia baru). D i daerah- daerah tersebut, daur hidup parasit malaria
tidak dapat berlangsung karena tidak adanya vektor yang sesuai.
Di indonesia malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan derajat dan
berat infeksi yang bervariasi. Malaria di suatu daerah dapat ditemukan secara
autokton, impor, induksi, introduksi atau reintroduksi.
Di daerah yang autokton, siklus hidup parasit malaria dapat berlangsung karena
adanya manusia yang rentan (suseptibel), nyamuk yang dapat menjadi vektor dan
parasitnya. Keadaan malaria di daerah endemi tidak sama. Derajat endemisitas dapat
diukur dengan berbagai cara seperti angka limpa (spleen rate), angka parasit (parasit
rate), dan angka sporozoit (sporozoit rate), yang disebut maliomeri.
Angka limpa adalah presentase orang dengan pembesaran limpa dalam suatu
masyarakat. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu cara Hackett
dan cara Schuffner.
Pembesaran limpa yang diukur dengan cara Hackett :
0 = bila pada pernapasan dalam, limfa tidak teraba
1 = bila pada pernapasan dalam, limfa teraba
2 = limpa membesar sampai batas dari garis melalui arcus costae dan pusar /
umbilikulus
3 = limpa > sampai garis melalui pusar
4 = limpa > sampai batas dari garis melalui pusar dan simfisis
5 = limpa > sampai garis melalui simfisis
Daerah disebut hipo-endemik, jika angka limpa kurang daripada 10% pada anak yang
berumur 2-9 tahun.
Meso-endemik, jika angka limpa 10-50%
Hiper-endemik, jika melebihi 50%
Holo-endemik, jika melebihi 75%
Daftar pustaka :
Gandahusada, Prof.dr.Srisasi, et al. Parasitologi Kedokteran. Edisi Ketiga. 2002.
Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.
ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM EPIDEMIOLOGI MALARIA
1. Angka parasit (parasit rate) : presentase orang yang sediaan darahnya positif
pada saat tertentu dan angka ini merupakan pengukuran malariometrik.
2. Slide positivity rate (SPR) : presentase sediaan darah positif dalam periode
kegiatan penemuan kasus (case detection activities) yang dapat dilakuakan
secara aktif (active case detection = ACD) atau secara pasif (Passive case
detection = PCD).
3. Annual parasite index (API) : jumlah sediaan darah positif dari jumlah sediaan
yang diperiksa per tahun dalam per mil.
4. Annual Blood examination rate (ABER) : jumlah sediaan darah yang diperiksa
terhadap malaria per tahun dibagi dalam jumlah penduduk dalam persen.
5. Epidemi (wabah) : jika pada suatu waktu jumlah penderita meningkat secara
tajam.
6. Stable malaria : jika daerah itu ada transmisi yang tinggi secara terus menerus
sehingga kekebalan tubuh penduduknya tinggi dan tidak mudah terjadi
epidemi.
7. Unstable malaria : jika daerah itu transmisinya tidak tetap sehingga kekebalan
penduduknya lebih rendah dan mengakibatkan mudah terjadinya epidemi.
8. Berat ringannya infeksi malaria pada suatu masyarakat diukur dengan densitas
parasit (parasite density) : jumlah rata-rata parasit dalam sediaan darah positif.
9. Berat ringannya infeksi malaria pada seseorang diukur dengan hitung parasit
(parasite count) yaitu jumlah parasit dalam 1 mm3 darah.
INTERAKSI ANTARA PLASMODIUM, HOSPES, VEKTOR, DAN
LINGKUNGAN YANG DAPAT MENYEBABKAN PENYAKIT
Sifat malaria juga dapat berbeda dari suatu daerah ke daerah lain, yang banyak
tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
1. Parasit yang terdapat pada pengandung parasit
2. Manusia yang rentan
3. Nyamuk yang dapat menjadi vektor
4. Lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup masing-masing
LO 4. MM Penatalaksanaan
Penatalaksanaan malaria berat secara garis besar mempunyai 3 komponen penting
yaitu:
Terapi spesifik dengan kemoterapi anti malaria.
Terapi supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik)
Pengobatan terhadap komplikasi:
Pada setiap penderita malaria berat, maka tindakan yang dilakukan di puskesmas
sebelum dirujuk adalah :
A. Pengobatan simptomatik :
Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia : parasetamol 15 mg/KgBB/x, beri
setiap 4 jam dan lakukan juga kompres hangat.
Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan
jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang. Jangan
diberikan lebih dari 100 mg/24 jam.
Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100 mg
IM/x
(dewasa) diberikan 2 x sehari.
B. Pemberian obat anti malaria spesifik :
Kina intra vena (injeksi) masih merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk malaria
berat. Kemasan garam Kina HCL 25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2 ml.
Pemberian anti malaria pra rujukan (di puskesmas) : apabila tidak memungkinkan
pemberian kina perdrip maka dapat diberikan dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM
(dosis tunggal).
Cara pemberian :
Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg)
dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam
dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama setiap 8 jam
sampai penderita dapat minum obat.
Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral
dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari
dihitung sejak pemberian infus perdrip yang pertama).
Catatan :
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat menyebabkan kadar
dalam plasma sangat tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan kematian.
Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat
diberikan IM dengan dosis yang sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2
dosis pada setiap paha (jangan diberikan pada bokong). Bila memungkinkan untuk
pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan konsentrasi
60-100 mg/ml
Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral, maka
dosis maintenans kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya dan lakukan pemeriksaan parasitologi
serta evaluasi klinik harus dilakukan.
PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI
1. Malaria cerebral
Didefinisikan sebagai unrousable coma pada malaria falsiparum, suatu perubahan
sensorium yaitu manifestasi abnormal behaviour/kelakuan abnormal pada seorang
penderita dari mulai yang paling ringan sampai koma yang dalam. Terbanyak bentuk
yang berat.
Diantaranya berbagai tingkatan penurunan kesadaran berupa delirium, mengantuk,
stupor, dan ketidak sadaran dengan respon motorik terhadap rangsang sakit yang
dapat diobservasi/dinilai. Onset koma dapat bertahap setelah stadium inisial konfusi
atau mendadak setelah serangan pertama. Tetapi ketidak sadaran post iktal jarang
menetap setelah lebih dari 30-60 menit. Bila penyebab ketidaksadaran masih raguragu, maka penyebab ensefalopahty lain yang lazim ditempat itu, seperti
meningoensefalitis viral atau bakterial harus disingkirkan.
Manifestasi neurologis ( 1 atau beberapa manifestasi ) berikut ini bisa ada :
Ensefalopathy difus simetris.
Kejang umum atau fokal.
Tonus otot dapat meningkat atau turun.
Refleks tendon bervariasi.
Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi.
Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah).
Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul.
Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity.
Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada.
Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi spasme
sering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina serta papil udem kadang terlihat.
Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign) meningitis,
Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya meningitis harus
disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP).
Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering naik ringan.
Di derah endemik malaria, semua kasus demam dengan perubahan sensorium harus
diobati sebagai serebral malaria, sementara menyingkirkan meningoensefalitis yang
biasa terjadi di tempat itu.
2. Anemia berat ( Hb < 5 gr % )
Bila Ht < 15 % atau Hb < 5 g %, tindakan :
Berikan transfusi darah 10 ? 20 ml/kgBB [rumus: tiap 4 ml/kg BB darah akan
menaikkan Hb 1 g%] paling baik darah segar atau PRC, dengan memonitor
kemungkinan terjadinya overload karena pemberian transfusi darah dapat
memperberat kerja jantung. Untuk mencegah overload, dapat diberikan furosemide 20
mg IV. Pasien dengan gagal ginjal hanya diberikan PRC. Volume transfusi
dimasukkan sebagai input dalam catatan balans cairan.
Apabila CVP tidak mungkin dilakukan, monitoring dan pencatatan balas cairan secara
akurat sangat membantu agar tidak terjadi overhidrasi.
Pada Anak-anak :
Lakukan Rehidrasi (Pemberian cairan infus), larutan dektrosa 5 % atau 10 % atau
NaCL 0,9 %, Dosis 1 jam pertama, 30 ml/kgBB atau 10 x kgBB per tetes/menit.
Misalnya : anak dengan BB 10 kg = 10 x 10 tetes/menit, dilanjutkan 20 ml/kgBB
(23Jam sisa), atau 7 tetes x kgBB/menit, dilanjutkan pemberian maintenace 10
ml/kgBB/hari atau 3 tetes/kgBB/menit
Awasi nadi, tensi dan pernafasan setiap 30 menit.
5. Gagal ginjal akut (acute renal failure / ARF )
Terjadi sebagai akibat hipovolemia atau ischemik sehingga terjadi gangguan
mikrosirkulasi ginjal yang menurunkan filtrasi glomerulus. ARF sering terdeteksi
terlambat setelah pasien sudah mengalami overload (dekompensasi kordis) akibat
rehidrasi yang berlebihan (overhidrasi) pada penderita dengan oliguria/anuria. Pada
pasien severe falciparum malaria, bila memungkinkan sebaiknya kadar serum
kreatinin diperiksa 2-3 x/minggu.
6. Perdarahan & gangguan pembekuan darah (coagulopathy)
Beri vitamin K injeksi dengan dosis 10 mg intravena bila protrombin time atau
partial tromboplastin time memanjang.
Periksa Hb : bila < 5 gr% direncanakan transfusi darah, 10 ? 20 ml /kgBB
Hindarkan pemberian korttikosteroid untuk trombositopenia.
Perbaiki keadaan gizi penderita.
7. Edema paru
Bila ada tanda udema paru akut penderita segera dirujuk, dan sebelumnya
dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Akibat ARDS
a. Pemberian oksigen
b. PEEP (positive end-respiratory pressure) bila tersedia.
2. Akibat over hidrasi :
- Pembatasan pemberian cairan
- Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian atau dosis
ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum) sambil memonitor urin output dan tandatanda vital.
- Rujuk segera bila overload tidak dapat diatasi.
- Untuk kondisi mendesak (pasien kritis) dimana pernafasan sangat sesak, dan tidak
cukup waktu untuk merujuk pasien, lakukan :
? Posisi pasien duduk.
? Venaseksi, keluarkan darah pasien kedalam kantong transfusi/donor sebanyak 250500 ml akan sangat membantu mengurangi sesaknya. Apabila kondisi pasien sudah
normal, darah tersebut dapat dikembalikan ketubuh pasien.
8. Jaundice ( bilirubin > 3 mg%)
- Tidak ada terapi khusus untuk jaundice. Bila ditemukan hemolisis berat dan
Hb sangat menurun maka beri transfusi darah.
- Bila fasilitas tidak memadai penderita sebaiknya segera di rujuk.
9. Asidosis metabolik
a. Lakukan pemeriksaan kadar Hb. Bila penyebabnya karena anemia berat (Hb
< 5 g%), maka beri transfusi darah segar atau PRC.
b. Lakukan pemeriksaan analisa gas darah, bila pH < 7,15 lakukan koreksi
dengan pemberian larutan natrium bikarbonat [hati-hati koreksi dengan bicarbonat
dapat meningkatkan PaCO2] melalui IV-line (walau sebenarnya pemberian natrium
bikarbonat masih kontroversial). Koreksi pH arterial harus dilakukan perlahan 1-2
jam
c. Bila sesak nafas, beri O2.
d. Bila tidak tersedia fasilitas yang memadai sebaiknya penderita segera di
rujuk
10. Blackwater fever (malarial haemoglobinuria)
- Berikan cairan rehidrasi, monitor CVP.
- Bila Ht < 20 %, beri transfusi darah
- Lanjutkan pemberian kemoterapi anti malaria.
- Bila berkembang menjadi ARF, rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas
hemodialisis.
11. Hiperparasitemia.
1. Segera berikan kemoterapi anti malaria inisial.
2. Awasi respon pengobatan dengan memeriksa ulang parasitemianya.
3. Indikasi transfusi tukar (Exchange Blood Transfusion/EBT) adalah :
4. Pastikan darah transfusi bebas infeksi (malaria, HIV, Hepatitis)
Sumber : http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=46
Tujuan pemberantasan adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian, sehingga
tidak lagi meruoakan masalah kesehatan masyarakat. Pemberantasan dilakukan
dengan mematahkan mata rantai daur hidup parasit, yaitu dengan memusnahkan
parasitnya dalam badan manusia dengan pengobatan atau memusnahkan nyamuk
vektornya dengan berbagai cara. Sebaiknya kedua cara pemberantasan dilakukan
bersamaan. Sebuah komitmen Internasional mengenai malaria telah dibuat yang
isinya mengenai pencegahan malaria yang i=diintensifkan melalui pendekatan roll
back malaria (RBM)dengan strategi : strategi dini dan pengobatan yang tepat, peran
serta aktif masyarakat dalam pencegahan malaria. Perbaikan kualitas pencegahan
malaria , perbaikan kualitas pencegahan dan pengobatan malaria melalui perbaikan
kapasitas petugas kesehatan yanhg terlibat. GEBRAK Malaria yangdimulai sejak
tahun 200 merupakan betnuk operasional dari RMB.
Dalam pemberantasan amalria, dapat dibedakan pembetantasan (control) dan
pembasmian (eradication). Program pemberantasan malaria meliputi 8 kegiatan
a. Diagnosis awal dan pengobatan yang tetap
b. Program kelambu dengan insektisida
c. Penyemprotan
d. Pengawasan deteksi aktif dan pasitf
e. Survei demam dan pengawasan migran
f. Deteksi salah dan control epidemic aja.
g. Langkah-langkah lain seperti tadi.
Perkembangan jentik hingga dewasa membutuhkan air jika tidak ada air akan
mati, maka pengeringan berkala sawah hingga kering betul, merupakan cara
pengendalian jentik anopheles aconitus yang dapat dilakukan oleh masyarakat petani.
Perkembangan dari telur hingga menjadi nyamuk diperlukan waktu 13-16 hari,
karenanya pengeringan cukup dilakukan dipersawahan, yang dilakukan setiap 10 kali
selama 2 hari. Cara lain yaitu petani diharapkan membudayakan tanaman selangseling antara tanaman berair dengan tanaman tanpa air misalnya palawija, penebaran
ikan pemakan jentik. ikan yang di tebarkan tidak mesti ikan kecil tetapi dapat ikan
yang mempunyai nilai ekonomi misalnya ikan mujahir, semua keterangan diatas
adalah untuk pengendalian jentik.
Pengendalianyamuk dewasa dengan hewan ternak
Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki
temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk anopheles aconitus adalah nyamuk yang
senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk
itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan
anopheles aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan
dibawah kolong dekat dengan rumah). Perlu diketahui bahwa nyamuk anopheles
aconitus ini memiliki ciri-cirinya berwarna agak kehitam-hitaman dan rusuk ke 6
mempunyai 3 noda hitam, jumpai pada ujung rusuk ke 6 putih serta moncong
(promboces) separuh bagian ke ujungnya coklat ke kuning-kuningan. Nyamuk
anopheles aconitus banyak dijumpai didaerah pulau jawa
Sumber: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3705/1/fkmnurmaini1.pdf