Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Padang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai
vegetasi yang dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji
tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup
secara permanen di bawah permukaan air laut (Sheppard et al., 1996). Komunitas
lamun berada di antara batas terendah daerah pasangsurut sampai kedalaman
tertentu dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut (Sitania, 1998)
Tanaman lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan
menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan darat (Nontji,2002).Bentuk vegetatif
lamun memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang tinggi, hampir semua
genera memiliki rhizoma yang sudah berkembang dengan baik dan bentuk daun
yang memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat pinggang
(belt) (Den Hartog, 1977) Ekosistensi lamun di laut merupakan hasil dari
beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang
tinggi ( Den Hartog, 1970) Akar pada beberapa spesies seperti Halophila dan
Halodule memiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil
(Muller-Dombois, 1974).Stele mengandung phloem (jaringan transport nutrien)
dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang sangat tipis (Odum,1994)
Patriquin (1972) menjelaskan bahwa lamun mampu untuk menyerap nutrien dari
dalam substrat (interstitial) melalui sistem akar-rhizoma. Fiksasi nitrogen
merupakan proses yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar yang
penting

dalam

metabolisme

untuk

menyusun

struktur

komponen

sel. (Nybakken,1992). Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat


menyimpan oksigen untuk proses fotosintesis.(Pond,1983). Beberapa lamun
diketahui mengeluarkan oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis). (Saparinto,
2007). Larkum et al

(1989) menekankan bahwa transport oksigen ke akar

mengalami penurunan tergantung kebutuhan metabolisme sel epidermal akar dan

mikroflora yang berasosiasi. Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma
yang utamanya adalah herbaceous (Tomlinson,1986) Rhizoma merupakan 60
80% biomas lamun (Giesen,2007) Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang
tinggi,

yang

seluruhnya

tercatat

sebanyak

202

jenis

tumbuhan

(Soerianegara,1993). Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah


satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Disamping itu, padang
lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan
dan makanan berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes)
(Kikuchi & Peres, 1977) Ekosistem padang lamun memiliki nilai pelestarian
fungsi ekosistem serta manfaat lainnya di masa mendatang sesuai dengan
perkembangan teknologi, yaitu produk obat-obatan dan budidaya laut.
(Dahuri,1996). Peranan padang lamun secara fisik di perairan laut dangkal adalah
membantu mengurangi tenaga gelombang dan arus, menyaring sedimen yang
terlarut dalam air dan menstabilkan dasar sedimen (Kiswara dan Winardi, 1999)
Keterkaitan antara padang lamun dan perikanan udang lepas pantai sudah dikenal
luas di perairan tropika Australia (Coles et al., 1993).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah :
1. Mengamati, mempelajari komponen ekologi yang terdapat pada ekosistem
padang lamun
2. Mempelajari dan mengetahui morfologi luar lamun
3. Mengidentifikasi lamun yang ada dengan buku identifikasi
4. Membedakan dan menunjukan berbagai jenis lamun berdasarkan
spesiesnya
1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang didapat dari praktikum ini adalah :
Kita dapat mengetahui keanekaragaman ekosistem mangrove disuatu perairan
dengan menggunakan parameter fisika, kimia, dan biologi.

II.

METODE

III.
IV.

Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum pad hari Rabu, 8


Oktober 2014 pukul 10.00 WIB di Laboratorium K program studi
Budidaya Perairan Universitas Lampung. Sedangkan alat dan bahan
yang digunakan pada praktikum ekologi perairan antara lain buku
panduan analisis data dari sampel mangrove, alat tulis, kertas,
kalkulator, dan bahan data yang ingin dianalisis. Kemudian untuk
prosedur kerja praktikum ini adalah bahan data yang diberikan
dianalisis dengan rumus yang telah ditentukan, setelah itu menentukan
nilai dari

V.
VI.
VII.

RDi = ni x100
n
yaitu kerapatan relatif jenis (RDi), kemudian tentukan masing masing
kriteria tentang kualitas perairan dan keanekaragaman spesies dari
indikator tersebut. Nilai dari data analisis tesebut disalin dalam 1
lembar kertas HVS dan ditanda tangani oleh asisten dosen, dan
selanjutnya membuat laporan kelompok.

VIII.
IX.
X.
XI.
XII.
XIII.
XIV.
XV.
XVI.

XVII.
XVIII.
XIX.

XX.

HASIL DAN PEMBAHASAN

XXI.
XXI.1
XXII.

Hasil Analisis Data


Tabel 1 analisis sampel lamun
XXV. Pa
nja
ng
XXIV. Kepad
Ma
atan
ksi
ma
l

XXIII.
Panjan

XXVIII.
5m
XXXIII.
25 m

XXXVIII.
45 m

XXIX. Pasir
XXXIV.

18/
25 =
72 %

XXXIX.

22/
25 =
88 %

XXX. -

XXXV.
80 cm

XL.

95
cm

XXVI. Ter
pe
nd
ek
XXXI. -

XXXVI.
10

XLI.

20

XXVII.
Spesies

XXXII.
XXXVII.
Thalassia
He
mp
ric
hi
XLII. Th
ala
ssi
a
He
mp
ric
hi

XLIII.
XLIV.
XLV. 3.2 Pembahasan
XLVI. Dari data tabel yang telah dikemukakan diatas dapat diketahui bahwa
jumlah keseluruhan dari 19 mangrove yang ditemukan memiliki
keseluruhan total 169, angka tersebut didapat dari jumalh Ni ( jenis
spesies mangrove yang ditemukan di wilayah tersebut secara

keseluruhan). Pada indeks keseragaman didapatkan hasil nilai RDi =


99,972%. Dimana RDi diperoleh dari :
XLVII.

RDi = ni x 100

XLVIII.

XLIX. RDi = Kerapatan relatif jenis


L.

ni = jumlah per spesies mangrove

LI.

n = Jumlah seluruh spesies mangrove

LII.

Pada praktikum kali ini kami menghitung ekosistem mangrove dengan


menggunakan metode Plot Transect Garis. Kami menemukan spesies
heritirea littoralis berjumlah 2 dengan RDi=1.183%, bruguire
cylindrical berjumlah 10 dengan RDi= 5,917%, pemphis acidula
berjumlah 31 dengan RDi=18,343%,

LIII.

lumnitzera racemosa berjumlah 50 dengan RDi=29,585%, lumnitzera


littorea berjumlah 7 dengan RDi=4,142%, rhizopora mucronata
berjumlah 8 dengan RDi=4,733%, achantus ebracteatus berjumlah 7
dengan RDi=4,142%,acrosticum speciosum berjumlah 6 dengan
RDi=3,550% amyema anisomeres berjumlah10 dengan RDi=5,916%,
avicennia lanata berjumlah 2 dengan RDi=1,183%, bruguire
gymnorrhiza berjumlah 4 dengan RDi=2,366%, ceriops decandra
berjumlah 2 dengan RDi=1,183%, derris trifiolatta berjumlah 8
dengan

RDi=4,733%,

heritirea

globasa

berjumlah

dengan

RDi=1,775%, kandelia candel berjumlah 4 dengan RDi=2,366%,


pandanus tectorius berjumlah 6 dengan RDi=3,550%, sarcolobus
globasa

berjumlah

dengan

RDi=2,958%,

scyphiphora

hydrophyllacea berjumlah 2 dengan RDi=1,183% dan yang terakhir


adalah sonnetaria ovate berjumlah 2 dengan RDi=1,183%
LIV.

mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan


bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan
baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan
pasang surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang
menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis, kata
mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan,
dan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut.

LV.Ruang lingkup sumberdaya mangrove secara keseluruhan terdiri atas:


1

Satu atau lebih spesies tumbuhan yang hidupnya terbatas di habitat


mangrove

Spesies-spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun


juga dapat hidup di habitat non-mangrove

Biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut
kerak, cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang hidupnya
menetap, sementara, sekali-sekali, biasa ditemukan, kebetulan maupun
khusus hidup di habitat mangrove

Proses-proses alamiah yang berperan dalam mempertahankan ekosistem


ini baik yang berada di daerah bervegetasi maupun di luarnya
8

Daratan terbuka atau hamparan lumpur yang berada antara batas hutan
sebenarnya dengan laut.

LVI.

KESIMPULAN

LVII.
LVIII. Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah sebagia
berikut :
LIX.
1

Pada praktikum kali ini diketahui bahwa lamun yang dijumpai hanya
Thalassia Hemprichi
LX.

Mangrove terendah yakni Scyphiphora hydrophyllacea, Sonneratia Ovata,


Avicennia lanatadengan jumlah masing masing 2 dan memiliki kerapatan
1.183%.

Mangrove berfungsi sebagai pembatas garis pantai dan penjaga ekosistem


yang ada di lingkungan tersebut, biasanya mangrove digunakan sebagai
habitat bentos dan peemijahan.
LXI.
LXII.
LXIII.
LXIV.

10

LXV. DAFTAR PUSTAKA


LXVI.
LXVII.
LXVIII.
Azkab, M.H.1988. Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus
acoroides di rataan terumbu di Pari Pulau Seribu.Dalam: P3O-LIPI,
Teluk Jakarta: Biologi,Budidaya, Oseanografi,Geologi dan Perairan.
Balai Penelitian Biologi Laut,
Jakarta : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi-LIPI
LXIX.
LXX. Coles et al., 1993. Kecepatan tumbuh dan produksi lamun dari Teluk Kuta,
Lombok.Dalam:P3O-LIPI, Dinamika komunitas biologis pada ekosistem
lamun di Pulau Lombok, Balitbang Biologi Laut PustlibangBiologi LautLIPI, Jakarta.
LXXI.
LXXII. Dahuri, M., J.Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan
Sumber Daya
LXXIII.
Wilayah Pesisir Secara Terpadu. Jakarta. PT.
PradnyaParamita..
LXXIV.
LXXV.Den Hartog, 1970. Pedoman Invetarisasi Lamun. Oseana
LXXVI.
LXXVII. Den Hartog, 1977. Pedoman Inventaris Lamun 2. Oseana
LXXVIII.
LXXIX.Giesen, W., S. Wulffraat, M. Zierenand, dan L. Scholtex. 2007. Seagrass
LXXX.Guidebook for Southeast Asia, p. Bangkok
LXXXI.
LXXXII.
Kikuchi & Peres, 1977. Pengelolaan Sumberdaya Lamun .
Jakarta : Gramedia.
LXXXIII.
LXXXIV.
Kiswara dan Winardi, 1999 Community based management di
wilayah pesisir. Pelatihan Perencanaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu.
Pusat Kajian Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
LXXXV.
LXXXVI. Kordi, M.G.H.K.. 2012. Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi dan
LXXXVII.
Pengelolaan.Rineka Cipta. Jakarta.
LXXXVIII.
LXXXIX. Larkum et al, 1989. Padang Lamun. IPB Press. Bogor.
XC.
XCI. Muller-Dombois, 1974. Ecology and Systematics. Muller-Dombois, D,
dan H,
XCII.
XCIII. Nontji, Anugerah. 2002. Laut Nusantara.Penerbit Djambatan.Jakarta.
11

XCIV.
XCV. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.Gramedia .
Jakarta,
XCVI.
XCVII. Odum, E. P. 1994. Dasar- Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gramedia.
Jakarta.
XCVIII.
XCIX. Patriquin, 1972. Perumusan kebijakan pengelolaan hayati laut Sulawesi
Selatan. Proyek kerjasama BAPEDAL dengan Kajian Sumberdaya Pesisir
dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
C.
CI.
Pond, S. dan Pickard, G.L. 1983.Introductory dynamical
oceanography.2nd
CII. ed.British
Library
Cataloguing
in
Publication
Data.PramadyaParamita, Jakarta.
CIII.
CIV. Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Lamun. Dahara
Prize.
CV. Semarang
CVI.
CVII. Sheppard et al., 1996. Peranan Ekosistem Lamun.IPB Press : Bogor
CVIII.
CIX. Sitania, 1998. Ekosistem Perairan dan Pesisir. Rajawali : Semarang
CX.
CXI. Soerianegara. R, 1993. Sumberdaya Lamun di Indonesia. Fakultas
Kehutanan IPB Bogor
CXII.
CXIII. Tokuyama, A. 1988. Physical and chemical environments in Seagrass Bed.
UniversitasRyukyu.Jepang.
CXIV.
CXV.
CXVI.
CXVII.

12

CXVIII.
CXIX.
CXX.
CXXI.
CXXII.
CXXIII.
CXXIV. LAMPIRAN

13

Anda mungkin juga menyukai