PENDAHULUAN
dalam
metabolisme
untuk
menyusun
struktur
komponen
mikroflora yang berasosiasi. Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma
yang utamanya adalah herbaceous (Tomlinson,1986) Rhizoma merupakan 60
80% biomas lamun (Giesen,2007) Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang
tinggi,
yang
seluruhnya
tercatat
sebanyak
202
jenis
tumbuhan
II.
METODE
III.
IV.
V.
VI.
VII.
RDi = ni x100
n
yaitu kerapatan relatif jenis (RDi), kemudian tentukan masing masing
kriteria tentang kualitas perairan dan keanekaragaman spesies dari
indikator tersebut. Nilai dari data analisis tesebut disalin dalam 1
lembar kertas HVS dan ditanda tangani oleh asisten dosen, dan
selanjutnya membuat laporan kelompok.
VIII.
IX.
X.
XI.
XII.
XIII.
XIV.
XV.
XVI.
XVII.
XVIII.
XIX.
XX.
XXI.
XXI.1
XXII.
XXIII.
Panjan
XXVIII.
5m
XXXIII.
25 m
XXXVIII.
45 m
XXIX. Pasir
XXXIV.
18/
25 =
72 %
XXXIX.
22/
25 =
88 %
XXX. -
XXXV.
80 cm
XL.
95
cm
XXVI. Ter
pe
nd
ek
XXXI. -
XXXVI.
10
XLI.
20
XXVII.
Spesies
XXXII.
XXXVII.
Thalassia
He
mp
ric
hi
XLII. Th
ala
ssi
a
He
mp
ric
hi
XLIII.
XLIV.
XLV. 3.2 Pembahasan
XLVI. Dari data tabel yang telah dikemukakan diatas dapat diketahui bahwa
jumlah keseluruhan dari 19 mangrove yang ditemukan memiliki
keseluruhan total 169, angka tersebut didapat dari jumalh Ni ( jenis
spesies mangrove yang ditemukan di wilayah tersebut secara
RDi = ni x 100
XLVIII.
LI.
LII.
LIII.
RDi=4,733%,
heritirea
globasa
berjumlah
dengan
berjumlah
dengan
RDi=2,958%,
scyphiphora
Biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut
kerak, cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang hidupnya
menetap, sementara, sekali-sekali, biasa ditemukan, kebetulan maupun
khusus hidup di habitat mangrove
Daratan terbuka atau hamparan lumpur yang berada antara batas hutan
sebenarnya dengan laut.
LVI.
KESIMPULAN
LVII.
LVIII. Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah sebagia
berikut :
LIX.
1
Pada praktikum kali ini diketahui bahwa lamun yang dijumpai hanya
Thalassia Hemprichi
LX.
10
XCIV.
XCV. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.Gramedia .
Jakarta,
XCVI.
XCVII. Odum, E. P. 1994. Dasar- Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gramedia.
Jakarta.
XCVIII.
XCIX. Patriquin, 1972. Perumusan kebijakan pengelolaan hayati laut Sulawesi
Selatan. Proyek kerjasama BAPEDAL dengan Kajian Sumberdaya Pesisir
dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
C.
CI.
Pond, S. dan Pickard, G.L. 1983.Introductory dynamical
oceanography.2nd
CII. ed.British
Library
Cataloguing
in
Publication
Data.PramadyaParamita, Jakarta.
CIII.
CIV. Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Lamun. Dahara
Prize.
CV. Semarang
CVI.
CVII. Sheppard et al., 1996. Peranan Ekosistem Lamun.IPB Press : Bogor
CVIII.
CIX. Sitania, 1998. Ekosistem Perairan dan Pesisir. Rajawali : Semarang
CX.
CXI. Soerianegara. R, 1993. Sumberdaya Lamun di Indonesia. Fakultas
Kehutanan IPB Bogor
CXII.
CXIII. Tokuyama, A. 1988. Physical and chemical environments in Seagrass Bed.
UniversitasRyukyu.Jepang.
CXIV.
CXV.
CXVI.
CXVII.
12
CXVIII.
CXIX.
CXX.
CXXI.
CXXII.
CXXIII.
CXXIV. LAMPIRAN
13