Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kencur ( Kaemferia galanga L)


Kencur (Kaempferia galanga L)

merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh

diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak
digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga
para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang
diperdagangkan dalam jumlah yang besar.

Bagian dari tanaman kencur yang

diperdagangkan adalah buah akar yang tinggal didalam tanah yang disebut dengan
rimpang kencur atau rizoma (Soeprapto,1986).
Daun kencur berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar diatas permukaan tanah
dengan jumlah daun tiga sampai empat helai. Permukaan daun sebelah atas berwarna
hijau sedangkan sebelah bawah berwarna hijau pucat. Panjang daun berukuran 10 12
cm dengan lebar 8 10 cm mempunyai sirip daun yang tipis dari pangkal daun tanpa
tulang tulang induk daun yang nyata (Backer,1986).
Rimpang kencur terdapat didalam tanah bergerombol dan bercabang cabang
dengan induk rimpang ditengah. Kulit ari berwarna coklat dan bagian dalam putih berair
dengan aroma yang tajam. Rimpang yang masih muda berwarna putih kekuningan dengan
kandungan air yang lebih banyak dan rimpang yang lebih tua ditumbuhi akar pada ruas
ruas rimpang berwarna putih kekuningan.
Bunga kencur berwarna putih berbau harum terdiri dari empat helai daun
mahkota. Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2 3 cm, tidak bercabang, dapat
tumbuh lebih dari satiu tangkai, panjang tangkai 5 7 cm berbentuk bulat dan beruas
ruas. Putik menonjol keatas berukuran 1 1,5 cm, tangkai sari berbentk corong pendek.

Klasifikasi Kaempferia galanga L di dalam dunia botani adalah sebagai berikut:


Kerajaan

: Plantae

Divisi

: Spermaiophyta

Sob Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Zingiberaceae

Subfamili

: Zingiberoideae

Genus

: Kaempferia

Spesies

: Kaempferia .galanga

Nama Kaempferia galanga L di berbagai daerah di Indonesia adalah sebagai berikut:


Sumatera

ceuku

(Aceh),

tekur

(Gayo),

kaciwer

(Karo),

cakue

(Minangkabau) Cokur (lampung)


Jawa

: kencur (jawa), cikur (Sunda), kencor (Madura)

Sulawesi

: batako (Manado), watan (Minahsa), (Gorontalo), cakuru

(Makasar), ceku (Bugis)


Nusa Tenggara: cekuh (Bali), cekur (Sasak),

cekur, (Sumba), sokus (Roti)

Sukung (Timor)
Maluku

: suha (Seram), assuli (Ambon), onegai (Buru)

Irian

: ukap (Irian)

2.1.1. Kandungan Kimia dari Kencur


Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini,1990 yaitu (1) etil
sinamat, (2) etil p-metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4) karen (5) borneol, dan (6)
parafin
O

OC2H5

OC2H5

H3CO

H3CO
1

2
CH3

CH3
CH2
CH2

CH3

CH3
CH3
4

CH3
H3C

H 3C

CH3

Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama


dari kencur (Afriastini,1990). Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain
minyak atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%). Kamfer, borneol,
sineol, penta dekana. Adanya kandungan etil para metoksi sinamat dalam kencur yang
merupakan senyawa turunan sinamat (Inayatullah,1997 dan Jani, 1993).
Manfaat yang diperoleh dari penanaman kencur adalah untuk meningkatkan
produktivitas lahan pertanian yang sekaligus menambah penghasilan petani. Dari rimpang
kencur ini dapat diperoleh berbagai macam keperluan yaitu: minyak atsiri, penyedap
makanan minuman dan obat-obatan. Berbagai jenis makanan mempergunakan sedikit
rimpang atau daun kencur sehingga memberikan rasa sedap dan khas yaitu dalam
pembuatan gado-gado, pecal dan urap. Rimpang kencur yang digerus bersama- sama
beras kemudian diseduh dengan air masak dan diberi sedikit gula atau anggur dapat
digunakan sebagai minuman. Minuman ini berguna bagi kesehatan tubuh, jenis minuman
ini sudah diperiksa dipabrik-pabrik berupa minuman beras kencur. Rimpang kencur di
pergunakan untuk meramu obat-obatan tradisional yang sudah banyak di produksi oleh

pabrik-pabrik jamu maupun dibuat sendiri, rimpang mempunyai khasiat obat antara lain
untuk menyembuhkan batuk dan keluarnya dahak, mengeluarkan angin dari dalam perut,
bisa juga untuk melindungi pakaian dari serangga perusak, caranya rimpang kering
kencur disimpan diantara lipatan-lipatan kain (Afrianstini,1990).
Kencur (Kamferia galanga L) adalah salah satu jenis temu-temuan yang banyak
dimanfaatkan oleh rumah tangga dan industri obat maupun makanan serta minuman dan
industri rokok kretek yang memiliki prospek pasar cukup baik. Kandungan etil pmetoksisinamat (EPMS) didalam rimpang kencur menjadi bagian yang penting didalam
industri kosmetik karena bermanfaat sebagai bahan pemutih dan juga anti eging atau
penuaan jaringan kulit (Rosita,2007).

2.2. Senyawa Etil P-Metoksisinamat


Penelitian telah membuktikan kebenaran pengalaman nenek moyang kita bahwa dalam
tanaman kencur memang mengandung senyawa tabir surya yaitu etil p-metoksisinamat.
Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur
yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan
sinar matahari. Senyawa tabir surya terutama yang berasal dari alam dirasa sangat penting
saat ini dimana tidak hanya wanita saja yang memerlukan perlindungan kulit akan tetapi
pria pun memerlukan tabir surya untuk melindungi kulit agar tidak coklat atau hitam
tersengat sinar matahari. Kulit dengan perlindungan akan tampak lebih baik dalam hal
warna yaitu terlihat lebih bersih dan putih (Barus,2009).
EPMS merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion atau pun pada
bedak setelah mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana etil dari
ester ini diganti oleh oktil, etil heksil ataupun heptil melalui transesterifikasi maupun
esterifikasi bertahap. Modifikasi yang dilakukan diharapkan mengurangi kepolaran
EPMS sehingga kelarutannya dalam air berkurang yang merupakan salah satu syarat

senyawa sebagai tabir surya, selain dari itu juga untuk

mengurangi tingkat bahaya

terhadap kulit.
EPMS termasuk turunan asam sinamat, dimana asam sinamat adalah turunan
senyawa phenil propanoad. Senyawa-senyawa yang termasuk turunan sinamat adalah
para hidroksi sinamat (7), 3,4-dihidroksisinamat (8), dan 3,4,5 trimetoksisinamat (9):

OH
OH

(7)

CO2H

CO2H

CO2H

OCH3

H3CO
OCH3

OH

(8)

(9)

EPMS termasuk kedalam senyawa ester yang mengandung cincin benzene dan
gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang
bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut
yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksana.
Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran antara
lain pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang
sama atau mendekati sama. EPMS adalah suatu ester yang mengandung cincin benzene
dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan mengandung gugus karbonil yang
mengikat etil yang bersifat agak polar menyebabakan senyawa ini mampu larut dalam
beberapa pelarut dengan kepolaran bervariasi (Taufikhurohmah,2008).
Karena asam sinamat merupakan turunan fenil propanoid maka biosintesanya
termasuk jalur sikimat.

2.2.1. Biosintesa p-metoksisinamat


Pembentukan asam shikimat dimulai dengan kondensasi aldol antara suatu tetrosa, yakni
eritrosa, dan asam fosfoenolpiruvat. Pada kondensasi ini, gugus metilen C=CH2 dari asam
fosfoenolpiruvat berlaku sebagai nukleofil dan beradisi dengan gugus karbonil C=O dari
eritrosa, menghasilkan suatu gula yang terdiri dari 7 atom karbon. Selanjutnya, reaksi
yang analog (intramolekuler) menghasilkan asam 5-dehidrokuinat yang mempunyai
lingkar sikloheksana, yang kemudian diubah menjadi asam shikimat. Reaksi pararel yang
sejenis terhadap tirosin yang mempunyai tingkat oksidasi yang lebih tinggi menghasilakn
asam p-kumarat.
Senyawa turunan sinamat termasuk senyawa fenolik alam dari golongan
fenilpropanoid, yakni senyawa-senyawa dengan kerangka dasar karbon C6-C3,terdiri dari
cincin benzen (C6) yang terikat pada ujung dari rantai karbon propan (C3). Dari segi
biogenetik senyawa turunan sinamat berasal dari jalur biosintesa asam sikhimat, seperti
tercantum dalam gambar 2.1. Karena itu, pola oksidasi cincin benzen pada turunan
sinamat adalah sama dengan pola oksidasi pada asam shikimat. Lazimnya cincin benzena
ditemukan tersubstitusi oleh satu atau lebih gugus hidroksi atau gugus lain yang ekivalen
seperti pada asam p-kumarat dan asam kafeat. Sedangkan kemungkinan lain dari cincin
aromatik adalah tidak tersubstitusi sama sekali seperti pada asam sikimat.
Senyawa-senyawa turunan sinamat ditemukan secara luas di alam, dalam
tumbuhan tinggi, terutama sekali turunan p-hidroksisinamat. Senyawa-senyawa ini
biasanya terikat dalam bentuk ester atau glikosidanya, dan beberapa diantaranya telah
diketahui memiliki aktifitas biologis yang potensial.

COOH
O

PO3H2

CH2OH

HO

H2C

CH2

OH

CH

COOH
HO

HO

CH
CH

OH

Fosfoenolpirufat

Eritrosa

OH

-H2O
COOH

COOH

COOH

HO

-H2O

OH

HO

OH

OH
OH

OH

OH

Asam 5-dehidroksisikimat

Asam 5-dehidrokuinat

O
CH2OOH

CH2OOH

CH2OOH

CH2OOH

OC2H5
O

NH2

NH3

Asam fenilpiruvat

NH3

Tirosan

Asam sinamat

OCH3

OH

Asam p-kumarat

Etil p-metoksisinamat

Gambar 2.1. Jalur asan sikhimat dalam biosintesa fenilpropanoid unruk menghasilkan etil
p-metoksisinamat. (Sumber dan Norman,1978)
Pengkajian

tentang

senyawa

turunan

sinamat

telah

lama

dilakukan.

Madhatil,1927, mengemukakan bahwa salah satu dari beberapa senyawa yang terkandung
dalam kencur adalah etil p-metoksisinamat. Beberapa cara mengekstraksi telah dilakukan,
dan ternyata etil p-metoksisinamat yang terkandung dalam kecur dapat dengan mudah
melalui ekstraksi-perkolasi. Dijelaskan pula bahwa spektrum infra merah etil p-

metoksisinamat hasil isolasi menunjukkan konfigurasi trans.dan beberapa ester


(Madhatil,1927).
2.3. Amida
Suatu amida ialah senyawa yang mempunyai nitrogen trivalen terikat pada suatu
gugus karbonil. Suatu amida diberi nama asam karboksilat induknya, dengan mengubah
imbuhan asam-oat (atau at) menjadi amida.
Amida disintesis dari derivat asam karboksilat dan ammonia atau amina yang
sesuai gambar 2.2.

RC
Cl

asil klorida

R'

2 NH

-H
Cl

RCOCOR
anhidrida asam
O

RC

R'2NH
-RCOOH

RC
NR2
amida

NH
R' 2
'OH
-R

OR'

ester

Gambar 2.2. Reaksi Umum Sintesis Pembentukan Amida


(Fessenden and Fessenden,1999).
Seperti asam karboksilat,amida memiliki titik cair dan titik didih yang tinggi
karena adanya pembentukan ikatan hidrogen. Amida mampu membentuk ikatan hidrogen
intermolekular selama masih terdapathidrogen yang terikat pada nitrogen. Senyawa ini
juga sangat istimewa karena nitrogennya mampu melepaskan elektron dan mampu

membentuk suatu ikatan pi dengan karbon karbonil. Pelepasan elektron ini menstabilkan
hibrida resonansi (Bresnick,1996).

2.3.1. Reaksi Pembuatan Amida


Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan mereaksikan
asam lemak atau metil ester asam lemak dengan suatu amina (Maag,1984). Amida asam
lemak dibuat secara sintesis pada industri oleokimia dalam proses batch, dimana
ammonia dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu 200o C dan tekanan 345-690 kpa
selama 10-12 jam. Dengan proses tersebutlah dibuat amida primer seperti lauramida,
stearamida serta lainnya.
Amida primer juga dibuat dengan mereaksikan ammonia dengan metil ester asam
lemak. Reaksi ini mengikuti konsep HSAB dimana H+ dari ammonia merupakan hard
acid yang mudah bereaksi dengan hard base CH3O- untuk membentuk metanol.
Sebaliknya NH2- lebih soft-base dibandingkan dengan CH3O- akan terikat dengan R-CO+
yamng lebih soft acid dibandingkan H+ membentuk amida.
O

R C

RC

NH3

CH3OH

+
NH2

OCH3

Pembuatan amida sekunder dilakukan dengan mereaksikan asam lemak dengan amina.
RCO2H

RNH2

150-200oC

RCONHR

H2O

Senyawa amina yang digunakan untuk reaksi tersebut antara lain etanolamin dan
dietanolamin, yang jika direaksikan dengan asam lemak pada suhu tinggi, 150o C-200o C
akan membentuk suatu amida dan melepaskan air. Reaksi aminasi antara alkil klorida
lebih mudah dengan gugus amina dibandingkan dengan terjadinya reaksi esterifikasi
dengan gugus hidroksil. Reaksi amidasi antara amina dan ester dengan bantuan katalis

NaOMe baru dapat terjadi pada suhu 100o-120o C, sedangkan apabila tidak digunakan
katalis maka reaksi baru dapat berjalan pada suhu 150o-250o C (Gabriel,1984).
Senyawa N-palmitoyl glisinida yang dihasilkan melalui reaksi amidasi Metil
Palmitat dengan Glisin dan di murnikan dengan metode rekristalisasi dari campuran
pelarut petroleum benzen:etanol = 1:1 (v/v). Reaksinya sebagai berikut :
O
H3C

(CH)14

O
H2N

OCH3

CH2

O
H3C

(CH)14

OH
HN

CH2

C
OH

(Naibaho,2008).
Sintesis senyawa-senyawa amida turunan etil p-metoksisinamat dilakukan dengan
memanfaatkan unit fungsional ester dari molekul etil p-metoksisinamat yang diperoleh
dari ekstrak etanol tanaman kencur, sebagai unit kimia yang potensial untuk
melangsungkan sintesis. Transformasi melibatkan pemutusan ikatan C-O asil melalui
adisi-eliminasi nukleofilik terhadap bentuk antara p-metoksisinamoil klorida oleh suatu
seri pereaksi anilin tersubstitusi para, yakni: anilin, p-nitroanilin, p-metoksianilin (panisidin) dan p-nitroanilin. Melalui amonolisis p-metoksisinamoil klorida ini, dapat
disintesis senyawa amida p-metoksisinamanilida (Nakanishi,1974).

2.3.2. Kegunaan Amida


Senyawa amida juga mempunyai banyak kegunaan dalam bidang-bidang tertentu. Salah
satu contoh yang paling nyata adalah senyawa sulfoamida. Sulfoamida adalah salah satu
senyawa kemoteraputika yang digunakan didalam pengobatan untuk mengobati
bermacam-macam penyakit infeksi, antara lain disentri baksiler yang kuat, radang usus
dan untuk mengobati infeksi yang telah resistansi terhadap anti bioatika. (Nuraini,1988).
Dan juga N-Steroyl Glutamida yang berguna sebagai surfaktan dan antimikroba
(Miranda,2003).

Amida asam lemak digunakan sebagai bahan pelumas pada proses pembuatan
resin, maka amida tersebut digunakan baik sebagai pelumas internal maupun eksternal,
amida tersbut berperam mengurangi gaya kohesi dari polimer sehingga meningkatkan
aliran polimer pada proses pengolahan (Brahmana,1994).
Amida berperan untuk mempengaruhi polimer yang melebur agar terlepas dari
permukaan wadah logam pengolahan resin. Sebagai pelumas internal, amida berperan
untuk mengurangi gaya kohesi dari polimer dan meningkatkan aliran polimer pada proses
pengolahannya (Reck,1984).
Surfaktan adalah suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surfaceactive
agent) yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik dalam satu struktur
molekul yang sama. Senyawa ini dapat menurunkan tegangan antarmuka antara dua fasa
cairan yang berbeda kepolarannya seperti minyak/air atau air/minyak. Sifat yang unik
tersebut, menyebabkan surfaktan sangat potensial digunakan sebagai komponen bahan
adhesif, bahan penggumpal, pembasah, pembusa, pengemulsi, dan bahan penetrasi serta
telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang industri proses yang menggunakan
sistem multifasa seperti pada industri makanan, farmasi, kosmetika, tekstil, polimer, cat,
detergen dan agrokimia.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan dan lingkungan yang
baik, permintaan surfaktan yang mudah terdegradasi dan berbasis tumbuhan juga semakin
meningkat, maka diperlukan kajian untuk memperoleh surfaktan yang mempunyai dua
kriteria tersebut yaitu diperoleh dari bahan baku yang dapat diperbaharui dan bersifat
degradatif di alam sehingga dapat diterima secara ekologis. Salah satu surfaktan yang
memenuhi kedua kriteria tersebut adalah surfaktan alkanolamida. Alkanolamida dapat
diperoleh dari hasil reaksi antara alkanolamina dengan asam lemak minyak nabati, dan
banyak digunakan sebagai bahan pangan, kosmetika dan obat-obatan. Surfaktan
alkanolamida yang mempunyai ikatan amida banyak dikembangkan dalam industri
pembuatan surfaktan karena ikatan amida secara kimia sangat stabil pada media yang
bersifat alkali.

Alkanolamida yang digunakan untuk formula pangan, kosmetika dan obat obatan
haruslah bebas dari bahan beracun, pelarut, asam lemak bebas, amina yang berlebih serta
harus tidak berbau dan bentuknya menarik. Namun penelitian untuk memproduksi
alkanolamida pada skala industri masih kurang karena penghilangan pelarut dan warna
yang tidak diinginkan memerlukan tahapan yang rumit dan biaya yang tinggi (Daniel,
2007).
2.4. Dietanolamina
Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol. Dialkohol
menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Dietanolamina juga dikenal
dengan nama bis (hydroxyethyl)amine, diethylolamine, hydroxtdiethylamine, diolamine
dan 2,2-iminodiethanol. Sidat-sifat dietanolamina adalah sebagai berikut :
a. Rumus molekul

: C4H11NO2

b. Berat molekul

: 105,1364 g/mol

c. Densitas

: 1,090 g/cm3

d. Titik leleh

: 28C (1atm)

e. Titik didih

: 268,8C (1atm)

f. Kelarutan

: H2O, alcohol, eter

Dietanolamina banyak digunakan dalam produk kosmetik dan detergen karena


mampu menciptakan tekstur yang lembut dan foaming agent

2.5. Surfaktan
Surfaktan adalahbahan yang memiliki gugus hidrofil (suka air) dan gugus lipofil (suka
minyak). Kedua gugus tersebut memiliki keseimbangan hidrofilik dan lipofilik
(Hidrophilic Lipophilic Balance = HLB) yang menggolongkan jenis surfaktan tersebut,
apakah pengemulsi, pembasah, deterjen, atau anti busa dan sebagainya (Martin,1993).

Molekul-molekul atau ion-ion yang teradsorpsi pada pembatasan (interfasa)


disebut sebagai bahan aktif permukaan (surface active agents) atau surfaktan
(surfactants). Surfaktan mempunyai peran penting untuk menurunkan tegangan
permukaan bahanyang dikenai. Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu
sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemusi (emulsifying), dan sebagai
bahan penglarut (solubilizing agent). Aktifitas kerja suatu surfaktan karena sifat ganda
dari molekul tersebut (Pavia,1976). Molekull surfaktan memiliki bagian polaryang suka
akan air dan bagian yang nonpolar yang suka akan minyak/lemak. Bagian polar molekul
surfaktan dapat bermuatan positif, negatif ataunetral (Lehninger,1988). Siat rangkap ini
yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorpsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan
zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air
dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam
fase minyak.
Surfaktan turunan asam lemak dengan alkohol merupakan surfaktan nonionik
yang banyak digunakan sebagai pengemulsi dalam makanan, sediana farmasi dan
kosmetik karena tidak toksis. Emulsi yang dihasilkan umumnya tidak sensitif terdapat
pengaruh elektrolit, sehingga yang diperoleh relatif stabil (Meffert,1984).
Penelitian sifat-sifat biologis dari surfaktan termasuk skrining dari efikasi
antimikroba dan biodegradabilitas. Asam lemak dari berbagai jenis asam lemak berantai
panjang dikenal karena sifat antimikrobanya. Biodegradabilitas dari surfaktan telah
menjadi subjek dari berbagai penelitian beberapa tahun belakangan ini sehingga menjadi
ketertarikan yang luas dalam pengembangan molekul surfaktan yang memiliki sifat
antimikroba dan juga kompatibilitas terhadap lingkungan. Bermacam-macam surfaktan
yang telah disintesis dan beberapa diantaranya telah diaplikasikan terutamauntuk
kosmetik dan makanan (Sivasamy,2001).
Surfaktan digunakan dalam pengolahan pangan untuk meningkatkan mutu produk
dan mengurangi kesulitan penanganan bahan yang mudah rusak. Pemakaian surfaktan
selama produk disimpan akan mempertahankan viskositas, tekstur, mountfeel dan

memperpanjang masa simpangnya, yang termasuk dalam golongan surfaktan adalah


pengemulsi, penstabil, dan pembasah (Winarno,1997).

Klasifikasi surfaktanbedasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan


(Swern,1979) yaitu :
1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion
2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation
3. Surfaktan non-ionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan
Ester sukrosa asam lemak merupakan salah satu contoh surfaktan non-ionik dengan
residu sukrosa sebagai polarnya (Brahmana,1993).
4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif
dan negatif
Sebagai gambaran untuk perimbangan hidrofil-lipofil bahan-bahan aktif permukaan,
dapat digunakan skala keseimbangan hidrofil-lipofil yang sering disebut HLB
(Hidrophilic-lipophilic balance) yang ditemukan oleh Grifin (1949). Dengan bantuan
harga keseimbangan ini, maka kita dapat membentuk rentang HLB setiap surfaktan secara
optimal (gambar 2.3). Makin besar nilai HLB suatu bahan maka bahan tersebut semakin
bersifat hidrofilik.
Umumnya bagian nonpolar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang,
sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. (Belitz dan
Grosch,1986). Sebagian gambaran untuk perimbangan hidrofil-lipofil bahan-bahan aktif
permukaan, dapat digunakan skala keseimbangan hidrofil-lipofil yang sering disebut HLB
(Hidrophilik Lipophilik Balance) yang ditemukan oleh Grifin (1949). Dengan bantuan
harga keseinbangan itu , maka kita dapat membentuk rentang HLB setiapsurfaktan secara
oktimal (gambar 2.3). Makin besar nilai HLB suatu bahan maka bahan tersebut semakin
bersifat hidrofilik.

Hubungan antara silai HLB dengan penggunaanya sebagai surfaktan dapat dilihat
pada gambar berikut:

Gambar 2.3. Skala Keseimbangan Hidrofil Lipofil (HLB)


Secara teori harga HLB suatu bahan dapat dihitung bedasarkan harga gugus
hidrofilik lipofilik yang derivatnya dapat dilihat tabel berikut:

Tabel 2.1. Harga HLB beberapa gugus hidrofilik dan lipofilik


GUGUS HIDROFIL

HARGA HLB

-SO4Na+

38.7

-COONa+

19.1

-N(amida tersier)

9.4

-Ester (cincin sorbitan)

6.8

-Ester (bebas)

2.4

-Hidroksil (bebas)

1.9

-Hidroksil (cincin sorbital)

0,5

GUGUS LIPOFIL
-CH3

0.475

-CH2

0.475

=CH-

0.475

Bedasarkan harga yang terdapat pada tabel 2.1. diatas dapat ditentukan harga HLB
secara teori dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
HLB = (gugus hidrofil) (gugus lipofil) + 7
Harga HLB dapat ditentukan dengan harga CMC (Critical micelle Concentrstion). Harga
CMC diperoleh dengan mengunakan alat tensiometer. Kemudian dengan menggunakan
rumus berikut maka akan diperoleh harga HLB (Brahmana,dkk,1993).
HLB = 7-0,36 ln (Co/Cn)
Dimana :Cw = Harga CMC Co = 100-Cw
Penentuan harga HLB dapat juga diperoleh bedasarkan harga bilangan
penyabunan dan bilangan asam yakni dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Shido
dan Firberg,1983).

HLB =20 (1-S/A)


Dimana : S = bilangan penyabunan
A = bilangan asam
Nilai HLB untuk beberapa bahan dan nilai yang sehubungan dengan tujuan
penerapannya tercantum pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Nilai HLB dalam kaitannya dengan kegunaan industri
Kisaran HLB

Penggunaan

3-6

Pengemulsi w/o

7-9

Humectans

8-18

Pengemulsi o/w

15-18

Pemantap Turbiditas

Sumber : Belizt dan Grosch, 1986

Anda mungkin juga menyukai