Anda di halaman 1dari 16

CONGENITAL HEART DISEASE

A. Latar Belakang
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi
akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase
awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak
biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan
penatalaksanaan yang berbeda.
Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 810 bayi dari 1000 kelahiran hidup
dan 30 % diantaranya telah memberikan gejala pada minggu-minggu pertama
kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik, 50%
kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan. Menurut American Heart
Association, sekitar 35.000 bayi lahir tiap tahunnya dengan beberapa jenis defek
jantung bawaan. PJB bertanggung jawab terhadap lebih banyak kematian pada
kehidupan tahun pertama bayi dari pada defek congenital lain. Sedangkan di
Amerika Utara dan Eropa, PJB terjadi pada 0,8% populasi, membuat PJB menjadi
kateri yang paling banyak dalam malformasi struktur kongenital.
Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi
bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak
yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB
yang berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis PJB
tertentu sangat diperlukan pengenalan dan diagnosis dini agar segera dapat
diberikan pengobatan serta tindakan bedah yang diperlukan. Untuk memperbaiki
pelayanan di Indonesia, selain pengadaan dana dan pusat pelayanan kardiologi
anak yang adekuat, diperlukan juga kemampuan deteksi dini PJB dan pengetahuan
saat rujukan yang optimal oleh para dokter umum yang pertama kali berhadapan
dengan pasien.
B. Definisi

Menurut Prof. Dr. Ganesja M Harimurti, Sp.JP (K), FASCC, dokter spesialis
jantung dan pembuluh darah di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, mengatakan
bahwa PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat
proses pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses pembentukan jantung
ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung mengalami
proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan.
Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama
kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan
(Dhania, 2009).
C. Epidemiologi
Penyakit Jantung Bawaan ini terjadi pada sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup.
Insiden lebih tinggi pada lahir mati (2%), abortus (10-25%), dan bayi premature
(2%) (Tank, 2000). Penelitian di Taiwan menunjukkan prevalensi yang sedikit
berbeda, yaitu sekitar 13,08 dari 1000 kelahiran hidup, dimana sekitar 12,05 pada
bayi berjenis kelamin laki-laki, dan 14,21 pada bayi perempuan. Penyakit Jantung
Bawaan yang paling sering ditemukan adalah Ventricular Septal Defect (Wu,
2009).
D. Etiologi dan Faktor Risiko
Pada sebagian besar kasus, penyebab dari PJB ini tidak diketahui
(Sastroasmoro, 1994). Beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini
secara garis besar dapat kita klasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu
genetik dan lingkungan. Pada faktor genetik, hal yang penting kita perhatikan
adalah adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung. Hal lain yang
juga berhubungan adalah adanya kenyataan bahwa sekitar 10% penderita PJB
mempunyai penyimpangan pada kromosom, misalnya pada Sindroma Down
(Fachri, 2007).
1.
Faktor Prenatal :

Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.

Ibu alkoholisme.

Umur ibu lebih dari 40 tahun.

Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan

insulin.

2.

Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.

Faktor Genetik :

Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.

Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.

Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.

Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

E. Patofisiologi
Kelainan jantung congenital menyebabkan dua perubahan hemodinamik
utama. Shunting atau percampuran darah arteri dari vena serta perubahan aliran darah
pulmonal dan tekana darah.Normalnya tekanan pada jantu ng kanan lebih besara
daripada sirkulasi pulmonal. Shunting terjadi apabila darah mengalir melalui lubang
pulmonal pada jantung sehat dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang
bertekanan rendah, menyebabkan darah yang teroksigenasi mengalir ke dalam
sirkulasi sistemik.
Aliran darah pulmonal dan tekanan darah meningkat bila ada keterlambatan
penipiosan

normal

serabut

otot

lunak

pada

arteriola

pulmonal

sewaktu

lahir.Penebalan vascular meningkatkan resistensi sirkulasi pulmonal, aliran darah


pulmonal dapat melampaui sirkulasi sistemik dan aliran darah bergerak dari kanan ke
kiri.
Perubahan pada aliran darah, percampuran darah vena dan arteri, serta
kenaikan tekanan pulmonal akan meningkatkan kerja jantung. Manifestasi dari
penyakit jantung congenital yaitu adanya gagal jantung, perfusi tidak adekuat dan
kongesti pulmonal.
F. KLASIFIKASI

Terdapat

berbagai

cara

penggolongan

penyakit

jantung

congenital.

Penggolongan yang sangat sederhana adalah penggolongan yang didasarkan pada


adanya sianosis serta vaskuiarisasi paru.
1. Penyakit Jantung bawaan (PJB) non sianotik dengan vaskularisasi paru
bertambah, misalnya defek septum (DSV), defek septum, atrium (DSA), dan
duktus arteriousus persisten (DAP)
2. PJB non sianotik dengan vaskularisasi paru normal. Pada penggolongan ini
termasuk stenosis aorta(SA),stenosis pulmonal (SP) dan koarktasio aorta
1. Pjb sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang. Pada penggolongan ini
yang paling banyak adalah tetralogi fallot (TF)
2. Pjb sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah, misalnya transposisi arteri
besar (TAB)
PJB Non sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah
Terdapak detek pada septum ventrikel, atrium atau duktus yang tetap terbuka
menyebabkan adanya pirau (kebocoran) darah dari kiri ke kanan karena tekanan
jantung dibagian kiri lebih tinggi daripada dibagian kanan.
1.

Defek septum ventrikel (DSV)


DSV terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya
darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada saat systole.

Manifestasi klinik Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan terhambat,


anak terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik.
Diameter dada bertambah, sering terlihat pembonjolan dada kiri. Tanda yang
menojol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, seia intrakostal dan
region epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang
hiperdinamik.
Penatalaksanaan Pasien dengan DSV besar perlu ditolong dengan obat-obatan
utuk mengatasi gagal jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretic,
misalnya lasix. Bila obat dapat memperbaiki keadaan, yang dilihat dengan
membaiknya pernafasan dan bertambahnya berat badan, rnaka operasi dapat
ditunda sampai usia 2-3 tahun. Tindakan bedah sangat menolong karena tanpa
tindakan tersebut harapan hidup berkurang.
2.

Defek septum atrium

Kelainan septum atrium disebabkan dari suatu lubang pada foramen ovale atau
pada septum atrium. Tekanan pada foramen ovale atau septum atrium, tekanan
pada sisi kanan jantung meningkat.

Manifesfasi klinik Anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi


saluran pernafasan atas. Mungkin ditemukan adanya murmur jantung. Pada foto
rongent ditemukan adanya pembesaran jantung dan diagnosa dipastikan dengan
kateterisasi jantung.
Penatalaksanaan Kelainan tersebut dapat ditutup dengan dijahit atau dipasang
suatu graft pembedahan jantung terbuka, dengan prognosis baik.
3.

Duktus Arteriosus Persisten

DAP adalah terdapatnya pembuluh darah fetal yang menghubungkan


percabangan arteri pulmonalis sebelah kiri (left pulmonary artery) ke aorta
desendens tepat di sebelah distal arteri subklavikula kiri. DAP terjadi bila duktus
tidak menutup bila bayi lahir. Penyebab DAP bermacam-macam, bisa karena
infeksi rubella pada ibu dan prematuritas.

Manifestasi klinik Neonatus menunjukan tanda-tanda respiratory distress


seperti mendengkur, tacipnea dan retraksi. Sejalan dengan pertumbuhan anak,
maka anak akan mengalami dispnea, jantung membesar, hipertropi ventrikuler
kiri akibat penyesuaian jantung terhadap penigkatan volume darah, adanya tanda
machinery type .murmur jantung akibat aliran darah turbulen dari aorta melewati
duktus menetap. Tekanan darah sistolik mungkin tinggi karena pembesaran
ventrikel kiri.
Penatalaksanaan Karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan,
kelainan biasanya diobati dengan aspirin atau idomethacin yang menyebabkan

kontraksi otot lunak pada duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5 tahun,
cukup kuat untuk dilakukan operasi.
PJB Sianotik
Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada pasien
dengan PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa
yang disebabkan oleh terdapatnya >5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi.
Deteksi terdapatnya sianosis antara lain tergantung kepada kadar hemoglobin
(Prasodo, 1994).
1.

Tetralogy of Fallot (ToF)


Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang defek
primer adalah deviasi anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini
adalah obstruksi aliran darah ke ventrikel kanan (stenosis pulmoner), defek
septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi ventrikuler kanan. Anak
dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran ventrikel kanan menimbulkan
gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh pirau kiri ke kanan di
ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi dengan peningkatan
hipertrofi dari infundibulum ventrikel kanan dan pertumbuhan pasien, sianosis
didapatkan pada tahun pertama kehidupan.sianosis terjadi terutama di
membran mukosa bibir dan mulut, di ujung ujung jari tangan dan kaki. Pada
keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan (Bernstein, 2007).

G. Tanda dan gejala


1.

Pada saat bayi:


a. Saat lahir dapat dijumpai gangguan pernapasan. Pada yang berat bahkan
dapat berakibat kematian. Pada penyakit jantung bawaan biru, anak
tampak biru meskipun tidak sesak napas dan aktif. Namun demikian, pada
yang kompleks gejala sesak napas dan biru dapat nampak bersamaan
b. Pada beberapa kasus yang berat dan kompleks, bayi baru lahir segera
memburuk dan meninggal dalam waktu dua hari bersamaan dengan
menutupnya pembuluh arteriosus Botalli. Penyakit jantung bawaan yang
terakhir ini disebut sebagai penyakit jantung bawaan yang bergantung
pada duktus. Anak menetek tidak kuat, sering melepaskan puting ibu
istirahat sebentar kemudian melanjutkan minum lagi.
c. Saat menetek/minum, bayi nampak berkeringat banyak di dahi, napas
terengah-engah. Minum tidak bisa banyak dan tidak lama.
d. Berat badan tidak naik-naik atau naik kurang dari grafik/pita
pertumbuhan yang sesuai pada KMS.

e. Anak sering sakit batuk dan sesak napas yang sering disebut sebagai
pneumonia atau bronkopneumonia.
f. Daya tahan tubuh terhadap penyakit kurang, sebagai akibatnya bayi
sering sakit-sakitan.
g. Anak yang menderita penyakit jantung bawaan biru, saat lahir nampak
kebiru-biruan di mulut dan lidah serta ujung-ujung jari, meskipun anak
tampak aktif ceria dan menangis kuat. Pada beberapa anak, warna
kebiruan pada mulut, lidah dan ujung-ujung jari tersebut baru nampak
setelah berusia beberapa bulan.
h. Serangan biru dapat terjadi pada anak dengan penyakit jantung bawaan
biru yang ditandai dengan bayi menangis terus menerus tidak berhentiberhenti. Anak tampak semakin biru, napas tersengal-sengal. Bila berat,
dapat mengakibatkan kejang bahkan kematian.
i. Kelainan jantung sering juga ditemukan secara tidak sengaja oleh dokter
pada saat bayi berobat utk penyakit lainnya atau saat datang untuk
imunisasi. Dokter mendengar adanya bising jantung saat memeriksa
jantung bayi dengan menggunakan stetoskop
2.

Gejala pada anak


a. Berat

badan

anak

naik

tidak

memuaskan

dengan

kata

lain

pertumbuhannya terhambat
b. Perkembangan terlambat
c. Cepat lelah saat bermain, napas terengah-engah, berkeringat banyak lebih
dari anak yang lain.
d. Anak yang menderita PJB biru: tampak kebiruan pada mulut, lidah dan
ujung-ujung jari, sering jongkok saat bermain, ujung jari membulat
sehingga jari2 tampak seperti pemukul genderang.
e. Serangan biru ditandai dengan napas terengah-engah, anak tampak lebih
biru daripada biasanya, bila berat mengakibatkan anak pingsan bahkan
kematian.Pertumbuhan dan perkembangannyapun terlambat
3.

Pada remaja

a. Tanda-tanda masa remajanya terlambat, misalnya pada anak perempuan


b.
c.
d.
e.
f.
g.

terlambat haid, payudara masih rata.


Pada anak laki-laki pertumbuhan cepatnya tertunda.
Anak tampak kurus
Aktivitas tidak mampu berlari jauh atau bermain lama seperti anak lainnya
Sering batuk-batuk dan napas terengah-engah
Berkeringat banyak pada wajah saat beraktivitas
Pada yang sudah diketahui menderita kebocoran jantung, bila sampai
remaja tidak ada tindakan koreksi, dapat mengakibatkan sindroma
Eisenmenger, yaitu anak yang semula tidak sianosis (biru), mulai nampak
kebiruan seperti penderita PJB sianotik. Kondisi ini sangat berbahaya.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Gambaran ECG yang menunjukkan adanya hipertropi ventrikel kiri,
kateterisasi jantung yang menunjukkan striktura.
2. Aortography
3. Peningkatan cardiac iso enzim
4. Rontgen thorax : cardiomegali dan infiltrate paru.
I. DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit jantung bawaan ditegakkan berdasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang dasar serta lanjutan. Pemeriksaan
penunjang dasar yang penting untuk penyakit jantung bawaan adalah foto rontgen
dada, elektrokardiografi, dan pemeriksaan laboratorium rutin. Pemeriksaan
lanjutan (untuk penyakit jantung bawaan) mencakup ekokardiografi dan
kateterisasi jantung. Kombinasi ke dua pemeriksaan lanjutan tersebut untuk
visualisasi dan konfirmasi morfologi dan pato-anatomi masing-masing jenis
penyakit jantung bawaan memungkinkan ketepatan diagnosis mendekati seratus
persen. Kemajuan teknologi di bidang diagnostik kardiovaskular dalam dekade
terakhir menyebabkan pergeseran persentase angka kejadian beberapa jenis
penyakit jantung bawaan tertentu. Hal ini tampak jelas pada defek septum atrium
dan transposisi arteri besar yang makin sering dideteksi lebih awal.1,6-8 Makin

canggihnya alat ekokardiografi yang dilengkapi dengan Doppler berwarna,


pemeriksaan tersebut dapat mengambil alih sebagian peran pemeriksaan
kateterisasi dan angiokardiografi. Hal ini sangat dirasakan manfaatnya untuk bayi
dengan PJB kompleks, yang sukar ditegakkan diagnosisnya hanya berdasarkan
pemeriksaan dasar rutin dan sulitnya pemeriksaan kateterisasi jantung pada bayi.
Ekokardiografi dapat pula dipakai sebagai pemandu pada tindakan septostomi
balon transeptal pada transposisi arteri besar. Di samping lebih murah,
ekokardiografi mempunyai keunggulan lainnya yaitu mudah dikerjakan, tidak
menyakitkan, akurat dan pasien terhindar dari pajanan sinar X.
Bahkan

di

rumah

sakit

yang

mempunyai

fasilitas

pemeriksaan

ekokardiografi, foto toraks sebagai pemeriksaan rutinpun mulai ditinggalkan.


Namun demikian apabila di tangan seorang ahli tidak semua pertanyaan dapat
dijawab dengan menggunakan sarana ini, pada keadaan demikian angiografi
radionuklir dapat membantu. Pemeriksaan ini di samping untuk menilai secara
akurat fungsi ventrikel kanan dan kiri, juga untuk menilai derasnya pirau kiri ke
kanan. Pemeriksaan ini lebih murah daripada kateterisasi jantung, dan juga kurang
traumatis. Tingginya akurasi pemeriksaan ekokardiografi, membuat pemeriksaan
kateterisasi pada tahun 1980 menurun drastis. Sarana diagnostik lain terus
berkembang, misalnya digital substraction angiocardiography, ekokardiografi
transesofageal, dan ekokardiografi intravaskular. Sarana diagnostik utama yang
baru adalah magnetic resonance imaging, dengan dilengkapi modus cine sarana
pemeriksaan ini akan merupakan andalan di masa mendatang.
J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit jantung bawaan antara lain1
161 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000 1. Sindrom Eisenmenger.
Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik yang menyebabkan aliran darah ke
paru yang meningkat. Akibatnya lama kelamaan pembuluh kapiler di paru akan
bereaksi dengan meningkatkan resistensinya sehingga tekanan di arteri pulmonal

dan di ventrikel kanan meningkat. Jika tekanan di ventrikel kanan melebihi


tekanan di ventrikel kiri maka terjadi pirau terbalik dari kanan ke kiri sehingga
anak mulai sianosis. Tindakan bedah sebaiknya dilakukan sebelum timbul
komplikasi ini. 2. Serangan sianotik. Komplikasi ini terjadi pada PJB sianotik.
Pada saat serangan anak menjadi lebih biru dari kondisi sebelumnya, tampak sesak
bahkan dapat timbul kejang. Kalau tidak cepat ditanggulangi dapat menimbulkan
kematian. 3. Abses otak. Abses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya
abses otak terjadi pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini diakibatkan
adanya hipoksia dan melambatnya aliran darah di otak. Anak biasanya datang
dengan kejang dan terdapat defisit neurologis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Roebiono, s, poppy.2001. Weekend course on radiology., Jakarta
2. Berstein, daniel. 2007. The cardiovascular system.
3. Allen HD, Franklin WH, Fontana ME. Congenital heart disease:
untreated and operated. Dalam: Emmanoulides GC, Riemenschneider
TA, Allen HD, Gutgesell HP, penyunting. Moss and Adams heart disease
in infants, children, and adolescents. Edisi ke-5. Baltimore: Williams &
Wilkins; 1995. h. 657-64.
4. Emmanouilides GC. The development of pediatric cardiology: history
milestones. Dalam: Emmanoulides GC, Riemenschneider TA, Allen HD,
Gutgesell HP, penyunting. Moss and Adams heart disease in infants,
children, and adolescents. Edisi ke-5. Baltimore: Williams & Wilkins;
1995. h. xxi-iv.
5. Rahayuningsih SE, Rahayoe AU, Harimurti GM, Roebiono PS,
Rachmat J. Diagnostic accuracy of echocardiography in isolated
ventricular septal defect. Indones J Pediatr Cardiol 1999,1:19-21.
6. Wilkinson JL. Practical guidelines to early detection of congenital heart
disease in the newborn period. Indones J Pediatr Cardiol 1999,1:30-9.
7. Oesman IN. Tata laksana penyakit jantung bawaan dengan penyulit pada
neonatus. Dalam: Sastroasmoro S, Madiyono B, Putra ST, penyunting.
Pengenalan dini dan tata laksana penyakit jantung bawaan pada

neonatus. Pendidikan tambahan berkala bagian ilmu kesehatan anak


FKUI ke-32, 1994. Jakarta: Gaya Baru; 1994. h. 168-76.
8. Sastroasmoro S, Rahayuningsih SE. Tata laksana medis neonatus

dengan penyulit jantung bawaan kritis. Dalam: Putra ST, Roebiono PS,
Advani N, penyunting. Penyakit jantung bawaan pada bayi dan anak.
Jakarta: Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia; 1998. h. 147-56.

Anda mungkin juga menyukai