Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Rongga-rongga serosa dalam badan normal mengandung sejumlah kecil cairan. Cairan
itu terdapat ump, dalam rongga pericardium, rongga pleura, rongga perut dan berfungsi sebagai
pelumas agar membrane-membran yang dilapisi mesotel dapat bergerak tanpa geseran. Jumlah
cairan itu dalam keadaan normal hampir tidak dapat diukur karena sangat sedikit. Jumlah itu
mungkin bertambah pada beberapa keadaan dan akan berupa transudat atau exudat
Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi hanya sebagai akibat
tekanan hidrostatik atau turunnya protein plasma intravascular yang meningkat (tidak disebabkan
proses peradangan/inflamasi).Berat jenis transudat pada umumnya kurang dari 1.012 yang
mencerminkan kandungan protein yang rendah. Contoh transudat terdapat pada wanita hamil
dimana terjadi penekanan dalam cairan tubuh.Transudat merupakan discharge patologis,
merupakan serum darah yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh kapiler ke dalam selasela jaringan atau rongga badan, tanpa radang.
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas 1.020) dan
seringkali mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih yang melakukan
emigrasi.Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vascular (yang memungkinkan
protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik
intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit
leukosit yang menyebabkan emigrasinya.

Eksudat, merupakan substansi yang merembes melalui dinding vasa ke dalam jaringan
sekitarnya pada radang, berupa nanah, termasuk discharge yang patologis.
Discharge adalah substansi yang dikeluarkan oleh tubuh, dapat merupakan suatu proses
normal (fisiologis), dapat pula karena penyakit (patologis).
Beberapa discharge patologis karena infeksi :
1.

purulen/mukopurulen dari luka,mata,telinga,faring,uretra, dan abses

2.

dari paru berupa dahak atau sputum.

3.

mucous pada influenza.

4.

seromukous pada infeksi jamur Candida di vagina.

5.

tinja yang lembek bercampur darah,lendir dan pus pada disentri amuba dan disentri basiler.

6.

tinja yang serous pada kolera dan infeksi enterotoxigenik E.coli

BAB II
PEMBAHASAN

II.1.

Pengertian Transudat dan Eksudat


Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi hanya sebagai akibat

tekanan hidrostatik atau turunnya protein plasma intravascular yang meningkat (tidak disebabkan
proses peradangan/inflamasi).Berat jenis transudat pada umumnya kurang dari 1.012 yang
mencerminkan kandungan protein yang rendah. Contoh transudat terdapat pada wanita hamil
dimana terjadi penekanan dalam cairan tubuh.
Transudat merupakan discharge patologis, merupakan serum darah yang merembes
keluar dari pembuluh-pembuluh kapiler ke dalam sela-sela jaringan atau rongga badan, tanpa
radang.
Transudat terjadi sebagai akibat proses bukan radang oleh gangguan keseimbangan cairan
badan (tekanan osmotic koloid, statis dalam kapiler atau tekanan hidrostatik, kerusakan endotel,
dsb), sedangkan exudat berhubungan dengan salah satu proses peradangan.
Transudat terjadi apabila hubungan antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik
menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi
oleh pleura lainnya. Tingginya penyakit jantung sebagai penyebab efusi pleura dikarenakan
penyakit tersebut merupakan penyakit yang terbanyak dan penyebab kematian utama
diIndonesia.
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas 1.020) dan
seringkali mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih yang melakukan
emigrasi.Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vascular (yang memungkinkan

protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik
intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit
leukosit yang menyebabkan emigrasinya.
Eksudat, merupakan substansi yang merembes melalui dinding vasa ke dalam jaringan
sekitarnya pada radang, berupa nanah.
Eksudat terbentuk melalui membran kapiler yang permeabilitasnya abnormal. Perubahan
permeabilitas membran disebabkan adanya peradangan pada pleura seperti infeksi atau
keganasan. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi terbanyak di Indonesia dan nomor 3
terbanyak didunia setelah India dan Cina.
Komplikasi yang terjadi seperti efusi pleura terjadi disebabkan keterlambatan diagnosis,
kepatuhan penderita dalam pengobatan, sarana pelayanan kesehatan, lingkungan dan lain
sebagainya sehingga insidennya masih cukup tinggi. Demikian juga dengan keganasan, biasanya
terdiagnosis pada stadium lanjut yang telah berkomplikasi pada organ lainnya.

II.2. Ciri-ciri Transudat dan Eksudat

Ciri-ciri transudat spesifik, yaitu :


1. cairan jernih
2. encer
3. kuning muda
4. berat jenis mendekati 1010 atau setidak-tidaknya kurang dari 1018
5. tidak menyusun bekuan (tak ada fibrinogen)
6. kadar protein kurang dari 2,5gr/dl

7. kadar glukosa kira-kira sama seperti dalam plasma darah


8. jumlah sel kecil dan bersifat steril

Ciri-ciri exudat spesifik, yaitu :


1. keruh (mungkin berkeping-keping, purulent, mengandung darah, chyloid, dsb)
2. lebih kental
3. warna bermacam-macam
4. berat jenis lebih dari 1018
5. sering ada bekuan (oleh fibrinogen)
6. kadar protein lebih dari 4,0gr/dl
7. kadar glukosa jauh kurang dari kadar dalam plasma
8. mengandung banyak sel dan seringa ada bakteri

II.3. Jenis-Jenis Eksudat


Jenis-jenis eksudat terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
a. Eksudat non seluler,
Eksudat non seluler terbagi menjadi 2 macam, yaitu :

Eksudat serosa
Pada beberapa keadaan radang, eksudat hampir terdiri dari cairan dan zat-zat yang terlarut
dengan sangat sedikit leukosit. Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat
serosa,yang pada dasamya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah yang
permiable dalam daerah radang bersama-sama dengan cairan yang menyertainya. Contoh
eksudat serosa yang paling dikenal adalah cairan luka melepuh.

Eksudat fibrinosa
Pada beberapa keadaan radang, eksudat hampir terdiri dari cairan dan zat-zat yang terlarut
dengan sangat sedikit leukosit. Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat
serosa,yang pada dasamya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah yang
permiable dalam daerah radang bersama-sama dengan cairan yang menyertainya. Contoh
eksudat serosa yang paling dikenal adalah cairan luka melepuh.

Eksudat musinosa (eksudat kataral)


Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membran mukosa, dimana terdapat sel-sel yang
dapat mengsekresi musin. Jenis eksudat ini berbeda dengan eksudat lain karena eksudat ini
merupakan sekresi set bukan dari bahan yang keluar dari aliran darah. Sekresi musin merupakan
sifat normal membran mukosa dan eksudat musin merupakan percepatan proses dasar
fisiologis.Contoh eksudat musin yang paling dikenal dan sederhana adalah pilek yang menyertai
berbagai infeksi pemafasan bagian atas.
b. Eksudat Seluler
Eksudat seluler terdiri dari:

Eksudat netrofilik
Eksudat yang mungkin paling sering dijumpai adalah eksudat yang terutama terdiri dari neutrofil
polimorfonuklear dalam jumlah yang begitu banyak sehingga bagian cairan dan protein kurang
mendapat perhatian. Eksudat neutrofil semacam ini disebut purulen. Eksudat purulen sangat
sering terbentuk akibat infeksi bakteri.lnfeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi neutrofil
yang luar biasa tingginya di dalam jaringan dan banyak dari sel-sel ini mati dan membebaskan
enzim-enzim hidrolisis yang kuat disekitarnya. Dalam keadaan ini enzim-enzim hidrolisis
neutrofil secara haraf ah mencernakan jaringan dibawahnya dan mencairkannya. Kombinasi

agregasi netrofil dan pencairan jaringan-jaringan di bawahnya ini disebut suppuratif,atau lebih
sering disebut pus/nanah.
Jadi pus terdiri dari :
- neutrofil pmn. yang hidup dan yang mati neutrofil pmn. yang hancur
- hasil pencairan jaringan dasar (merupakan hasil pencernaan)
- eksudat cair dari proses radang
- bakteri-bakteri penyebab
- nekrosis liquefactiva.

c. Eksudat Campuran
Sering terjadi campuran eksudat seluler dan nonseluler dan campuran ini dinamakan sesuai
dengan campurannya.Jika terdapat eksudat fibrinopurulen yang terdiri dari fibrin dan neutrofil
polimorfonuklear,eksudat mukopurulen, yang terdiri dari musin dan neutrofil, eksudat
serofibrinosa dan sebagainya.

Luka Bakar Mudah Terjadi Septikhemi.

Pada luka bakar saluran-saluran limfe tetap terbuka yaitu karena jaringan yang terbakar tidak
menimbulkan tromboplastin sehingga tidak terjadi kooagulasi eksudat. Jika aliran cairan limfe
tidak tersumbat akan memudahkan menyebarkan kuman-kuman sehingga masuk dalam sirkulasi
darah dan terjadi septikhemi.

Dalam praktek sering dijumpai cairan yang sifat-sifatnya sebagian sifat transudat dan sebagian
lagi sifat exudat, sehingga usaha membedakan antara transudat dan exudat menjadi sukar.

II.4. Cara Memperoleh Bahan


Bahan (dari rongga perut, pleura, pericardium, sendi, kista, hydrocele, dsb) didapat
dengan mengadakan pungsi. Karena tidak dapat diketahui terlebih dahulu apakah cairan itu
berupa transudat atau exudat, haruslah pertama-tama syarat bekerja steril didindahkan dan kedua
untuk menyediakan antikoagulans. Sediakanlah pada waktu melakukan pungsi selain penampung
biasa juga penampung steril (untuk biakan) dan penampung yang berisi larutan natrium citrate
20% atau heparinsteril.

II.5. Pemeriksaan transudat dan eksudat

Pemeriksaan untuk transudat dan eksudat terbagi menjadi 2 macam, yaitu :


a. pemeriksaan makroskopis
b. pemeriksaan mikroskopis
c. pemeriksaan kimia
d. pemeriksaan bakterioskopi

a. Pemeriksaan makroskopis

Jumlah

Ukurlah dan catatlah volume yang didapat dengan pungsi. Jika semua cairan dikeluarkan jumlah
itu memberi petunjuk tenteng luasnya kelainan.

Warna

Mungkin sangat berbeda-beda, agak kuning, kuning campur hijau, merah jambu, merah, putih
serupa susu, dll. Bilirubin memberi warna kuning pada transudat, darah yang menjadikannya
merah atau coklat, pus memberi warna putih-kuning, chylus putih serupa susu, B. pyocyaneus
biru-hijau. Warna transudat biasanya kekuning-kuningan, sedangkan exudat dapat berbeda-beda
warnanya dari putih melalui kuning sampai merah darah sesuaidengan causa peradangan dan
beratnya radang. Warna exudat oleh proses radang ringan tidak banyak berbeda dari warna
transudat.

Kejernihan

Inipun mungkin sangat berbeda-beda dari jernih, agak keruh sampai sangat keruh. Transudat
murni kelihatan jernih, sedangkan exudat biasanya ada kekeruhan. Jika mungkin, kekeruhan
yang menunjuk kepada sifat exudat itu dijelaskan lebih lanjtu sebagai umpamanya serofibrineus,
seropurulent, serosangineus, hemoragik, fibrineus, dll.
Kekeruhan terutama disebabkan oleh adanya dan banyaknya sel, leukosit dapat menyebabkan
kekeruhan sangat ringan sampai kekeruhan berat seperti bubur. Eritrosit menyebabkan kekeruhan
yang kemerah-merahan.

Bau

Biasanya baik transudat mupun exudat tidak mempunyai bau bermakna kecuali kalau terjadi
pembusukan protein. Infeksi dengan kuman anaerob dan oleh E. coli mungkin menimbulkan bau
busuk, demikian adanya bau mengarahkan ke exudat.

Berat jenis

Harus segera ditentukan sebelum kemungkinan terjainya bekuan. Penetapan ini penting untuk
menentukan jenis cairan. Kalau jumlah cairan yang tersedia cukup, penetapan dapat dilakukan

dengan urinometer, kalau hanya sedikit sebaiknya memakai refraktometer. Seperti sudah
diterangkan, nilai berat jenis dapat ikut memberi petunjuk apakah cairan mempunyai cirri-ciri
transudat atau exudat.

Bekuan

Perhatikan terjadinya bekuan dan terangkan sifatnya (renggang, berkeping, sanagat halus, dll)
bekuan it tersusun dari fibrin dan hanya didapat pada exudat. Kalau dikira cairan yang dipungsi
bersifat exudat, campurlah tetap cair dan dapat dipakai untuk pemeriksaan lain-lain.

b. Pemeriksaan Mikroskopis
Menghitung jumlah sel dalam cairan eksudat atau transudat tidak selalu mendatangkan
manfaat. Jika diperkirakan akan terjadi bekuan, cairan setelah pungsi dicampur dengan
antikoagulans, umpamanya larutan Na citrate 20% untuk tiap 1 ml cairan dipakai 0,01 ml larutan
citrate itu.
Sel yang dihitung biasanya hanya leukosit (bersama sel-sel berinti lain seperti sel
mesotel, sel plasma, dbs) saja, menghitung jumlah eritrosit jarang sekali dilakukan karena tidak
bermakna.
1. Menghitung jumlah leukosit
Kalau cairan berupa purulent, tidak ada gunanya untuk menghitung jumlah leukosit,
tindakan ini baiklah hanya dilakukan dengan cairan yang jernih atau agak keruh saja..
Pada cairan jernih pakailah pengenceran seperti dipakai untuk menghitung jumlah leukosit dalam
darah ataupun pengenceran seperti dipakai untuk menghitung jumlah leukosit dalam cairan yang
agak keruh, pilihlah pengenceran yang sesuai.

Bahan pengenceran sebaiknya larutan NaCl 0,9%, jangan larutan turk karena larutan turk
itu mungkin menyebabkan terjadinya bekuan dalam cairan.
Cairan yang berupa transudat biasanya mengandung kurang dari 500 sel/ul. Semakin tinggi
angka itu semakin besar kemungkinan cairan tersebut bersifat eksudat.

2. Menghitung jenis sel


Menghitung jenis sel biasanya membedakan dua golongan jenis sel, yaitu golongan yang
berinti satu yang digolongkan dengan nama limfosit dan golongan sel polinuklear atau
segment. Dalam golongan limfosit ikut trhitung limfosit, sel-sel mesotel, sel plasma, dsb.
Perbandingan banyak sel dalam golongan-golongan itu memberi petunjuk kea rah jenis
radang yang menyebabkan atau menyertai eksudat itu.
Cara :

Sediaan apus dibuat dengan cara yang berlain-lain tergantung sifat cairan itu:
Jika cairan jernih, sehingga diperkirakan tidak mengandung banyak sel, pusinglah 10-15 ml

bahan, cairan atas dibuang dan sediment dicampur dengan beberapa tetes serum penderita
sendiri. Buatlah sediaan apus dari campuran itu

Klalau cairan keruh sekali atau purulent, buatlah sediaan apus langsung memakai bahan itu.
Jika terdapat bekuan dalam cairan, bekuan itulah yang dipakai untuk membuat sediaan tipis

Pulaslah sediaan itu dengan Giemsa atau Wright

Lakukanlah hitung jenis atas 100-300 sel, hitung jenis itu hanya membedakan limfosit dari

segment seperti yang telah diterangkan

Catatan :
Hasil hitung jenis dapat memberi keterangan tentang jenis radang yang menyertai proses radang
akut hamper semua sel beupa segment. Semakin tengan proes itu semakin bertambah
limfositnya, sedangkan radang dan rangsang menahun menghasilkan hanya limfosit saja dalam
hitung jenis.

Pemeriksaan sitologik terhadap adanya sel-sel abnormal, teristimewa sel-sel ganas sangat
penting. Sitodiagnostik semacam itu tidak dapat dilakukan dengan cara seperti diatas, melainkan
mewajibkan tehnik khusus menurut Papanicolaou. Meskipun tehnik Papanicolaou tidak
diterngkan disini, perlu diketahui bahwa bahan yang diperoleh tidak noleh membeklu, proses
pembekuajn hendaknya dicegah dengan menggunakan EDTA atau heparin.

Pemeriksaan mikroskopis didapatkan sel leukosit jenis mononuklear lebih dominan


dibandingkan polimorponuklear baik pada jenis transudat maupun eksudat. Ini menunjukkan
proses perlangsungan penyakit bersifat kronis.

c. Pemeriksaan Kimia

Pemeriksaan kimia biasanya dibatasi saja kepada kadar glukosa dan protein dalam cairan
itu. Alasannya ialah cairan rongga dalam keadaan normal mempunyai susunan yag praktis serupa
dengan susunan plasma darah tanpa albumin dan globulin-globulin. Transudat mempunyai kadar
glukosa sama seperti plasma, sedangakan exudat itu megandung banyak leukosit.

Protein dalam transudat dan exudat praktis hanya fibrinogen saja, dalam transudat kadar
fibrinogen rendah, yakni antara 300-400 mg/dl dan dalam exudat kadar protein itu 4-6 gr/dl atau
lebih tinggi lagi.

Percobaan Rivalta

Test yang sudah tua ini tetap masih berguna dalam upaya membedakan transudat dari exudat
dengan cara yang amat sederhana.
Cara:

ke dalam silinder 100 ml dimsukkan 100 ml aquadest.

tambahkan 1 tetes asam acetate glacial dan campurkanlah.

teteskan 1 tetes cairan yang diperiksa ke dalam campuran ini, dilepaskan kira-kira 1 cm dari

atas permukaan.

perhatikanlah tetesan itu bercampur dan bereaksi dengan cairan yang mengandung asam

acetat. Ada tiga kemungkinan, yaitu :

Tetesan itu bercampur dengan larutan asam acetate tanpa menimbulkan kekeruhan sama
sekali, hasil test adalah negative.

Tetesan itu mengadakan kekeruhan yang sanagt ringan serupa kabut halus, hasil test positif
lemah.

Tetesan itu membuat kekeruhan yang nyata seperti kabut tebal ataudalam keadaan extreme satu
presipitat yang putih, hasil test positif.

Catatan :

Cara ini berdasarkan seronucin yang terdapat dalam exudat, tetapi tidak dalam transudat.
Percobaan ini hendaknya dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan hasil yang dapat
diandalkan.
Hasil positif didapat pada cairan yang bersifat exudat, transudat biasanya menjadikan test ini
positif lemah. Kalau transudat sudah beberapa kali dipungsi, maka transudat pun mungkin
menghasilkan kekeruhan serupa dari exudat juga. Cairan rongga badan normal, yaitu yang bukan
transudat atau exudat dalam arti kata klinik, menghasilkan test negative.

Kadar Protein
Menentukan kadar protein dalam cairan rongga tubuh dapat membantu klinik dalam
membedakan transudat dari exudat. Kadar protein dalam transudat biasanya kurang dari 2,5 gr/dl
sedangkan exudat berisi lebih dari 4gr/dl cairan. Penetapan ini tidak memerlukan cara yang teliti.
Cara:

tetapkan lebih dahulu berat jenis cairan itu.

kalau berat jenis 1010 atau kurang, adakanlah pengenceran -10 kali, kalau berat jenis lebih

dari 1010 buatlah pengenceran 20 kali.

lakukanlah penetapan menurut Esbach dengan cairan yang telah diencerkan itu, dalam

memperhitungkan hasil terakhir ingatlah pengenceran yant tadi dibuat.


Catatan :
Cara Esbach cukup teliti untuk dipakai dalam klinik. Pengenceran yang diadakan itu bermaksud
agar kadar protein dalam cairan yang diencerkan mendekati nilai 4gr/liter, ialah kadar yang
memberi hasil yang sebaik-baiknya pada cara Esbach.
Dari berat jenis cairan bersangkutan juga sudah dapat didekati nilai protein dengan memakai
rumus :

(berat jenis 1,007) x 343 = gr protein /100 ml cairan

Perhitungan itu:
- b.d. 1,010 sesuai dengan 1 gr protein per 100 ml
- b.d. 1,015 sesuai dengan 2,5 gr protein per 100 ml
- b.d. 1,020 sesuai dengan 4,5 gr protein per 100 ml
- b.d. 1,025 sesuai dengan 26 gr protein per 100 ml
Dalam rumus dan perhitungan diatas berat jenis air sama dengan 1,000.

Zat Lemak

Transudat tidak mengandung zat lemak, kecuali kalau tercampur dengan chylus. Dalam exudat
mungkin didapat zat lemak disebabkan oleh karena dinding kapiler dapat ditembus olehnya.
Keadaan itu sering dipertlikan dengan proses tuberculosis.
Kadang-kadang dilihat cairan yang putih serupa dengan susu. Dalam hal itu mengetahui
apakah putihnya cairan itu disebabkan chylus atau oleh zat lain.
Cara :

berilah larutan NaOH 0,1 N kepda cairan sehingga menjadi lindi.

lakukanlah extraksi dengan eter. Jika cairan itu menjadi jernih, putihnya disebabkan oleh

chylus.

jika tidak menjadi jernih, putihnya mungkin disebabkan oleh lecithin dalam keadaan emulsi.

Untuk menyatakan lecithin dilakukan test sbb, yaitu :

encerkanlah cairan itu 5x dengan etil alkohol 95%

panasilah berhati-hati dalam bejana air, kalau cairan itu menjadi jernih, putihnya disebabkan
oleh lecithin. Untuk lebih lanjut membuktikannya teruskanlah percobaan

saringlah cairan yang telah menjadi jernih itu dalam keadaan masih panas

filtratnya ditampung dan diuapkan di atas air panas sampai volume menjadi besar semula
(sebelum diberi etilalkohol) dan biarkan menjadi dingin lagi

kalau menjadi keruh lagi, adanya lecithin terbukti, kekruhan itu bertambah kalau diberi sedikit
air

d. Pemeriksaan Bakterioskopi
Pakailah sediaan seperti dibuat untuk menghitung jenis sel dan pulaslah menurut Gram
dan menurut Zeihl-Neelsen.
Kalau akan mencari fungsi, letakkan satu tetes sediment atau bahan ke atas kaca objek
dan campurlah dengan sama banyak larutan KOH atau NaOH 10%. Tutup dengan kaca penutup,
biarkan selam 20 menit, kemudian periksalah dengan mikroskop.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi hanya sebagai akibat
tekanan hidrostatik atau turunnya protein plasma intravascular yang meningkat (tidak disebabkan
proses peradangan/inflamasi).Berat jenis transudat pada umumnya kurang dari 1.012 yang
mencerminkan kandungan protein yang rendah. Contoh transudat terdapat pada wanita hamil
dimana terjadi penekanan dalam cairan tubuh. Transudat merupakan discharge patologis,
merupakan serum darah yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh kapiler ke dalam selasela jaringan atau rongga badan, tanpa radang.

Ciri-ciri transudat spesifik, yaitu :

cairan jernih

encer

kuning muda

berat jenis mendekati 1010 atau setidak-tidaknya kurang dari 1018

tidak menyusun bekuan (tak ada fibrinogen)

kadar protein kurang dari 2,5gr/dl

kadar glukosa kira-kira sama seperti dalam plasma darah

jumlah sel kecil dan bersifat steril

Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas 1.020) dan
seringkali mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi.
Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vascular (yang memungkinkan protein plasma
dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravascular sebagai
akibat aliran lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang
menyebabkan emigrasinya. Eksudat, merupakan substansi yang merembes melalui dinding vasa
ke dalam jaringan sekitarnya pada radang, berupa nanah.

Ciri-ciri exudat spesifik, yaitu :

keruh (mungkin berkeping-keping, purulent, mengandung darah, chyloid, dsb)

lebih kental

warna bermacam-macam

berat jenis lebih dari 1018

sering ada bekuan (oleh fibrinogen)

kadar protein lebih dari 4,0gr/dl

kadar glukosa jauh kurang dari kadar dalam plasma

mengandung banyak sel dan sering ada bakteri

SALIVA
2.1 DEFINISI
Saliva merupakan salah satu dari cairan di rongga mulut yang diproduksi dan diekskresikan oleh
kelenjar saliva dan dialirkan ke dalam rongga mulut melalui suatu saluran. Saliva terdiri dari
98% air dan selebihnya adalah elektrolit, mukus dan enzim-enzim. Saliva diekskresi hingga 0.5
1.5 liter oleh tiga kelenjar liur mayor dan minor yang berada di sekitar mulut dan tenggorokan
untuk memastikan kestabilan di sekitar rongga mulut.

2.1.1 KELENJAR SALIVA


Kelenjar-kelenjar saliva mayor terletak agak jauh dari rongga mulut dan sekretnya disalurkan
melalui duktusnya kedalam rongga mulut. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis
yang terletak dibagian bawah telinga dibelakang ramus mandibula, kelenjar submandibularis
yang terletak dibagian bawah korpus mandibula dan kelenjar sublingualis yang terletak dibawah
lidah. Selain itu terdapat juga kelenjar saliva minor yang terdiri dari kelenjar labial, kelenjar
bukal, kelenjar Bladin-Nuhn, kelenjar Von Ebner dan kelenjar Weber.
2.1.1.1 KELENJAR SALIVA MAYOR
Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar yang terletak di anterior dari aurikel telinga
dimana posisinya antara kulit dan otot masseter. Duktus kelenjar ini bermuara pada vestibulus
oris pada lipatan antara mukosa pipidan gusi dihadapan molar 2 atas. Kelenjar ini dibungkus oleh
jaringan ikat padat dan mengandung sejumlah besar enzim antara lain amilase lisozim, fosfatase

asam, aldolase, dan kolinesterase. Saluran keluar utama disebut duktus stenon (stenson) terdiri
dari epitel berlapis semu.
Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar yang memproduksi air liur terbanyak dan
mempunyai saluran keluar (duktus ekskretoris) yaitu duktus Whartoni yang bermuara pada dasar
rongga mulut pada frenulum lidah, dibelakang gigi seri bawah. Seperti juga kelenjar parotis,
kelenjar ini terdiri dari jaringan ikat yang padat.
Kelenjar sublingualis mempunyai banyak duktus yang menyalurkan ke dalam rongga mulut.
Duktus kelenjar ini disebut duktus Rivinus. Duktus ini terletak berdekatan dengan papilla dari
duktus kelenjar submandibular.
2.1.1.2 KELENJAR SALIVA MINOR
Kebanyakan kelenjar saliva minor merupakan kelenjar kecil-kecil yang terletak di dalam mukosa
atau submukosa. Kelenjar minor hanya menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24
jam. Kelenjar-kelenjar ini diberi nama berdasarkan lokasinya atau nama pakar yang
menemukannya. Kelenjar labial (glandula labialis) terdapat pada bibir atas dan bibir bawah
dengan asinus-asinus seromukus. Kelenjar bukal (glandula bukalis) terdapat pada mukosa pipi,
dengan asinus-asinus seromukus. Kelenjar Bladin-Nuhn (Glandula lingualis anterior) terletak
pada bagian bawah ujung lidah. Kelenjar Von Ebner (Gustatory Gland = albuminous gland) dan
Kelenjar Weber terletak pada pangkal lidah. Kelenjar Von Ebner dan Weber disebut juga
glandula lingualis posterior.

2.2. KOMPOSISI SALIVA


Komponen-komponen saliva, yang dalam keadaan larut disekresi oleh kelenjar saliva, dapat
dibedakan atas komponen organik dan anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih
terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva bahan utamanya adalah air yaitu
sekitar 99.5%. Komponen anorganik saliva antara lain : Sodium, Kalsium, Kalium, Magnesium,
Bikarbonat, Khlorida, Rodanida dan Thiocynate (CNS), Fosfat, Potassium dan Nitrat. Sedangkan
komponen organik pada saliva meliputi protein yang berupa enzim amilase, maltase, serum
albumin, asam urat, kretinin, musin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan
beberapa hormon seperti testosteron dan kortisol.

2.2.1. Komponen Anorganik


Dari kation-kation, Sodium (Na+ ) dan Kalium (K+ ) mempunyai konsentrasi tertinggi dalam
saliva. Disebabkan perubahan di dalam muara pembuangan, Na+ menjadi jauh lebih rendah di
dalam cairan mulut daripada di dalam serum dan K+ jauh lebih tinggi.
Ion Khlorida merupakan unsur penting untuk aktifitas enzimatik -amilase. Kadar Kalsium dan
Fosfat dalam saliva sangat penting untuk remineralisasi email dan berperan penting pada
pembentukan karang gigi dan plak bakteri. Kadar Fluorida di dalam saliva sedikit dipengaruhi
oleh konsentrasi fluorida dalam air minum dan makanan. Rodanida dan Thiosianat(CNS- )
adalah penting sebagai agen antibakterial yang bekerja dengan sisitem laktoperosidase.
Bikarbonat adalah ion bufer terpenting dalam saliva yang menghasilkan 85% dari kapasitas bufer
2.2.2. Komponen Organik
Komponen organik dalam saliva yang utama adalah protein. Protein yang secara kuantitatif
penting adalah -Amilase, protein kaya prolin, musin dan imunoglobulin. Berikut adalah fungsi
protein-protein dalam saliva:
1. -Amilase mengubah tepung kanji dan glikogen menjadi kesatuan
karbohidrat yang kecil. Juga karena pengaruh -Amilase, polisakarida
mudah dicernakan.
2. Lisozim mampu membunuh bakteri tertentu sehingga berperan dalam
sistem penolakan bakterial.
3. Kalikren dapat merusak sebagian protein tertentu, di antaranya faktor
pembekuan darah XII, dan dengan demikian berguna bagi proses
pembekuan darah.
4. Laktoperosidase mengkatalisis oksidasi CNS (thiosianat) menjadi OSCN (hypothio) yang
mampu menghambat pertukaran zat bakteri dan pertumbuhannya.2
5. Protein kaya prolin membentuk suatu kelas protein dengan berbagai fungsi penting:
membentuk bagian utama pelikel muda pada email gigi.
6. Musin membuat saliva menjadi pekat sehingga tidak mengalir seperti
air disebabkan musin mempunyai selubung air dan terdapat pada semua permukaan mulut maka
dapat melindungi jaringan mulut terhadap kekeringan. Musin juga untuk membentuk makanan
menjadi bolus.

2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Saliva


Kelenjar saliva memproduksi saliva hampir setengah liter setiap hari. Beberapa faktor
mempengaruhi sekresi saliva dengan merangsang kelenjar saliva melalui cara-cara berikut:
1. Faktor mekanis yaitu dengan mengunyah makan yang keras atau
permen karet.
2. Faktor kimiawi yaitu melalui rangsangan seperti asam, manis, asin, pahit dan pedas.
3. Faktor neuronal yaitu melalui sistem syaraf autonom baik simpatis maupun parasimpatis.
4. Faktor Psikis yaitu stress yang menghambat sekresi saliva.
5. Rangsangan rasa sakit, misalnya oleh radang, gingivitis, dan pemakaian protesa yang dapat
menstimulasi sekresi saliva.
2.4. FUNGSI FISIOLOGI
Saliva mempunyai fungsi yang sangat penting untuk kesehatan rongga mulut karena mempunyai
hubungan dengan proses biologis yang terjadi dalam rongga mulut. Secara umumnya saliva
berperan dalam proses perlindungan pada permukaan mulut, pengaturan kandungan air,
pengeluaran virus-virus dan produk metabolisme organisme sendiri dan mikro-organisme,
pencernaan makanan dan pengecapan serta diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel kulit, epitel dan
saraf
2.4.1.Perlindungan Permukaan mulut
Saliva memberi perlindungan baik pada mukosa maupun elemen gigi geligi melalui pengaruh
bufer, pembersihan mekanis, demineralisasi dan remineralisasi, aktivitas anti-bakterial dan
agregasi mikro-organisme mulut. Pengaruh bufer menyebabkan saliva menahan perubahan asam
(pH) di dalam rongga mulut terutama dari makanan yang asam.
Proses pembersihan mekanis terjadi melalui aktivitas berkumur-kumur menyebabkan mikroorganisme kurang mempunyai kesempatan untuk berkolonisasi di dalam rongga mulut. Selain itu
lapisan protein pada elemen gigi geligi (acquired pellicle) memberi perlindungan terhadap
keausan permukaan oklusal elemen gigi-geligi oleh kekuatan pengunyahan normal. Kalsium dan
Fosfat memegang peranan penting dalam mekanisme penolakan terhadap dekalsifikasi email gigi
dalam lingkungan asam (demineralisasi), sedangkan ion-ion ini memungkinkan terjadinya
remineralisasi pada permukaan gigi yang sedikit terkikis.

Di dalam saliva dijumpai berbagai komponen anorganik dan organik yang mempunyai pengaruh
antibakterial dan antiviral. Misalnya, thiosianat, laktoperoksidase, enzim-enzim lisozim, protein
laktoferin dan imunoglobulin. Agregasi mikro-organisme terjadi karena bakteri tertentu
digumpalkan oleh komponen-komponen saliva seperti imunoglobulin, substansi reaktif
kelompok darah dan musin. Kolonisasi bakteri di dalam rongga mulut akan terhalang dan
selanjutnya dapat diangkut ke lambung.
2.4.2.Pengaturan kandungan Air
Sekresi saliva sangat berhubungan dengan pengaturan kandungan air. Apabila terjadi gejala
kekeringan, sekresi saliva yang dihasilkan menjadi rendah dan timbul rasa dahaga.Pembasahan
permukaan mulut diperlukan untuk menghindari dari gejala mulut kering atau disebut
xerostomia. Gejala ini timbul akibat produksi saliva yang kurang di dalam rongga mulut.
2.4.3.Pengeluaran Virus dan Hasil Pertukaran Zat
Berbagai jenis zat dikeluarkan ke dalam rongga mulut melalui serum seperti alkoloid tertentu,
antibiotika, alkohol, hormon steriod dan virus. Beberapa dari zat-zat ini dapat diresorpsi di dalam
saluran pencernaan makanan. Diketahui bahwa virus hepatisis B dapat ditemukan di dalam saliva
pasien, sehingga para dokter gigi dan perawat gigi mempunyai risiko lebih besar terhadap infeksi
hepatisis B. Hal yang sama pada prinsipnya juga berlaku juga untuk virus HIV pada penderita
AIDS, meskipun kelihatannya infeksi melalui saliva jarang ditemukan.
2.4.4.Pencernaan Makanan dan Proses Pengecapan
Enzim saliva yang terpenting adalah -Amilase yang terlibat pada pencernaan makanan. Zat ini
mampu untuk menguraikan makanan yang mengandung tepung kanji dan glikogen dan dengan
demikian melarutkannya di dalam saliva dan mengangkutnya. Di samping itu terdapat juga
enzim-enzim lain yaitu Lipase, Protease, DNAse dan RNAse. Enzim-enzim ini berperan dalam
proses pencernaan makanan. Gustin yang terdapat dalam saliva berfungsi dalamproses
pengecapan makanan. Musin dan air berperan untuk membentuk makanan menjadi bolus
sebelum makanan ditelan.
2.4.5.Diferensiasi dan Pertumbuhan Syaraf (NGF) dan Epidermal (EGF)
Faktor pertumbuhan syaraf (Nerve Growth Factor) yang dihasilkan oleh glandula
submandibularis dibutuhkan bagi diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel syaraf adrenergik. Selain

itu, glandula submandibularis juga menghasilkan faktor pertumbuhan epidermal (Epidermal


Growth Factor) yang berperan pada perkembangan jaringan kulit, epitel dan erupsi elemen gigigeligi. Kedua protein saliva tersebut diresorpsi melalui saluran usus lambung, atau langsung
diteruskan pada peredaran darah. Selajutnya sebagai hormon dapat bekerja pada sel-sel sasaran.
2.4.6. Fungsi Non-Fisiologi
Saliva dapat berperan sebagai anti-kabut (anti-fog). Penyelam skuba selalu melapisi kaca mata
menyelam mereka dengan selapis tipis saliva untuk menghidari kabut. Selain itu saliva juga
berperan efektif sebagai agen pembersih untuk memelihara lukisan. Cotton swab yang dilapisi
saliva disapukan pada lukisan untuk membuang kotoran yang melekat pada lukisan tersebut.
2.5 Mekanisme sekresi saliva
Saliva disekresi sekitar 0,5 sampai 1,5 liter per hari. Tingkat perangsangan saliva tergantung
pada kecepatan aliran saliva yang bervariasi antara 0,1 sampai 4 ml/menit. Pada kecepatan 0,5
ml/menit sekitar 95% saliva disekresi oleh kelenjar parotis (saliva encer) dan kelenjar
submandibularis (saliva kaya akan musin), sisanya disekresi oleh kelenjar sublingual dan
kelenjar-kelenjar di lapisan mukosa mulut.Sekresi saliva yang bersifat spontan dan kontinu,
tanpa adanya rangsangan yang jelas, disebabkan oleh stimulasi konstan tingkat rendah ujungujung saraf parasimpatis yang berakhir di kelenjar saliva berfungsi untuk menjaga mulut dan
tenggorokan tetap basah setiap waktu.
Sekresi saliva dapat ditingkatkan melalui reflek saliva terstimulasi dan refleks saliva tidak
terstimulasi. Refleks saliva terstimulasi terjadi sewaktu kemoreseptor atau reseptor tekanan di
dalam rongga mulut berespon terhadap adanya makanan. Reseptor-reseptor tersebut memulai
impuls di serat saraf aferenyang membawa informasi ke pusat saliva di medula batang otak.
Pusat saliva kemudian mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk
meningkatkan sekresi saliva. Gerakan mengunyah merangsang sekresi saliva walaupun tidak
terdapat makanan karena adanya manipulasi terhadap reseptor tekanan yang terdapat di mulut.
Pada refleks saliva tidak terstimulasi, pengeluaran saliva terjadi tanpa rangsangan oral. Hanya
berpikir, melihat, membaui, atau mendengar suatu makanan yang lezat dapat memicu
pengeluaran saliva melalui refleks ini.

menghasilkan volume saliva yang jauh lebih sedikit dengan konsistensi kental dan kaya mukus.
Karena rangsangan simpatis menyebabkan sekresi saliva dalam jumlah sedikit, mulut terasa lebih
kering daripada biasanya saat sistem simpatis dominan, misalnya pada keadaan stres.
2.6 Laju aliran saliva
Laju aliran saliva sangat mempengaruhi kuantitas saliva yang dihasilkan. Laju aliran saliva tidak
terstimulasi dan kualitas saliva sangat dipengaruhi oleh waktu dan berubah sepanjang hari.
Terdapat peningkatan laju aliran saliva saat bangun tidur hingga mencapai tingkat maksimal pada
siang hari, serta menurun drastis ketika tidur. Refleks saliva terstimulasi melalui pengunyahan
atau adanya makanan, asam dapat meningkatkan laju aliran saliva hingga 10 kali lipat atau lebih.
Pada orang normal, laju aliran saliva dalam keadaan tidak terstimulasi sekitar 0,3-0,4 ml/menit.
Jumlah sekresi saliva per hari tanpa distimulasi adalah 300 ml. Sedangkan ketika tidur selama 8
jam, laju aliran saliva hanya sekitar 15 ml. Dalam kurun waktu 24 jam, saliva rata-rata akan
terstimulasi pada saat makan selama 2 jam. Lalu saliva berada dalam kondisi istirahat selama 14
jam, dengan total produksi saliva 700-1500 ml. Sisanya merupakan saliva dalam kondisi
istirahat. Ketika saliva distimulasi, laju aliran saliva meningkat hingga mencapai 1,5-2,5

ml/menit. Pasien disebut xerostomia jika saat terstimulasi laju aliran saliva kurang dari 0,7
ml/menit.
Aliran saliva distimulasi oleh rasa dan pengunyahan, termasuk rasa permen karet yang
mengandung xylitol dan pengunyahannya. Peningkatan laju aliran saliva akan meningkatkan pH
karena adanya ion bikarbonat sehingga kemampuan mempertahankan pH saliva (kapasitas dapar)
juga akan meningkat. Ion kalsium dan fosfat juga meningkat sehingga akan terjadi keseimbangan
antara demineralisasi dan remineralisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Soebrata, Prof. Dr. R. Ganda. 1968. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.

file:///D:/kimia%20klinik/analisis-cairan-pleura-pada-penderita.html

file:///D:/kimia%20klinik/06_EfusiPleuraTuberkulosis.html

file:///D:/kimia%20klinik/efusi-pleura.html

www.akademik.unsri.ac.id/download/.../transudat%20&%20eksudat.pdf

Anda mungkin juga menyukai