Anda di halaman 1dari 17

Authors :

Yayan Akhyar Israr, S.Ked


Christopher A.P, S. Ked
Riri Julianti, S.Ked
Ruth Tambunan, S. Ked
Ayu Hasriani, S. Ked

Faculty of Medicine University of Riau


Pekanbaru, Riau
2009

0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.Files-of-DrsMed.tk

GIZI BURUK (SEVERE MALNUTRITION)


Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Menurut Departemen
Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang
gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk
(8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi
kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%),
tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%).1
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah
Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Dusenas menunjukkan
bahwa jumlah BALITA yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun
1989 meningkatkan dari 6,3 % menjadi 7,2 % tahun 1992 dan mencapai
puncaknya 11,6% pada tahun 1995. Upaya Pemerintah antara lain melalui
pemberian makanan tambahan dalam jaringan pengaman sosial (JPS) dan
peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan tatalaksana gizi buruk
kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1%
pada tahun 1998, 8,1% pada tahun 1999, dan 6,3% tahun 2001. Namun pada tahun
2002 terjadi peningkatan kembali 7% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%.2,3
Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen Kesehatan-Unicef tahun 2005,
dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi buruk sebanyak 169
kabupaten/kota tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257 kabupaten/kota lainnya
prevalensi tinggi. Dari data Depkes juga terungkap masalah gizi di Indonesia
ternyata lebih serius dari yang kita bayangkan selama ini. Gizi buruk atau anemia
gizi tidak hanya diderita anak balita, tetapi semua kelompok umur. Perempuan
adalah yang paling rentan, disamping anak-anak. Sekitar 4 juta ibu hamil,
setengahnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya kekurangan energi
kronis (KEK). Dalam kondisi itu, rata-rata setiap tahun lahir 350.000 bayi lahir
dengan kekurangan berat badan (berat badan rendah).4
1

ETIOLOGI
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis
besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang
kurang atau anak sering sakit / terkena infeksi.
A. Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain 1:
1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat
Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan
kondisi sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun
kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan
menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya
makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa
adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan.
Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk.
Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin
kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan
gizi.
2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang
Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah
usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap
status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi
dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat,
vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik
dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan
dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan
makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena
ketidaktahuan.
3. Pola makan yang salah
Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian
banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi
buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini
diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk.
2

Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi


ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu
dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih
sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan
anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh
nenek atau pengasuh

yang juga

miskin dan tidak berpendidikan.

Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di


kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak
menderita gizi buruk.
Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat
tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan
anak. Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih,
memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu
( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur, santan dll) , hal ini
menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein
maupun kalori yang cukup
B. Sering sakit (frequent infection)
Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara
negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana
kesadaran akan kebersihan / personal hygine yang masih kurang, serta ancaman
endemisitas penyakit

tertentu, khususnya infeksi kronik seperti

misalnya

tuberkulosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti
layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait
dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan
kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan

dampak buruk pada

sistem

pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.1


KLASIFIKASI
Gizi buruk dikalsifikasikan berdasarkan gambaran klinisnya sebagai
berikut :5
1. Marasmus (Atrofi infantile, kelemahan, insufisiensi nutrisi bayi (athrepesia))

Malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup
atau hygien jelek. Sinonim marasmus ditetapkan pada pola penyakit klinis yang
menekankan satu atau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Gambaran klinis
marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak
cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan
orangtua-anak terganggu, atau karena

kelainan metabolik atau malformasi

kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.5


Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan
kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada
kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang.
Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir yang hilang sehingga untuk
beberapa waktu muka bayi tampak relative normal sampai nantinya menyusut dan
berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus dapat dengan
mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya
subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung
menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu
makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang
air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.5
Ciri dari marasmus menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004) antara lain:6
-

Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus

Perubahan mental

Kulit kering, dingin dan kendur

Rambut kering, tipis dan mudah rontok

Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang

Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas

Sering diare atau konstipasi

Kadang terdapat bradikardi

Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya

Kadang frekuensi pernafasan menurun

2. Malnutrisi protein (Malnutrisi protein-kalori (PCM), kwashiorkor)


Anak

harus

mengkonsumsi

cukup

makanan

nitrogen

untuk

mempertahankan keseimbangan positif (karena sedang dalam masa pertumbuhan).


4

Walaupun defisiensi kalori dan nutrient lain mempersulit gambaran klinik dan
kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak
cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu,
seperti pada diare kronis, kehilangan protein abnormal seperti pada proteinuria
atau nefrosis, infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensistensis protein
seperti pada penyakit hati kronis.5
Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutri protein berat
(MEP berat) dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari
kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh
infeksi kronis, akibat defisiensi vitamindan mineral dapat turut menimbulkan
tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan
paling menonjol di dunia saat ini terutama yang berada didaerah industri belum
berkembang. Kwashiorkor berarti anak tersingkirkan, yaitu anak yang tidak lagi
menghisap, dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun,
biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat
badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi
dan berat badan anak normal.5
Ciri dari Kwashiorkor menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004)
antara lain:6
-

Perubahan mental sampai apatis

Sering dijumpai Edema

Atrofi otot

Gangguan sistem gastrointestinal

Perubahan rambut dan kulit

Pembesaran hati

Anemia
Klasifikasi menurut Wellcome pada MEP berat dapat digunakan sampai usia

lebih dari 20 tahun. Klasifikasi menurut Wellcome ini sangat sederhana karena
hanya melihat % BB/U dan ada atau tidaknya edema. Terdapat kategori kurang gizi
ini meliputi anak dengan PEM sedang atau yang mendekati PEM berat tapi tanpa
edema, pada keadaan ini % BB/U berada diatas 60%.7

Tabel 1. Klasifikasi MEP berat menurut Wellcome


% BB/U
60-80
<60

Dengan edema
Kwashiorkor
Marasmus- kwashiorkor

Tanpa edema
Kurang Gizi
Marasmus

Klasifikasi lain yang banyak digunakan di Amerika Latin dan tempat lain
adalah menurut GOMEZ 7
Tabel 2. Klasifikasi MEP berat menurut Gomez 7
Klasifikasi

% BB/U
90
75-89.9
60-74.9
<60

Normal
Grade I ( Mallnutrisi Ringan)
Grade II ( Mallnutrisi sedang)
Grade III (Mallnutrisi Berat)
ANTROPOMETRIK
Berat Badan

Berat badan adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah


diukur dan diulang dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat. Hasil
pengukuran berat badan dipetakan pada kurva standar Berat Badan/Umur (BB/U)
dan Berat Badan/ Tinggi Badan (BB/TB). Adapun interpretasi pengukuran berat
badan yaitu: 8
BB/U dibandingkan dengan acuan standard (CDC 2000) dan dinyatakan
dalam persentase 8

> 120 %

: disebut gizi lebih

80 120 %

: disebut gizi baik

60 80 %

: tanpa edema ; gizi kurang


dengan edema ; gizi buruk (kwashiorkor)

< 60%

: gizi buruk : tanpa edema (marasmus) dengan edema (

marasmus kwashiorkor)
Tinggi Badan (TB)
Tinggi badan pasien harus diukur pada tiap kunjungan . Pengukuran berat
badan akan memberikan informasi yang bermakna kepada dokter tentang status
nutrisi dan pertumbuhan fisis anak 8
6

Seperti pada pengukuran berat badan, untuk pengukuran inggi badan juga
diperlukan informasi umur yang tepat, jenis kelamin dan baku yang diacu yaitu
CDC 2000 8
Interpretasi dari dari TB/U dibandingkan standar baku berupa:8

90 110 %

: baik/normal

70 89 %

: tinggi kurang

< 70 %

: tinggi sangat kurang

Rasio Berat Badan menurut tinggi badan (BB/TB)


Rasio BB/TB bila dikombinasikan dengan beraat badan menurut umur dan
tinggi badan menurut umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilaian status
nutrisi karena ia mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antar
wasting dan stunting atau perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada anak
perempuan hanya sampai tinggi badan 138 cm, dan pada anak lelaki sampai tinggi
badan 145 cm. setelah itu rasio BB/TB tidak begitu banyak artinya, karena adanya
percepatan tumbuh (growth spurt).

Keuntungan indeks ini adalah tidak

diperlukannya faktor umur, yang seringkali tidak diketahui secara tepat8


BB/TB (%) = (BB terukur saat itu) (BB standar sesuai untuk TB terukur)
x 100%, interpretasi di nilai sebagai berikut :8

> 120 %

: Obesitas

110 120 %

: Overweight

90 110 %

: normal

70 90 %

: gizi kurang

< 70 %

: gizi buruk

PATOFISOLOGI
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri
(host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet
(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan6,9
Gopalan dalam Lubis (2002) menyebutkan marasmus adalah compensated
malnutrition. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
7

INTAKE MAKANAN TIDAK ADEKUAT


Stres Katabolik disebabkan infeksi
Macrophages Tumor Necrosing Factor IL-1
Asam amino
Reaktan fase akut
terstimulasi

Protein viseral

Penurunan produksi albumin & lipoprotein


Hipoalbumin, Edema, Perlemakan hati

Defisiensi protein makanan

< - 2 SD
BB/TB

KWASHIORKOR
Defisiensi Energi makanan
Adaptasi
Kadar insulin

Kadarkoresterol
Asam amino esensial

Sintesis Protein Viseral


Produksi serum albumin & lipoprotein
Reaktan fase akut
Protein viseral
Kortisol, insulin & Hormon Pertumbuhan
Gangguan Metabolik

MARASMUS
( EDEMA -)

MARASMIC
KWASHIORKOR (EDEMA +)

Gambar 1. Patogenesis malnutrisi energy protein


8

< - 3 SD
BB/TB

MANIFESTASI DAN GEJALA KLINIS


Kondisi dari Malnutrisi Energy Protein (MEP) dikenal sebagai fenomena
gunung es dimana hanya 20 % yang tampak dipermukaan air sedangkan 80% dari
berada dibawah permukaan air. Keadaan dengan MEP yang berat disebut sebagai
kwashiorkor, marasmus dan marasmus-kwashiorkor ini merupakan keadaankeadaan yang diilustrasikan sebagai bagian teratas dari gunung es. Pada keadaan
ini akan sangat mudah bagi seorang dokter untuk dapat menegakkan diagnosis
dilihat dari gejala klinis yang ditemukan7 .

Gambar 2. Fenomena Gunung Es pada MEP


Pada gambar 10 dapat kita lihat bahwa keadaan MEP

yang tampak

sebagai marasmus, kwashiorkor hanya 1-5 %, dimana kedua keadaan ini dapat
kita kenali dan dibedakan dari manifestasi klinis yang tampak. Secara umum telah
disepakati bahwa tanda yang khas pada kwashiorkor adalah bila ditemukanya
pitting edema sedangkan tanda utama yang ditemukan pada anak dengan
marasmus adalah berat badan yang sangat kurang dari yang seharusnya, apabila
pada seorang anak ditemukan kedua keadaan ini kita sebut sebagai marasmus
kwashiorkor.7

Tabel 3. Perbandingan ciri kwashiorkor dan marasmus 7


Ciri - ciri
Gagal tumbuh

Kwashiorkor
+

Marasmus
+

+ (kadang sangat sedikit)

Selalu

Lebih jarang

Sangat umum

Luar biasa

Dermatosis, flaky-paint

Sering

Tidak pernah terjadi

Nafsu makan

Kurang

Baik

Berat (kadang-kadang)

(+) , jarang berat

berkurang

(-)

Edema

Seperti monyet

Edema
Perubahan pada rambut
Perubahan mental

Anemia
Lemak subkutan
Wajah
Infiltrasi lemak hati

Kwashiorkor merupakan salah satu bentuk dari MEP yang serius, ini
sering terjadi pada anak umur 1-3 tahun, tetapi bisa terjadi pada semua umur.
Adapun gambaran klinis kwashiorkor antara lain 7,10
:
-

Edema merupakan kumpulan cairan dalam jaringan tisu yang disebabkan


karena pembengkakan. Biasanya dimulai dari tungkai yang menyebar luas
sampai ke lengan, tangan dan wajah.

Gagal tumbuh biasanya ada pada penderita kwashiorkor, tinggi badan akan
lebih pendek dari anak normal, kecuali berat badan, berat badan akan lebih
dari normal disebabkan karena adanya edema.

Infiltrasi lemak hati selau ditemukan pada pemeriksaan kematian pada


penderita kwasiokhor . Ini dapat menyebabkan pembesaran hati.

Perubahan mental pada umumnya ditemukan tetapi tidak selau tercatat.


Penderita ini biasanya apatis dengan sekitarnya atau cepat tersinggung.

Perubahan rambut. Rambut pada anak Asia, Afrika dan Amerika Latin
biasanya hitam,lebat dan berkilau, tetapi pada penderita kwashiorkor,
rambutnya menjadi halus dan tipis.

Perubahan kulit biasanya terdapat dermatosis tetapi tidak semua penderita


kwashiorkor menderita dermatosis.

10

Anemia pada kwasiokhor disebabkan karena kekurangan protein yang


dibutuhkan dalam sintesis sel darah. Anemia juga dapat disebabkan karena
komplikasi dari defisiensi besi, malaria dan cacing tambang.

Diare: frekuensi BAB yang meningkat , sulit untuk ditahan , dan terdiri
dari partikel makanan yang belum dicerna , terkadang mempunyai bau
yang menyengat, dapat berupa air dan bercampur darah.

Moonface : pipi akan terlihat membengkak berisi jaringan lemak atau


cairan yang dikenal dengan istilah moon face (wajah seperti bulan)

Gambar 3. Karakteristik dari penderita kwashiorkor

DETEKSI DAN INTERVENSI DINI


Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi

buruk

memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya dari
dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka
masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk
adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen
feeding" (pemberian

makan yang sering),

pemantauan akseptabilitas diet

(penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan


pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein
11

serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak, Pada
daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang memadai.1
Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan
skrining/ deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan
kasus gizi buruk saat ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan
tambahan di posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x
berturut-turut tidak naik timbangan berat badan untuk segera mendapat akses
pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi
yang efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari
penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun
lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika mau
membantu dalam

pemberian edukasi pada masyarakat, terutama

dalam

menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makan


pada anak. Kasus gizi buruk mengajak semua komponen bangsa untuk peduli,
berrsama kita selamatkan generasi penerus ini untuk menjadi Indonesia yang lebih
baik.1
Penghasilan rendah tidak
mencukupi kebutuhan

Asupan makan
tidak cukup

Anak lebih mudah sakit

Keperluan makanan bagi


anak bertambah

Anak sakit

Keperluan makanan bertambah bagi


wanita yang sedang mengandung

Anak
meninggal

Sebagai kompensasi ibu lebih


sering mengandung

Kapasitas kerja bila dewasa


berkurang

Penghasilan menurun

Gambar 4. Hubungan timbal balik antara faktor-faktor yang menjurus


pada MEP.6
12

PENATALAKSANAAN
Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase
yang harus dilalui yaitu fase stabilisasi ( Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 14), fase
rehabilitasi (Minggu ke 3 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 26). Dimana
tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb 2:
Tabel 4. Sepuluh langkah tatalaksana gizi buruk 2

No

Fase Stabilisasi

Fase
transisi

Fase
Rehabilitasi

Fase
Tindak
lanjut *)

H1-2

H 8 - 14

Minggu ke 3 - 6

Minggu ke 7 -26

Tindakan Pelayanan
H3-7

Mencegah dan mengatasi


hipoglikemia

Mencegah dan mengatasi


hipotermia

Mencegah dan mengatasi


Dehidrasi

Memperbaiki

gangguan

keseimbangan elektrolit
5

Mengobati infeksi

Memperbaiki zat gizi mikro

Memberikan
untuk

Tanpa Fe

Dengan Fe

makanan

stabilisasi

dan

transisi
8

Memberikan

makanan

untuk tumbuh kejar


9

Memberikan

stimulasi

tumbuh kembang
10

Mempersiapkan

untuk

tindak lanjut di rumah


*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala (1 minggu/kali) berobat
jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit

13

Berikut ini adalah bagan langkah rencana pengobatan anak gizi buruk 2:
Tanda Bahaya dan Tanda Penting
KONDISI
I

II

III

IV

- Renjatan (syok)

Ada

Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada

- Letargis (tidak sadar)

Ada

Ada

Tidak ada Ada

Tidak ada

- Muntah/ diare/ dehidrasi

Ada

Ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Perawatan awal pada fase stabilisasi (B)


Pemeriksaan
- Berat badan

- Suhu tubuh (aksila)

- Memberikan oksigen

- Menghangatkan tubuh

Rencana II

Rencana
III

Rencana
IV

Rencana
V

Tindakan

- Pemberian
cairan
dan Rencana I
makanan sesuai dengan :
- Antibiotika sesuai umur

Anamnesis
lanjutan

Perawatan Lanjutan pada fase stabilisasi (C)


Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
Laboratorium
Umum
Khusus

Konfirmasi
kejadian
campak dan TB
paru

- Panjang
badan
- Thoraks
- Abdomen
- Otot
- Jaringan
lemak

- Pemeriksaan
mata
- Pemeriksaan
kulit
- Pemeriksaan
telinga, hidung,
tenggorokan
14

Tindakan

- Kadar gula - Vitamin A


darah
- Asam folat
- Hemoglobin - Multivitamin
tanpa Fe
- Pengobatan
penyakit penyulit
- Stimulasi

Pemeriksaan

- Berat badan

Perawatan pada fase transisi (D)


Tindakan
-

Makanan tumbuh kejar


Multivitamin tanpa Fe
Stimulasi
Pengobatan penyakit penyulit

Perawatan pada fase rehabilitasi (E)


Pemeriksaan

Tindakan

- $akanan tumbuh kejar


- Multivitamin tanpa Fe
- Monitoring tumbuh kembang
- Pengobatan penyakit penyulit
- Persiapan ibu
- Stimulasi
Gambar 5. Lima langkah rencana pengobatan anak gizi buruk

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Nency Y, Arifin MT. Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. Disitasi
dari http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=113 pada tanggal 14 Juli 2009.
Perbaharuan terakhir : Maret 2009.
2. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat

Bina Gizi

Masyarakat . Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jilid I. Jakarta :


Departemen Kesehatan Republik Indonesia;2007.
3. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat

Bina Gizi

Masyarakat . Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jilid II. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia;2007.
4. Departemen Sosial Republik Indonesia. Balita Gizi Buruk. Disitasi dari
http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=280
pada tanggal 14 Juli 2009. Perbaharuan terakhir : 12 Oktober 2008.
th

5. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Textbook of Pediatrics. 15


Edition. Philadelphia : W.B. Saunders Company;2000.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Edisi I. Jakarta : IDAI;2004.
7. Food and Agriculture Organization of TheUnited Nation (FAO). Disorders of
Malnutrition.

Disitasi

dari

http://www.fao.org/docrep/w0073e

/w0073e05.htm#P3167_359330.htm pada tanggal 23 Juli 2009. Perbaharuan


terakhir : Januari 2009.
8. Matondang CS, Wahidayat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis Pada Anak.
Edisi ke 2. Jakarta : CV Sagung Seto;2003.
9. Lubis NU, Marsida AY. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita. Langsa :
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Langsa;2002.
10. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Gizi buruk, Kwashiorkor, Marasmus,
atau

Marasmik

Kwashiorkor.

Disitasi

http://www.dinkesjatim.go.id/berita-detail.html?news_id=112.htm

dari
pada

tanggal 24 Juli 2009. Perbaharuan terakhir : 16 Juni 2006.

Files of DrsMed FK UNRI (http://www.Files-of-DrsMed.tk


16

Anda mungkin juga menyukai