Anda di halaman 1dari 26

gama pada dasarnya dapat menjadi dinamisator bagi masyarakat dalam

menjalankan berbagai aktivitas baik secara individu maupun kelompok.


Dengan demikian orang yang beragama akan mempunyai sikap mental
tertentu dan beragam sesuai dengan ajaran yang didalaminya dan tingkat
pemahaman yang dimiliki terhadap ajaran tersebut.
Ada beberapa contoh perilaku masyarakat yang kurang produktif akibat
dari pemahaman yang kurang tepat terhadap ajaran agama. Seperti
adanya suatu kecenderungan di sebagian umat Islam yang bersikap
pasrah atau menyerah kepada nasib. Hal ini barangkali ada hubungannya
dengan suatu aliran teologi jabariah yang percaya bahwa semua
tindakan dan perilaku manusia sudah ditentukan oleh Tuhan.[1] Begitu
juga pemahaman zuhud yang menimbulkan satu sikap hidup yang kurang
menghargai sesuatu yang bersifat material dan cenderung orientasinya
hanya ke akhirat saja dan tidak peduli kepada hal-hal yang bersifat
duniawi dan kemajuan-kemajuan ekonomi.[2]
Padahal jika ajaran-ajaran tersebut dipahami dengan benar akan
menghasilkan sikap yang positif. Seperti paham pasrah misalnya, dalam
Islam ada ajaran tawakkal. Ajaran ini ketika dipahami dengan benar
maka akan melahirkan sikap mental yang luar biasa, bukan sikap pasif
yang tidak produktif. Percaya kepada takdir ternyata banyak melahirkan
entrepreneur Muslim yang handal, berani menanggung resiko hidup.
Sedang banyak orang yang katanya modern justru bermental priyayi
yang tidak mempunyai ketahanan pribadi dan ketahanan jiwa.
Sikap zuhud juga sangat penting bagi para pengusaha, karena pola hidup
orang-orang sukses yang berkembang dari pedagang kecil menjadi
orang kaya, dan hidupnya tetap sederhana, ternyata kesederhanaan itu
merupakan kunci dari kesuksesannya.
Hidup sederhana bagi pengusaha tradisional telah menimbulkan sikap
hemat, tidak boros, sehingga bisa mempunyai tabungan dan kemudian
diinvestasikan lagi. Di samping tidak ingin berfoya-foya, ia juga ingin
bersikap jujur. Sikap jujur itu juga menimbulkan etos untuk
mempertahankan kualitas dan tidak menipu kualitas dalam produk yang
dibuat.[3] Sedang kepercayaan kepada akhirat dapat menimbulkan
sikap tertentu, yaitu sikap bertanggungjawab. Orang yang tidak percaya
kepada akhirat maka tidak percaya juga dengan pahala dan dosa, lalu
tidak ada motivasi untuk berbuat baik, karena berbuat benar atau salah
sama saja.[4]
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa jika terjadi hubungan sinergi
antara aspek keagamaan dengan ekonomi akan menghasilkan prilaku
positif yang dapat mendorong produktifitas. Bukan sebaliknya seperti apa
yang dipahami sebagian orang bahwa Islam menghambat (membawa
kemunduran) kemajuan-kemajuan ekonomi.

Sejarah membuktikan bahwa Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW


telah mampu mengubah keadaan masyarakat. Perubahan yang dilakukan
juga tetap menjaga kearifan lokal di mana nilai-nilai yang positif atau
netral yang sudah ada pada zaman sebelum Islam tidak dihancurkan,
bahkan dihidupkan dengan warna baru dalam konteks budaya Islami.
Konsep mudharabah misalnya, ia telah ada sejak sebelum Islam, tetapi
setelah Islam datang mudharabah masih diperbolehkan dengan batasanbatasan yang sesuai dengan kaidah Islam.[5]
Begitu juga dengan budaya komersial yang ada di kota Mekah. Menurut
telaah Keneth Cragg dalam bukunya the event of the Quran, kitab
suci kaum muslimin itu banyak mempergunakan istilah istilah
perdagangan untuk menjelaskan istilah-istilah keagamaan.[6] Bahkan
alQuran juga memberi petunjuk langsung mengenai perdagangan,
misalnya dalam menganjurkan dipakainya sistem pembukuan yang jelas
dan jujur dalam perjanjian hutang piutang.[7] Demikian juga printah
untuk mempergunakan takaran atau standar dalam perdagangan.[8]
Ketika Islam datang, budaya komersial sudah berkembang dengan pesat
di kota Mekah, sehingga Mekah pun layak disebut sebagai kota dagang.
Namun perdagangan yang terjadi pada saat itu banyak yang mengandung
unsur-unsur penipuan dan kecurangan, seperti praktek riba dan modelmodel jual beli yang dilarang di dalam Islam.[9] Islam datang bukan
untuk menghancurkan budaya komersial itu, tetapi untuk
menertibkannya. Bahkan Nabi Muhammad SAW juga berusaha
membawa masyarakat Badui yang masih primitif kepada taraf
kebudayaan yang lebih tinggi dengan melakukan penertiban melalui
penanaman etika baru, dan sistem distribusi kekayaan yang lebih adil dan
merata.[10]
Revolusi Industri juga tidak terjadi begitu saja dengan ditemukannya
mesin uap oleh James Watt, melainkan didahului oleh berbagai
peristiwa. Heilbroner mengatakan bahwa orang-orang Eropa banyak
belajar perdagangan dari kaum muslimin melalui perang salib. Ahli
sejarah Belanda, Jan Romein juga mengatakan bahwa orang Eropa
banyak belajar dari kaum muslimin tentang barang-barang industri.
Komoditi industri dalam perdagangan dunia saat itu dinyatakan dalam
kata-kata Arab. Dunia Islam pada abad pertengahan merupakan bagian
dunia yang maju, berbeda dengan keadaan Eropa yang mandeg. Salah
satu bentuk kemajuan itu, selain dalam bidang ilmu pengetahuan dan
pendidikan, juga dalam bidang ekonomi.[11]

[1] A. Hanafi, Theology Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna1, 1987), h.63


[2] M. Dawam Raharjo, Islam danTransformasi Sosial Ekonomi,
(Yogyakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1999), h. 262

[3] Yusuf Al-Qardhawi, Karakteristik Islam: Kajian Analitik, (Surabaya:


RisalahGusti, 1994), h. 12
[4] M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, ( Surabaya: Risalah
Gusti,1999), h. 236
[5] Taqyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif dalam
Perspektif Islam, terj. Maghfur Wachid, (Surabaya: Risalah gusti, 1996),
h.161.
[6] M. Dawam Rahardjo, Islam dan Tranformasi Sosial Ekonomi,
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1999), h.311.
[7] QS. Al baqarah (2): 282
[8] QS. Al- Isra (17): 35.
[9] Lihat Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka
Setia,2000), h. 99
[10] Dawam Raharjo, Op.cit., h. 312
[11] Ibid., h. 314
=

A.

Pendahuluan

Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka
berpegang kepada tali agama Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan
mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan.
Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah.....
(QS. Ali Imran, 3:112)
Dan janganlah kamu sekalian makan atau melakukan interaksi ekonomi
di antara kamu dengan jalan yang bathil
(Q: S. Al Baqarah : 188)
Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang mandiri, oleh karena itu
Islam mendorong kehidupan sebagai kesatuan yang utuh dan menolong
kehidupan seseorang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat, yang individu-individunya saling membutuhkan dan saling
melengkapi dalam sekema tata sosial, karena manusia adalah entitas individu
sekaligus kolektif.
Ekonomi Islam adalah cara hidup manusia yang serba berkecukupan, Islam
sendiri menyediakan segala aspek eksistensi manusia yang mengupayakan
subuah tatanan yang didasarkan pada seperangkat konsep hablum min-Allah wa
hablum min-Annas, yang berkaitan tentang tuhan, manusia dan hubungan
keduanya (tauhidi). Matra ekonomi Islam menempati kedudukan yang istimewa.
Karena Islam yakin bahwa stabilitas universal tergantug pada kesejahteraan
material dan sepiritual manusia. Kedua aspek ini terpadu dalam satu bentuk
tindakan dan kebutuhan manusia. Aktivitas antar manusia termasuk aktivitas
ekonomi terjadi melalui apa yang di istilahkan oleh ulama dengan muamalah
(intrataksi) pesan al-quran dalam aktivitas ekonomi.
Sitem perekonomian Indonesia berawal dari orde lama ke orde baru,
pemerintahan transisi, pemerintahan reformasi dan pemerintahan gotong
royong. Semua ini bertujuan untuk meningkatkan kesejateraan rakyat lewat
pembangunan ekonomi dan sosial tanah air. Perjalanan panjang krisis ekonomi
yang telah dan sedang melanda Indonesia saat ini benar-benar telah membuat
kita semua kecewa. Indonesia yang tadinya sempat dijuluki sebagai salah satu
macan asia dibidang perekonomian dengan tinkat pertumbuhan mencapai 7 %,
dalam satu malam saja langsung menjadi miskin yang terpaksa merengekrengek kepada IMF untuk meminta bantuan. Padahal tidak satu ahli ekonomi
bermimpi sebelumnya tentang peristiwa ini.
Dari fenomena diatas ekonomi Islam sebagai disiplin ilmu ekonomi Islam yang
menjalankan sistemnya berdasarkan prinsip-prinsip Islam yaitu al-Quran dan
sunnah mampu meraup ekonomi dunia termasuk Indonesia. Hal ini dibuktikan
dengan terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 sampai dengan 1998, BMI
sebagai lembagakeuangan Islam bertahan dan bahkan BMI mampu
mempertahankan likuiditasnya. Dari wacana di atas penulis akan mencoba

membahas tentang Urgensi Peranan Sistem Ekonomi Islam Dalam Kehidupan


Bermasyarakat.
B. Defenisi, ruang lingkup ekonomi Islam
Mustafa (2012:15) Dalam membahas perspektif ekonomi Islam, ada satu titik
awal yang benar-benar kita perhatikan yaitu: ekonomi salam Islam itu
sesungguhnya bermuara pada akidah Islam, yang bersumber dari syariaatnya.
Ini baru dari satu sisi. Sedangkan dari sisi lain ekonomi Islam bermuara pada alQuran al Karim dan As-Sunnah Nabawiyah yang berbahasa Arab.
Oleh karena itu, berbagai terminologi dan subtansi ekonomi yang sudah ada,
haruslah dibentuk dan disesuaikan terlebih dahulu dalam kerangka Islami. Atau
dengan kata lain, harus digunakan kata atau kalaimat yang berbingkai, lughawi
supaya kita dapat menyadari betapa pentingnya titik permasalahan ini. Demham
demikian kita dapat dengan gamblang, tegas dan jelas memberikan pengertian
yang benar tentang istilah kebutuhan, keinginan dan kelangkaan (al nudrat)
dalam upaya memecahkan problematika ekonomi manusia.
Hendrie (dalam Rizal, 2008:5) Ekonomi Islam merupakan pengelolaan harta
benda menurut ketentuan Islam. Beberapa pendapat ahli tentang defenisi
ekonomi Islam:
a. Al-Tariqi mendefenisikan ekonomi Islam sebagai ilmu tentang hukum-hukum
syariat aplikatif yang diambil dalil-dalil yang terperinci tentang persoalan yang
terkait, mencari, membelanjakan dan cara-cara mengembangkan harta.
b. Metwally mendefenisikan ekonomi Islam sebagai ilmu yang mempelajari
perilaku muslim dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti al-Quran, hadist,
ijma dan qiyas.
c. Muhammad Akram Khan menjelaskan bahwa ekonomi Islam menekankan
pada studi tentang kemenangan manusia (falah) yang dapat dicapai melalui
pengorganisasian sumber daya alam yang didasarkan pada kerjasama dan
partisipasi.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam
adalah suatu ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, meninjau,
meneliti, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi
dengan cara-cara yang Islami dengan mendasarkan segala aspek ontologi (ilmu
yang ada), epistimologi (pengetahuan), dan aksiologinya (tentang nilai) kepada
agama Islam.
Heri (2003:11-120).Menurut ekonomi konvensional, masalah ekonomi Islam
muncul karena kebutuhan manusia yang bersifat tidak terbatas sementara
ketersesediaan sumberdaya ekonomi terbatas. Sehingga dalam pandangan
ekonomi konvensional dirumuskan bahwa ekonomi adalah ilmu yang
mempelajari kabutuhan manusia yang tidak terbatas dengan sumber yang
terbatas. Pandangan ini menimbulkan beberapapertanyaan,benarkah kebutuhan
manusia tidak terbatas, benarkah ketersediaan sumber daya bersifat terbatas,
dapatkah kebutuhan manusia (yang tidak terbatas) itu dikendalikan?
Ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam
(need) terbatas sedangkan sumber daya tidak ternatas. Dalam ekonomi Islam,
kebutuhan manusia terbatas, karena pemenuhannya disesuaikan dengan
kapasitas kebutuhan manusia, misalnya sudah merasakan kenyang dengan tiga

piring nasi dan sayuran dalam sehari maka manusia tidak akan makan lagi,
karena kalau makan lagi tidak memenuhi kapasitas perut. Contoh ini
menunjukan bahwah kebutuhan sebenarnya sangat terbatas. Sedangkan yang
tidak terbatas adalah keinginan. Menurut ekonomi Islam sumber daya tidak
terbatas karena alam semesta yang diciptakan Allah bagi manusia yang akan
habis, di alam ini ada potensi kekayaan yang sepenuhnya belum tergali oleh
manusia. Oleh kerena manusia dituntut untuk menggali kekayaan alam yang
tidak ada batasnya guna memenuhi kebutuhan.
Pusat Pengkajian (2008:66) Secara epistimologi ruang lingkup ekonomi Islam
dapat dibagi menjadi dua; pertama ekonomi Islam normatif; yaitu studi tentang
hukum-hukum syariat Islam yang berkaitan dengan unsur harta benda (al-mal)
yang mencakup kepemilikan (al-malkiyah), pemanfatan kepemilikan (tasharruf fi
al-makiyah) dan distribusi kekayaan kepada masyarakat (tauzi al-tsarwah baina
al-nas). Kedua, Ekonomi Islam positif; yaitu studi tentang konsep-konsep ekonomi
Islam yang berkaitan dengan urusan harta benda, khususnya yang berkaitan
dengan produksi barang dan jasa yang mencakup segala macam cara (uslub)
dan sarana (wasilah) yang digunakan dalam proses produksi barang dan jasa.
Seffy Ferdani (2011) Dalam menjalankan aktisitas ekonomi maka indonesia
menganut sistem ekonomi yang diterapkan yaitu; kapitalisme, sosialisme, atau
gabungan dari keduanya. Dalam memahami ekonomi yang diterapkan di
Indonesia, paling tidak secara konstitutional, perlu dipahami terlebih dahulu
ideologi apa yang dianut oleh Indonesia. Pasal 33 dianggap pasal terpenting
yang mengatur langsung sistem ekonomi Indonesia, yakni prinsip demokrasi
ekonomi. Secara rinci pasal menetapkan 3 hal, yakni:
a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan
b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai negara
c. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
C. Sistem ekonomi Islam
L. James Havery (dalam http://Aldi Putra 2011) Menurutnya sistem adalah
prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian komponen yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai
suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
Sedangkan menurut John Mc Manama sistem adalah sebuah struktur konseptual
yang tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai
suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan secara
efektif dan efesien.
Menurut dumairy (dalam http://Seffy Ferdani 2011) Menjelaskan sistem ekonomi
adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar
manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam ssuatu tatanan kehidupan.
Menurut Sanusi : sistem ekonomi merupakan suatu organisasi terdiri dari
sejumlah lembaga yang sling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Sistem ekonomi merupakan perpaduan dari aturanaturan atau caracara yang
menjadi satu kesatuan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam

perekonomian. Suatu sistem dapat diibaratkan seperti lingkaran-lingkaran kecil


yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Lingkaran-lingkaran kecil
tersebut merupakan suatu subsistem. Subsistem tersebut saling berinteraksi dan
akhirnya membentuk suatu kesatuan sistem dalam lingkaran besar yang
bergerak sesuai aturan yang ada.
Mustafa (2012:8) Ada tiga sistem ekonomi yang dikenal di dunia, yaitu Sistem
ekonomi Sosialis/komunis, Sistem ekonomi Kapitalis, dan Sistem ekonomi
Islam.Masing-masing sistem ini mempunyai karakteristik.
Pertama, Sistem ekonomi Sosialis/komunis. Paham ini muncul sebagai akibat dari
paham kapitalis yang mengekploitasi manusia, sehingga negara ikut campur
cukup dalam dengan perannya yang dangat dominan. Akibatnya adalah tidak
adanya kebebasan dalam melakukan aktivitas ekonomi bagi individu-individu,
melainkan semanya untuk kepentingan bersama, sehingga tidak diakuinya
kepemilikan pribadi. Negara bertanggung jawab dalam mendistribusikan sumber
dan hasil produksi kepada seluruh masyarakat.
Kedua, Sistem ekonomi Kapitalis. Berbeda dengan sistem komunis, sistem ini
sangat bertolak belakang dengan sistem Sosialis/Komunis, di mana negara tidak
mempunyai peranan utama atau terbatasdalamperekonomian.Sistem ini sangat
menganut sistem mekanisme pasar. Sistem ini mengakui adanya tangan yang
tidak kelihatan yang ikut campur dalam mekanisme pasar apabila terjadi
penyimpangan (invisible hand). Yang menjadi cita-cita utamanya adalah adanya
pertumbuhan ekomomi, sehingga setiap individu dapat melakukan kegiatan
ekonomi dengan diakuinya kepemilikan pribadi.
Ketiga, Sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam hadir jauh lebih dahulu dari
kedua sistem yang dimaksud di atas, yaitu pada abad ke 6, sedangkan kapitalis
abad 17, dan sosialis abad 18. Dalam sistem ekonomi Islam, yang ditekankan
adalah terciptanya pemerataan distribusi pendapatan, seperti terecantum dalam
surat Al-Hasyr ayat 7.
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari
harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah,
untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orangorang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orangorang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka
terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Modul (2000:2) Menurut MA. Manan dalam bukunya ekonomi Islam, menyatakan
bahwa sistem ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Sedangkan
sistem ekonomi konvensional dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari prilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sarana langka
yang memiliki kegunaan-kegunaan alternatif. Dalam sistem ekonomi
konvensonal pilihan tersebut sangat ditentukan oleh prilaku individu dan tidak
memperhatikan persyaratan-persyaratan masyarakat. Sementara dalam sistem
ekonomi Islam pilihan-pilihan tersebut sangat ditetukan oleh ajaran Islam.

D.

Karaktersitik ekonomi Islam

1. Harta kepunyaan Allah dan Manusia merupakan Khalifah atas harta.


a. Semua harta baik benda maupun alat-alat produksi adalah milik Allah SWT.
Seperti tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 284.
b. Manusia adalah khalifah atas harta miliknya. Seperti tercantum dalam surat
al-Hadiid ayat 7. Terdapat pula sabda Rasulullah yang juga menjelaskan bahwa
segala bentuk harta yang dimiliki manusia pda hakikatnya adalah milik Allah
SWT semata dan manusia diciptakan untuk menjadi khalifah Dunia ini hijau dan
manis. Allah telah menjadikan kamu khalifah (penguasa) di dunia. Karena itu
hendaklah kamu membahas cara berbuat mengenai harta di dunia ini.
Dalam islam, kepemilikan pribadi sangat dihargai walaupun tidak bersifat
mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan ajaran islam dan
tidak pula bertentangan dengan orang lain. Seperti tercantum dalam surat AnNisaa ayat 32, serta Surat Al-Maidah ayat 38.
2. Ekonomi Terikat dengan akidah, Syariah (Hukum), dan Moral
Bukti-bukti hubungan ekonomi dan moral dalam islam:
a. Larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat
menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat.
Sabda Rasulullah Tidak boleh merugikan diri sendiri dan juga orang lain (HR.
Ahmad)
b. Larangan melakukan penipuan dalam transaksi, ditegaskan dalam Sabda
Rasulullah Orang-orang yang menipu kita bukan termasuk golongan kita.
c. Larangan menimbun emas, perak atau sarana moneter lainnya sehingga
dapat mencegah peredaran uang dan menghambat fungsinya dalam
memperluas lapangan produksi. Hal ini sperti tercantum dalam QS 9:34.
d. Larangan melakukan pemborosan karena dapat menghancurkan individu
dalam masyarakat.

3. Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan


Aktivitas keduniaan yang dilakukan manusia tidak boleh bertentangan atau
bahkan mengorbankan kehidupan akhirat. Apa yang kita lakukan hari ini adalah
untuk mencapai tujuan akhirat kelak. Prinsip ini jelas berbeda dengan ekonomi
kapitalis maupun sosialis yang hanya bertujuan untuk kehidupan duniawi saja.
Hal ini jelas ditegaskan oleh surat al-Qashash ayat 77:
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
"
4. Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbanagan Antara Kepentingan Individu
dengan Kepentingan umum.
Islam tidak mengakui hak mutlak dan atau kebebasan mutlak, tetapi mempunyai

batasan-batasan tertentu termasuk dalam hak milik. Hal ini tercantum dalam
surat Al Hasyr ayat 7, al maauun ayat 1-3, serta surat al-Maarij ayat 24-25.
5. Kebebasan individu dijamin dalam islam
Islam memberikan kebebasan tiap individu untuk melakukan kegiatan ekonomi
namun tentu saja tidak bertentangan dengan aturan AlQuran dan AsSunnah,
seperti tercantum dalam surat al Baqarah ayat 188.
6. Negara diberi kewenangan turut campur dalam perekonomian
Dalam islam, Negara berkeawjiban melindungi kepentingan masyararakat dari
keridakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang taupun dai
negara lain, berkewajiban memberikan kebebasan dan jaminan sosial agar
seluruh masyarakat dapat hidup dengan layak. Seperi sabda Rasulullah
Brangsiapa yang meninggalkan beban, hendaklah dia datang kepada-Ku, karena
akulah maula (pelindung)nya (Al-Mustadrak oelh Al-Hakim)
7. Bimbingan konsumsi
Dalam hal konsumsi, islam melarang hidup berlebih-lebihan, terlalu hidup
kemewahan dan bersikap angkuh. Hal ini tercermin dalam surat al-Araaf ayat 31
serta Al-Israa ayat 16.
8. Petunjuk investasi
Kriteria yag sesuai dalam melakukan investasi ada 5:
a. proyek yang baik menurut Islam
b. memberikan rezeki seluas mungkin pda masyarakat
c. memberantas kekafiran,memperbaiki pendapatan dan kekayaan
d. memelihara dan menumbuhkembangkan harta
e. melindungi kepentingan anggota masyaakat.
9. Zakat
Adalah karakteristik khusu yang tidak terdapat daalm system ekonomi lainnya
manapun, penggunaannya sangat efektif guna melakukan distribusi kekayaan di
masyarakat.
10. Larangan riba
Hertanto (1999:44) Islam sangat melarang munculnya riba (bunga) karean itu
merupakan salah satu penyelaewangan uang dari bidangnya. Seperi tercermin
dalam surat al-baqarah ayat 275.
E. Ekonomi Islam dan Nilai-nilai Bangsa
Rizal (2008:6) Nilai-nilai dasar ekonomi Islam adalah seperangkat nilai yang telah
diyakini dengan segenap keimanan, dimana ia akan mendi dasar paradigma
ekonomi Islam. Nilai-nilai dasar baik filosofis, instrumental maupun institusionaldidasarkan atas al-Quran dan sunnah yang merupakan sumber normatif yang
tertinggi dalam agama Islam. Inilah hal utama yang membedakan ekonomi Islam
dengan ekonomi konvensional yaitu ditempatkan sumber ajaran agama sebagai
sumber utama bagi ilmu ekonomi.
Menurut (Chapra, 2012: 201-215) bahwa nilai dasar yang harus digunakan dalam

membentuk ekonomi Islam ini adalah:


1. Nialai tauhid
Batu pondasi keimanan Islam adalah tauhid, dimana konsep ini bermuara pada
semua pandangan dunia dan strateginya. Tauhid mengandung pengertian bahwa
alam semesta didesain dan diciptakan secara sengaja oleh Allah yang maha
kuasa, yang bersifat esa dan unik, dan ia tidak terjadi secara kebetulan.
2. Nilai khilafah
Manusia adalah khilafah (pemerintah) Allah di bumi. Ia telah dibekali dengan
semua karakteristik mental, spiritual dan materil untuk melakukan misi secara
efektif. Konsep khilafah ini membawa beberapa implikasi, antara lain:
a. Persaudaraan universal
b. Sumberdaya adalah amanah
c. Gaya hidup sederhana
d. Kebebasan manusia
3. Nilai keadilan
Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Adil yang dimaksud
disini adalah tidak menzalimi dan tidak dizalimi, sehingga penerapannya dalam
kegiatan ekonomi adalah manusia tidak boleh berbuat jahat kepada orang lain
atau merusak alam untuk memperoleh keuntungan pribadi.
4. Nubuwwah (kenabian).
Setiap muslim diharuskan untuk meneladani sifat dari nabi Muhammad SAW.
Sifat-sifat Nabi Muhammad SAW yang patut diteladani untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari khususnya dalam bidang ekonomi yaitu : Siddiq (benar,
jujur), Amanah (tanggung jawab, kepercayaan, kredibilitas), Fathanah
(Kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualita) dan tabligh (komunikasi, keterbukaan,
pemasaran).
5. Maad (hasil).
Imam Ghazali menyatakan bahwa motif para pelaku ekonomi adalah untuk
mendapatkan keuntungan/profit/laba. Dalam islam, ada laba/keuntungan di
dunia dan ada laba/keuntungan di akhirat.
F.

Prospek dan tantangan pengembangan Perbankan Islam.

a) Keseimbangan penyediaan dan penawaran SDM


Modul STAI Solok (2012) Kebutuhan SDM lembaga keuangan Islam (bank Islam,
pasar modal Islam, pasar keuangan Islam, reksa dana Islam, asuransi Islam),
lembaga pengelola ZIS belum diimbangi dengan kuantitas dan kualitas
penyediaan.
b) Inovasi produk dan jasa lembaga keuangan Islam
Produk lembaga keuangan Islam masih terbatas dan belum memenuhi seluruh
kebutuhan masyarakat, diperlukan inovasi produk yang memenuhi aspek
orientasi nasabah, manajemen resiko dan kesesuaian Islam.
c) Edukasi dan sosialisasi
Semakin luas dan tepat edukasi serta sosialisasi ekonomi Islam semakin
memperkecil asimetris informasi sehingga dapat semakin meningkatkan
pemahaman yang tepat mengenai ekonomi Islam serta mendorong masyarakat
untuk memanfaatkan lembaga keuangan Islam.

d) Pengembangan pasar keuangan


Peranan lembaga keuangan dalam fungsi intermediasi dan pemenuhan
kebutuhan transaksi masyarakat, memerlukan instrumen pasar keuangan Islam
yang beragam dan efisien.
G. Urgensi pengembangan Ekonomi Islam di Indonesia
1. Islam sebagai the way of life
Dhani (2012:7) Adanya kebutuhan masyarakat melaksanakan kegiatan
penyediaan barang produksi, saluran distribusi, transaksi keuangan, pemenuhan
kebutuhan dan kegiatan ekonomika lainnya telah sesuai dengan prinsip Islam
untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Ekonomi Islam membahas dan
mempelajari bagaimana manusia memenuhi kebutuhan materinya di dunia
sehingga tercapai kesejahteraan yang akan membawa kepada kebahagiaan di
dunia dan di akhirat (Falah).
Falah atau kehidupan yang mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat dapat
terwujud apabila terpenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup manusia secara
seimbang berdasarkan kemaslahatan (mashlahah). Menurut As-Shatibi,
mashlahah dasar bagi kehidupan manusia terdiri dari lima hal yaitu agama
(dien), jiwa (nafs), intelektual (aql), keluarga dan keturunan (nash), dan material
(maal).
2. Islam sebagai rahmatan lil alamin
Ekonomi Islam mengalokasikan dan mengelola sumber daya berdasarkan prinsip
dan nilai-nilai Al Quran dan Sunnah untuk mencapai Falah. Falah atau kehidupan
yang mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat dapat terwujud apabila terpenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidup manusia secara seimbang berdasarkan
kemaslahatan (mashlahah). Islam dan Muslim hidup dalam suatu lingkungan
ekologi dan ekonomi yang berdampingan, antar suku, antar agama, antar
bangsa, antar negara, antar regional, dan komunitas global yang saling
membutuhkan satu sama lain.
3. Manfaat Makro dan Mikro
a) Ekonomi Islam: melarang aktifitas ribawi, untung-untungan atau spekulasi
(maysir), ketidakjelasan dalam transaksi (gharar), menimbulkan maksiat, suap
(riyswah), keadilan, keseimbangan, dan ukhuwah.
b) Ekonomi Islam: mendorong adanya kemaslahatan agama (dien), jiwa (nafs),
intelektual (aql), keluarga dan keturunan (nash), dan material (maal).
c) Ekonomi Islam: menciptakan insan pelaku ekonomi dan bisnis yang
profesional dan good governance secara intelektual dan akhlak.
d) Ekonomi Islam: menyadarkan insan pelaku ekonomi dan bisnis bahwa harta
benda dan kekayaan bentuk lainnya adalah amanah bukan hak milik mutlak.
e) Ekonomi Islam: mendorong kegiatan yang produktif dan berorientasi sektor
riil.
f) Bagian terbesar dari ekonomi Islam adalah perbankan Islam yang secara
struktur dan operasional memiliki daya tahan terhadap krisis dan gejolak
perekonomian.

Referensi:

Aldi Putra, Pengertian-Sistem-Menurut-Para-Ahli/http://aldyputra.net/2011/08/05


Dhani Gunawan Idat, Urgensi Peranan Sistem Ekonomi Syariah Dalam Kehidupan
Bermasyarakat, Departemen Perbankan Syariah, Bank Indonesia, 2012
Heri Sudar Sono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Yokyakarta, 2003
Hertanto Widodo, PAS (Pedoman Akuntansi Syariah) Panduan Praktis Operasional
BMT, Bandung: 1999
Modul Training of Trainer Perbankan Syariah, Kerjasama STAI Solok Nan Indah
dengan Bank Indonesia, 2012
Modul Pelatihan BMT STAIN Batusangkar, Gambara Ekonomi Islam, Batusangkar,
2010
Mustafa Edwin Nasution, Jangan Pinggirkan Studi Ekonomi Syariah, Republika
online, Senin, 07 Nopember 2005
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Jakarta, 2012
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam. PT Raja
Grapindo Persada: 2008
Rizal Fahlefi, Ekonomi Mikro Islam, STAIN Batusangkar Press, 2008
Seffy Ferdani, sejarah-dan-sistem-ekonomi-indonesia/
http://zhes.wordpress.com /2011/02/28/
Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Robbani Press,
Jakarta, 2004

.Latar Belakang
Sejak adanya kehidupan manusia di permukaan bumi, hajat untuk hidup secara
kooperatif di antara manusia telah dirasakan dan telah diakui sebagai faktor esensial agar
dapat survive dalam kehidupan. Seluruh anggota manusia bergantung kepada yang lain untuk
memenuhi kebutuhannya. Ketergantungan mutualistik dalam kehidupan individu dan sosial

di antara manusia telah melahirkan sebuah proses evolusi gradual dalam pembentukan sistem
pertukaran barang dan pelayanan. Dengan semakin berkembangnya peradaban manusia dari
zaman ke zaman, sistem pertukaran ini berevolusi dari aktivitas yang sederhana kepada
aktivitas ekonomi yang modern.
Bisnis atau berusaha sebagai bagian dari aktivitas ekonomi selalu memegang peranan
vital di dalam kehidupan manusia sepanjang masa, sehingga kepentingan ekonomi akan
mempengaruhi tingkah laku bagi semua tingkat individu, sosial, regional, nasional, dan
internasional. Umat Islam telah lama terlibat dalam aktivitas ekonomi, yakni sejak lima belas
abad yang silam. Fenomena tersebut bukanlah suatu hal yang aneh, karena Islam
menganjurkan umatnya untuk melakukan kegiatan bisnis (berusaha) guna memenuhi
kebutuhan sosial-ekonomi mereka. Rasulullah Shallullahu Alaihi wa Sallam sendiri terlibat di
dalam kegiatan bisnis selaku pedagang bersama istrinya Khadijah.
Al Quran sebagai Kitab Suci Umat Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah yang
bersifat ritual, tetapi juga memberikan petunjuk yang sempurna (komprehensif) dan abadi
(universal) bagi seluruh umat manusia. Al Quran mengandung prinsip-prinsip dan petunjukpetunjuk yang fundamental untuk setiap permasalahan manusia, termasuk masalah-masalah
yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi yang ada dalam
berbagai ayat di Al Quran dilengkapi dengan sunah-sunah dari Rasulullah melalui berbagai
bentuk Al Hadits dan diterangkan lebih rinci oleh para fuqaha pada saat kejayaan Dinul
Islamiyah baik dalam bentuk Al Ijma maupun Al Qiyas.
Namun sejak abad ke 15 hingga pertengahan abad ke 20 Masehi, kontribusi Islam dalam
pemikiran ekonomi seakan hilang ditelan peradaban dunia sehingga tidak ditemukan bukubuku sejarah pemikiran Ekonomi Islam. Adalah sebuah ironi, bahwa Adam Smith, yang
dikenal sebagai Bapak Ilmu Ekonomi, dalam bukunya The Wealth of Nations (tahun 1766),
menjelaskan bahwa perekonomian yang maju ketika itu adalah perekonomian Arab yang
dipimpin Muhammad dan Para Khalifa ur Rasyidin (dalam buku tersebut disebut sebagai
Mahomet and his immediate successors). Lebih ironis lagi, jika kita simak, ternyata judul
buku Adam Smith tersebut merupakan saduran dari buku Imam Abu Ubayd, yaitu AlAmwal (865).
Ironi lainnya, adalah, ketika Samuelson dalam buku teks Economics edisi 7,
menyebutkan bahwa asal muasal Ilmu ekonomi adalah Bible (Injil), tidak satupun ekonom
(pakar ekonomi) yang bereaksi. Sementara itu, ketika Ilmuwan Islam mengangkat kembali
Ilmu Ekonomi Islam dengan Al Quran dan Al Hadits sebagai sumber rujukan utama,

sebagian besar ekonom, termasuk ekonom muslim, spontan bereaksi menentang keberadaan
Ekonomi yang berdasarkan ajaran Syariah Islam tersebut.
Sementara itu, seorang ilmuwan Barat, C.C. Torrey dalam disertasinya yang berjudul
The Commercial Theological Terms in the Koran menyatakan bahwa Al Quran
menggunakan terminology bisnis sedemikian ekstensif. Ia menemukan 20 (dua puluh)
macam terminology bisnis dalam Al Quran serta diulang sebanyak 370 kali dalam berbagai
ayat. Penggunaan terminology bisnis (ekonomi) yang sedemikian banyak, menunjukkan
sebuah manifestasi adanya spirit bersifat komersial dalam Al Quran.
Jika kita simak dengan seksama, menurut Adiwarman Karim (2002), ilmu ekonomi
merupakan warisan peradaban manusia yang dapat diibaratkan sebagai bangunan bertingkat,
dimana setiap kaum telah memberikan kontribusi pada zamannya masing-masing dalam
mendirikan bangunan tersebut. Oleh karena itu, dalam upaya mengembangkan pemikiran
Ekonomi Islam, para ulama yang merupakan guru kaum muslimin tidak menolak pemikiran
para filosof dan ilmuwan non Muslim asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Para
ulama dan pakar ekonomi Islam, saat ini, berusaha mengembangkan Ekonomi Islam sesuai
dengan dalil naqli dan dalil aqli, meskipun pengaruh pemikiran ekonom Barat masih terasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Ilmu Ekonomi Islam
Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalahmasalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam berdasarkan Al-Quran dan
Hadits.
Sejauh mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apapun
antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi modern. Andaipun ada perbedaan itu terletak
pada sifat dan volumenya (M. Abdul Mannan; 1993). Itulah sebabnya mengapa perbedaan
pokok antara kedua sistem ilmu ekonomi dapat dikemukakan dengan memperhatikan
penanganan masalah pilihan
B. Tujuan dan Karakteristik Ekonomi Syariah
Ekonomi Syariah mempunyai beberapa tujuan, yakni:
1. Kesejahteraan Ekonomi dalam kerangka norma moral Islam (dasar pemikiran QS. AlBaqarah ayat 2 & 168, Al-Maidah ayat 87-88, Al-Jumuah ayat 10);

2. Membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid, berdasarkan keadilan dan
persaudaraan yang universal (Qs. Al-Hujuraat ayat 13, Al-Maidah ayat 8, AsySyuaraa ayat 183)
3. Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (QS. Al-Anam
ayat 165, An-Nahl ayat 71, Az-Zukhruf ayat 32);
4. Menciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial (QS. Ar-Radu
ayat 36, Luqman ayat 22).
Ekonomi Syariah yang merupakan bagian dari sistem perekonomian Syariah, memiliki
karakteristik dan nilai-nilai yang berkonsep kepada amar maruf nahi mungkar yang berarti
mengerjakan yang benar dan meninggalkan yang dilarang. Ekonomi Syariah dapat dilihat
dari 4 (empat) sudut pandang, yaitu:
1.Ekonomi Illahiyah (Ke-Tuhan-an)
2.Ekonomi Akhlaq
3.Ekonomi Kemanusiaan
4.Ekonomi Keseimbangan
Ekonomi Ke-Tuhan-an mengandung arti bahwa manusia diciptakan oleh Allah untuk
memenuhi perintah-Nya, yakni beribadah, dan dalam mencari kebutuhan hidupnya, manusia
harus berdasarkan aturan-aturan (Syariah) dengan tujuan utama untuk mendapatkan Ridho
Allah.
Ekonomi Akhlaq mengandung arti bahwa kesatuan antara ekonomi dan akhlaq harus
berkaitan dengan sektor produksi, distribusi, dan konsumsi. Dengan demikian seorang
Muslim tidak bebas mengerjakan apa saja yang diinginkan atau yang menguntungkan tanpa
mempedulikan orang lain.
Ekonomi Kemanusiaan mengandung arti bahwa Allah memberikan predikat
Khalifah hanya kepada manusia, karena manusia diberi kemampuan dan perasaan yang
memungkinkan ia melaksanakan tugasnya. Melalui perannya sebagai Khalifah manusia
wajib beramal, bekerja keras, berkreasi, dan berinovasi.
Ekonomi Keseimbangan adalah pandangan Islam terhadap hak individu dan masyarakat
diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga,
akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan.
Ekonomi yang moderat tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah
sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis. Di samping itu, Islam juga tidak
menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam
mengakui hak individu dan masyarakat secara berimbang.

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa Sistem Ekonomi Syariah mempunyai konsep
yang lengkap dan seimbang dalam segala hal kehidupan, namun penganut ajaran Islam
sendiri, seringkali tidak menyadari hal itu. Hal itu terjadi karena masih berpikir dengan
kerangka ekonomi kapitalis, karena berabad-abad dijajah oleh bangsa Barat, dan juga bahwa
pandangan dari Barat selalu lebih hebat. Padahal tanpa disadari ternyata di dunia Barat
sendiri telah banyak negara mulai mendalami system perekonomian yang berbasiskan
Syariah.
C.Prinsip Ekonomi Islam
Dalam ilmu ekonomi modern masalah pilihan ini sangat tergantung pada macammacam tingkah masing-masing individu. Mereka mungkin atau mungkin juga tidak
memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam ilmu ekonomi Islam,
kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber semau kita.
Dalam hal ini ada pembatasan yang serius berdasarkan ketetapan kitab Suci Al-Quran dan
Sunnah atas tenaga individu. Dalam Islam, kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika
sumber daya ekonomi juga dialokasikan sedemikian rupa, sehingga dengan pengaturan
kembali keadaannya, tidak seorang pun lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk
di dalam kerangka Al-Quran atau Sunnah.
Suka atau tidak, ilmu ekonomi Islam tidak dapat berdiri netral di antara tujuan yang berbedabeda. Kegiatan membuat dan menjual minuman alkohol dapat merupakan aktivitas yang baik
dalam sistem ekonomi modern. Namun hal ini tidak dimungkinkan dalam negara Islam.
Faktor-faktor Produksi dan Konsep Pemilikan
Produksi berarti diciptakannya manfaat, produksi tidak diartikan sebagai menciptakan
secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang pun dapat menciptakan benda. Yang
dapat dilakukan oleh manusia hanyalah membuat barang-barang menjadi berguna, disebut
sebagai dihasilkan. Prinsip fundamental yang harus diperhatikan dalam proses produksi
adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Tidak ada perbedaan sudut pandang apa yang menjadi
faktor-faktor produksi dalam pandangan ekonomi umum dengan ekonomi Islam yakni,
Tanah, Tenaga kerja, Modal dan Organisasi dipandang sama sebagai faktor-faktor produksi.
Perbedaan keduanya adalah dari sudut pandang perlakuan faktor-faktor produksi tersebut.
Dalam pandangan Kapitalisme tanah merupakan hak milik mutlak, sementara dalam
pandangan Sosialis dan Komunis tanah hanya dimiliki negara sementara Islam memandang
Tanah sebagai milik mutlak Allah. Sehingga baik negara maupun masyarakat tidak dapat
mengklaim sebidang tanah bila keduanya mengabaikan tanah tersebut melewati batas waktu

3 tahun. Pemanfaatan atas tanah dalam Islam bukan pada kemampuan seseorang untuk
menguasainya tetapi atas dasar pemanfaatannya. Sehingga fungsi tanah dalam Islam adalah
sebagai hak pengelolaan bukan pada penguasaan.
Masalah krusial hingga kini adalah berkaitan dengan tenaga kerja.
Dalam pandangan Marx, ketidak adilan yang dilakukan para Kapitalis terletak pada
pemenuhan upah yang tidak wajar. Sebagai contoh, para pemilik modal menetapkan hari
kerja 12 jam. padahal pekerja yang bersangkutan dapat memproduksi nilai yang sama dengan
upah subsitensinya dalam 7 jam, maka sisa 5 jam merupakan nilai surplus yang secara harfiah
dicuri oleh para Kapitalis. Islam sangat concern terhadap posisi tenaga kerja Nabi berkata:
Bayarlah upah pekerja sebelum keringatnya kering,
Ucapan Rasulullah tersebut mengisyaratkan betapa hak-hak pekerja harus mendapat
jaminan yang cukup. Islam tidak memperkenankan pekerja bekerja pada bidang-bidang yang
tidak diizinkan oleh syariat. Dalam Islam, buruh bukan hanya suatu jumlah usaha atau jasa
abstrak yang ditawarkan untuk dijual pada para pencari tenaga kerja manusia. Mereka yang
mempekerjakan buruh mempunyai tanggung jawab moral dan sosial. Dengan demikian
sebuah lembaga Islam yang mempekerjakan buruh atau pekerja tidak diperkenankan
membayar gaji mereka dengan tidak sewajarnya (ukuran wajar dapat diukur dengan standar
hidup layak atau menurut ukuran pemerintah seperti UMP). Dan sangat besar dosanya bila
sebuah lembaga Islam yang dengan sengaja tidak mau membayar upah buruhnya dengan
standar kebutuhan, apalagi bila membujuknya dengan kata-kata bahwa, nilai pengorbanan si
buruh tersebut merupakan pahala baginya. Padahal dibalik itu si pemilik modal (si
pejabat)

melakukan pemerasan berkedok agama. Baik si pekerja maupun majikan tidak

boleh saling memeras. Tanggung jawab seorang buruh tidak berakhir ketika

ia

meninggalkan pabrik/usaha majikannya. Tetapi ia juga mempunyai tanggung jawab moral


untuk melindungi kepentingan yang sah, baik kepentingan para majikan maupun para pekerja
yang kurang beruntung.
Ilmu Ekonomi Islam Vs Imu Ekonomi Modern (Konvensional)
Banyak hal yang mendasari perbedaan ekonomi Islam dan ekonomi konvensional
sebagai sebuah ilmu. Bahkan dari landasan berpikir dan asumsi dasar yang dibuat, ilmu
ekonomi Islam sangat berbeda dengan ilmu ekonomi konvensional yang selama ini jamak
diajarkan di lembaga pendidikan. Secara linear, perbedaan ini juga sangat terkait dengan
implementasi ilmu tersebut dalam sebuah sistem perekonomian negara. Eksistensi material
sebuah ilmu secara sederhana dapat dilihat dari tiga pendekatan yang sering digunakan dalam

filsafat umum. Yaitu pendekatan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Pendekatan


ontologis dijadikan sebagai acuan untuk menentukan hakikat dari ilmu ekonomi Islam.
Sedangkan pendekatan epistemologis dipergunakan untuk melihat prinsip-prinsip dasar, ciriciri, dan cara kerja ilmu ekonomi Islam. Dan pendekatan aksiologis diperlukan untuk melihat
fungsi dan kegunaan ilmu ekonomi Islam dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang
dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Secara aksiologis, memang perlu diakui
bahwa pembahasan kedua ilmu ekonomi tersebut cenderung memiliki fungsi yang sama;
bertujuan membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Lewat berbagai macam tools yang tersedia, kesamaan-kesamaan pada sebagian kaidah
kedua ilmu ekonomi tersebut dalam mengatasi persoalan ekonomi, memang merupakan
sebuah kecenderungan umum dalam aktifitas ekonomi yang sifatnya sunnatullah. Walaupun
demikian, ini tidak mutlak karena secara prinsipil ekonomi konvensional lebih
mengedepankan memenuhi keinginan dimensi dunia dan materi belaka, cenderung
individualis. Sedangkan dalam ekonomi Islam terdapat fungsi sosial lewat berbagai macam
aktivitas seperti zakat, wakaf, dan infaq, yang memang secara inheren merupakan bagian dari
pelaksanaan Ibadah kepada-Nya. Tetapi secara ontologis, apalagi secara epistemologis, ilmu
ekonomi Islam semakin jelas sangat berbeda dengan ekonomi konvensional. Secara ontologis
atau hakikat ilmu, ilmu ekonomi Islam membahas dua disiplin ilmu secara bersamaan. Kedua
disiplin ilmu itu adalah ilmu ekonomi murni dan ilmu fiqh muamalat.
Dengan demikian, dalam operasionalnya, ilmu ekonomi dalam perspektif Islam akan
selalu menyandarkan segala analisis ekonomi pada pedoman Alquran dan Hadits Nabi SAW.
Terdapat kaidah asal dari segala sesuatu adalah dibolehkan kecuali ada sebuah dalil yang
mengharamkannya, sehingga tafsiran ilmu ekonomi tidak semata berdasarkan pemikiran
rasional saja. Ia harus memiliki justifikasi yang kuat berdasarkan prinsip syariah. Begitu pula
dari aspek epistemologis atau prinsip-prinsip dasar yang melandasi. Mengutip pernyataan
Yusuf Qardhawi (2004), ilmu ekonomi Islam memiliki tiga prinsip dasar yaitu tauhid, akhlak,
dan keseimbangan. Dua prinsip yang pertama kita sama-sama tahu pasti tidak ada dalam
landasan dasar ekonomi konvensional. Prinsip keseimbangan pun, dalam praktiknya, justru
yang membuat ekonomi konvensional semakin dikritik dan ditinggalkan orang.
Seluruh lingkaran aktivitas ekonomi dapat dijelaskan dengan bantuan dua grafik
dibawah sebagai berikut:
(A)Ilmu Ekonomi Islam

(B)Ilmu Ekonomi Modern

A.(1)Manusia(Sosial namun religius)

B (1) Manusia (sosial)

A. (2)

A. (3)

B. (2)

Kebutuhan-

Kekurangan

Kebutuhan-

kebutuhan tidak

sarana

kebutuhan tidak

terbatas
(E) masalah-masalah ekonomi

B.(3).
Kekurangan sarana

terbatas
(E) masalah-masalah ekonomi

A. (4) Pilihan di antara alternatif B. (4) Pilihan di antara alternatif (dituntun


(dituntun oleh nilai Islam)

oleh kepentingan individu)

A. (5) Pertukaran terpadu dan transfer B. (5) Pertukaran dituntun oleh


Satu arah (dituntun oleh etika Islami, kekuatan pasar
kekuatan bukan pasar)

D.Sistem Ekonomi Islam


Suatu sistem ekonomi Islam harus bebas dari bunga (riba), riba merupakan pemerasan
kepada orang yang sesak hidupnya (terdesak oleh kebutuhan). Islam sangat mencela
penggunaan modal yang mengandung riba. Dengan alasan inilah, modal telah menduduki
tempat yang khusus dalam ilmu ekonomi Islam. Negara Islam mempunyai hak untuk turun
tangan bila modal swasta digunakan untuk merugikan masyarakat. Tersedia hukuman yang
berat bagi mereka yang menyalahgunakan kekayaan untuk merugikan masyarakat.
Lagi pula hanya sistem ekonomi Islam yang dapat menggunakan modal dengan benar
dan baik, karena dalam sistem Kapitalis modern kita dapati bahwa manfaat kemajuan teknik
yang dicapai oleh ilmu pengetahuan hanya bisa dinikmati oleh masyarakat yang relatif kaya,
yang pendapatannya melebihi batas pendapatan untuk hidup sehari-hari. Mereka yang hidup
sekedar cukup untuk makan sehari-hari terpaksa harus tetap menderita kemiskinan abadi,
karena hanya dengan mengurangi konsumsi hari ini ia dapat menyediakan hasil yang kian
bertambah bagi hari esok, dan kita tidak bisa berbuat demikian kecuali bila pendapatan kita
sekarang ini bersisa sedikit di atas keperluan hidup sehari-hari.
Tetapi Islam melindungi kepentingan si miskin dengan memberikan tanggung jawab
moral terhadap si kaya untuk memperhatikan si miskin. Islam mengakui sistem hak milik
pribadi secara terbatas, setiap usaha apa saja yang mengarah ke penumpukan kekayaan yang
tidak layak dalam tangan segelintir orang, dikutuk! Al-Quran menyatakan agar si kaya
mengeluarkan sebagian dari rezekinya untuk kesejahteraan masyarakat, karena kekayaan

harus tersebar dengan baik. Dengan cara ini, Islam menyetujui dua pembentukan modal yang
berlawanan yaitu konsumsi sekarang yang berkurang dan konsumsi mendatang yang
bertambah. Dengan demikian memungkinkan modal memainkan peranan yang sesungguhnya
dalam proses produksi. Karena itu tingkat keuntungan pada usaha ekonomi yang khusus
antara lain dapat digunakan sebagai salah satu sarana penentuan modal.
Kelihatannya tiak ada ciri-ciri istimewa yang dapat dianggap sebagai organisasi dalam
suatu kerangka Islam. Tetapi ciri-ciri khusus berikutnya dapat diperhatikan, untuk memahami
peranan organisasi dalam ekonomi Islam. Pertama, dalam ekonomi Islam pada hakikatnya
lebih berdasarkan ekuiti (equity-based) daripada berdasarkan pinjaman (loan-based), para
manajer cenderung mengelola perusahaan yang bersangkutan dengan pandangan untuk
membagi deviden di kalangan pemegang saham atau berbagi keuntungan diantara mitra sutau
usaha ekonomi. Kekuatan kekuatan koperatif melalui berbagai bentuk investasi berdasarkan
persekutuan dalam bermacam-macam bentuk (mudaraba, musyarika, dll).
Kedua, pengertian keuntungan biasa mempunyai arti yang lebih luas dalam kerangka
ekonomi Islam karena bunga pada modal tidak diperkenankan. Modal manusia yang
diberikan manajer harus diitegerasikan dengan modal yang berbentuk uang. Pengusaha
penanam modal dan usahawan menjadi bagian terpadu dalam organisasi dimana keuntungan
biasa menjadi urusan bersama.
Ketiga, karena sifat terpadu organisasi inilah tuntutan akan integritas moral, ketetapan
dan kejujuran dalam perakunan (accounting) barangkali jauh lebih diperlukan daripada dalam
organisasi sekular mana saja, dimana para pemilik modalnya mungkin bukan meruapakn
bagian ari manajemen. Islam menekankan kejujuran, ketepatan dan kesungguhan dalam
urusan perdagangan, karena hal itu mengurangi biaya penyediaan (supervisi) dan
pengawasan. Faktor manusia dalam produksi dan strategi usaha barangkali mempunyai
signifikansi lebih diakui dibandingkan dengan strategi manajemen lainnya yang didasarkan
pada memaksimalkan keuntungan atau penjualan.
Dapat disimpulkan bahwa sistem produktif dalam negara Islam harus dikendalikan
dengan kriteria objektif maupun subjektif. Kriteria objektif diukur dengan kesejahteraan
material, seangkan kriteria subjektif harus tercermin dalam kesejahteraan yang harus dinilai
dari segi etika ekonomi Islam.
Dalam Islam, faktor produksi tidak hanya tunduk pada proses perubahan sejarah yang
didesak oleh banyak ke-kuatan berlatar belakang penguangan / monetization tenaga kerja,
tanah dan modal, timbulnya negara nasional dari kerajaan feodal dan sebagainya, tetapi juga
pada kerangka moral dan etika abadi sebagaimana tertulis dalam syariat. Tanah tidak

dianggap sebagai hak kuno istimewa dari negara dan kekuasaan, tetapi dianggap sebagai
sarana untuk meningkatkan produksi yang digunakan demi kesejahteraan individu dan
masyarakat.
Konsep hak milik pribadi dalam Islam bersifat unik, dalam arti bahwa pemilik mutlak
segala sesuatu yang ada di bumi dan langit adalah Allah. manusia hanyalah khalifah di muka
bumi. Pada umumnya terdapat ketentuan syariat yang mengatur hak milik pribadi.
E. Pembiayaan dalam Ekonomi Islam
Beberapa aspek pembiayaan dalam Islam cukup bervariasi, jika dalam ekonomi
modern pemerintah memperoleh pendapatan dari sumber pajak, bea cukai dan pungutan,
maka Islam lebih memperkayanya dengan zakat, jizyah, kharaj (pajak bumi), harta rampasan
perang.
Meskipun nilai nominal zakat lebih kecil dari pajak dalam ekonomi modern tetapi
pemberlakukan distribusinya lebih efektif. Sebagai contoh pada masa depresi di Amerika
tahun 1929 (jatuhnya bursa saham di New York), ahli makro ekonomi Keynes, menyarankan
agar masyarakat Amerika yang berduit melakukan konsumsi tinggi salah satu penyebab
terjadinya depresi ekonomi adalah akibat terkonsentrasinya modal

pada segelintir orang

diharapkan dengan konsumsi tinggi akan mengalir dana dan menjadi efek rembes ke
kemasyarakat. Akan tetapi efek rembes dana dari orang kaya biasanya mengalir lambat
pada orang miskin,
Keunggulan pembangunan Islam yang mengacu pada meningkatnya output dari setiap
jam kerja yang dilakukan, bila dibandingkan dengan konsep modern, disebabkan karena
keinginan pembangunan ekonomi dalam Islam tidak hanya timbul dari masalah ekonomi
abadi manusia, tetapi juga dari anjuran Ilahi dalam Quran dan Sunnah. Pertumbuhan output
per kapita, di satu pihak tergantung pada sumber daya alam dan di lain pihak pada perilaku
manusia. Tetapi sumber daya alam saja bukan merupakan kondisi yang cukup untuk
pembangunan ekonomi, juga bukan sesuatu yang mutlak diperlukan.
F. Perdagangan dalam Ekonomi Islam
Pada perekonomian modern atau perekonomian pasar, perdagangan dan distribusi memegang
peranan penting. Fungsi perdagangan adalah menyampaikan barang dari produsen kepada
konsumen. Adakalanya fungsi ini tetap berada pada perusahaan yang bersangkutan. Namun
kegiatan produksi dapat dipisahkan dari kegiatan perdagangan secara fungsional.
Jasa yang diberikan oleh unsur perdagangan antara lain adalah: bagi produsen, perdagangan
dapat menjamin sampainya baeang kepada konsumen. Bagi produsen, perdagangan
menyediakan barang yang diperlukan dalam jumlah dan waktu yang tepat.

Kegiatan perdagangan merupakan kegiatan ekonomi yang telah berkembang jauh sebelum
islam. Kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang dibolehkan dalam islam. Hal ini
dapat dilihat dari petunjuk-petunjuk sebagai berikut:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan
yang bathil (tidak sah), kecuali dengan perniagaan atas dasar suka sama suka diantara
kamu.(Q.S. An-Nisaa (4):29
Akhlak Islam dalam Perdagangan
Didalam jual-beli/ perdagangan pada umumnya dikenal adanya aturan permainan, baik
berupa aturan tertulis maupun tidak tertulis. Tujuan dari aturan permainan tersebeut adalah
agar dalam jual-beli atau perdagangan itu tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Petunjuk-petunjuk islam yang menyangkut Akhlak/ etika jual beli dan perdagangan dapat kita
temukan dalam ayat al-Quran dan hadist.diantara etika tersebut adalah sebagai berikut:
1. Jual beli atas dasar suka sama suka (Q.S. An-Nisaa (4):29)
2. Khiar (pilihan untuk meneruskan atau membatalkan transaksi)
3. Menyempurnakan takaran dan timbangan
4. Perikatan diadakan secara tertulis
5. Larangan jual beli Ghoror ( jual beli sistem ijon, diamana jual beli tersebut belum
pasti benar)
6. Larangan menimbun, yang menyebabakan terputusnya sistem distribusi barang.

G.Langkah Strategis dalam Memperkuat Ekonomi Islam


Langkah Strategis Dalam memperkuat sistem ekonomi syariah, paling tidak terdapat
tiga langkah strategis yang harus dilakukan oleh kaum Muslimin secara bersama-sama, baik
para alim ulama dan para tokoh, para pakar, dan masyarakat secara luas, sebagai realisasi dari
hasil Kongres Umat Islam tersebut, yaitu pengembangan ilmu ekonomi syariah,
pengemabngan sistem ekonomi syariah dalam bentuk regulasi dan peraturan, serta
pengembangan ekonomi umat.
Pertama, pengembangan ilmu ekonomi syariah dapat dilakukan melalui dunia
pendidikan formal maupun non formal, baik itu di kampus-kampus, lembaga penelitian
ilmiah, kelompok-kelompok kajian, media massa, pondok-pondok pesantren dan lainnya.

Kedua, ditumbuh embangkan regulasi-regulasi yang mendukung penguatan ekonomi


syariah dalam praktik, baik melalui institusi keuangan maupun melalui kegiatan bisnis dan
usaha riil
Ketiga, ketika ekonomi syariah dikembangkan dan didukung oleh sebuah sistem yang
baik, maka yang paling penting adalah membangun perekonomian umat secara nyata,
sehingga bisa dirasakan secara lebih luas oleh masyarakat dalam bentuk pengembangan
sektor riil dengan ditopang oleh lembaga keuangan yang berbasis syariah. Sehingga pada
akhirnya diharapkan produktivitas dan kegiatan ekonomi masyarakat akan lebih meningkat.
Kita berharap sistem ekonomi syariah (dengan langkah-langkah tersebut di atas) akan
berkembang dari ekonomi alternatif menjadi satu-satunya sistem ekonomi yang mampu
mensejahterakan umat dan bangsa kita, sekarang maupun di masa yang akan datang
H. Kontribusi Para Ilmuwan Muslim Terhadap Perkembangan Ilmu Ekonomi
Schumpeter (1954) menulis sebuah buku yang berjudul History of Economic
Analysis, yang berisikan tentang pondasi dan pemikiran dasar ilmu ekonomi dan
perkembangannya. Dalam bukunya tersebut, ia menjelaskan sejarah perkembangan ekonomi
yang terjadi di dunia. Hal yang menarik adalah setelah akhir masa keemasan Graceo Roma di
abad ke-8 Masehi, sangat sedikit sekali ditemukan pemikiran dan teori ekonomi yg signifikan
dihasilkan, bahkan masa ini berjalan hingga abad ke-13 yang ditandai dengan masa St.
Aquinas (1225-1274 M).
Selama kurang lebih lima abad tersebut, tidak begitu banyak teori dan karya ekonomi
yg dihasilkan oleh para pemikir di dunia barat. Schumpeter bahkan menyebutnya sebagai
Great Gap, atau terjadi jurang atau jarak yang besar diantaranya. Bila diteliti lebih dalam,
ternyata pada saat tersebut adalah masa kegelapan dunia barat (dark age) terhadap dunia
keilmuan dan sains. Pada saat itu pengaruh gereja (Church Father) sangatlah kental terasa,
dimana mereka membatasi para ahli dan ilmuwan untuk menghasilkan karya ilmiah,
termasuk karya di bidang ekonomi. Bahkan seseorang dapat dianggap membelot dari ajaran
Tuhan bila bertentangan dengannya, dan hukuman mati pun akan diberikan padanya.
Pada abad kegelapan tersebutlah, dunia barat mengalami kemunduran di bidang
keilmuan. Di sisi lain, ternyata abad kegelapan yang dialami oleh dunia barat justru
berbanding terbalik dengan perkembangan keilmuan pada dunia Islam. Pada masa tersebut
adalah masa keemasan umat Islam, dimana banyak para ilmuwan muslim berhasil
memberikan karya-karya ilmiah yang signifikan, salah satunya dalam perkembangan dunia

ilmu ekonomi. Banyak ilmuwan muslim yang menulis, meneliti, dan menghasilkan teori-teori
ekonomi yang hasilnya hingga sekarang masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan.
Beberapa ilmuwan muslim yang berhasil menghasilkan karya fenomenal pada teori
ekonomi diantaranya adalah Ibnu Taimiyyah, Ibnu Rushd, Ibnu Khaldun, Al Ghazali, dan
masih banyak lagi. Ibnu Taimiyyah, misalnya, berhasil mengeluarkan teori yang dikenal
dengan price volatility atau naik turunnya harga di pasar. Dia menyatakan bahwa: Sebab
naik turunnya harga di pasar bukan hanya karena adanya ketidakadilan yang disebabkan
orang atau pihak tertentu, tetapi juga karena panjang singkatnya masa produksi (khalq) suatu
komoditi. Jika produksi naik dan permintaan turun, maka harga di pasar akan naik,
sebaliknya jika produksi turun dan permintaan naik, maka harga di pasar akan turun. Teori
ini kalau kita kaji lebih dalam adalah menyangkut hukum permintaan dan penawaran (supply
and demand) di pasar, yang kini justru secara ironi diakui sebagai teori yang berasal dari
dunia barat.
Tokoh lainnya yang berhasil memberikan kontribusi besar adalah Ibnu Rushd
(Aveorrus). Roger E. Backhouse (2002), menulis sebuah buku yang berjudul The Penguin
History of Economic, yang didalamnya memuat tentang karya yang dihasilkan oleh Ibnu
Rushd. Ia menghasilkan sebuah teori dengan memperkenalkan fungsi keempat dari uang
yaitu sebagai alat simpanan daya beli dari konsumen, yang menekankan bahwa uang dapat
digunakan kapan saja oleh konsumen untuk membeli keperluan hidupnya. Sebelumnya,
Aristoteles menyebutkan bahwa fungsi uang itu ada tiga, yaitu: sebagai alat tukar, alat untuk
mengukur nilai, dan sebagai cadangan untuk konsumsi di masa depan. Ibnu Rushd juga
membantah Aristoteles tentang teori nilai uang, dimana nilainya tidak boleh berubah-ubah.
Ibnu Rushd menyatakan bahwa uang itu tidak boleh berubah karena dua alasan, pertama,
uang berfungsi sebagai alat untuk mengukur nilai, maka sama seperti Allah SWT yang Maha
Pengukur, Dia pun tak berubah-ubah, maka uang sebagai pengukur keadaannya tidak boleh
berubah. Kedua, uang berfungsi sebagai cadangan untuk konsumsi masa depan, maka
perubahan padanya sangatlah tidak adil. Dari kedua alasan tersebut, maka sesungguhnya nilai
nominal uang itu harus sama dengan nilai intrinsiknya.
Ahli lainnya adalah Ibnu Khaldun yang menghasilkan teori pengembangan dan
pembangunan sosial dan ekonomi yang berdampak pada kesejahteraan.Umer Chapra (2000),
menyatakan bahwa Ibnu Khaldun berhasil memberikan pencerahan pada dunia ekonomi,
dimana peran negara sangatlah penting dalam pembangunan sosial. Ibnu Khaldun
menekankan bahwa syariah tidak akan tegak jika tidak melalui peran negara atau penguasa,
negara tidak akan berjalan baik tanpa adanya implementasi hukum syariah. Negara atau

pemerintahan tidak akan berjalan baik tanpa adanya orang (khalifah). Keberlangsungan orang
tidak akan berjalan tanpa adanya kapital/harta (al maal). Harta didapatkan dari pembangunan
yang signifikan (imarat), dan pembangunan tidak akan berjalan tanpa adanya keadilan, dan
keadilan adalah salah satu kriteria manusia dihisab oleh Allah SWT. Maka, menurut Ibnu
Khaldun penerapan syariah pada negara tidak akan tegak tanpa didasari oleh keadilan di
bidang sosial dan ekonomi. Tokoh selanjutnya adalah Al Ghazali yang menyatakan bahwa
kebutuhan hidup manusia itu terdiri dari tiga, kebutuhan primer (darruriyyah), sekunder
(hajiat), dan kebutuhan mewah (takhsiniyyat). Teori hirarki kebutuhan ini kemudian diambil
oleh William Nassau Senior yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia itu terdiri dari
kebutuhan dasar (necessity), sekunder (decency), dan kebutuhan tertier (luxury). Al Ghazali
juga menyatakan tentang tujuan utama dari penerepan syariah adalah masalah religi atau
agama, kehidupan, pemikiran, keturunan, dan harta kekayaan yang bersangkutan dengan
masalah ekonomi. Masih banyak karya-karya lainnya yang dihasilkan oleh para ilmuwan
muslim terhadap perkembangan ilmu ekonomi. Hal yang menyedihkan justru teori-teori
mereka diklaim berasal dari barat, padahal kalau kita kaji teori ekonomi yang signifikan pada
dunia barat, pertama kali dihasilkan oleh seorang profesor dari University of Glasgow yang
bernama Adam Smith pada bukunya An Inquiry Into The Nature and Cause Of The Wealth
of Nations. Buku tersebut dihasilkan pada abad ke-18, yang bahkan isinya banyak terdapat
kemiripan dengan buku Muqaddimah karya Ibn Khaldun yang dihasilkan beberapa abad
sebelumnya. Kontribusi besar para ilmuwan ekonomi Islam inilah yang harus kita jadikan
acuan untuk terus belajar dan menghasilkan karya-karya signifikan, baik dalam bidang ilmu
ekonomi, maupun ilmu-ilmu lainnya sesuai dengan keahlian kita masing-masing.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Ada suatu kenyataan selama ini, bahwa kemajuan dunia barat telah menggemerlapkan
penglihatan umat islam, berbagai hasila yang telah mereka capai dengan nilai-nilai ekonomi
yang mereka anut telah menjadikan umat meyakini kebenaran niali-nilai tersebut. Kitapun
menganut dan dan mulai menerpakannya dalam perekonomian, dengan harapan akan
terciptanya kemakmuran bagi umat islam.
Perlu diketahui bahwa tidak ada suatu sistem atau nilai apapun yang diterima oleh
masyarakat jika tidak sesuai dengan nilai atau norma yang telah dianut oleh masyarakat
tersebut. Islam memiliki sistem ekonomi yang mengungguli sistem ekonomi lainnya yang

merupakan buah tangan manusia. Sistem ekonomi islam adalah sebuah sistem yang
berdasarkan ajaean ilahi, yang kesesuaiannya dengan umat dapat dipastikan. Hanya ekonomi
islamlah yang dapat membantu umat mencapai kesejahteraannya.
Ekonomi islam dapat dilihat dari 4 (empat) sudut pandang, yaitu:
1.Ekonomi Illahiyah (Ke-Tuhan-an)
2.Ekonomi Akhlaq
3.Ekonomi Kemanusiaan
4.Ekonomi Keseimbangan
B.Saran
Ekonomi Islam harus dikembangkan dan didukung oleh sebuah sistem yang baik,
maka yang paling penting adalah membangun perekonomian umat secara nyata, sehingga
bisa dirasakan secara lebih luas oleh masyarakat dalam bentuk pengembangan sektor riil
dengan ditopang oleh lembaga keuangan yang berbasis syariah. Sehingga pada akhirnya
diharapkan produktivitas dan kegiatan ekonomi masyarakat akan lebih meningkat. Kita
berharap sistem ekonomi syariah (dengan langkah-langkah tersebut di atas) akan berkembang
dari ekonomi alternatif menjadi satu-satunya sistem ekonomi yang mampu mensejahterakan
umat dan bangsa kita, sekarang maupun di masa yang akan datang.
About these ads

Anda mungkin juga menyukai