Anda di halaman 1dari 2

Latar belakang pemikiran:

Untuk mengungkapkan kerinduan manusia untuk berelasi dengan Sang Khaliq ada istilah
istilah yang khas, yakni: pengalaman religius. Melalui istilah tersebut, ditunjukkan bahwa relasi
manusia dengan Sang Ilahi terjadi di dalam situasi konkrit-faktual dan duniawi dan sangat
manusiawi. Harapan dan damba manusia akan kedekatan pada Misteri Ilahi (= untuk memperoleh
keselamatan) tidak bersifat melayang-layang di surga, melainkan terjadi hic et nunc, nyata.
Sebabnya adalah bahwa pemahaman akan adanya Sang Ilahi muncul dari pengalaman konkrit
manusia ketika berhadapan dengan alam di sekitarnya. Demikian pula, ketika manusia berjuang
untuk memperoleh keselamatan. Pencapaian akan keselamatan tidak dapat dilepaskan dari alam,
realitas, kehidupan manusia yang bersangkutan.
Secara negatif, ditekankan bahwa korelasi manusia dengan Sang Ilahi tidak dapat dilepaskan
dari alam, realitas kehidupan manusia. Korelasi tersebut tidak terpisahkan dari dunia. Dalam
pengalaman, manusia berhadapan dengan masalah-masalah dasariah kehidupan: mengapa manusia
hidup, dari mana asal dan ke mana tujuan hidup; mengapa ada kebahagian, kesengsaraan dan
kematian; mengapa manusia terbatas. Atas dasar pengalaman manusia sebagai makhluk yang terbatas,
disadari bahwa jawaban persoalan tentang arti kehidupan itu ditemukan pada Dhat Lain, Misteri
Ilahi yang tak terbatas. Manusia mempunyai kerinduan untuk berhubungan secara dekat dengan Dhat
Ilahi tersebut, sehingga muncul istilah religius, mengikat kembali (kata latin = religare).
Damba itu, pada kenyataannya, diwujudnyatakan secara konkrit melalui proses olah pikir
manusia, kebudayaan. Melalui dan dalam proses pembudayaan, relasi dengan yang Ilahi mengerucut
menjadi institusi real yang disebut agama, aneka jalan/cara (menuju pada Yang Ilahi). Penghayatan
manusia akan kedekatan dan harapan akan kedekatan pada Sang Ilahi diwujudkan dalam dan melalui
agama-agama. Dengan demikian, dalam dan melalui praksis kehidupan dan penghayatan agama relasi
manusia dengan Ilahi menjadi lebih jelas dan nyata. Memang, penghayatan agama tidak dapat
dilepaskan dari dunia nyata. Agama pada dasarnya secara eksistensial muncul dan berkembang
sebagai dampak kesadaran manusia akan adanya Misteri Transenden dan Imanen atas kehidupan
nyata.
Fakta sekarang menunjukkan bahwa ada begitu banyak agama di muka bumi. Pada
hakekatnya pluralitas agama adalah wajar dan manusiawi, sesuai dengan kodrat alam semesta dan
juga manusia yang bersifat plural. So, pluralitas sama sekali tidak bersifat negatif dan problematis.
Akan tetapi, pluralitas menjadi problema, ketika berubah arah menjadi pluralisme. Pluralitas berubah
menjadi pluralisme, ketika pluralitas diperlakukan sebagai kondisi yang (dicap sebagai) bersifat tetap,
stagnan.
Dalam hal relasi dengan Sang Khaliq, pluralitas berubah menjadi pluralisme, ketika
keanekaragaman penghayatan kesadaran akan Sang Ilahi dipahami sebagai institusi yang
fundamental. Bahkan, lebih dari itu, muncul pemahaman bahwa institusi (kesadaran akan Yang Ilahi)
menentukan manusia dalam bersikap dan memberi pemahaman terhadap realitas-alam, arti-makna
kehidupan dan bagaimana manusia harus menjalankan kehidupan, bahkan menentukan eksistensi
Sang Ilahi. Dampaknya, penghayatan agama yang pada awalnya bersifat universal, umum menjadi
menjadi bersifat partial.
Yang penting dan tetap perlu dijaga adalah bahwa:
a. Praksis agama muncul dari kesadaran rasional akan Kekuatan di luar batas akal manusia;
b. Agama dan segala unsur yang dicakup di dalamnya adalah hasil proses kebudayaan / pikir
manusia;
c. Sebagai hasil kebudayaan, agama bersifat jamak (plural) dan terbatas; akan tetapi
keterbatasan agama tidak mengurangi peran agama, yakni dibuat oleh manusia untuk
kepentingan manusia;
d. Damba manusia untuk mencapai KESELAMATAN (yang bersifat imani yang nonrasional) diperjuangkan secara konkrit dan rasional selama masa hidup manusia;

PEMILIHAN TOPIK
Berdasarkan latarbelakang tersebut di atas, ada begitu banyak hal (topik) yang dapat dibicarakan
mengenai pengalaman religius dan/atau agama.
1. Jika berbicara mengenai pengalaman religius dan / atau agama, hal (topik) apakah yang
paling menarik anda?
2. Berikanlah alasan, bahwa topik tersebut menarik?
3. Buatlah kerangka pikir sebuah artikel ilmiah atas topik yang Anda pilih.
CATATAN:
1) Pemilihan topik mengenai pengalaman religius dan/atau agama bersifat individual;
2) Topik bersifat bebas, mana suka;
3) Jika topik menyangkut sebuah agama, sangat dianjurkan, bahwa hal itu sesuai dengan agama
yang dianut;
4) Topik dan Kerangka berpikir akan dikumpulkan dan dilihat secara bersama (saling koreksi).
Ini sebagai tahap pertama draft artikel ilmiah;
5) Kerangka topik yang dipilih tersebut, akan menjadi sebuah artikel ilmiah mengenai
pengalaman religius dan/atau agama.
Semarang, 14 Nov 2013
Koord MKU Pend. Agama/Religiositas
Drs. St. Hardiyarso, M. Hum

Anda mungkin juga menyukai