Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh
gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit
ISPA

(P2ISPA)

semua

bentuk

pneumonia

baik

pneumonia

maupun

bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002).


Peradangan tersebut mengakibatkan jaringan pada paru terisi oleh cairan dan
tak jarang menjadi mati dan timbul abses (Prabu, 1996:37). Penyakit ini umunya
terjadi pada anak anak dengan ciri ciri adanya demam, batuk di sertai napas cepat
(takipnea) atau napas sesak. Defenisi kasus tersebut hingga kini digunakan dalam
program pemberantasan dan penanggulangan ISPA oleh Departemen Kesehatan RI
setelah sebelumnya di perkenalkan oleh WHO pada tahun 1989.

B. EPIDEMOLOGI
Pneumonia dapat terjadi di semua negara tetapi data untuk perbandingan
sangat sedikit, terutama di negara berkembang. Di Amerika pneumonia merupakan
penyebab kematian keempat pada usia lanjut, dengan angka kematian 169,7
per100.000 penduduk. Tingginya angka kematian padan pneumonia sudah dikenal
sejak lama, bahkan ada yang menyebutkan pneumonia sebagai teman pada usia
lanjut. Usia lanjut merupakan risiko tinggi untuk pneumonia, hal ini juga tergantung
6

pada keadaan pejamu dan berdasarkan tempat mereka berada. Pada orang-orang
yang tinggal di rumah sendiri insidens pneumonia berkisar antara 25 44 per 1000
orang dan yang tiaggal di tempat perawatan 68 114 per 1000 orang. Di rumah sakit
pneumonia usia lanjut insidensnya tiga kali lebih besar daripada penderita usia muda.
Sekitar

38 orang pneumonia usia lanjut yang didapat di masyarakat, 43%

diantaranya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan


virus influenza B; tidak ditemukan bakteri gram negatif. Lima puluh tujuh persen
lainnya tidak dapat diidentifikasi karena kesulitan pengumpulan spesimen dan
sebelumnya telah diberikan antibiotik. Pada penderita kritis dengan penggunaan
ventilator mekanik dapat terjadi pneumonia nosokomial sebanyak 10% sampai 70%.
Berdasarkan data WHO/UNICEF tahun 2006 dalam Pneumonia: The
Forgotten Killer of Children, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia untuk
kasus pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa.
Diperkirakan sekitar separuh dari total kasus kematian pada anak yang menderita
pneumonia di dunia disebabkan oleh bakteri pneumokokus.
Pneumonia (radang paru), salah satu penyakit akibat bakteri pneumokokus
yang menyebabkan lebih dari 2 juta anak balita meninggal. Pneumonia menjadi
penyebab 1 dari 5 kematian pada anak balita. Streptococcus pneumoniae merupakan
bakteri yang sering menyerang bayi dan anak-anak di bawah usia 2 tahun. Sejauh ini,
pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah lima
tahun (balita).

C. KLASIFIKASI
Menurut

buku

Pneumonia

Komuniti,

Pedoman

Diagnosis

dan

Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,


2003

menyebutkan

tiga

klasifikasi

pneumonia.

Berdasarkan

klinis

dan

epidemiologis:

Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).


1) Pneumonia

nosokomial,

(hospital-acquired

pneumonia/nosocomial

pneumonia).
2) Pneumonia aspirasi.
3) Pneumonia pada penderita immunocompromised.
Berdasarkan Anatominya klasifikasi Peneumonia di bagi :
a. Pneumonia Lobaris
pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon
bronkus) baik kanan maupun kiri.
b. Pneumonia Interstitial
Merupakan pneumonia yang dapat terjadi pada dinding alveolar
c. Bronchopneumonia
Merupakan pneumonia yang dapat terjadi pada ujung bronkhiolus yang dapat
tersumbat eksudat mukopuren untuk membentuk bercak konsolidasi pada
lobus
Berdasarkan bakteri penyebab:
1. Pneumonia bakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan
dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja,
dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang
terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit
pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh
rendah

dan

menjadi

sangat

rentan

terhadap

penyakit

itu.

Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak
paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di
paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat
8

menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah


kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut.
Gejalanya
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan
satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada
saluran

pernapasan

dapat

mengakibatkan

pneumonia

disebabkan

mukus

(cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paruparu. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka,
misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca
infeksi influenza. Pneumonia Atipikal. Disebabkan mycoplasma, legionella, dan
chalamydia.
2. Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan
bakteri hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa
menyebabkan pneumonia juga).
Gejalanya
Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam,
batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam
penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas
tinggi disertai membirunya bibir. Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi
pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah
satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang kental dan
berwarna hijau atau merah tua.

3.Pneumonia jamur,

sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita


dengan daya tahan lemah (immunocompromised).

D. ETIOLOGI
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh
bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai
usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu
pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia
akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya
meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus
yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas,
pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian
besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila
infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang
menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).

c. Mikoplasma

10

Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit


pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri,
meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi
paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika
ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru
(Djojodibroto, 2009).

E. MANIFESTASI KLINIS
a. Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas
atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian
penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit
kepala (Misnadiarly, 2008).
b. Tanda

11

Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia antara lain :


a. Batuk nonproduktif
b. Ingus (nasal discharge)
c. Suara napas lemah
d. Penggunaan otot bantu napas
e. Demam
f. Cyanosis (kebiru-biruan)
g. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
h. Sakit kepala
i. Kekakuan dan nyeri otot
j. Sesak napas
k. Menggigil
l. Berkeringat
m. Lelah
n. Terkadang kulit menjadi lembab
o. Mual dan muntah

F. FAKTOR RESIKO
12

Faktor-faktor resiko terkena pneumonia, antara lain: Infeksi Saluran Nafas Atas
(ISPA), usia lanjut, alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan,
Jenis kelamin laki-laki, Gizi kurang, Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat ASI
memadai, Polusi udara, Kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak memadai,
efisiensi vitamin A dan penyakit kronik menahun.
Selain faktor-faktor resiko diatas, faktor-faktor di bawah ini juga mempengaruhi
resiko dari pneumonia :
1. Individu yang mengidap HIV;
2. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang;
3. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung;
4. Karena muntah air akibat tenggelam;

G. PATOFISIOLOGI
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
1.

Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
13

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan


otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2.

Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan
pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
3.

Stadium III (3 8 hari)


Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.

4.

Stadium IV (7 11 hari)

14

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaaan fisik :
1.

Inspeksi :
pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela
iga.

2.

Palpasi :
Sistem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.

3.

Perkusi :
Sonor memendek sampai beda

4.

Auskultasi :
Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah
gelembung halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya

daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada
perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi

15

terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa


pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

b. Pemeriksaan penunjang
1. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (mis. Lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering
virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan
pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan
infeksi virus atau mycoplasma.
2.

Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

3.

Peningkatan LED.

4.

Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain

kultur dahak biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat
swab).
5.

Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada

stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

16

I. DIAGNOSIS BANDING
1) Bronkiolitis
2) Aspirasi pneumonia
3) Tb paru primer

J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
Oksigen 1-2 L/menit.
IVFD dekstrose 10 % : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip.
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia community base :
- Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
- Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
- Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
17

- Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

K. KOMPLIKASI
1.

Pneumothorax
Udara dari alveolus yang pecah di sebabkan karena sumbatan atau
peradangan di saluran bronkioli yang membuat udara bisa masuk namun
tidak bisa keluar. Lambat laun alveolus menjadi penuh sehingga tak kuat
menampung udara dan pecah.

2.

Empiyema (peradangan di paru)


Peradangan terjadi karena kuman atau bakteri berhasil di lokalisasi oleh
pertahanan tubuh namun tidak dapat di basmi akhirnya muncul nanah dan
mengumpul di antara paru paru dan dinding dada

18

Anda mungkin juga menyukai