Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG
Varikokel, varicocele, adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis

akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria.
Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41%
pria yang mandul menderita varikokel.
Dekade terakhir ini, pembahasan varikokel mendapat perhatian karena potensinya
sebagai penyebab terjadinya disfungsi testis dan infertilitas pada pria. Diperkirakan sepertiga pria
yang mengalami gangguan kualitas semen dan infertilitas adalah pasien varikokel (bervariasi 19
- 41%). Akan tetapi tidak semua pasien varikokel mengalami gangguan fertilitas, diperkirakan
sekitar 20 - 50% didapatkan gangguan kualitas semen dan perubahan histologi jaringan testis.
Perubahan histologi testis ini secara klinis mengalami pengecilan volume testis. Pengecilan
volume testis bagi sebagian ahli merupakan indikasi tindakan pembedahan khususnya untuk
pasien pubertas yang belum mendapatkan data kualitas semen. Salah satu cara pengobatan
varikokel adalah pembedahan. Keberhasilan tindakan pembedahan cukup baik. Terjadi
peningkatan volume testis dan kualitas semen sekitar 50 - 80% dengan angka kehamilan sebesar
20 - 50%. Namun demikian angka kegagalan atau kekambuhan adalah sebesar 5 - 20%.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

STRUKTUR ANATOMI DAN FUNGSI TESTIS


Testis adalah organ genitalia pria yang pada orang normal jumlahnya ada dua dan

masing-masing terletak didalam skrotum kanan dan kiri. Bentuknya ovoid dan pada orang
dewasa ukurannya adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15-25 ml. Kedua buah testis
terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea
terdapat tunika vaginalis yang terdiri dari lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot
kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati ruang
abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil.

Gambar. Anatomi skrotum.

Secara histopatologi, testis terdiri dari 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri dari tubuli
seminiferi. Didalam tubulus seminiferi terdapat sel-sel spermatogonia dan sel sertoli, sedangkan
diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel leydig. Sel-sel spermatogonium pada proses
spermatogenesis menjadi spermatozoa. Sel-sel setoli berfungsi untuk member makan pada bakal
sperma, sedangkan sel-sel leydig atau disebut juga sel-sel interstisial testis berfungsi untuk
menghasilkan hormone testosteron.

Gambar. Histologi testis


Testis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri spermatika interna yang
merupakan cabang dari aorta, arteri diferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan arteri
kremasterika yang merupakan cabang dari epigastrika. Pembuluh darah yang meninggalkan
testis berkumpul membentuk pleksus pampiniformis.
2.2

DEFENISI
3

Varikokel merupakan varikositas pleksus pampiniformis korda spermatika, yang


membentuk benjolan skrotum yang terasa seperti kantong cacing.

2.3.

EPIDEMILOGI
Walaupun varikokel muncul pada kira-kira 20% populasi laki-laki secara umum,

kebanyakan terjadi pada populasi subfertil (40%). Faktanya, varikokel skrotum umumnya
merupakan penyebab rendahnya produksi sperma dan penurunan kualitas sperma. Varikokel
mudah diidentifikasi dan dikoreksi dengan prosedur pembedahan
2.4.

ETIOLOGI
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya:

kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena
spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus. (Purnomo, 2012)
Etiologi varikokel secara umum:
1. Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur penunjang/atrofi
otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif pleksus pampiniformis.
2. Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.
3. Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis internus kiri berlawanan dengan
kedalam v. spermatika interna kiri.
4. Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika .
5. Tekanan v. spermatika interna meningkat letak sudut turun v. renalis 90 derajat.
6. Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.
2.5.
PATOGENESIS

Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara,


antara lain:
1. Terjadi aliran darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia karena
kekurangan oksigen.
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin)
melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis.
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat-zat
hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga menyebabkan
gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas.
2.6.

PATOFISIOLOGI
Beberapa mekanisme telah menjadi hipotesa untuk menjelaskan fenomena dari

subfertilitas yang ditemukan pada pria dengan varikokel unilateral atau bilateral, termasuk
peningkatan suhu skrotal yang menyebabkan disfungsi gonadal bilateral, refluks renal, metabolit
adrenal dari vena renalis, hipoksia, dan akumulasi gonadotoksin.
a. Disfungsi Bilateral
b. Refluks dari Metabolit Vasoaktif
c. Hipoksia
d. Gonadotoksin
2.7.

MANIFESTASI KLINIS
Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa

tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri.
Varikokel jarang menimbulkan rasa tidak nyaman. Keluhan yang biasa dimunculkan antara lain
adanya rasa sakit yang tumpul atau rasa berat pada sisi dimana varikokel terdapat, hal tersebut
5

biasanya muncul pada saat setelah berolahraga berat atau setelah berdiri cukup lama dan jika
pasien berada dalam posisi tidur, rasa berat dan tumpul tersebut menghilang.
2.8.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang hangat dengan pasien dalam posisi berdiri tegak,

untuk melihat dilatasi vena. Skrotum haruslah pertama kali dilihat, adanya distensi kebiruan dari
dilatasi vena. Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur vena harus dipalpasi, dengan
manuver valsava (mengedan) ataupun tanpa manuver. Varikokel yang dapat diraba dapat
dideskripsikan sebagai bag of worms, walaupun pada beberapa kasus didapatkan adanya
asimetri atau penebalan dinding vena.

Pemeriksaan dilanjutkan dengan pasien dalam posisi supinasi, untuk membandingkan


dengan lipoma cord (penebalan, fatty cord ditemukan dalam posisi berdiri, tapi tidak menghilang
dalam posisi supinasi) dari varikokel. Palpasi dan pengukuran testis dengan menggunakan
orchidometer (untuk konsistensi dan ukuran) dapat juga memberi gambaran kepada pemeriksa ke
patologi intragonad. Apabila disproporsi panjang testis atau volum ditemukan, indeks kecurigaan
terhadap varikokel akan meningkat.
Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis meskipun
terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu pemeriksaan auskultasi
dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat mendeteksi adanya

peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Varikokel yang sulit diraba secara klinis
seperti ini disebut varikokel subklinik.
Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan membandingkan testis
kiri dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis
dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis
teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal.
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli
seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen pada
varikokel menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya jumlah
sperma muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).

Klasifikasi varikokel
Grade

Temuan dari pemeriksaan fisik

Grade I

Ditemukan dengan palpasi, dengan valsava

Grade II

Ditemukan dengan palpasi, tanpa valsava, tidak terlihat dari kulit


skrotum

Grade III

Dapat dipalpasi tanpa valsava, dapat terlihat di kulit skrotum

Gambar. Orkidometer

Gambar. Varikokel grade III


2.9.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Angiografi/venografi

Venografi merupakan modalitas yang paling sering digunakan untuk mendeteksi


varikokel yang kecil atau subklinis, karena dari penemuannya mendemonstrasikan refluks darah
vena abnormal di daerah retrograd menuju ke ISV dan pleksus pampiniformis.
Karena pemeriksaan venografi ini merupakan pemeriksaan invasif, teknik ini biasanya hanya
digunakan apabila pasien sedang dalam terapi oklusif untuk menentukan anatomi dari vena.
Biasanya, teknik ini digunakan pada pasien yang simptomatik.

Gambar. Left testikular venogram


Ultrasonografi
Penemuan USG pada varikokel termasuk:

Struktur anekoik terplintirnya tubular yang digambarkan yang letaknya berdekatan

dengan testis.
Pasien dengan posisi berdiri tegak, diameter dari vena dominan pada kanalis inguinalis

biasanya lebih dari 2.5 mm dan saat valsava manuever diameter meningkat sekitar 1 mm.
Varikokel bisa berukuran kecil hingga sangat besar, dengan beberapa pembesaran

pembuluh darah dengan diameter 8 mm.


Varikokel dapat ditemukan dimana saja di skrotum (medial, lateral, anterior, posterior,
atau inferior dari testis)
9

USG Doppler dengan pencitraan berwarna dapat membantu mendiferensiasi channel

vena dari kista epidermoid atau spermatokel jika terdapat keduanya.


USG Doppler dapat digunakan untuk menilai grade refluks vena: statis (grade I),

intermiten (grade II),dan kontinu (grade III)


Varikokel intratestikular dapat digambarkan sebagai area hipoekoik yang kurang jelas
pada testis. Gambarannya berbentuk oval dan biasanya terletak di sekitar mediastinum
testis.

Dengan menggunakan diameter sebagai kriteria dilatasi vena, Hamm dkk menemukan bahwa
USG memiliki sensitivitas sekitar 92.2%, spesifitas 100% dan akurasi 92.7%.
Positif palsu/negatif
Kista epidermoid dan spermatokel dapat memberi gambaran seperti varikokel. Jika meragukan,
USG Doppler berwarna dapat digunakan untuk diagnosa. Varikokel intratestikular dapat
memberi gambaran seperti ektasis tubular.

2.10.

PENATALAKSANAAN

10

Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan
operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah menimbulkan
gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu
terapi.
Algoritma Penanganan Varikokel

Analisis Sperma :
1. Oligospermia : volume ejakulat < 1 cc
2. Hiperspermia : volume ejakulat > 4 cc
3. Aspermia : volume ejakulat 0 cc
4. Normozoospermia : jumlah hitungan sperma > 20 jt/cc
5. Hiperzoospermia : spermatozoa > 250 juta/cc
6. Oligozoospermia : spermatozoa 5 - 20 jt/cc
11

7. Oligozoospermia ekstrim : spermatozoa < 5 jt/cc


8. Kriptozoospermia : Hanya ditemukan beberapa spermatozoa saja
9. Teratozoospermia : Morfologi spermatozoa yg normal < 30 %
10. Astenozoospermia : motilitas spermatozoa < 50 %

Indikasi Tindakan Operasi


Kebanyakan pasien penderita varikokel tidak selalu berhubungan dengan infertilitas,
penurunan volume testikular, dan nyeri, untuk itu tidak selalu dilakukan tindakan operasi.
Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen yang abnormal harus dioperasi
dengan tujuan membalikkan proses yang progresif dan penurunan durasi-dependen fungsi testis.
Untuk varikokel subklinis pada pria dengan faktor infertilitas tidak ada keuntungan dilakukan
tindakan operasi. Varikokel terkait dengan atrofi testikular ipsilateral atau dengan nyeri
ipsilateral testis yang makin memburuk setiap hari, harus dilakukan operasi segera. Ligasi
varikokel pada remaja dengan atrofi testikular ipsilateral memberi hasil peningkatan volume
testis, untuk itu tindakan operasi sangat direkomendasikan pada pria golongan usia ini. Remaja
dengan varikokel grade I II tanpa atrofi dilakukan pemeriksaan tahunan untuk melihat
pertumbuhan testis, jika didapatkan testis yang menghilang pada sisi varikokel, maka disarankan
untuk dilakukan varikokelektomi.
Alternatif Terapi
Untuk pria dengan infertilitas, parameter semen yang abnormal, dan varikokel klinis, ada
beberapa alternatif untuk varikokelektomi. Saat ini terdapat teknik nonbedah termasuk
percutaneous radiographic occlusion dan skleroterapi. Teknik retrogard perkutaneus dengan
menggunakan kanul vena femoralis dan memasang balon/coil pada vena spermatika interna.
Teknik ini masih berhubungan dengan bahaya pada arteri testikular dan limfatik dikarenakan
sulitnya menuju vena spermatika interna. Radiographic occlusion juga meiliki komplikasi seperti
migrasi embolisasi materi menuju ke vena renalis yang mengakibatkan rusaknya ginjal dan
emboli paru, tromboflebitis, trauma arteri, dan reaksi alergi dari pemberian kontras.

12

Tindakan oklusi antegrad varikokel dilakukan dengan tindakan kanulasi perkutan dari vena
pampiniformis skrotum dan injeksi agen sklerotik. Teknik ini memiliki angka performa yang
tinggi tetapi angka rekurensi jika dibandingkan dengan yang teknik retrograd, dapat memberikan
risiko trauma pada arteri testikular.

Teknik Operasi
Ligasi dari vena spermatika interna dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Teknik yang
paling pertama dilakukan dengan memasang clamp eksternal pada vena lewat kulit skrotum.
Operasi ligasi varikokel termasuk retroperitoneal, inguinal atau subinguinal, laparoskopik, dan
microkroskopik varikokelektomi.
1. Teknik Retroperitoneal (Palomo)
Teknik retroperitoneal (Palomo) memiliki keuntungan mengisolasi vena spermatika
interna ke arah proksimal, dekat dengan lokasi drainase menuju vena renalis kiri. Pada bagian
ini, hanya 1 atau 2 vena besar yang terlihat. Sebagai tambahan, arteri testikular belum bercabang
dan seringkali berpisah dari vena spermatika interna. Kekurangan dari teknik ini yaitu sulitnya
menjaga pembuluh limfatik karena sulitnya mencari lokasi pembuluh retroperitoneal, dapat
menyebabkan hidrokel post operasi. Sebagai tambahan, angka kekambuhan tinggi karena arteri
testikular terlindungi oleh plexus periarterial (vena comitantes), dimana akan terjadi dilatasi
seiring berjalannya waktu dan akan menimbulkan kekambuhan. Paralel inguinal atau
retroperitoneal kolateral bermula dari testis dan bersama dengan vena spermatika interna ke arah
atas ligasi (cephalad), dan vena kremaster yang tidak terligasi, dapat menyebabkan kekambuhan.
Ligasi dari arteri testikular disarankan pada anak anak untuk meminimalkan kekambuhan,
tetapi pada dewasa dengan infertilitas, ligasi arteri testikular tidak direkomendasikan karena akan
mengganggu fungsi testis.

13

Pasien dalam posisi supinasi pada meja operasi.


Insisi horizontal daerah iliaka dari umbilikus ke SIAS sepanjang 7 10 cm

tergantung besar tubuh pasien.


Aponeurosis M. External oblique diinsisi secara oblique.
M. Internal oblique terpisah 1 cm ke arah lateral dari M. Rectus abdominis dan M.

Transversus abdominis diinsisi.


Peritoneum dipisahkan dari dinding abdomen dan diretraksi.
Pembuluh spermatic terlihat berdekatan dengan peritoneum, sangatlah penting

menjaganya tetap berdekatan dengan peritoneum.


Dilanjutkan memotong dinding abdomen menuju M. Psoas posterior.
Dengan retraksi luas memudahkan untuk mengindentifikasi vena spermatika, dan <
10% kasus arteri spermatika mudah dilihat, terisolasi dari seluruh struktur spermatik

dan mudah dikenali.


Proses operasi ditentukan dari penemuan intraoperatif. Pada kasus dengan vena
tunggal dan tidak ada kolateral, arteri dapat dikenali dan hanya akan dijaga apabila
tidak bersamaan dengan vena kecil yang menyatu dengan arteri. Pada kasus dengan
vena multipel, kolateral akan teridentifikasi dan seluruh pembuluh darah dari ureter
menuju dinding abdomen terligasi. Pembuluh darah spermatika secara umum
terinspeksi pada jarak 7 8 cm dan diligasi dengan pemisahan/pemotongan,
kemudian dijahit permanen.
14

Setelah hemostasis dipastikan, M. Oblique internal, M. Transversus abdominis, dan

M. External oblique ditutup lapis demi lapis dengan jahitan yang dapat diserap.
Fasia scarpa ditutup dengan jahitan yang akan diserap.
Kulit dijahit subkutikuler dengan jahitan yang dapat diserap.

2. Teknik Inguinal (Ivanissevich)

Insisi dibuat 2 cm diatas simfisis pubis.

Fasia M. External oblique secara hati hati disingkirkan untuk mencegah trauma N.
ilioinguinal yang terletak dibawahnya.

Pemasangan Penrose drain pada saluran sperma.

Insisi fasia spermatika, kemudian akan terlihat pembuluh darah spermatika.

Setiap pembuluh darah terisolasi, kemudian diligasi dengan menggunakan benang


yang nonabsorbable.

Setelah semua pembuluh darah kolateral terligasi, fasia M. External oblique ditutup
dengan benang yang absorbable dan kulit dijahit subkutikuler.

3. Teknik Laparoskopik
15

Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik retroperitoneal dengan keuntungan dan
kerugian yang hampir sama. Pembesaran optikal dibutuhkan untuk melakukan teknik ini, untuk
memudahkan menyingkirkan pembuluh limfatik dan arteri testikular sewaktu melakukan ligasi
beberapa vena spermatika interna apabila vena comitantes bergabung dengan arteri testikular.
Teknik ini memiliki beberapa komplikasi seperti trauma pada usus, pembuluh darah
intraabdominal dan visera, emboli, dan peritonitis. Komplikasi ini lebih serius dibandingkan
dengan varikokelektomi open.

Indikasi dilakukan operasi:

Infertilitas dengan produksi semen yang jelek

Ukuran testis mengecil

Nyeri kronis atau ketidaknyamanan dari varikokel yang besar

Komplikasi

Perdarahan

Infeksi

Atrofi testis atau hilangnya testis


16

Kegagalan mengkoreksi varikokel

Apabila varikokel berhasil dikoreksi: tidak terabanya palpasi varix setelah 6 bulan
postoperasi, orchalgia, oligoastenospermia)

4. Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein)


Microsurgical subinguinal atau inguinal merupakan teknik terpilih untuk melakukan ligasi
varikokel. Saluran spermatika dielevasi ke arah insisi, untuk memudahkan pengelihatan, dan
dengan menggunakan bantuan mikroskop pembesaran 6x hingga 25x, periarterial yang kecil dan
vena kremaster akan dengan mudah diligasi, serta ekstraspermatik dan vena gubernacular
sewaktu testis diangkat. Fasia intraspermatika dan ekstraspermatika secara hati hati dibuka
untuk mencari pembuluh darah. Arteri testikular dapat dengan mudah diidentifikasi dengan
menggunakan mikroskop. Pembuluh limfatik dapat dikenali dan disingkirkan, sehingga
menurunkan komplikasi hidrokel.

17

18

19

Komplikasi

Hidrokel

Rekurens; dikarenakan ligasi inkomplit

Iskemia testis dan atrofi; karena trauma dari arteri testicular

5. Teknik embolisasi

Embolisasi varikokel dilakukan dengan anestesi intravena sedasi dan lokal anestesi.

Angiokateter kecil dimasukkan ke sistem vena, dapat lewat vena femoralis kanan
atau vena jugularis kanan.

Kateter dimasukan dengan guiding fluoroskopi ke vena renalis kiri (karena


kebanyakan varikokel terdapat di sisi kiri) dan kontras venogram.
20

Dilakukan ISV venogram sebagai peta untuk mengembolisasi vena.

Kateter kemudian dimanuever ke bawah vena menuju kanalis inguinalis internal.

Biasanya vena atau cabangnya terembolisasi dengan injeksi besi atau platinum
spring-like embolization coils.

Vena kemudian terblok pada level kanalis inguinalis interna dan sendi sakroiliaka.

Dapat ditambahkan sclerosing foam untuk menyelesaikan embolisasi.

Pada tahap akhir, venogram dilakukan untuk memastikan semua cabang ISV terblok,
kemudian kateter dapat dikeluarkan.

Dibutuhkan tekanan manual pada daerah tusukan selama 10 menit, untuk mencapai
hemostasis.

Tidak ada penjahitan pada teknik ini. Setelah selesai, pasien diobservasi selama
beberapa jam, kemudian dapat dipulangkan. Angka keberhasilan proses ini mencapai
95%.

21

Evaluasi Pascaoperasi
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa indikator antara
lain:

Bertambahnya volume testis

Perbaikan hasil analisis semen (yang dikerjakan setiap 3 bulan)

Pasangan menjadi hamil

Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pascabedah vasoligasi tinggi dari Palomo
didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis semen, dan
50% pasangan menjadi hamil.

2.11.

PROGNOSIS

22

Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : bonam

BAB 3
KESIMPULAN
3.1.

KESIMPULAN
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat

gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria.
Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41%
pria yang mandul menderita varikokel.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada sebelah
kanan (varikokel sebelah kiri 7093 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri
bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada
vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang
daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Cooper, S Christopher et all. 2006. Varicocele. In : Poherty, M Gerard. Current Diagnosis


and Treatment Surgery 13rd edition. Mc-Graw Hill Companies. New York. USA. Hal 961963.
2. Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC, Jakarta
3. Graham, Sam D, Keane Thomas E. 2009. Varicocele. In : Glenns Urologic Surgery.
Lippincott Williams and Wilkins. Hal 397-401.
4. Mayor, George S et all. 2000. Varicocele in Urologic Surgery. Diagnosis, Technique and
Postoperative Treatment. Georg Theme Publisher. Stuttgart. Germany. Hal 443-446.
5. Sjamsuhidajat, dkk. 2005. Varikokel. In : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC, Jakarta.
Hal: 775
6. Smith, J Steven, Robert I. White. 2005. Nonsurgical Treatment of Varicocele.
Northwestern University Medical School. USA.

24

Anda mungkin juga menyukai