Anda di halaman 1dari 13

Aceh Recovery Forum (ARF)

Data Analyst and Monitoring Division

MONTHLY REPORT
APRIL 2006

Bulan April sudah berakhir, 16 bulan sudah gempa dan tsunami meluluh
lantakkan Aceh. Masa pemulihan sudah berjalan, mulai dari masa tanggap darurat sampai
dengan rehabilitasi dan rekonstruksi. Pada masa tanggap darurat, proses pemulihan
berbentuk program jangka pendek, seperti; program cash for work, bantuan tenda,
makanan, dan lain-lain. Namun untuk masa ini mengalami kemunduran dalam waktu
penyelesaian, artinya sampai dengan masa ini berakhir masih banyak masyarakat yang
tinggal di tenda, masih banyak yang belum bisa kembali dalam aktifitas ekonomi
sehingga bantuan makanan pun terus berlanjut dan cash for work pun terus berlangsung
sebagai solusi bagi masyarakat dalam usaha mendapatkan income. Pada masa
rehabilitasi, semua program tersebut hendaknya sudah dihentikan, artinya pemerintah dan
masyarakat bersama-sama dengan lembaga yang terbentuk untuk melakukan proses rehab
dan rekons, dalam hal ini BRR, mulai memikirkan bagaimana bisa membangkitkan
kembali kehidupan masyarakat korban sebagaimana dulunya tanpa harus ada cash for
work lagi karena secara social, program ini merusak nilai-nilai social yang ada dalam
masyarakat dan secara ekonomis pun merusak harga pasar karena penentuan tingkat upah
yang relative tinggi jika dibandingkan dengan harga sebelum tsunami.
Pada masa rehabilitasi, idealnya pemerintah dan BRR mulai memberikan bantuan
dalam bentuk pemberdayaan ekonomi masyarakat yang bisa mengembalikan kembali
independency masyarakat. Program lain yang perlu dilakukan adalah pembangunan
infrastruktur ekonomi, bantuan perumahan yang perlu disegerakan karena menjadi base
line penataan kembalinya kehidupan ekonomi masyarakat. Jika tidak adanya sarana dan
prasarana serta pasar maka apapun produksi yang akan dihasilkan menjadi sia-sia dan
hanya untuk kepentingan konsumsi local sehingga tidak akan meningkatkan kehidupan
ekonomi masyarakat secara signifikan.
Masa rehabilitasi dan rekonstruksi yang sedang berjalan sekarang ini, merupakan
masa yang paling menentukan keadaan Aceh pada masa depan. Aceh yang sudah
terpuruk sejak lebih dari 30 tahun yang lalu, mulai dari konflik sampai dengan tsunami
diharapkan bisa bangkit kembali. Dengan adanya perhatian dan bantuan dari seluruh
penjuru dunia menjadi moment bangkitnya Aceh. Dana bantuan yang berlimpah ruah
yang diprediksikan mencapai US$ 1 miliar atau 9,2 T dengan kurs 9.200/dollar. Tahun
2005 lalu, dana yang dijanjikan sebesar US$ 7,1 miliar, sebanyak US$ 4,6 miliar telah
tersedia, dana sebesar US$ 2,5 telah dalam bentuk proyek yang dikerjakan dan US$ 7,1
miliar akan dimanfaatkan selama 4 tahun. Dana ini jika dialokasikan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat tentu saja akan memberikan suatu kehidupan yang lebih baik,
mulai dari tersedianya rumah, jalan dan jembatan, sekolah, rumah sakit atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya, pasar, akses modal, dan sebagainya. Namun dalam
realisasinya, anggaran tersebut masih sangat sedikit sekali. Hal yang sama yang selalu
dilakukan oleh pemerintah daerah dimana anggaran rutin lebih besar daripada anggaran
pembangunan. Demikian juga dengan BRR dimana anggaran rutin untuk gaji dan
operasional staff jauh lebih tinggi daripada anggaran pembangunan yang dikeluarkan
sehingga dalam realisasi anggaran hanya 0,03%. Wajar kalau kita geram dan kesal
dengan minimnya realisasi ini yang sudah hampir memasuki usia 2 tahun pasca tsunami.
- Halaman 1 dari 13 Jalan Prada Utama, No. 111, Kampung Pineung, Banda Aceh, Tlp. 0651-7410400
Website : http://www.acehrecoveryforum.org eMail : info@acehrecoveryforum.org

Aceh Recovery Forum (ARF)


Data Analyst and Monitoring Division

EKONOMI
Memasuki akhir bulan April 2006, bertepatan dengan berakhirnya masa anggaran
BRR tahun anggaran 2005, BRR dinilai tidak punya sense of crisis dalam membangun
kembali daerah yang dilanda bencana alam gempa dan tsunami. BRR tidak mempunyai
skala prioritas atau hal utama yang harus dilakukan. BRR dinilai lamban dalam memanage pekerjaan seperti pembangunan rumah bagi para korban dan prasarana lainnya.
Hal ini dapat disebabkan karena salah menempatkan orang yang tidak mempunyai visi
dan semangat serta mengerti akar permasalahan.
Realisasi anggaran BRR NAD-Nias tahun 2006 dengan nilai Rp 9,6 triliun sampai
11 April 2006 lalu baru Rp 2,9 miliar atau 0,03 persen. Sementara dana luncuran BRR
2005 senilai Rp 4,4 triliun, sejauh ini baru terserap Rp 791,9 miliar atau hanya 17,72
persen. Batas akhir penggunaan anggaran luncuran tahun 2005 adalah sampai 30 April
2006. Bila sampai batas akhir tanggal tersebut para kontraktor dan Satker BRR tidak
mampu menyelesaikan berita acara penyelesaian akhir proyeknya, sisa dana proyek yang
belum sempat dicairkan itu akan mati. Untuk mengurus sisa anggaran yang mati itu butuh
waktu dan BRR harus mengusulkannya kembali kepada Menteri Keuangan untuk
dibuatkan DIPA nya yang baru. Sisa anggaran tahun 2005 BRR yang diluncurkan pada
Tahun Anggaran 2006 ini masih cukup besar, mencapai Rp 4,469 triliun dari pagu
sebelumnya Rp 5 triliun.
Rendahnya daya serap anggaran BRR tahun 2005 lalu, disebabkan banyak hal,
antara lain BRR terlalu terikat dengan aturan main yang standar. Dalam kondisi Aceh
yang serba darurat harusnya aturan itu harus disederhanakan. Dalam pelaksanaan
kegiatan yang diperkirakan BRR adalah masalah administrasi, keuangan, peraturan dan
keinginan masyarakat. Empat unsur itu memang perlu menjadi focus dalam pelaksanaan
rehab dan rekon NAD pasca tsunami. Dampak dari keterlambatan tersebut, telah
menimbulkan berbagai penyimpangan. Diantaranya blueprint yang dibuat Bappenas tidak
lagi dijadikan pedoman yang utuh oleh BRR dalam pelaksanaan rehab dan rekon,
sehingga hasil yang dicapai saat ini kurang memuaskan, terutama pembangunan
infrastruktur, perumahan banyak yang dibangun asal jadi. Dampak lain, penyerapan dana
lebih banyak untuk biaya personil, sedangkan pembangunan fisiknya masih rendah.
Berdasarkan data BPK, realisasi dana bantuan tsunami Aceh senilai Rp 5,7 triliun.
Terdapat sekitar Rp 354,8 miliar yang tidak ada kejelasan uang tersebut. BPK meminta
pemerintah untuk segera menetapkan status saldo dana bantuan yang tidak disetorkan ke
rekening yang telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp 354,8 miliar. Audit BPK atas
pengunaan dana APBN 2004 dan 2005 untuk kegiatan tanggap darurat bencana alam,
gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Sumatera Utaran pada 11 departemen dan lembaga
terkait meliputi penggunaan dana sebesar Rp 1.919 miliar. Fokus audit BPK terletak pada
pemeriksaan pembangunan hunian sementara dan penyaluran jaminan hidup.
Selain itu, selama pemberian bantuan ekonomi banyak terjadi kecemburuan antara
petani terhadap nelayan. Selama ini pemerintah memberikan bantuan kepada petani
dalam jumlah kecil, namun untuk sector perikanan jumlahnya sangat besar.
Dalam pemberian bantuan ekonomi, donatur dinilai tidak berkoordinasi dalam
memberikan bantuan kepada para nelayan. Masih banyak para nelayan korban tsunami
yang tidak menerima bantuan. Seharusnya donor asing berkoordinasi dengan pihak
Panglima Laot. Namun demikian, donor asing juga harus melakukan cross-check
- Halaman 2 dari 13 Jalan Prada Utama, No. 111, Kampung Pineung, Banda Aceh, Tlp. 0651-7410400
Website : http://www.acehrecoveryforum.org eMail : info@acehrecoveryforum.org

Aceh Recovery Forum (ARF)


Data Analyst and Monitoring Division

terhadap data yang yang diberikan oleh Panglima Laot dan pengurus. Selama ini bantuan
yang diberikan donatur, terutama NGO asing banyak yang tidak tepat sasaran.
Sementara bantuan modal usaha dari donor asing terus digulirkan untuk
pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh. Bank Pembangunan Asia (Asian Development
Bank) memberikan dana hibah US$ 30 juta atau sekitar Rp 270 miliar (kurs Rp 9.000)
untuk petani Aceh-Nias. Pemerintah Republik Korea menyumbangkan bantuan berupa
barang-barang kemanusiaan dan peralatan konstruksi senilai US$ 2,171 juta untuk
keperluan rehabilitasi dan rekonstruksi NAD dan Nias.
Selain bantuan yang terus mengalir ke Aceh, masih banyak juga masyarakat yang
telah dibantu tapi tidak memanfaatkan bantuan tersebut. Sekitar 60 persen kios bantuan
yang dibangun para donatur pasca tsunami belum ditempati para pedagang di Kota Banda
Aceh. Berdasarkan Dinas Pasar Kota Banda Aceh, dari 5.200 kios yang dibangun di Kota
Banda Aceh, ada sekitar 4.630 kios yang belum ditempati. Umumnya para pedagang
tidak mau berjualan di kios-kios yang disediakan karena sepi pembeli. Mereka lebih
senang berdagang di pinggir jalan tanpa memperhatikan tata kota. Selain itu, sarana
infrastruktur di kios-kios juga kurang nyaman, seperti jalan yang rusak. Hal ini
mengakibatkan pembeli enggan mendatangi kios karena jalan yang yang rusak. Apabila
hujan maka jalan akan digenangi air.
Jenis bantuan yang diberikan kepada masyarakat Aceh tidak hanya dalam bentuk
fisik tapi juga dalam bentuk pelatihan. Salah satunya, Lembaga Bantuan Luar Negeri
Amerika (USAID) bekerjasama dengan Local Governance Support Program (LGSP),
menggelar Lokakarya Penguatan Kompetensi Teknis Penyusunan Perencanaan Strategis
Tahunan Daerah bagi Kabupaten/Kota. Kegiatan ini diikuti 45 peserta dari lima
kabupaten/kota dari Aceh, plus dua kabupaten dari Sumatera Utara. Pelatihan tersebut
bertujuan untuk menyamakan persepsi terhadap regulasi baru tentang perencanaan dan
penganggaran daerah. Selain itu, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan teknis
peserta dalam penyusunan berbagai dokumen rencana daerah, pertukaran pemikiran,
pengalaman dan praktek penyusunan perencanaan.
Permasalahan lainnya dalam tahap rehab dan rekon adalah masih banyak
pungutan-pungutan liar yang terjadi dalam pengangkutan bantuan menuju NAD.
Berdasarkan temuan pihak BRR NAD serta Bank Dunia tentang praktik Pungli di
sepanjang jalan raya di NAD, biaya yang harus dikeluarkan Rp 600.000 sekali jalan. Hal
ini dapat mengakibatkan terhambatnya rehab dan rekon di NAD. Selain itu, banyaknya
pungli juga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat serta juga dapat
keengganan dari pihak investor untuk menanamkan modalnya di NAD.
Bersamaan dengan kehidupan perekonomian Aceh yang masih lemah, masyarakat
dihadapkan dengan permasalahan baru, yaitu langkanya minyak tanah. Minyak tanah
merupakan kebutuhan pokok bagi sebagian besar masyarakat untuk digunakan seharihari. Kelangkaan minyak tanah berkaitan dengan kebijakan Pertamina yang mengurangi
jatah minyak tanah yang mencapai 28,87 persen. Terhitung sejak awal Maret 2006 lalu,
jatah minyak tanah bagi masyarakat Aceh telah dikurangi sekitar 568 ton menjadi 404 ton
(kilo liter) per hari. Pengurangan itu bukan hanya terjadi di Propinsi NAD, tetapi juga
terhadap daerah lainnya di Indonesia. Hal ini disebabkan berkurangnya kemampuan
pemerintah untuk untuk menutupi subsidi minyak. Secara nasional pengurangan jatah
minyak berkisar 15 persen.
- Halaman 3 dari 13 Jalan Prada Utama, No. 111, Kampung Pineung, Banda Aceh, Tlp. 0651-7410400
Website : http://www.acehrecoveryforum.org eMail : info@acehrecoveryforum.org

Aceh Recovery Forum (ARF)


Data Analyst and Monitoring Division

Ekses dari kelangkaan minyak tanah yang terjadi sejak lebih sebulan terakhir,
berdampak bagi para nelayan. Mereka terpaksa menambatkan boatnya dan tidak bisa
melaut lantaran ketiadaan minyak tanah untuk mengoperasikan boat-boat milik mereka.
Hal ini mengakibatkan bertambahnya angka kemiskinan di Aceh menjadi dari 40,39
persen dari 4.297.485 menjadi 47,8 persen dari 4.076.760 jiwa total penduduk Aceh.
(Sumber: Bappeda NAD, 2006).
PENDIDIKAN
Pasca 16 bulan bencana gempa dan tsunami yang melanda Aceh, proses rehabilitasi dan
rekonstruksi Aceh masih berjalan tertatih-tatih termasuk didalamnya sektor pendidikan.
Komitmen dari para donatur tidak semua terealisasi dalam pelaksanaanya. Dalam bulan April
ini ada beberapa donatur telah menempati janjinya untuk segera merealisasikan
pembangunan gedung sekolah yang hancur akibat terjangan dahsyat gelombang tsunami 16
bulan yang lalu meskipun hanya beberapa sekolah yang telah dibangun kembali.
Unicef, World Vision, SCTV tetap concern dalam memberikan bantuan untuk proses
rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh, apalagi dalam bidang pendidikan. Bantuan diberikan
dalam bentuk buku paket, mobiler sekolah, seperti; meja, kursi, seragam sekolah, dan
pembangunan kembali 2 unit gedung sekolah di Kota Banda Aceh yakni SDN 20 dan SDN
21 yang kondisinya hancur akibat keganasan terjangan gelombang tsunami.
Unicef kini sedang membangun 90 unit sekolah semi permanen di Kabupaten Aceh
Barat, Nagan Raya, dan Aceh Jaya, dengan sampel model sekolah yakni SDN 10 yang kini
telah dibangun di Desa Runding, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat. Dalam tahap
transisi, Unicef telah membangun 60 unit gedung semi permanen yang lokasi
pembangunannya tersebar di beberapa wilayah NAD.
Bantuan yang dikumpulkan dari pemirsa Indonesia melalui SCTV telah mendirikan
kembali 1 unit gedung SMPN 1 Lhoong, Aceh Besar, yang rusak parah dan mengakibatkan
kehilangan 17 orang guru terbaiknya juga 150 siswa meninggal dan hilang dalam bencana
tersebut.
Sementara itu, di Kota Banda Aceh penyelesaian pembangunan sebanyak 169 unit
gedung sekolah yang rusak akibat bencana tsunami akan ditargetkan bakal rampung pada
tahun 2007. Saat ini dari 169 unit sekolah yang rusak, baru 19 unit yang terealisasi dari
berbagai jenjang pendidikan atau baru terealisasi 11%. Meski masih sangat kecil namun
dengan adanya target penyelesaian, diharapkan para pihak yang turut andil dalam proses
rehabilitasi dan rekonstruksi khususnya pendidikan tidak lagi hanya sebatas komitmen tapi
lebih pada kerja nyata karena itu yang sangat diharapkan saat ini.
Jangan lagi kita mendengar murid masih belajar di tenda seperti yang dialami di
Kabupaten Simeulue yang masih tampak sangat memprihatinkan. Saat ini saja, hampir
18.000 pelajar mulai dari tingkat TK sampai SMA masih melakukan aktifitas belajar
mengajar di bawah tenda-tenda darurat akibat bencana gempa dan tsunami yang terjadi telah
menghancurkan 168 unit sekolah di pulau tersebut. Dari kondisi tersebut dibutuhkan 1.008
unit kelas baru. Namun yang terjadi di lapangan baru 30 unit ruang kelas baru yang sudah
dibangun dan telah dipergunakan atau baru 0,029% dari ruang kelas yang dibutuhkan.
Sungguh realisasi yang masih sangat minim untuk kondisi pendidikan yang saat ini sangat
membutuhkan realisasi nyata bukan hanya sekedar janji-janji belaka. Sedangkan 440 unit
ruang kelas lainnya masih dalam proses pembangunan dan diprediksikan akan rampung 2
bulan lagi. Namun bukan berarti dengan keadaan yang demikian meruntuhkan semangat
belajar para siswa yang haus akan ilmu pengetahuan dan rindu akan perubahan.
- Halaman 4 dari 13 Jalan Prada Utama, No. 111, Kampung Pineung, Banda Aceh, Tlp. 0651-7410400
Website : http://www.acehrecoveryforum.org eMail : info@acehrecoveryforum.org

Aceh Recovery Forum (ARF)


Data Analyst and Monitoring Division

Mata dunia pendidikan Aceh tidak hanya terfokus pada proses pembangunan
infrastruktur fisik sekolah saja tapi juga pada ujian nasional yang akan di ikuti oleh 132.530
siswa SLTP, SMA, MA, SMLB, dan SMK dari 21 Kabupaten/Kota Provinsi NAD
pertengahan Mei mendatang. Banyak pihak yang ikut serta berpartisipasi agar tingkat
kelulusan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dimana sekitar 53% dari 15.000 siswa yang
ikut UN di seluruh Aceh dinyatakan tidak lulus dan terpaksa mengikuti ujian susulan. Salah
satu pihak yang ikut berpartisipasi adalah BRR yang mengalokasikan dana sebesar Rp. 4
miliar lebih untuk mendukung ujian nasional bagi 53.672 siswa SMA dan sederajat diseluruh
Aceh.
Melihat nilai standar nasional yang telah ditetapkan yakni sebesar 4,51 menimbulkan
kekhawatiran dari berbagai pihak akan keberhasilan Ujian Nasional tahun ini, khususnya
Dinas Pendidikan Provinsi NAD. Kekhawatiran tersebut timbul karena rendahnya hasil yang
dicapai siswa Aceh dalam pengerjaan materi Ujian Nasional. Hanya 25% dari seluruh siswa
yang memenuhi standar kelulusan diatas 4,51. Kekhawatiran kian bertambah karena di
penghujung April ini, pendidikan Aceh masih membutuhkan sedikitnya 12.272 tenaga
pendidik, dan lebih ironisnya lagi dari jumlah tenaga pendidik yang dibutuhkan tersebut
kebanyakan mengajar dibidang studi yang akan diujiankan dalam Ujian Nasional nantinya.
Ditambah lagi dengan kondisi pendidikan Aceh yang masih belum beranjak dari kondisi
psikis para siswa dan guru yang kini masih trauma. Sehingga tak heran jika pihak Dinas
Pendidikan Provinsi NAD merasa khawatir tingkat kelulusan yang akan dicapai tahun ini,
apakah lebih baik dari tahun sebelumnya atau malah sebaliknya.
Melihat kondisi seperti ini tindakan yang benar-benar nekad dilakukan oleh 5 kepala
sekolah favorit di Kota Langsa yakni Kepala SMAN 1 Langsa, SMAN 2 Langsa, SMAN 3,
SMKN 2 Langsa, SMPN 1 Langsa, dan SMPN 3 Langsa yang siap meletakkan jabatannya
atau bersedia dimutasikan apabila tingkat kelulusan siswanya dalam UN (Ujian Nasional)
Mei mendatang tidak mencapai 90 persen. Bahkan sikap tersebut bukan hanya gertakan
sambal saja, kelima kepala sekolah tersebut bahkan telah menuangkan komitmen mereka
dalam bentuk MoU ikatan kontrak. Sungguh sikap yang sangat berani dan mungkin patut
untuk di contoh oleh kepala sekolah lainnya.
Sikap untuk menyukseskan ujian nasional bukan hanya dilakukan oleh kepala sekolah
tapi diperlukan peran serta dari berbagai pihak agar ujian nasional yang akan dihadapi oleh
para tunas-tunas bangsa dapat berhasil karena bangsa Indonesia khususnya Aceh sangat
mengharapkan sumbangsih mereka untuk kembali membangun Aceh yang telah porak
poranda akibat musibah yang maha dahsyat.

PERDAMAIAN
A.
Jadwal Pengesahan UU PA Molor
Sesuai isi MoU RI-GAM yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki,
pemerintah harus sudah merampungkan UU PA pada 31 Maret 2006. Tenggang waktu
yang telah ditetapkan ternyata tidak dapat dipatuhi. Tidak tepat waktu pengesahan UUPA cukup membuat gusar bagi pelaku perjanjian. Molornya pembahasan RUU
Pemerintahan Aceh (PA) berbuntut panjang. Sebagai dampak itu, Pihak GAM meminta
kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan pertemuan ulang guna membahas
molornya RUU PA. Dan supaya menjaga perdamaian yang sudah diciptakan, pemerintah
diminta untuk menyambut permintaan GAM tersebut. Kelahiran UU PA itu ternyata tidak
segampang yang dibayangkan oleh masyarakat Aceh khususnya, dan Indonesia
umumnya.
- Halaman 5 dari 13 Jalan Prada Utama, No. 111, Kampung Pineung, Banda Aceh, Tlp. 0651-7410400
Website : http://www.acehrecoveryforum.org eMail : info@acehrecoveryforum.org

Aceh Recovery Forum (ARF)


Data Analyst and Monitoring Division

Pada masa reses ini Pansus meneruskan pembahasan RUU Pemerintahan Aceh.
Pada 6 April diagendakan rapat pimpinan Pansus membicarakan persiapan memasukkan
pembahasan DIM. Pada 7 April dilakukan rapat kerja dengan wakil pemerintah untuk
membicarakan mekanisme pembahasan kompilasi DIM dari fraksi-fraksi.
Dari tanggal 11-13 April baru akan dimulai rapat kerja. Dari kompilasi DIM
fraksi, misalnya, Fraksi PDI-P, Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, dan Fraksi Partai
Damai Sejahtera mengusulkan perubahan judul. Adapun untuk calon perorangan dalam
pemilihan kepala daerah, tegas diusulkan antara lain Fraksi Partai Amanat Nasional,
Fraksi Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Bintang
Reformasi.
B.

Mekanisme Pembahasan RUU PA


Ketua Panitia Khusus RUU PA Ferry Mursyidan Baldan menyampaikan dalam
pengantar rapat kerja Panitia Khusus RUU PA dengan wakil pemerintah untuk
membahas soal mekanisme pembahasan RUU PA. Dari total 1.446 Daftar Inventaris
Masalah (DIM) RUU tersebut, sebanyak 1.079 DIM menyangkut soal substansi, yaitu
989 DIM soal usulan perubahan substansi dan 90 DIM mengenai usulan substansi baru.
Selebihnya, yaitu 95 daftar inventarisasi masalah (DIM) tetap sesuai dengan rumusan
RUU yang diajukan pemerintah, 67 DIM berisi usul perubahan redaksional, dan 205 DIM
menyangkut penyesuaian urutan pasal.
Anggota Pansus Rapiuddin Hamarung, menyebutkan agar pembahasan tidak
terpaku pada DIM. Fraksi harus diberikan kesempatan menyempurnakan DIM karena
waktu yang disediakan untuk menyampaikan DIM sebelumnya dinilai sangat terbatas.
DIM itu sendiri dikelompokkan menjadi 13 kelompok substansi meliputi; Pemerintahan;
DPRD Provinsi dan kabupaten/kota; Kawasan Khusus dan Kawasan Perkotaan; Syariat
Islam; Perekonomian dan Keuangan; Pemilihan Kepala Daerah; Perencanaan
Pembangunan dan Tata Ruang; Peraturan Daerah; Budaya; Instansi vertikal; HAM dan
Komunikasi/Informasi; Kehidupan Sosial, dan lain-lain.
C.

Beberapa Pasal Krusial


Sejumlah isu kritis termuat dalam DIM tersebut, seperti soal kewenangan
pemerintah dan pemerintah daerah Aceh; partai lokal dan calon perorangan;
perekonomian dan dana tambahan; dana bagi hasil; penerapan syariat Islam dan
kewenangan Mahkamah Syar'iyah.
Pembahasan Rancangan Undang Undang Pemerintahan Aceh (RUU PA)
memasuki tahap menegangkan. Pansus RUU PA DPR bersama-sama dengan Pemerintah
yang diwakili Mendagri Muhammad Maruf, Menkominfo Sofyan Djalil, dan Mensesneg
Yusril Ihza Mahendra membahas satu persatu daftar inventarisasi masalah (DIM) yang
diajukan masing-masing fraksi DPR.
Salah satu materi DIM yang sempat panas adalah istilah pemerintahan sendiri
yang termuat dalam Pasal 1 ayat 2 RUU PA. Pemerintah dan mayoritas fraksi menolak
istilah tersebut, sementara dua fraksi, yaitu Fraksi Partai Bintang Reformasi (FPBR) dan
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FKPS) bersikukuh dengan pencantuman istilah
pemerintahan sendiri.
Sementara Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) memilih jalan moderat dengan
mengusulkan kalimat pemerintahan wilayah sendiri. Farhan Hamid dari Fraksi PAN
- Halaman 6 dari 13 Jalan Prada Utama, No. 111, Kampung Pineung, Banda Aceh, Tlp. 0651-7410400
Website : http://www.acehrecoveryforum.org eMail : info@acehrecoveryforum.org

Aceh Recovery Forum (ARF)


Data Analyst and Monitoring Division

yang menawarkan jalan tengah mengatakan pemerintah terkesan alergi dengan istilah
tersebut, dan dalam MoU sendiri tidak terdapat adanya istilah pemerintahan sendiri.
Karena itu barangkali tawaran dengan menyebut istilah pemerintahan wilayah sendiri,
bisa jadi pilihan moderat, kata Farhan Hamid. Sementara materi DIM lainnya, seperti
judul UU Pemerintahan Aceh mayoritas fraksi menyepakati judul tersebut.
Adapun kelanjutan pembahasan RUU PA adalah Panitia Khusus gagal
menyepakati secara bulat tentang Partai Politik Lokal di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Pembahasan mengenai Parpol lokal tertuang dalam DIM No 53 yang
disepakati pembahasannya bersamaan dengan DIM No 644 753 tentang syarat-syarat
pembentukan Parpol lokal. Pemerintah dalam RUU PA menyatakan: Parpol lokal adalah
organisasi politik yang dibentuk oleh kelompok warga negara Indonesia yang berdomisili
di Aceh, secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan kepentingan agama, masyarakat, bangsa dan negara.
FPDI dan FPDS adalah dua fraksi yang bersikeras meminta keberadaan Parpol
lokal dihapus dari RUU PA. Pada kesempatan yang sama FPAN mengusulkan perubahan
redaksional, yakni penambahan kata masyarakat setelah kata lokal, dan FPD
mengusulkan kata agama diganti anggota.
Sedangkan pemerintah yang diwakili Mendagri Muhammad Maruf dan
Mensegneg Yusril Ihza Mahendra beserta mayoritas fraksi, yakni FPGolkar, FPBR,
FPPP, FPKS, FPKB masing-masing menyatakan dukungan penuh terhadap keberadaan
Parpol lokal dan bahkan ada pula yang menyarankan Parpol lokal juga dibuka di daerah
lain di Indonesia.
Hal ini cukup beralasan karena konsekwensi dari sistem demokrasi, kenapa tidak
Parpol lokal juga dimunculkan di daerah lain. Parpol lokal yang ada di Aceh bersifat
lokal dan hanya terlibat dalam proses pemilihan kepala daerah, serta anggota DPRD
Aceh dan DPRD Kabupaten. Jadi Parpol lokal tidak ikut pemilihan anggota DPR Pusat,
DPD, Presiden dan Wakil Presiden.
Demikian juga DIM tentang Mahkamah Syariyah. FDS bersikukuh perlunya
dicantumkan kalimat khusus untuk orang yang beragama Islam setelah kalimat
Mahkamah Syariyah Aceh dan Mahkamah Syariyah Kabupaten/Kota adalah lembaga
peradilan yang mengadili perkara-perkara yang berkenaan dengan pelaksanaan Syariat
Islam.
Pada sidang Pansus hingga tanggal 12 April telah membahas 14 buah DIM.
Antara lain yang telah disepakati dan diserahkan ke tim perumus adalah DIM tentang
Komisi Pemilihan Independen (KIP). Sementara DIM tentang pemerintahan sendiri
dibahas lebih lanjut di Panitia Kerja (Panja). Rapat Pansus RUU PA tersebut juga diikuti
secara cermat oleh Tim Advokasi RUU PA DPRD NAD yang ketuanya Abdullah Saleh.
D.

Fenomena yang Begitu Cepat


Fenomena yang terjadi selama persidangan Pansus sangat cepat. Dalam
persidangan perubahan-perubahan itu terjadi sedemikian cepatnya, dikarenakan aksi
saling dukung ataupun beralih pandangan sering terjadi. Contohnya Fraksi PKB yang di
awal sebagai penentang pengesahan RUU PA tiba-tiba menjadi pendukung yang cukup
signifikan. Sikap Fraksi Partai Golkar yang cukup hati-hati, dan Fraksi PPP yang hampir
sama, di dalam memberikan persetujuan di setiap pasal RUU PA yang akan diputuskan
- Halaman 7 dari 13 Jalan Prada Utama, No. 111, Kampung Pineung, Banda Aceh, Tlp. 0651-7410400
Website : http://www.acehrecoveryforum.org eMail : info@acehrecoveryforum.org

Aceh Recovery Forum (ARF)


Data Analyst and Monitoring Division

secara bersama. Dan Fraksi PDI yang tetap menolak MoU Helsinki, tetapi menyetujui
pembahasan RUU PA.
Rapat Pansus RUU PA, hingga selasa (26/4) berhasil menuntaskan hingga DIM
No 900 - 968 dari 1446 DIM yang diajukan fraksi. Materi yang telah dibahas meliputi
masalah Lembaga Wali Nanggroe, masalah Qanun, Otonomi Anggaran, usulan
penghapusan kalimat berpedoman kepada peraturan perundang-undangan, yang tertera
dalam Pasal 17 dan di banyak pasal lainnya dalam RUU PA, masalah Pemerintahan Aceh
dan Pemerintahan Kabupaten/Kota; Tugas dan Wewenang Gubernur/Bupati/Walikota,
serta Wakil Gubernur/Wakil Bupati/Wakil Walikota; Kewajiban dan Larangan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota;
Pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan
Wakil Walikota.
Seperti diketahui, DIM No 183 yang berisi pasal 17 RUU PA, berbunyi;
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 15 dan pasal 16 diatur dalam Qanun
Aceh dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Juru bicara Fraksi Partai
Golkar (FPG) Drs TM Nurlif menyatakan bunyi akhir dari pasal tersebut sangat abstrak
dan bisa saja mereduksi UU PA. Beliau mengutarakan sebaiknya dijelaskan saja
pedomannya apa.
E.

Kepulangan Petinggi GAM


Tanggal 19 April 2006 merupakan hari yang bersejarah buat masyarakat Aceh
berkaitan dengan perjanjian damai antara RI dan GAM. Karena pada hari itu para pelaku
perdamaian dari pihak GAM yang selama ini berdomisili di luar negri kembali ke
kampung halamannya, Aceh. Dengan demikian harapan masyarakat Aceh akan
perdamaian sudah semakin di depan mata.
Petinggi GAM yang datang ke Aceh juga membawa pesan khusus dari pimpinan
tertinggi GAM Wali Nanggroe Tgk Muhammad Hasan Tiro tentang RUU-PA, Malek
menyatakan, Wali Nanggroe benar-benar mengharapkan apa saja butir-butir yang
terkandung di dalam MoU Helsinki itu supaya jangan dirubah tapi tetap, karena itu
menjadi dasar Aceh masa depan. Menyangkut apakah para petinggi GAM yang pulang ke
Aceh akan mengadakan pertemuan dengan DPR-RI dan pemerintah Indonesia terkait
RUU-PA, Malek Mahmud menyatakan, belum ada agenda untuk itu.
F.

Draft RUU PA Versi Masyarakat Aceh


Para petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mengharapkan agar pemerintah
Indonesia segera menepatinya janji sesuai MoU perjanjian damai yang ditandatangani di
Helsinki, dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (RUUPA) menjadi UU. Malek Mahmud mengatakan : "Mengenai persoalan RUU-PA ini yang
sedang dibahas oleh DPR Indonesia itu saya lihat memang ada juga suatu keresahan
karena pengesahan itu lambat dari jadwalnya semula. Cuma karena itu jadi suatu dasar
untuk Aceh masa depan, saya harapkan segala apa yang tercapai dalam MoU Helsinki itu
terutama dalam masalah RUU-PA, supaya tetap dan jangan ada perubahan lagi.

- Halaman 8 dari 13 Jalan Prada Utama, No. 111, Kampung Pineung, Banda Aceh, Tlp. 0651-7410400
Website : http://www.acehrecoveryforum.org eMail : info@acehrecoveryforum.org

Aceh Recovery Forum (ARF)


Data Analyst and Monitoring Division

G.

UE Kawal Proses Damai Sampai Tuntas


Sekretaris Jenderal (Sekjen) Uni Eropa (UE), DR Javier Solana Madariaga
menegaskan, Uni Eropa tetap akan terus berada di Aceh untuk mengawal proses damai
RI-GAM hingga tuntas. Karena Uni Eropa berkomitmen ingin membantu dan menemani
masyarakat Aceh untuk mewujudkan perdamaian yang abadi. Javier Solana Madariaga
berharap agar Pemerintah Indonesia bisa memacu lebih cepat pembahasan RUU-PA,
supaya sesuai dengan jadwal yang ada. Nama dan fungsi GAM harus berubah setelah
pengesahan RUU-PA, dan sebelum dimulainya pelaksanaan Pilkada. Setelah RUU-PA
disahkan, GAM harus menjadi partai politik (Parpol) dengan nama berbeda. Dan mereka
akan memainkan perannya sebagai parpol, sebagaimana parpol lainnya yang ada di
Indonesia. Sangat tidak sesuai jika nama GAM masih tetap dipertahankan.
H.

Tugas AMM Diperpanjang 2 Bulan


Tugas Aceh Monitoring Mission (AMM) akan diperpanjang 2 bulan atau hingga
Agustus 2006, setelah diselesaikan UU Pemerintahan Aceh serta Pilkada Aceh. Tugas
AMM semestinya berakhir pada 15 Juni 2006. Hal itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf
Kalla. Targetnya UU Pemerintahan Aceh selesai pada pertengahan Mei atau setidaknya
akhir Mei. Dan itu dibutuhkan 3 bulan untuk Pilkada. Mungkin Pilkada awal Agustus.
Pilkada Aceh diperkirakan akan digelar pada awal Agustus yakni 5-12 Agustus
2006. Pelaksanaannya akan diawasi oleh Aceh Monitoring Mission (AMM) sesuai
dengan MoU yang mengatakan Pilkada akan diawasi pengamat internasional.
Undang-undang Pemerintahan Aceh diperkirakan akan selesai dibahas dan
disahkan akhir Mei ini. Anggota Tim Pansus RUUPA DPR-RI A. Farhan Hamid
mengatakan selama ini proses pembahasan yang dilakukan dalam rapat kerja dengan
pemerintah semakin lancar dan tidak ada kendala. Sehingga beliau mentargetkan RUU
PA akan rampung pada bulan Juni.
I.

Pertemuan Kelompok Strategis


Kelompok strategis di Aceh, seperti kalangan eksekutif, legislatif, mahasiswa, dan
LSM meminta agar Pansus DPR RI segera menuntaskan pembahasan Daftar Isian
Masalah (DIM) Rancangan Undang undang Pemerintahan Aceh (RUU-PA), serta
mensahkannya. Hal itu terungkap dalam pertemuan dengan Anggota Pansus RUU-PA
DPR RI dengan kelompok strategis di Aceh dalam acara Evaluasi, Konsolidasi, Advokasi
RUU-PA yang berlangsung di Gedung DPRD NAD. Acara itu juga diikuti oleh Tim
Advokasi RUU-PA dari DPRD NAD.
Rahman Attiby dari IAIN Ar Raniry mengatakan, RUU-PA hendaknya disahkan
sesuai dengan MOU Helsinki. Setelah kesepahaman damai RI - GAM ditandatangani,
kondisi di daerah sangat berubah. Kedamaian itu sudah mulai dirasakan masyarakat.
Dalam kaitan itulah masyarakat Aceh menunggu pengesahan RUU-PA itu, yang mampu
melestarikan kedamaian yang ada di Aceh saat ini. Menanggapi berbagai tanggapan
kelompok strategis di Aceh, Anggota Pansus RUU-PA DPR RI, Taufiqurrahman
mengatakan, RUU-PA itu adalah hasil dari kompromi antara GAM dengan RI, sehingga
pembahasannya di DPR RI juga tak kan jauh dari koridor itu.

- Halaman 9 dari 13 Jalan Prada Utama, No. 111, Kampung Pineung, Banda Aceh, Tlp. 0651-7410400
Website : http://www.acehrecoveryforum.org eMail : info@acehrecoveryforum.org

Aceh Recovery Forum (ARF)


Data Analyst and Monitoring Division

PERUMAHAN
Perumahan merupakan salah satu masalah yang paling urgen yang dihadapi saat
ini oleh masyarakat korban bencana gempa dan tsunami. Hingga kini kehidupan
masyarakat ditenda-tenda darurat diyakini masih akan berlangsung lama. Sampai dengan
bulan April ini tercatat sedikitnya masih 30 ribu lagi pengungsi yang tinggal di tendatenda darurat, para pengungsi ini tersebar di enam Kabupaten/Kota, yaitu Banda Aceh,
Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Pidie dan Aceh Utara. Mereka umumnya mendirikan
tenda atau barak-barak darurat di bekas pertapakan rumah mereka masing-masing yang
hancur terkena tsunami. Diwilayah Kota Banda Aceh diketahui sebanyak 800 KK masih
tinggal di tenda-tenda, di Aceh Jaya yang merupakan salah satu daerah paling hancur
dihantam gempa dan tsunami 26 Desember 2004, tidak kurang 589 jiwa warga desa
Gampong Baro dan Kuala Bakong, Kecamatan Sampoiniet juga masih menjalani
kehidupan yang sangat memprihatinkan di tenda-tenda darurat. Sementara itu sedikitnya
1.463 pengungsi di Kota Sabang juga masih menempati tenda darurat dan menumpang
dirumah penduduk.
Rasanya tidak pantas untuk mentolerir lagi, komitment pemerintah untuk bisa
menghapus manusia tenda pada bulan Juni ini bisa terealisasi. Pemerintah Provinsi
NAD harus segera memindahkan ribuan jiwa pengungsi tenda korban gempa dan tsunami
untuk menempati rumah baru atau barak hunian sementara (huntara). Dikarenakan
kondisi tenda yang sudah tidak layak lagi untuk ditempati, selain sudah mulai rapuh, para
pengungsi juga hidup berdesak-desakan. Kondisi itu tentunya tidak baik bagi kesehatan
manusia, apalagi anak-anak.
Sampai dengan bulan April ini realisasi rumah bantuan di seluruh wilayah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berjumlah 38.000 unit. Beberapa donatur telah
merealisasikan bantuannya namun masih banyak para donatur yang belum merealisasikan
bantuan rumah tersebut. Untuk wilayah Sabang, data yang dihimpun dari Satuan
Penanggulangan Bencana Alam Sabang (SPAS), memperlihatkan bahwa perumahan
pengungsi yang telah dibangun pada tahap pertama sudah sampai 73% (168 unit) dari
total kebutuhan rumah sebanyak 231 unit.
Sepertinya kasus kualitas rumah yang tidak layak huni masih terus ditemukan.
Sebanyak 39 unit rumah dari 78 unit bantuan TDH Belanda untuk korban tsunami yang
dibangun Fosoma di desa Calok, kecamatan Simpang Mamplam Bireuen, belum juga
ditempati penerima karena kondisi rumah retak-retak dan belum lengkap. Di Banda
Aceh, puluhan shelter peralihan sementara bagi warga korban tsunami asal Alue Naga,
Kecamatan Syiah Kuala yang telah berdiri dikawasan pengungsian, tidak berdinding.
Begitu juga dengan pembangunan 113 unit rumah korban tsunami desa Pasie Beurandeh,
Kecamatan Batee Kabupaten Pidie, yang dilakukan LSM Serasih (Serambi Kasih)
kembali menuai masalah. Pembangunan terhenti karena warga menolak menempati
rumah yang telah dibangun Serasih yang dinilai tidak layak huni. Jenis kayu yang
digunakan adalah kayu sembarangan, bahkan sebagian diantaranya telah mulai dimakan
rayap. Sementara itu pembangunan rumah bantuan BRR sebanyak 20 unit di Desa
Lamdingin, Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh, dibangun oleh kontraktorkontraktor dengan bahan kualitas rendah dan terkesan asal jadi. Ironis-nya lagi diantara
warga ada yang dimintai dana tambahan oleh kontraktor sampai 500 ribu per orang.
Menanggapi kasus tersebut BRR diharapkan peduli dengan pelaksana pembangunan
rumah, jangan hanya meng-acc-kan untuk dibuat tapi setelah jadi tidak berguna.
- Halaman 10 dari 13 Jalan Prada Utama, No. 111, Kampung Pineung, Banda Aceh, Tlp. 0651-7410400
Website : http://www.acehrecoveryforum.org eMail : info@acehrecoveryforum.org

Aceh Recovery Forum (ARF)


Data Analyst and Monitoring Division

Terkait dengan masalah pertanahan, guna mempercepat proses realisasi


perumahan, pemerintah Kabupaten Aceh Barat sudah membebaskan 120,57 ha lahan
untuk perumahan bagi korban tsunami. Sedangkan yang masih dalam proses administrasi
seluas 42 ha. Kini pemkab juga sedang mengidentifikasi 50 ha lahan tambahan di
Kecamatan Meureubo (30 ha) dan Kecamatan johan pahlawan (20 ha). 120,57 ha lahan
yang sudah dibebaskan itu tersebar di Desa Paya Peunaga, Meureubo 26,17 ha,
Kecamatan Johan Pahlawan 94,4 ha tersebar di Desa Marek 10 ha, Pasi Mesjid 6 ha,
Leuhan 20 ha, Blang Beurandang 5,4 ha dan Suak Nie 53 ha. Sedangkan yang masih
dalam proses adiministrasi tersebar di Kecamatan Samatiga (Desa Kuala Bubon 4 ha dan
Cot Seumeurueng 10 ha) dan di Kecamatan Arongan seluas 28 ha. Lahan 53 ha di Suak
Nie, sayangnya, ditolak NGO untuk relokasi. Salah satu alasannya, lokasi tersebut tidak
layak untuk lahan perumahan. Tindak lanjut dari penolakan tersebut pemerintah akan
menggunakan lahan seluas 10,6 ha di Ujung Tanoh Darat, tentunya setelah adanya
persetujuan antara BRR dengan pemilik tanah.
KESEHATAN
Sumber dari BPS menyebutkan sampai akhir Desember 2005 tercatat jumlah rumah
tangga miskin adalah sebanyak 440.191 rumah tangga. Jika sebuah rumah tangga
mempunyai anggota 5 jiwa maka jumlah penduduk miskin di Aceh diperkirakan menjadi
2.200.995 jiwa penduduk Aceh yang miskin dari 4.076.760 jiwa populasi Aceh. Kira-kira
53,98% penduduk Aceh miskin. Maka tidak mengherankan apabila masih banyak
masyarakat yang membutuhkan perhatian dan uluran tangan dari pemerintah untuk
memperoleh jaminan kesehatan secara gratis. Untuk itu, pemerintah telah mengupayakan
dengan berbagai cara, agar pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan oleh penduduk
miskin ini. Salah satunya dengan pendistribusian Kartu Askeskin yang diharapkan
dengan kartu ini masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Pemerintah dalam
hal ini Dinas Kesehatan telah berusaha menyalurkan sejumlah Kartu Askeskin tepatnya
di beberapa daerah secara bergiliran. Beberapa daerah yang telah mendapatkan pelayanan
Kartu Askeskin tahap awal yakni Kabupaten Aceh Utara, yang telah didistribusikan
sebanyak 207.037 lembar Kartu Askeskin, atau sekitar 124,19 persen dalam tahun 2005.
Terjadi peningkatan di tahun 2006, yakni jumlah penduduk yang mendapatkan Kartu
Askeskin untuk Aceh Utara sebanyak 328.785 atau 76,09 persen dari jumlah penduduk
Aceh Utara. Selain Aceh Utara, di Kabupaten Pidie juga telah didistribusikan Kartu
Askeskin untuk 254.186 orang. Dengan pendistribusian Kartu Askeskin ini, diharapkan
dapat membantu masyarakat yang miskin untuk mendapatkan pelayanan-pelayanan
kesehatan, baik berupa pengobatan rutin, operasi, maupun biaya rawat inap bagi pasien
yang sedang menjalankan opname di beberapa rumah sakit umum di kabupaten
setempat.
Beberapa permasalahan yang terjadi di bidang kesehatan adalah masih rawannya
malaria di Aceh pasca tsunami. Hal ini disebabkan karena kawasan-kawasan yang hancur
dan sampah-sampah tsunami belum tuntas dibersihkan, sehingga memicu berkembang
biaknya nyamuk aides agepty dan anopeles. Untuk dapat mencegah agar malaria dan
DBD tidak menyebar luas, maka diberikanlah bantuan ribuan kelambu kepada para
pengungsi yang tinggal di barak oleh pihak Badan Koordinasi Keluarga Berencana
(BKKBN). Selain itu, wabah muntaber juga mulai berjangkit di Aceh, tepatnya di Aceh
Tenggara. Diperkirakan, intensitas terhadap wabah muntaber ini terus mengalami
- Halaman 11 dari 13 Jalan Prada Utama, No. 111, Kampung Pineung, Banda Aceh, Tlp. 0651-7410400
Website : http://www.acehrecoveryforum.org eMail : info@acehrecoveryforum.org

Aceh Recovery Forum (ARF)


Data Analyst and Monitoring Division

peningkatan. Belum lagi tuntas mengenai 2 kasus di atas, masyarakat Aceh juga
dikejutkan dengan adanya kasus terindikasinya polio di 14 Kabupaten/Kota di NAD.
Adapun penyebab masih rentannya terjangkit virus polio di 14 daerah tersebut, karena
masih kurangnya kesadaran masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga terhadap
pentingnya vaksin polio kepada anak-anak. Permasalahan kekurangan gizi pada balitapun
juga menjadi sorotan dalam sebulan ini. Sebanyak 1.008 balita di Kabupaten Bireuen
diketahui mengalami kekurangan gizi. Perlu dilakukan kerja keras dan penanganan yang
extra, dalam penanggulangannya bukan dari pihak Dinas Kesehatan saja, akan tetapi juga
perlu dukungan penuh dari masyarakat.
Masuk ke permasalahan yang terjadi seputar watsan, warga Kabupaten Aceh Utara
masih mengeluh akibat Pustu yang telah didirikan belum memiliki fasilitas MCK. Tidak
hanya itu, sejumlah pengungsi di Dusun Payungpun terkendala dengan belum tersedianya
fasilitas air bersih. Di beberapa desa juga mengalami hal yang serupa, yakni sangat
sulitnya untuk mendapatkan pendistribusian air bersih. Walhasil, penduduk terpaksa
harus membeli, bahkan ada yang mempergunakan air payau. Sangat diharapkan perhatian
oleh pihak yang terkait, mengingat kebutuhan air bersih sangat penting dan menjadi
sumber kehidupan bagi warga. Terkait dengan permasalahan sulitnya mendapatkan
distribusi air bersih, maka di Banda Aceh, tepatnya di Uleelheu telah dibuat instalasi
penjernihan air minum, yang dikelola oleh donor asing. Masyarakat seluruh Aceh,
tentunya sangat mengharapkan bantuan yang serupa dengan yang telah dilakukan di
Uleelheu tersebut. Dengan demikian, keluhan warga terhadap permasalahan
pendistribusian air bersih yang tidak merata tidak lagi terdengar.
Sementara itu, bantuan di sektor kesehatan terus mengalir dalam waktu sebulan ini
yakni, bantuan sebanyak 56 unit Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang diberikan kepada
Kecamatan Johan Pahlawan Aceh Barat. Bantuan kemanusiaan lainnya juga datang dari
Aliansi Senat Mahasiswa Kesehatan se-Banda Aceh yang menggelar kegiatan donor
darah. Tujuannya adalah selain dapat membantu masyarakat yang membutuhkan darah,
kegiatan tersebut juga membantu memenuhi tersedianya darah di PMI. Bantuan
pembangunan Puskesmas, Polindes dan Pustu juga masih dirasakan dalam kurun waktu
sebulan ini. Selain itu, penambahan bantuan dana untuk meningkatkan pelayanan di
sektor kesehatan juga masih terus mengalir, bahkan bantuan fasilitas transportasi seperti
ambulans juga diberikan dengan tujuan agar tim/petugas kesehatan dapat menjangkau
daerah terpencil dan pelosok untuk dapat memberikan informasi dan pelayanan kesehatan
di daerah-daerah pedalaman. Untuk dapat menghasilkan perawat yang handal dan
professional, maka NGO asing juga membantu untuk membuat pembangunan Gedung
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) FK Unsyiah. Diharapkan, perawat-perawat
lulusan dari PSIK Unsyiah dapat mengaplikasikan ilmu dan keahliannya, sehingga dapat
bekerja di Aceh dan di luar negeri dengan baik.
Bantuan lain yang dapat mendukung terciptanya kesehatan anak-anak di Aceh,
dapat dirasakan melalui kegiatan Pekan Imunisasi Nasional (PIN). Pelaksanaan PIN yang
dilakukan saat ini adalah PIN putaran ke V. Pelaksanaan PIN ini dilaksanakan serentak di
Provinsi NAD, dan rata-rata pelaksanaannya mengalami kesuksesan.

- Halaman 12 dari 13 Jalan Prada Utama, No. 111, Kampung Pineung, Banda Aceh, Tlp. 0651-7410400
Website : http://www.acehrecoveryforum.org eMail : info@acehrecoveryforum.org

Aceh Recovery Forum (ARF)


Data Analyst and Monitoring Division

PENUTUP
Berbagai permasalahan yang terjadi pasca 16 bulan tsunami menjadi suatu
fenomena yang menyedihkan mengingat semua permasalahan yang dihadapi adalah
permasalahan yang menahun dan tidak ada solusinya. Pasca tsunami pun, permasalahan
itu lagi yang muncul. Di bidang perumahan, masyarakat banyak yang mengeluhkan tidak
adanya komitmen para donor dan NGO, tidak layaknya rumah yang telah dibangun, tidak
adanya partisipasi masyarakat untuk turut serta membangun. Wajar jika banyak
pembangunan yang telah dilaksanakan menjadi tidak sesuai dengan masyarakat. Akibat
konsep partisipasi yang diabaikan menyebabkan banyak program sekarang yang tidak
merasa dimiliki oleh masyarakat (no sense of belonging for society). Meng-under
estimate-kan masyarakat juga menjadi salah satu faktor lambatnya proses rehab dan
rekons Aceh. Mengapa para pengambil keputusan selalu merasa dia yang paling pintar
dan paling tau tentang kebutuhan masyarakat? Mengapa kepemimpinan diktator masih
saja harus diimplementasikan dalam proses rehab dan rekons Aceh, dan rakyat selalu
yang menjadi korban. Sehingga wajar kalau kekecewaan dan kekesalanlah yang selalu
dirasakan oleh masyarakat Aceh terhadap para pemimpin yang berkuasa di daerah ini.
Sampai kapan kita selalu mengambil keputusan tanpa konsep Participatory jika ingin
menjadi masyarakat yang maju?.

- Halaman 13 dari 13 Jalan Prada Utama, No. 111, Kampung Pineung, Banda Aceh, Tlp. 0651-7410400
Website : http://www.acehrecoveryforum.org eMail : info@acehrecoveryforum.org

Anda mungkin juga menyukai