Anda di halaman 1dari 21

HUBUNGAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) DENGAN EFISIEN TIDUR PADA

PASIEN YANG DILAKUKAN PSG

Harris Murdianto*, Yovita Andhitara**

diajukan pada :
Pertemuan Ilmiah InaSleep 2016
Bandung, 2-4 September 2016

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS SARAF I


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

HUBUNGAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) DENGAN EFISIEN TIDUR PADA


PASIEN YANG DILAKUKAN PSG
Harris Murdianto*, Yovita Andhitara**
* Residen, Bagian Neurologi FK Undip/RSUP dr. Kariadi Semarang
** Staf, Bagian Neurologi FK Undip Semarang
ABSTRAK
Latar belakang : Gangguan napas saat tidur dalam dekade terakhir dipandang sebagai faktor
potensial beberapa penyakit. Sindrom henti napas saat tidur dibagi menjadi 3 tipe yaitu tipe
sentral, tipe obstruksi, tipe campuran. Obstructive Sleep Apnea (OSA) merupakan bentuk
gangguan napas dalam tidur yang paling sering dijumpai, ditandai dengan episode apnea
dan hypopnea Penatalaksanaan yang tepat terbukti memperbaiki peningkatan efisiensi tidur.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Obstructive Sleep
Apnea (OSA) dengan efisiensi tidur pada pasien yang dilakukan pemeriksaan
Polysomnografy (PSG) Periode maret 2015 - maret 2016
Metode :. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional.
Besar populasi adalah 33 sedangkan besar sampel adalah 24 orang. Teknik sampling yang
digunakan random sampling. Data diperoleh dengan instrumen penelitian rekam medik dan
laporan PSG. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis
menggunakan Uji Chi Square pada taraf signifikasi.
Hasil : On Going
Kesimpulan : On Going
Kata kunci : Obstructive sleep apnea (OSA), efisiensi tidur

BAB I
PENDAHULUAN
Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih
dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya.
Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang selama periode
tertentu. Menurut Chopra, tidur merupakan dua keadaan yang bertolak belakang dimana
tubuh beristirahat secara tenang dan aktivitas metabolisme juga menurun namun pada saat
itu juga otak sedang bekerja lebih keras selama periode bermimpi dibandingkan dengan
ketika beraktivitas di siang hari.
Definisi OSA adalah keadaan apnea (penghentian aliran udara selama 10 detik
sehingga menyebabkan 2-4% penurunan saturasi oksigen) dan hypopnea (penurunan aliran
udara paling sedikit 30-50% sehingga menyebabkan penurunan saturasi oksigen) ada
sumbatan total atau sebagian jalan napas atas yang terjadi secara berulang pada saat tidur
selama non-REM atau REM sehingga menyebabkan aliran udara ke paru menjadi
terhambat. Sumbatan ini menyebabkan pasien menjadi terbangun saat tidur atau terjadi
peralihan ke tahap tidur yang lebih awal. Kejadian apnea terjadi selama 10-60 detik dan
OSA yang ekstrim dapat terjadi berulang setiap 30 detik
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang
tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan
apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih,
perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Tidur
Tidur didefenisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih
dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya.
Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang selama periode
tertentu. Menurut Chopra (2003), tidur merupakan dua keadaan yang bertolak belakang
dimana tubuh beristirahat secara tenang dan aktivitas metabolisme juga menurun namun
pada saat itu juga otak sedang bekerja lebih keras selama periode bermimpi dibandingkan
dengan ketika beraktivitas di siang hari.
Fisiologi Tidur
Setiap makhluk memiliki irama kehidupan yang sesuai dengan masa rotasi bola
dunia yang dikenal dengan nama irama sirkadian. Irama sirkadian bersiklus 24 jam antara
lain diperlihatkan oleh menyingsing dan terbenamnya matahari, layu dan segarnya tanamtanaman pada malam dan siang hari, awas waspadanya manusia dan bintang pada siang hari
dan tidurnya mereka pada malam hari.
Tidur merupakan kegiatan susunan saraf pusat, dimana ketika seseorang sedang tidur bukan
berarti bahwa susunan saraf pusatnya tidak aktif melainkan sedang bekerja. Sistem yang
mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular activating system (RAS) dan
bulbar synchronizing regional (BSR) yang terletak pada batang otak.
RAS merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat
termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak dalam mesenfalon dan bagian atas pons.
Selain itu RAS dapat memberi rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga
dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir.
Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti
norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin
dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR.

Tahapan Tidur
Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau Rapid Eye Movement
(REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau Non Rapid Eye Movement (NREM).
Tidur diawali dengan fase NREM yang terdiri dari empat stadium, yaitu tidur stadium satu,
tidur stadium dua, tidur stadium tiga dan tidur stadium empat; lalu diikuti oleh fase REM.
Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus dalam semalam.
1. Tidur stadium satu
Pada tahap ini seseorang akan mengalami tidur yang dangkal dan dapat terbangun
dengan mudah oleh karena suara atau gangguan lain. Selama tahap pertama tidur, mata
akan bergerak peralahan-lahan, dan aktivitas otot melambat.
2. Tidur stadium dua
Biasanya berlangsung selama 10 hingga 25 menit. Denyut jantung melambat dan suhu
tubuh menurun. Pada tahap ini didapatkan gerakan bola mata berhenti.
3. Tidur stadium tiga
Tahap ini lebih dalam dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini individu sulit untuk
dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut tidak dapat segera menyesuaikan diri
dan sering merasa bingung selama beberapa menit.
4. Tidur stadium empat
Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak sangat lambat. Aliran
darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk memulihkan energi fisik.
Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam atau deep sleep, dan sangat
restorative bagian dari tidur yang diperlukan untuk merasa cukup istirahat dan energik di
siang hari. Fase tidur NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit,
setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung
lebih cepat dan menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.
Selama tidur REM, mata bergerak cepat ke berbagai arah, walaupun kelopak mata
tetap tertutup. Pernafasan juga menjadi lebih cepat, tidak teratur, dan dangkal. Denyut
jantung dan nadi meningkat.

Selama tidur baik NREM maupun REM, dapat terjadi mimpi tetapi mimpi dari tidur REM
lebih nyata dan diyakini penting secara fungsional untuk konsolidasi memori jangka
panjang.
Siklus Tidur
Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam, REM dan NREM terjadi
berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang kurang cukup mengalami REM, maka
esok harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat
mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika NREM kurang
cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit.
Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut:

Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus dari 24
jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur
seseorang. Jika terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu

Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak
memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman
di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecahpecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk. Kualitas tidur, menurut American
Psychiatric Association (2000), dalam Wavy (2008), didefinisikan sebagai suatu fenomena
kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Usia lanjut adalah usia 60 tahun ke atas
sesuai dengan definisi World HealthOrganization yang terdiri dari (1) usia lanjut (elderly)
60-74 tahun, (2) usia tua (old) 75-90 tahun, dan (3) usia sangat lanjut (very old) di atas 90
tahun. Lebih dari 80% penduduk usia lanjut menderita penyakit fisik yang mengganggu
fungsi mandirinya. Sejumlah 30% pasien yang menderita sakit fisik tersebut menderita
kondisi komorbid psikiatrik, terutama depresi dan anxietas. Sebagian besar usia lanjut yang
menderita penyakit fisik dan gangguan mental tersebut menderita gangguan tidur.(3)
Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan dari periode tidur. Kelompok usia lanjut
cenderung lebih mudah bangun dari tidurnya. Kebutuhan tidur akan berkurang dengan
berlanjutnya usia. Pada usia 12 tahun kebutuhan untuk tidur adalah Sembilan jam,
berkurang menjadi delapan jam pada usia 20 tahun, tujuh jam pada usia 40 tahun, enam
setengah jam pada usia 60 tahun, dan enam jam pada usia 80 tahun. Kualitas tidur meliputi
aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk
bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur
(Daniel et al, 1998; BuyssePersepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan
individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari
atau efesiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa
muda adalah 80-90%. Di sisi lain, Lai (2001) dalam Wavy (2008) menyebutkan bahwa
kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada
malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk
tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang
di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain,
memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang.

Kualitas tidur seseorang dapat dianalisa melalui pemerikasaan laboraorium yaitu


EEG yang merupakan rekaman arus listrik dari otak. Perekaman listrik dari permukaan otak
atau permukaan luar kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas listrik yang terus menerus
timbul dalam otak. Ini sangat dipengaruhi oleh derajat eksitasi otak sebagai akibat dari
keadaan tidur, keadaan siaga atau karena penyakit lain yang diderita. Tipe gelombang EEG
diklasifikasikan sebagai gelombang alfa, betha, tetha dan delta (Guyyton & Hall, 1997).
Selain itu, kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tandatanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda
kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan
dijelaskan apa saja tanda fisik dan psikologis yang dialami.
Obstructive Sleep Apnea (OSA)
Obstructive sleep apnea merupakan bentuk umum sleep-disordered breathing (SDB)
yang telah dikenal secara umum dan berhubungan dengan berbagai masalah medis serta
mempunyai dampak pada angka kesakitan dan kematian sehingga menjadi beban dalam
pelayanan kesehatan masyarakat. Berbagai penelitian epidemiologik telah dilakukan
terutama di negara maju, mendapatkan kejadian OSA yang serngkali berhubungan dengan
berbagai penyakit atau keadaan tertentu sebagai faktor predisposisinya
Definisi OSA adalah keadaan apnea (penghentian aliran udara selama 10 detik sehingga
menyebabkan 2-4% penurunan saturasi oksigen) dan hypopnea (penurunan aliran udara
paling sedikit 30-50% sehingga menyebabkan penurunan saturasi oksigen) ada sumbatan
total atau sebagian jalan napas atas yang terjadi secara berulang pada saat tidur selama nonREM atau REM sehingga menyebabkan aliran udara ke paru menjadi terhambat. Sumbatan
ini menyebabkan pasien menjadi terbangun saat tidur atau terjadi peralihan ketahap tidur
yang lebih awal. Kejadian apnea terjadi selama 10-60 detik dan OSA yang ekstrim dapat
terjadi berulang setiap 30 detik

Gambar 2. patogenensis terjadi OSA


ETIOLOGI
Etiologi OSA adalah keadaan kompleks yang saling mempengaruhi berupa neural,
hormonal, muskular dan struktur anatomi, contohnya : kegemukan terutama pada tubuh
bagian atas dipertimbangkan sebagai risiko utama untuk terjadinya OSA. Angka prevalens
OSA pada orang yang sangat gemuk adalah 42-48% pada laki-laki dan 8-38% pada
perempuan. Penambahan berat badan akan meningkatkan gejala-gejala OSA.
Faktor risiko untuk terjadinya OSA :
A. Terdapat tiga faktor risiko yang diketahui :
1. Umur : prevalens dan derajat OSA meningkat sesuai dengan bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin : Risiko laki-laki untuk menderita OSA adalah 2 kali lebih tinggi
dibandingkan perempuan sampai menopause.
3. Ukuran dan bentuk jalan napas :
a. Struktur kraniofasial (palatum yang bercelah, retroposisi mandibular).
b. Micrognathia (rahang yang kecil).
c. Macroglossia (lidah yang besar), pembesaran adenotonsillar.
d. Trakea yang kecil (jalan napas yang sempit).

B. Faktor risiko penyakit : Kegagalan kontrol pernapasan yang dihubungkan dengan :


1. Emfisema dan asma.
2. Penyakit neuromuscular (polio, myasthenia gravis, dll).
3. Obstruksi nasal.
4. Hypothyroid, akromegali, amyloidosis, paralisis pita suara, sindroma postpolio,
kelainan neuromuskular, Marfan's syndrome dan Down syndrome.
Tanda dan gejala yang umum dihubungkan dengan kejadian OSA adalah :
1. Gejala malam hari saat tidur
a. Mengeluarkan air liur saat tidur (Drooling / ngiler)
b. Mulut kering
c. Tidur tak nyenyak / terbangun saat tidur
d. Terlihat henti napas saat tidur oleh rekan tidurnya
e. Tersedak atau napas tersengal saat tidur
2. Gejala saat pagi atau siang hari
a. Mengantuk
b. Pusing saat bangun tidur pagi hari
c. Refluks gastroesofageal
d. Tidak bisa konsentrasi
e. Depresi
f. Penurunan libido
g. Impotensi
h. Bangun tidur terasa tak segar
Klasifikasi derajat OSA berdasarkan nilai Apnea Hypopnea Index (AHI) yang
ditetapkan oleh The American Academy of Sleep Medicine, dapat dibagi menjadi 3
golongan :
1. Ringan (nilai AHI 5-15).
2. Sedang (nilai AHI 15-30).
3. Berat (nilai AHI >30).
Faktor-faktor lain yang juga berpengaruh pada derajat OSA adalah desaturasi oksigen,
kualiti hidup dan tingkat mengantuk di siang hari.

10

DIAGNOSIS
Baku emas untuk diagnosis OSA adalah melalui pemeriksaan tidur semalam dengan alat
polysomnography / PSG). Parameter-parameter yang direkam pada polysomnogram adalah
electroencephalography

(EEG),

electrooculography

(pergerakan

bola

mata),

electrocardiography (EKG), electromyography (pergerakan rahang bawah dan kaki), posisi


tidur, aktiviti pernapasan dan saturasi oksigen. Karakteristik OSA pada saat dilakukan PSG
adalah penurunan saturasi oksigen berulang, sumbatan sebagian atau komplit dari jalan
napas atas (kadang-kadang pada kasus yang berat terjadi beberapa ratus kali) yang disertai
dengan 50% penurunan amplitudo pernapasan, peningkatan usaha pernapasan sehingga
terjadi perubahan stadium tidur menjadi lebih dangkal dan terjadi desaturasi oksigen.
Sebelum dilakukan PSG, pasien akan diminta kesediaannya untuk mengisi kuesioner
Berlin, bertujuan untuk menjaring pasien yang mempunyai risiko tinggi terjadi OSA.
Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian yaitu bagian pertama berisi tentang apakah mereka
mendengkur, seberapa keras, seberapa sering dan apakah sampai mengganggu orang lain.
Bagian kedua berisi tentang kelelahan setelah tidur, seberapa sering merasakan lelah dan
pernahkah tertidur saat berkendaraan. Bagian ketiga berisi tentang riwayat hipertensi, berat
badan, tinggi badan, umur, jenis kelamin dan Body Mass Index (BMI). Seseorang
dinyatakan berisiko tinggi OSA bila memenuhi paling sedikit 2 kriteria di atas. Kuesioner
ini mempunyai validiti yang tinggi. Seseorang dikatakan menderita OSA jika terdapat :
1. Keadaan mengantuk berat sepanjang hari yang tidak dapat dijelaskan karena sebab lain.
2. Dua atau lebih keadaan seperti tersedak sewaktu tidur, terbangun beberapa kali ketika
tidur, tidur yang tidak menyebabkan rasa segar, perasaan lelah sepanjang hari dan gangguan
konsentrasi.
3. Hasil PSG menunjukkan 5 jumlah total apnea ditambah terjadi hypopnea per-jam
selama tidur (AHI 5).
4. Hasil PSG negatif untuk gangguan tidur lainnya.
Saat ini sudah banyak terdapat alat Polisomnografi yang sifatnya portable atau
bergerak, kemudahan alat ini mampu mengurangi biaya serta mempermudah bagi pasien
yang akan melakukan pemeriksaan polisomnografi, akan tetapi alat ini mempunyai
keterbatasan

11

TATALAKSANA
Secara umum terapi untuk mengatasi gangguan tidur pada OSA dapat dibagi menjadi 3
bagian, yaitu :
1. Intervensi bedah :
Pembedahan hidung; bedah plastik untuk palatum, uvula dan faring; somnoplasty;
trakeostomi.
2. Perubahan gaya hidup :
Menurunkan berat badan; menghindari alkohol dan obat-obatan pembantu untuk tidur;
menghindari kelelahan yang sangat dan mengkonsumsi kafein.
3. Alat-alat buatan :
Alat untuk mereposisi rahang dan mencegah lidah jatuh ke belakang (mempertahankan
posisi lidah); cervical collars atau bantal; CPAP. Positive airway pressure (PAP) diketahui
merupakan terapi baku emas untuk OSA. Bentuk umum dari PAP adalah continuous
positive airway pressure (CPAP). Alat ini dapat digunakan melalui masker nasal, masker
oral atau variasivariasi lain. Sullivan dkk melaporkan penggunaan nasal CPAP sebagai
terapi OSA. Konsep CPAP antara lain bekerja melalui tekanan positif di jalan napas atas
pada tingkat yang konstan atau berfungsi untuk menjaga jalan napas atas tetap paten /
terbuka selama tidur dan mempertahankan volume paru sehingga membantu faring tetap
paten. Hal tersebut dapat mencegah terjadinya apnea dan dapat mengeliminasi kejadian
mendengkur. Terapi menggunakan CPAP akan meningkatkan kualiti hidup dan menurunkan
tekanan darah. Terapi ini dianggap efektif untuk pasien OSA sehingga merupakan terapi lini
pertama dan pilihan utama serta merupakan terapi seumur hidup karena jika pasien
menghentikan pemakaian CPAP maka gejala-gejala OSA akan terulang
kembali. Studi dari Brown University Medical School mempelajari bagaimana pengaruh
penggunaan CPAP terhadap kemampuan daya ingat :
Pasien yang menggunakan CPAP < 2 jam tiap malam hari (misalnya : pada pasien yang
tingkat kepatuhannya rendah) mempunyai 21% fungsi daya ingat yang normal.
Pasien yang menggunakan CPAP 2-6 jam tiap malam mempunyai 44% fungsi daya ingat
yang normal.

12

Pasien yang menggunakan CPAP 6 tiap malam (pengobatan dan tingkat kepatuhan yang
optimal) mempunyai 68% fungsi daya ingat yang normal.
Tanda keberhasilan terapi OSA adalah pasien OSA dapat tidur lebih baik, merasa
lebih segar pada waktu bangun tidur dan terjadi penurunan tekanan darah serta
menghilangkan gejala-gejala OSA. Pasien-pasien OSA yang mendapatkan terapi OSA
merasakan peningkatan dalam hal : vitaliti dan motivasi, kinerja dalam bekerja, mood,
kendali dan tindakan yang berkenaan dengan seks, kewaspadaan saat mengendarai
kendaraan dan kualiti hidup. Keberhasilan dari terapi ini sangat bergantung pada kepatuhan
pasien untuk menggunakan alat tersebut, sehingga alat ini menjadi kurang efektif jika tidak
digunakan secara teratur. Variabel-variabel seperti umur, jenis kelamin, tingkat keadaan
mengantuk pada siang hari dan tingkah laku yang berhubungan dengan penggunaan CPAP
merupakan faktor-faktor penentu terhadap kepatuhan menggunakan CPAP. Sebaliknya, jika
terjadi kegagalan pada penggunaan CPAP akan meningkatkan salah satu risiko yang
berkaitan dengan OSA yang tidak diobati, yaitu: hipertensi (OSA meningkatkan risiko
sebanyak 5 kali untuk terjadi hipertensi), stroke dan Congestive heart failure (CHF).

13

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan Kutilang laboratorium PSG RSUP Dr. Kariadi
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap bagian penyakit saraf RSUP Dr.
Kariadi bulan Maret 2015 - Maret 2016 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang
telah ditetapkan dalam penelitian ini.
Kriteria yang dipakai:
1. Pasien laki-laki dan perempuan
2. Pasien dengan usia diatas 30 tahun
3. Tidak menderita amandel / pembesaran tonsil
4. Tidak merokok
Sampel atau populasi studi merupakan hasil pemilihan subjek dari populasi untuk
memperoleh karakteristik populasi. Berdasarkan observasi peneliti, jumlah populasi sumber
ini ada sekitar Penentuan besar sampel pada penelitian ini menurut Slovin dengan rumus
sebagai berikut :
n=

N
1+N

keterangan :
n : ukuran sampel
N : ukuran populasi
: tingkatan kekeliruan pengambilan sampel yang ditolerir.
Dengan rumus di atas maka sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah : ( dengan
mengasumsi tingkat kekeliruan yang ditolerir adalah sebesar 10% ).

14

n=

33

1+33(10%)2
Jadi pada penelitian ini, peneliti menggunakan ukuran sampel sebanyak 24 orang pasien.
D. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan secara Random Sampling.
Pemilihan subjek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan
karakteristik populasi.
Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Obstructive Sleep Apnea (OSA)
2. Variabel tergantung : waktu tidur efisiensi
3. Variabel luar : umur, pembesaran tonsil, merokok
E. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Bebas
a. Obstructive Sleep Apnea (OSA)
Sleep apnea adalah timbulnya episode abnormal pada frekuensi napas yang berhubungan
dengan penyempitan saluran napas atas pada keadaan tidur. OSA terjadi bila ventilasi
menurun atau tidak ada ventilasi yang disebabkan oklusi parsial atau oklusi total pada
saluran napas atas paling tidak selama 10 detik atau lebih.
b. Skala variabel : nominal
2. Variabel Terikat
a. Efisiensi tidur
efisiensi tidur adalah presentase nilai waktu tidur setelah perekaman PSG yang mana
perekaman yaitu 10-12 jam, penilaian berdasarkan besarnya presentase setelah dilakukan
perekaman yaitu dimana pasien masuk dalam fase tidur, nilai <50% = efiseinsi tidur
kurang, 50%-80% = cukup, > 80% = berlebih
b. Skala variabel : skala nominal

15

F. Rancangan Penelitian
Pasien Rawat Inap yang dilakuian
PSG pada periode Maret 2015-Maret
2016

1. Pasien laki-laki dan perempuan


2. Pasien dengan usia diatas 30 tahun
3. Tidak menderita amandel /
pembesaran tonsil
4. Tidak merokok

Bukan OSA

OSA

Kurang
Efisien

Efisien

Kurang
Efisien

Efisien

G. Instrumen Penelitian
1. Rekam Medik
2. Laporan PSG

16

H. Cara Kerja Penelitian


1. Persiapan Penelitian
a. Sampel
Sampel diperoleh dari semua pasien inap yang menjalani pemeriksaan PSG pada periode
maret 2015-maret 2016 di RSUP dr Kariadi. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan,
usia di atas 20 tahun, tidak mengalami pembesaran tonsil, serta tidak merokok
b. Rekam Medik
Rekam medik untuk mengetahui data pasien penyakit yang diderita, indikasi
pemeriksaan PSG serta informasi yang menunjang diagnose OSA.
c. Laporan PSG
Laporan PSG untuk mengetahui nilai AHI dan Efisiensi tidur

pada pasien yang

mengalami OSA dan dilakukan PSG


2. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan cara memberikan melakukan pemeriksaan PSG kepada
semua individu yang memenuhi kriteria dalam populasi sebagai subjek penelitian.
Setelah didaptkan hasil laporan pemeriksaan PSG maka peneliti menghubungkan pasien
yang terdiagnosa OSA dengan nilai efiseinsi tidur
Setelah dilaksanakan penelitian, maka dilakukan tabulasi tehadap data yang diperoleh
untuk mengelompokan dari subjek penelitian mana yang OSA dan non OSA serta mana
yang efisiensi tidurnya cukup atau kurang. Setelah tabulasi data, baru dilakukan analisis
data
I. Teknik Analisis Data
Data yang akan diperoleh dalam penelitian ini akan disusun dalam tabel kontingensi ukuran
22 kemudian diuji dengan metode statistik uji chi square. Selanjutnya untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi
digunakan rumus koefisien kontingensi dan ratio odds. Uji chi square adalah suatu teknik
statistik yang memungkinkan penyelidik menilai probabilitas perbedaan frekuensi yang
nyata (yang di observasi) dengan frekuensi yanng diharapkan dalam kategoti-kategori
tertentu sebagai akibat dari kesalahan sampling. Uji chi square dapat dianalisis datanya
secara statistik apabila frekuensi harapannya (expected frequency) sedikitnya memiliki 5

17

subjek Untuk mengetahui kuatnya hubungan antara kedua data nominal dinyatakan dengan
besarnya koefisien kontingensi dengan lambang C. Selanjutnya, harga C tersebut dapat
dibandingkan dengan C tabel. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa semakin dekat C hitung dengan C maksimal tabel, semakin besar
hubungan kedua variabel tersebut.
Tabel Kontingensi ukuran 22
SAMPEL
OSA
NON OSA
TOTAL

EFISIENSI

TIDUR

EFISIENSI

CUKUP

KURANG

A
C
a+c

b
d
b+d

TIDUR

TOTAL

a+b
c+d
a+b+c+d

Keterangan :
a. Pasien efiesi tidur cukup dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)
b. Pasien efisiensi tidur kurang dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)
c. Pasien efiesi tidur cukup dan non Obstructive Sleep Apnea (OSA)
d. Pasien efiesi tidur kurang dan non Obstructive Sleep Apnea (OSA)
1. Uji Chi Square ( x )
X =

n(ad-bc)2
(a+b+c+d)

Keterangan :
X = nilai Chi Square
n = jumlah sampel
a, b, c, d = frekuensi kebebasan
Ketentuan :
H0 diterima bila X hitung X tabel
H1 diterima bila X hitung > X tabel

2. Koefisien Kontingensi ( C )

18

C=

X2
n+X2

Keterangan :
C : Koefisien Kontingensi
X : Nilai Chi Square
n : Jumlah sampel
Ketentuan :
Nilai koefisien kontingensi hitung dibandingkan dengan tabel chi square, dengan derajat
kebebasan (n-1) (k-1). Dimana n adalah jumlah baris, sedangkan k adalah jumlah kolom
3. ODDS Rasio
OR = bc
ad
Dengan: OR : nilai ODDS Rasio
a, b, c, d : frekuensi kebebasan
Ketentuan:
Ada hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan efisiensi tidur jika OR > 2

BAB VI

19

HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Telah dilaksanakan penelitian di Ruang perawatan Kutilang laborattorium PSG pada bulan
Maret 2015 sampai maret 2016. Dari penelitian didapatkan 24 orang yang memenuhi syarat
sebagai subjek penelitian.
Hasil penelitian dilaporkan dalam dua bagian :1. deskripsi data sampel
dan 2. analisis data sampel.
1. Deskripsi data sampel
Tabel 4. 1. Jumlah responden Obstructive Sleep Apnea (OSA)
No
1.

Kelompok
Obstructive
Sleep

2.

Jumlah
N
15

%
62,5

37,5

Apnea

(OSA)
Non
Obstructive
Sleep Apnea

(OSA)
Total
24
100
Jumlah seluruh sampel yang mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) sebanyak 15
orang (62,5%) dan yang tidak mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah sebanyak
9 orang (37,5%).

Tabel 4. 2. Jumlah responden efisiensi tidur

20

No

Kelompok
Efiseiensi tidur

Jumlah
N
13

1.

%
54,1`

<50%
Efisiensi

2.

11

37,5

24

100

60-80%
Total

tidur

21

Anda mungkin juga menyukai