diajukan pada :
Pertemuan Ilmiah InaSleep 2016
Bandung, 2-4 September 2016
BAB I
PENDAHULUAN
Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih
dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya.
Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang selama periode
tertentu. Menurut Chopra, tidur merupakan dua keadaan yang bertolak belakang dimana
tubuh beristirahat secara tenang dan aktivitas metabolisme juga menurun namun pada saat
itu juga otak sedang bekerja lebih keras selama periode bermimpi dibandingkan dengan
ketika beraktivitas di siang hari.
Definisi OSA adalah keadaan apnea (penghentian aliran udara selama 10 detik
sehingga menyebabkan 2-4% penurunan saturasi oksigen) dan hypopnea (penurunan aliran
udara paling sedikit 30-50% sehingga menyebabkan penurunan saturasi oksigen) ada
sumbatan total atau sebagian jalan napas atas yang terjadi secara berulang pada saat tidur
selama non-REM atau REM sehingga menyebabkan aliran udara ke paru menjadi
terhambat. Sumbatan ini menyebabkan pasien menjadi terbangun saat tidur atau terjadi
peralihan ke tahap tidur yang lebih awal. Kejadian apnea terjadi selama 10-60 detik dan
OSA yang ekstrim dapat terjadi berulang setiap 30 detik
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang
tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan
apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih,
perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Tidur
Tidur didefenisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih
dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya.
Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang selama periode
tertentu. Menurut Chopra (2003), tidur merupakan dua keadaan yang bertolak belakang
dimana tubuh beristirahat secara tenang dan aktivitas metabolisme juga menurun namun
pada saat itu juga otak sedang bekerja lebih keras selama periode bermimpi dibandingkan
dengan ketika beraktivitas di siang hari.
Fisiologi Tidur
Setiap makhluk memiliki irama kehidupan yang sesuai dengan masa rotasi bola
dunia yang dikenal dengan nama irama sirkadian. Irama sirkadian bersiklus 24 jam antara
lain diperlihatkan oleh menyingsing dan terbenamnya matahari, layu dan segarnya tanamtanaman pada malam dan siang hari, awas waspadanya manusia dan bintang pada siang hari
dan tidurnya mereka pada malam hari.
Tidur merupakan kegiatan susunan saraf pusat, dimana ketika seseorang sedang tidur bukan
berarti bahwa susunan saraf pusatnya tidak aktif melainkan sedang bekerja. Sistem yang
mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular activating system (RAS) dan
bulbar synchronizing regional (BSR) yang terletak pada batang otak.
RAS merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat
termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak dalam mesenfalon dan bagian atas pons.
Selain itu RAS dapat memberi rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga
dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir.
Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti
norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin
dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR.
Tahapan Tidur
Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau Rapid Eye Movement
(REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau Non Rapid Eye Movement (NREM).
Tidur diawali dengan fase NREM yang terdiri dari empat stadium, yaitu tidur stadium satu,
tidur stadium dua, tidur stadium tiga dan tidur stadium empat; lalu diikuti oleh fase REM.
Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus dalam semalam.
1. Tidur stadium satu
Pada tahap ini seseorang akan mengalami tidur yang dangkal dan dapat terbangun
dengan mudah oleh karena suara atau gangguan lain. Selama tahap pertama tidur, mata
akan bergerak peralahan-lahan, dan aktivitas otot melambat.
2. Tidur stadium dua
Biasanya berlangsung selama 10 hingga 25 menit. Denyut jantung melambat dan suhu
tubuh menurun. Pada tahap ini didapatkan gerakan bola mata berhenti.
3. Tidur stadium tiga
Tahap ini lebih dalam dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini individu sulit untuk
dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut tidak dapat segera menyesuaikan diri
dan sering merasa bingung selama beberapa menit.
4. Tidur stadium empat
Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak sangat lambat. Aliran
darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk memulihkan energi fisik.
Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam atau deep sleep, dan sangat
restorative bagian dari tidur yang diperlukan untuk merasa cukup istirahat dan energik di
siang hari. Fase tidur NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit,
setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung
lebih cepat dan menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.
Selama tidur REM, mata bergerak cepat ke berbagai arah, walaupun kelopak mata
tetap tertutup. Pernafasan juga menjadi lebih cepat, tidak teratur, dan dangkal. Denyut
jantung dan nadi meningkat.
Selama tidur baik NREM maupun REM, dapat terjadi mimpi tetapi mimpi dari tidur REM
lebih nyata dan diyakini penting secara fungsional untuk konsolidasi memori jangka
panjang.
Siklus Tidur
Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam, REM dan NREM terjadi
berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang kurang cukup mengalami REM, maka
esok harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat
mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika NREM kurang
cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit.
Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut:
Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus dari 24
jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur
seseorang. Jika terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu
Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak
memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman
di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecahpecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk. Kualitas tidur, menurut American
Psychiatric Association (2000), dalam Wavy (2008), didefinisikan sebagai suatu fenomena
kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Usia lanjut adalah usia 60 tahun ke atas
sesuai dengan definisi World HealthOrganization yang terdiri dari (1) usia lanjut (elderly)
60-74 tahun, (2) usia tua (old) 75-90 tahun, dan (3) usia sangat lanjut (very old) di atas 90
tahun. Lebih dari 80% penduduk usia lanjut menderita penyakit fisik yang mengganggu
fungsi mandirinya. Sejumlah 30% pasien yang menderita sakit fisik tersebut menderita
kondisi komorbid psikiatrik, terutama depresi dan anxietas. Sebagian besar usia lanjut yang
menderita penyakit fisik dan gangguan mental tersebut menderita gangguan tidur.(3)
Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan dari periode tidur. Kelompok usia lanjut
cenderung lebih mudah bangun dari tidurnya. Kebutuhan tidur akan berkurang dengan
berlanjutnya usia. Pada usia 12 tahun kebutuhan untuk tidur adalah Sembilan jam,
berkurang menjadi delapan jam pada usia 20 tahun, tujuh jam pada usia 40 tahun, enam
setengah jam pada usia 60 tahun, dan enam jam pada usia 80 tahun. Kualitas tidur meliputi
aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk
bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur
(Daniel et al, 1998; BuyssePersepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan
individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari
atau efesiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa
muda adalah 80-90%. Di sisi lain, Lai (2001) dalam Wavy (2008) menyebutkan bahwa
kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada
malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk
tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang
di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain,
memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang.
10
DIAGNOSIS
Baku emas untuk diagnosis OSA adalah melalui pemeriksaan tidur semalam dengan alat
polysomnography / PSG). Parameter-parameter yang direkam pada polysomnogram adalah
electroencephalography
(EEG),
electrooculography
(pergerakan
bola
mata),
11
TATALAKSANA
Secara umum terapi untuk mengatasi gangguan tidur pada OSA dapat dibagi menjadi 3
bagian, yaitu :
1. Intervensi bedah :
Pembedahan hidung; bedah plastik untuk palatum, uvula dan faring; somnoplasty;
trakeostomi.
2. Perubahan gaya hidup :
Menurunkan berat badan; menghindari alkohol dan obat-obatan pembantu untuk tidur;
menghindari kelelahan yang sangat dan mengkonsumsi kafein.
3. Alat-alat buatan :
Alat untuk mereposisi rahang dan mencegah lidah jatuh ke belakang (mempertahankan
posisi lidah); cervical collars atau bantal; CPAP. Positive airway pressure (PAP) diketahui
merupakan terapi baku emas untuk OSA. Bentuk umum dari PAP adalah continuous
positive airway pressure (CPAP). Alat ini dapat digunakan melalui masker nasal, masker
oral atau variasivariasi lain. Sullivan dkk melaporkan penggunaan nasal CPAP sebagai
terapi OSA. Konsep CPAP antara lain bekerja melalui tekanan positif di jalan napas atas
pada tingkat yang konstan atau berfungsi untuk menjaga jalan napas atas tetap paten /
terbuka selama tidur dan mempertahankan volume paru sehingga membantu faring tetap
paten. Hal tersebut dapat mencegah terjadinya apnea dan dapat mengeliminasi kejadian
mendengkur. Terapi menggunakan CPAP akan meningkatkan kualiti hidup dan menurunkan
tekanan darah. Terapi ini dianggap efektif untuk pasien OSA sehingga merupakan terapi lini
pertama dan pilihan utama serta merupakan terapi seumur hidup karena jika pasien
menghentikan pemakaian CPAP maka gejala-gejala OSA akan terulang
kembali. Studi dari Brown University Medical School mempelajari bagaimana pengaruh
penggunaan CPAP terhadap kemampuan daya ingat :
Pasien yang menggunakan CPAP < 2 jam tiap malam hari (misalnya : pada pasien yang
tingkat kepatuhannya rendah) mempunyai 21% fungsi daya ingat yang normal.
Pasien yang menggunakan CPAP 2-6 jam tiap malam mempunyai 44% fungsi daya ingat
yang normal.
12
Pasien yang menggunakan CPAP 6 tiap malam (pengobatan dan tingkat kepatuhan yang
optimal) mempunyai 68% fungsi daya ingat yang normal.
Tanda keberhasilan terapi OSA adalah pasien OSA dapat tidur lebih baik, merasa
lebih segar pada waktu bangun tidur dan terjadi penurunan tekanan darah serta
menghilangkan gejala-gejala OSA. Pasien-pasien OSA yang mendapatkan terapi OSA
merasakan peningkatan dalam hal : vitaliti dan motivasi, kinerja dalam bekerja, mood,
kendali dan tindakan yang berkenaan dengan seks, kewaspadaan saat mengendarai
kendaraan dan kualiti hidup. Keberhasilan dari terapi ini sangat bergantung pada kepatuhan
pasien untuk menggunakan alat tersebut, sehingga alat ini menjadi kurang efektif jika tidak
digunakan secara teratur. Variabel-variabel seperti umur, jenis kelamin, tingkat keadaan
mengantuk pada siang hari dan tingkah laku yang berhubungan dengan penggunaan CPAP
merupakan faktor-faktor penentu terhadap kepatuhan menggunakan CPAP. Sebaliknya, jika
terjadi kegagalan pada penggunaan CPAP akan meningkatkan salah satu risiko yang
berkaitan dengan OSA yang tidak diobati, yaitu: hipertensi (OSA meningkatkan risiko
sebanyak 5 kali untuk terjadi hipertensi), stroke dan Congestive heart failure (CHF).
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan Kutilang laboratorium PSG RSUP Dr. Kariadi
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap bagian penyakit saraf RSUP Dr.
Kariadi bulan Maret 2015 - Maret 2016 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang
telah ditetapkan dalam penelitian ini.
Kriteria yang dipakai:
1. Pasien laki-laki dan perempuan
2. Pasien dengan usia diatas 30 tahun
3. Tidak menderita amandel / pembesaran tonsil
4. Tidak merokok
Sampel atau populasi studi merupakan hasil pemilihan subjek dari populasi untuk
memperoleh karakteristik populasi. Berdasarkan observasi peneliti, jumlah populasi sumber
ini ada sekitar Penentuan besar sampel pada penelitian ini menurut Slovin dengan rumus
sebagai berikut :
n=
N
1+N
keterangan :
n : ukuran sampel
N : ukuran populasi
: tingkatan kekeliruan pengambilan sampel yang ditolerir.
Dengan rumus di atas maka sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah : ( dengan
mengasumsi tingkat kekeliruan yang ditolerir adalah sebesar 10% ).
14
n=
33
1+33(10%)2
Jadi pada penelitian ini, peneliti menggunakan ukuran sampel sebanyak 24 orang pasien.
D. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan secara Random Sampling.
Pemilihan subjek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan
karakteristik populasi.
Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Obstructive Sleep Apnea (OSA)
2. Variabel tergantung : waktu tidur efisiensi
3. Variabel luar : umur, pembesaran tonsil, merokok
E. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Bebas
a. Obstructive Sleep Apnea (OSA)
Sleep apnea adalah timbulnya episode abnormal pada frekuensi napas yang berhubungan
dengan penyempitan saluran napas atas pada keadaan tidur. OSA terjadi bila ventilasi
menurun atau tidak ada ventilasi yang disebabkan oklusi parsial atau oklusi total pada
saluran napas atas paling tidak selama 10 detik atau lebih.
b. Skala variabel : nominal
2. Variabel Terikat
a. Efisiensi tidur
efisiensi tidur adalah presentase nilai waktu tidur setelah perekaman PSG yang mana
perekaman yaitu 10-12 jam, penilaian berdasarkan besarnya presentase setelah dilakukan
perekaman yaitu dimana pasien masuk dalam fase tidur, nilai <50% = efiseinsi tidur
kurang, 50%-80% = cukup, > 80% = berlebih
b. Skala variabel : skala nominal
15
F. Rancangan Penelitian
Pasien Rawat Inap yang dilakuian
PSG pada periode Maret 2015-Maret
2016
Bukan OSA
OSA
Kurang
Efisien
Efisien
Kurang
Efisien
Efisien
G. Instrumen Penelitian
1. Rekam Medik
2. Laporan PSG
16
17
subjek Untuk mengetahui kuatnya hubungan antara kedua data nominal dinyatakan dengan
besarnya koefisien kontingensi dengan lambang C. Selanjutnya, harga C tersebut dapat
dibandingkan dengan C tabel. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa semakin dekat C hitung dengan C maksimal tabel, semakin besar
hubungan kedua variabel tersebut.
Tabel Kontingensi ukuran 22
SAMPEL
OSA
NON OSA
TOTAL
EFISIENSI
TIDUR
EFISIENSI
CUKUP
KURANG
A
C
a+c
b
d
b+d
TIDUR
TOTAL
a+b
c+d
a+b+c+d
Keterangan :
a. Pasien efiesi tidur cukup dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)
b. Pasien efisiensi tidur kurang dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)
c. Pasien efiesi tidur cukup dan non Obstructive Sleep Apnea (OSA)
d. Pasien efiesi tidur kurang dan non Obstructive Sleep Apnea (OSA)
1. Uji Chi Square ( x )
X =
n(ad-bc)2
(a+b+c+d)
Keterangan :
X = nilai Chi Square
n = jumlah sampel
a, b, c, d = frekuensi kebebasan
Ketentuan :
H0 diterima bila X hitung X tabel
H1 diterima bila X hitung > X tabel
2. Koefisien Kontingensi ( C )
18
C=
X2
n+X2
Keterangan :
C : Koefisien Kontingensi
X : Nilai Chi Square
n : Jumlah sampel
Ketentuan :
Nilai koefisien kontingensi hitung dibandingkan dengan tabel chi square, dengan derajat
kebebasan (n-1) (k-1). Dimana n adalah jumlah baris, sedangkan k adalah jumlah kolom
3. ODDS Rasio
OR = bc
ad
Dengan: OR : nilai ODDS Rasio
a, b, c, d : frekuensi kebebasan
Ketentuan:
Ada hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan efisiensi tidur jika OR > 2
BAB VI
19
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Telah dilaksanakan penelitian di Ruang perawatan Kutilang laborattorium PSG pada bulan
Maret 2015 sampai maret 2016. Dari penelitian didapatkan 24 orang yang memenuhi syarat
sebagai subjek penelitian.
Hasil penelitian dilaporkan dalam dua bagian :1. deskripsi data sampel
dan 2. analisis data sampel.
1. Deskripsi data sampel
Tabel 4. 1. Jumlah responden Obstructive Sleep Apnea (OSA)
No
1.
Kelompok
Obstructive
Sleep
2.
Jumlah
N
15
%
62,5
37,5
Apnea
(OSA)
Non
Obstructive
Sleep Apnea
(OSA)
Total
24
100
Jumlah seluruh sampel yang mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) sebanyak 15
orang (62,5%) dan yang tidak mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah sebanyak
9 orang (37,5%).
20
No
Kelompok
Efiseiensi tidur
Jumlah
N
13
1.
%
54,1`
<50%
Efisiensi
2.
11
37,5
24
100
60-80%
Total
tidur
21