Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antenatal Care (ANC)
2.2.1 Pengertian Antenatal Care
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
terlatih untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar
pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK)
(Depkes, 2010).
kedudukan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kesehatan mental dan
fisik kehamilan, untuk menghadapi persalinan. Dengan pengawasan hamil dapat
diketahui berbagai komplikasi ibu yang dapat memengaruhi kehamilan atau
komplikasi hamil sehingga segera dapat diatasi (Manuaba,1999).
2.1.2 Pelayanan Antenatal Care
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional
(dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan)
untuk ibu selama masa kehamilannya, sesuai dengan standar minimal pelayanan
antenatal (Rhezvolution, 2009). Pelayanan Antenatal sangat penting untuk
mendeteksi sedini mungkin komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu
hamil selama kehamilan.
2.1.3 Tujuan Pelayanan Antenatal Care
Menurut Wiknjosastro (2005), tujuan pengawasan wanita hamil ialah
menyiapkan ia sebaik-baiknya fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak
dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan postpartum sehat dan
normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental, ini berarti dalam antenatal care
harus diusahakan agar :
a. Wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang kurangnya harus sama sehatnya
atau lebih sehat.
b. Adanya kelainan fisik atau psikologi harus ditemukan dini dan diobati.
c. Wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat pula fisik dan
mental.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) tujuan pelayanan antenatal adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
Eksklusif.
6.
Mempersiapkan peran ibu dan kelurga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal.
7.
Menurut Dewi dan Sunarsih (2011) dengan melakukan ANC, kehamilan dan
persalinan akan berakhir dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Ibu dalam kondisi selamat selama kehamilan, persalinan, dan nifas tanpa trauma
fisik maupun mental yang merugikan.
2. Bayi dilahirkan sehat, baik fisik maupun mental.
3. Ibu sanggup merawat dan memeberikan ASI kepada bayinya.
4. Suami istri telah ada kesiapan dan kesanggupan untuk mengikuti keluarga
berencana setalah kelahiran bayinya.
Hasil-hasil penelitian yang dikaji oleh WHO yang dikutip oleh Dewi dan
Sunarsih (2011), menunjukkan hal-hal berikut ini:
1. Pendekatan risiko dilakukan bila terdapat prediksi buruk karena kita tidak bisa
membedakan ibu yang akan mengalami komplikasi dan yang tidak. Hasil studi di
Kasango (Zaire) membuktikan bahwa 71% ibu yang mengalami partus macet
tidak terprediksi sebelumnya dan 90% ibu yang diidentifikasi sebagai ibu
berisiko tinggi tidak pernah mengalami komplikasi.
2. Banyak ibu yang digolongkan dalam kelompok risiko tinggi pernah mengalami
komplikasi, walaupun mereka telah memakai sumber daya yang cukup mahal
dan jarang didapat. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian asuhan khusus
pada ibu yang tergolong dalam kategori risiko tinggi terbukti tidak dapat
mengurangi komplikasi yang terjadi.
3. Banyak ibu yang tergolong kelompok risiko rendah mengalami komplikasi,
tetapi tidak pernah diberitahu bagaimana cara mengetahui dan apa yang dapat
dilakukannya, seperti kurangmya informasi tanda-tanda bahaya selama
b.
c.
yang bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan
sedikitnya 4 kali kunjungan selama periode antenatal, yaitu :
a.
b.
c.
Dan 2 kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan
sesudah minggu ke 36)
Sungguh sangat ideal bila tiap wanita hamil mau memeriksakan diri ketika
Kebijakan Program
Dalam Depkes RI (2009) yang dikutip oleh Fitrihanda (2012), Kebijakan
Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI dan AKB pada
dasarnya mengacu kepada intervensi strategis Empat Pilar Safe Motherhood yaitu
meliputi : Keluarga Berencana, ANC, Persalinan Bersih dan Aman, dan Pelayanan
Obstetri Essensial.
Pendekatan pelayanan obstetri dan neonatal kepada setiap ibu hamil ini sesuai
dengan pendekatan Making Pregnancy Safer (MPS), yang mempunyai 3 (tiga) pesan
kunci yaitu :
1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
2. Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
3. Setiap
Kebijakan Teknis
Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat di berikan oleh tenaga
kesehatan profesional dan tidak dapat di berikan oleh dukun bayi. Untuk itu perlu
kebijakan teknis untuk ibu
hamil secara
untuk
mengurangi resiko dan komplikasi kehamilan secara dini. Kebijakan teknis itu dapat
meliputi komponen-komponen sebagai berikut:
1. Mengupayakan kehamilan yang sehat.
2. Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta
rujukan bila diperlukan.
3. Persiapan persalinan yang bersih dan aman.
4. Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi
komplikasi.
Menurut Fitrihanda (2012), beberapa kebijakan teknis pelayanan antenatal
care rutin yang selama ini dilaksanakan dalam rangka peningkatan cakupan
pelayanan antara lain meliputi :
1. Deteksi dini ibu hamil melalui kegiatan P4K dengan stiker dan buku KIA, dengan
melibatkan kader dan perangkat desa serta kegiatan kelompok Kelas Ibu Hamil.
2. Peningkatan kemampuan penjaringan ibu hamil melalui kegiatan kemitraan Bidan
dan Dukun.
3. Peningkatan akses ke pelayanan dengan kunjungan rumah.
4. Peningkatan akses pelayanan persalinan dengan rumah tunggu.
2.1.9 Intervensi Pelayanan Antenatal
Intervensi dalam pelayanan Antenatal Care adalah perlakuan yang diberikan
kepada ibu hamil setelah dibuat diagnose kehamilan. Adapun intervensi dalam
pelyanan Antenatal Care menurut Fitrihanda (2012) adalah :
a.
Intervensi Dasar
1.
Pemberian Tetanus Toxoid, yang diberikan untuk melindungi janin dari tetanus
neonatorum yang diberikan sekurang-kurangnya 2 kali selama kehamilan
dengan interval minimal 4 minggu, apabila ibu belum pernah mendapatkan
suntikan TT sebelumnya.
2.
b.
Intervensi Khusus
Intervensi khusus adalah melakukan khusus yang diberikan kepada ibu hamil
Faktor risiko
a. Umur, terlalu muda yaitu dibawah 20 tahun dan terlalu tua yaitu diatas 35
tahun
b. Paritas, paritas 0 (primi gravidarum, belum pernah melahirkan) dan paritas
>3
c. Interval, yaitu jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekurangkurangnya 2 tahun.
d. Tinggi badan kurang dari 145 cm
e. Lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm
2.
Komplikasi Kehamilan
2. Komponen
enabling
(pemungkin/pendorong),
menunjukkan
kemampuan
Kemungkinan mengambil
tindakan tepat untuk
perilaku sehat/sakit
Gambar 2.1 Health Belief Model oleh Backer (1974) dalam Notoatmodjo (2003)
2.3 Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfatan Antenatal Care
2.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng (Friedman,
2005). Pentingnya aspek pengetahuan dalam pemanfaatan dalam pemanfaatan
Antenatal Care (ANC) dapat dilihat dari pendapat Cholil (2004) yang dikutip oleh
Sihombing (2012), yang menyatakan bahwa pemanfaatan Antenatal Care (ANC)
paritas memengaruhi kehamilan. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai
angka kematian maternal lebih tinggi. Makin tinggi paritas ibu maka makin kurang
baik endometriumnya (Wiknjosastro, 2005).
Ibu yang baru pertama kali hamil merupakan hal yang sangat baru sehingga
termotivasi dalam memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan. Sebaliknya ibu
yang sudah pernah melahirkan lebih dari satu orang mempunyai anggapan bahwa ia
sudah berpengalaman sehingga tidak termotivasi untuk memeriksakan kehamilannya
(Wiknjosastro, 2005).
Menurut Sastrawinata (1993) yang dikutip Widawati (2008) paritas dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
a. Primipara adalah wanita yang telah melahirkan 1 kali, seorang anak cukup
besar untuk hidup didunia luar.
b. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan 2 kali 4 kali, lebih dari
seorang anak yang cukup besar untuk hidup di dunia luar.
c. Grande multipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 kali atau lebih, lebih
dari 5 orang anak yang cukup besar untuk hidup di dunia luar.
2.3.3 Dukungan Petugas Kesehatan
Menurut Depkes RI (2005), tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Menurut Sarfino (2002) dikutip oleh
Saragih (2012), dukungan petugas kesehatan merupakan dukungan sosial dalam
bentuk dukungan informasi, dimana perasaan subjek bahwa lingkungan (petugas
budaya yang terus menerus berlangsung. Sedangkan pada pihak lain tidak semua
makna unsur-unsur pengetahuan dan praktek biomedis yang diperlukan masyarakat
telah sepenuhnya dipahami ataupun dilaksanakan oleh sebagian terbesar pada anggota
suatu komunitas masyarakat. Bahkan dari segi perawatan dan pelayanan medis belum
seluruhnya berhasil memenuhi kebutuhan dan harapan sutau masyarakat karena
adanya berbagai masalah keprofesionalan, seperti perilaku profesional medis yang
belum sesuai dengan kode etik, pengutamaan kepentingan pribadi dan birokrasi,
keterbatasan dana dan tenaga, keterbatasan pemahaman komunikasi yang
berwawasan yang berwawasan budaya.
Menurut Koentjaraningrat (1990), kehamilan bukan hanya dilihat sematamata dari aspek biologis dan fisiologinya saja. Lebih dari itu, fenomena ini juga harus
dilihat sebagai suatu proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal
seperti pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran,
para pelaku dalam pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung,
cara-cara pencegahan bahaya, penggunaan ramuan atau obat-obatan dalam proses
kelahiran, cara menolong persalinan, dan pusat kekuatan dalam perawatan bayi dan
ibunya.
Unsur-unsur dari kebudayaan adalah kepercayaan, nilai, norma dan sanksi,
teknologi, simbol dan bahasa. Menurut Fukuyama (2002), bahwa kepercayaan adalah
pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur,
dan kooperatif berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, demi kepentingan
anggota yang lain dari komunitas itu. Ada 3 jenis perilaku dalam komunitas yang
mendukung kepercayaan ini, yaitu perilaku normal, jujur dan kooperatif. Perilaku
normal yaitu perilaku yang sesuai asas dan norma-norma yang dianut bersama, jika
dalam komunitas terdapat perilaku deviant (menyimpang) dari beberapa anggotanya
maka akan sulit mendapatkan adanya kejujuran dan sifat kooperatif. Adanya jaminan
tentang kejujuran dalam komunitas dapat memperkuat rasa solidaritas dan sifat
kooperatif dalam komunitas.
Dengan kata lain kepercayaan adalah sesuatu yang telah diyakini oleh
seseorang terhadap suatu hal atau subjek tertentu berdasarkan pertimbanganpertimbangan seperti kejujuran, pengalaman, dan keterampilan, toleransi, dan
kemurahan hati. Elemen-elemen modal sosial tersebut bukanlah sesuatu yang tumbuh
dan berkembang dengan sendirinya, melainkan harus dikreasikan dan ditransmisikan
melalui mekanisme-mekanisme sosial budaya di dalam sebuah unit sosial seperti
keluarga, komunitas, asosiasi suka rela, negara dan sebagainya. Menurut
Notoatmodjo (2003) kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek.
Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu.
2.3.5 Dukungan Keluarga/Suami
Menurut Sarwono (2003), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan
kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam
melaksanakan kegiatan. Faktor-faktor yang memengaruhi dukungan keluarga lainnya
adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat
pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas
menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara
dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain
itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan
keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah
(Ahmadi, 2006).
Faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang di karenakan adanya
sikap dan perilaku yang lain seperti sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat, atau
petugas kesehatan. Perilaku individu sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan,
perilaku yang positif akan menunjang atau meningkatkan derajat kesehatan
(Fitrihanda, 2012).
2.4 Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori, maka rumusan kerangka konsep penelitian sebagai
berikut :
Variabel Bebas
1. Pengetahuan
2. Paritas
3. Dukungan petugas
kesehatan
4. Kepercayaan
5. Dukungan Keluarga/suami
6.
Variabel Terikat
Pemanfaatan
Antenatal Care
(ANC)