Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antenatal Care (ANC)
2.2.1 Pengertian Antenatal Care
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
terlatih untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar
pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK)
(Depkes, 2010).

Pengawasan sebelum lahir (antenatal) terbukti mempunyai

kedudukan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kesehatan mental dan
fisik kehamilan, untuk menghadapi persalinan. Dengan pengawasan hamil dapat
diketahui berbagai komplikasi ibu yang dapat memengaruhi kehamilan atau
komplikasi hamil sehingga segera dapat diatasi (Manuaba,1999).
2.1.2 Pelayanan Antenatal Care
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional
(dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan)
untuk ibu selama masa kehamilannya, sesuai dengan standar minimal pelayanan
antenatal (Rhezvolution, 2009). Pelayanan Antenatal sangat penting untuk
mendeteksi sedini mungkin komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu
hamil selama kehamilan.
2.1.3 Tujuan Pelayanan Antenatal Care
Menurut Wiknjosastro (2005), tujuan pengawasan wanita hamil ialah
menyiapkan ia sebaik-baiknya fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak
dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan postpartum sehat dan

Universitas Sumatera Utara

normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental, ini berarti dalam antenatal care
harus diusahakan agar :
a. Wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang kurangnya harus sama sehatnya
atau lebih sehat.
b. Adanya kelainan fisik atau psikologi harus ditemukan dini dan diobati.
c. Wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat pula fisik dan
mental.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) tujuan pelayanan antenatal adalah:
1.

Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh


kembang janin.

2.

Meningkatkan serta mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial ibu dan


janin.

3.

Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin


terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan.

4.

Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun


bayi dengan trauma seminimal mungkin.

5.

Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
Eksklusif.

6.

Mempersiapkan peran ibu dan kelurga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal.

7.

Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Dewi dan Sunarsih (2011) dengan melakukan ANC, kehamilan dan
persalinan akan berakhir dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Ibu dalam kondisi selamat selama kehamilan, persalinan, dan nifas tanpa trauma
fisik maupun mental yang merugikan.
2. Bayi dilahirkan sehat, baik fisik maupun mental.
3. Ibu sanggup merawat dan memeberikan ASI kepada bayinya.
4. Suami istri telah ada kesiapan dan kesanggupan untuk mengikuti keluarga
berencana setalah kelahiran bayinya.
Hasil-hasil penelitian yang dikaji oleh WHO yang dikutip oleh Dewi dan
Sunarsih (2011), menunjukkan hal-hal berikut ini:
1. Pendekatan risiko dilakukan bila terdapat prediksi buruk karena kita tidak bisa
membedakan ibu yang akan mengalami komplikasi dan yang tidak. Hasil studi di
Kasango (Zaire) membuktikan bahwa 71% ibu yang mengalami partus macet
tidak terprediksi sebelumnya dan 90% ibu yang diidentifikasi sebagai ibu
berisiko tinggi tidak pernah mengalami komplikasi.
2. Banyak ibu yang digolongkan dalam kelompok risiko tinggi pernah mengalami
komplikasi, walaupun mereka telah memakai sumber daya yang cukup mahal
dan jarang didapat. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian asuhan khusus
pada ibu yang tergolong dalam kategori risiko tinggi terbukti tidak dapat
mengurangi komplikasi yang terjadi.
3. Banyak ibu yang tergolong kelompok risiko rendah mengalami komplikasi,
tetapi tidak pernah diberitahu bagaimana cara mengetahui dan apa yang dapat
dilakukannya, seperti kurangmya informasi tanda-tanda bahaya selama

Universitas Sumatera Utara

kehamilan (perdarahan pervaginam, sakit kepala lebih dari biasa, gangguan


penglihatan, pembengkakan pada wajah/tangan, nyeri abdomen (epigastrik),
janin tidak bergerak sebanyak biasanya.
Pelajaran yang dapat diambil dari pendekatan risiko adalah bahwa setiap ibu
hamil berisiko mengalami komplikasi yang sangat tidak bisa diprediksi sehingga
setiap ibu hamil harus mempunyai akses asuhan kehamilan dan persalinan yang
berkualitas. Oleh karena itu, fokus ANC perlu diperbarui (refocused) agar asuhan
kehamilan lebih efektif dan dapat dijangkau oleh setiap wanita hamil.
2.1.4 Fungsi Antenatal
Menurut Fitrihanda (2012), fungsi antenatal adalah sebagai berikut :
a. Promosi kesehatan selama kehamilan melalui sarana dan aktifitas pendidikan.
b. Melakukan screning, identifikasi wanita dengan kehamilan risiko tinggi dan
merujuk bila perlu.
c. Memantau kesehatan selama hamil dengan usaha mendeteksi dan menangani
masalah yang terjadi.
Perilaku antenatal care penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi
dan si ibu sendiri, sementara faktanya masih banyak ibu-ibu yang menganggap
kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati, mereka merasa tidak perlu
memeriksakan kehamilannya secara rutin ke Bidan atau tenaga kesehatan sehinga
menyebabkan tidak terdeteksinya faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh
mereka (Maas, 2004).

Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Standar Pelayanan Antenatal


Menurut Clinical Practice Guidelines yang dikutip oleh Nurmawati (2010)
Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna sebagai
batas penerimaan minimal. Standar pelayanan kebidanan dapat digunakan untuk
menentukan kompetensi yang diperlukan oleh bidan dalam menjalankan praktek
sehari-hari.
Menurut Kemenkes RI (2011), pemeriksaan antenatal dilakukan dengan
standar pelayanan antenatal dimulai dengan :
a. Ukur tinggi badan
b. Timbang berat badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA)
c. Ukur Tekanan Darah
d. Ukur Tinggi Fundus Uteri (TFU)
e. Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)
f. Pemberian Tablet besi (fe)
g. Tanya/Temu wicara
Menurut Dewi dan Sunarsih (2011) terdapat enam standar dalam pelayanan
asuhan antenatal. Standar tersebut merupakan bagian dari lingkup standar pelayanan
kebidanan:
Standar 1 Identifikasi ibu hamil
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat
secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami,
dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan
kehamilannya sejak dini secara teratur.

Universitas Sumatera Utara

Standar 2 Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal


Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan
meliputi anamnesis, perkembangan janin, mengenal kehamilan resiko
tinggi, imunisasi, nasihat, dan penyuluhan kesehatan.
Standar 3 Palpasi Abdominal
Bidan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan, memeriksa
posisi, bagian terendah janin, dan masuknya kepala janin ke dalam rongga
panggul untuk mencari kelainan.
Standar 4 Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan, dan/atau
rujukan semua kasus anemia pada kehamilan.
Standar 5 Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada
kehamilan, mengenali tanda dan gejala preeklamsia lainnya, mengambil
tindakan yang tepat, dan merujuknya.
Standar 6 Persiapan Persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami, dan
keluarganya pada trimester ketiga untuk memastikan bahwa persiapan
persalinan bersih dan aman, serta suasana yang menyenangkan.
Pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan
serta memenuhi standar tersebut.

Universitas Sumatera Utara

2.1.6 Kunjungan Pelayanan Antenatal Care


Menurut Manuaba (1999), kehamilan berlangsung dalam waktu 280 hari (40
minggu). Kehamilan wanita dibagi menjadi 3 yaitu :
a.

Trimester pertama ( 0-12 minggu)

b.

Trimester kedua (13-28 minggu)

c.

Trimester ketiga (29-40 minggu)


Menurut Saifuddin (2002), setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi

yang bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan
sedikitnya 4 kali kunjungan selama periode antenatal, yaitu :
a.

1 kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum minggu ke 14 )

b.

1 kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14-28)

c.

Dan 2 kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan
sesudah minggu ke 36)
Sungguh sangat ideal bila tiap wanita hamil mau memeriksakan diri ketika

haidnya terlambat sekurang-kurangnya satu bulan (Sarwono, 2005). Menurut


Departemen kesehatan RI (2002), kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu
hamil dengan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal standar
untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Hasil pencapaian program pelayanan
kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan menggunakan indikator cakupan K1 dan
K4, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

a. Pemeriksaan kehamilan yang pertama (K1)


K1 adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas kesehatan untuk
mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan pada trimester 1,
dimana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu
b. Pemeriksaan kehamilan yang keempat (K4)
K4 adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih dengan petugas kesehatan
untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan pada
trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.
2.1.7 Cakupan Pelayanan Antenatal Care
Cakupan Pelayanan antenatal care adalah persentase ibu hamil yang telah
mendapat pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja.
Hasil pencapaian program pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai
dengan menggunakan indikator cakupan K1 dan K4 yang dihitung dengan membagi
jumlah ibu hamil yang melakukan pemeriksaan antenatal pertama kali oleh tenaga
kesehatan (untuk perhitungan indikator K1) atau jumlah ibu hamil yang melakukan
pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali sesuai standar oleh tenaga kesehatan di suatu
wilayah pada kurun waktu tertentu (untuk perhitungan indikator K4) dengan jumlah
sasaran ibu hamil yang ada di wilayah kerja dalam 1 tahun (Depkes RI, 2010).
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA adalah alat manajemen untuk
memantau cakupan, seperti kunjungan K1, kunjungan K4, deteksi dini Risiko Tinggi
(Resti) ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, serta Kunjungan
Neonatal (KN) di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun (Departemen Kesehatan RI,
2002).

Universitas Sumatera Utara

2.1.8 Kebijakan Pelayanan Antenatal


1.

Kebijakan Program
Dalam Depkes RI (2009) yang dikutip oleh Fitrihanda (2012), Kebijakan

Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI dan AKB pada
dasarnya mengacu kepada intervensi strategis Empat Pilar Safe Motherhood yaitu
meliputi : Keluarga Berencana, ANC, Persalinan Bersih dan Aman, dan Pelayanan
Obstetri Essensial.
Pendekatan pelayanan obstetri dan neonatal kepada setiap ibu hamil ini sesuai
dengan pendekatan Making Pregnancy Safer (MPS), yang mempunyai 3 (tiga) pesan
kunci yaitu :
1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
2. Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
3. Setiap

perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan

penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganannya komplikasi


keguguran.
2.

Kebijakan Teknis
Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat di berikan oleh tenaga

kesehatan profesional dan tidak dapat di berikan oleh dukun bayi. Untuk itu perlu
kebijakan teknis untuk ibu

hamil secara

keseluruhan yang bertujuan

untuk

Universitas Sumatera Utara

mengurangi resiko dan komplikasi kehamilan secara dini. Kebijakan teknis itu dapat
meliputi komponen-komponen sebagai berikut:
1. Mengupayakan kehamilan yang sehat.
2. Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta
rujukan bila diperlukan.
3. Persiapan persalinan yang bersih dan aman.
4. Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi
komplikasi.
Menurut Fitrihanda (2012), beberapa kebijakan teknis pelayanan antenatal
care rutin yang selama ini dilaksanakan dalam rangka peningkatan cakupan
pelayanan antara lain meliputi :
1. Deteksi dini ibu hamil melalui kegiatan P4K dengan stiker dan buku KIA, dengan
melibatkan kader dan perangkat desa serta kegiatan kelompok Kelas Ibu Hamil.
2. Peningkatan kemampuan penjaringan ibu hamil melalui kegiatan kemitraan Bidan
dan Dukun.
3. Peningkatan akses ke pelayanan dengan kunjungan rumah.
4. Peningkatan akses pelayanan persalinan dengan rumah tunggu.
2.1.9 Intervensi Pelayanan Antenatal
Intervensi dalam pelayanan Antenatal Care adalah perlakuan yang diberikan
kepada ibu hamil setelah dibuat diagnose kehamilan. Adapun intervensi dalam
pelyanan Antenatal Care menurut Fitrihanda (2012) adalah :

Universitas Sumatera Utara

a.

Intervensi Dasar

1.

Pemberian Tetanus Toxoid, yang diberikan untuk melindungi janin dari tetanus
neonatorum yang diberikan sekurang-kurangnya 2 kali selama kehamilan
dengan interval minimal 4 minggu, apabila ibu belum pernah mendapatkan
suntikan TT sebelumnya.

2.

Pemberian Vitamin Zat Besi, yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan Fe


pada ibu hamil dan nifas karena pada masa kehamilan dan nifas kebutuhan
meningkat, diberikan sesegera mungkin setelah rasa mual hilang. Minimal 90
tablet, dan diminum sebaiknya tidak bersama teh atau kopi, karena dapat
mengganggu penyerapan.

b.

Intervensi Khusus
Intervensi khusus adalah melakukan khusus yang diberikan kepada ibu hamil

sesuai dengan risiko dan kelainan yang ditemukan, meliputi :


1.

Faktor risiko
a. Umur, terlalu muda yaitu dibawah 20 tahun dan terlalu tua yaitu diatas 35
tahun
b. Paritas, paritas 0 (primi gravidarum, belum pernah melahirkan) dan paritas
>3
c. Interval, yaitu jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekurangkurangnya 2 tahun.
d. Tinggi badan kurang dari 145 cm
e. Lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm

2.

Komplikasi Kehamilan

Universitas Sumatera Utara

a. Komplikasi obstetri langsung, seperti perdarahan, preeklamsi/eklamsi,


kelainan letak lintang atau sunsang primi gravida, anak besar atau hidramion
atau kelainan kembar, ketuban pecah dini dalam kehamilan.
b. Komplikasi obstetri tidak langsung, seperti penyakit jantung, hepatitis, TBC
(tuberkolosis), anemia, malaria, diabetes melitus.
c. Komplikasi yang berhubungan dengan obstetri, komplikasi akibat kecelakaan
(kendaraan, keracunan, kebakaran) (Mochtar, 2005).
2.2 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Menurut Supriyarto (1998), bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah
penggunaan pelayanan yang telah diterima pada tempat atau pemberi pelayanan
kesehatan. Menurut Azwar (2002) bahwa, pelayanan kesehatan sendiri adalah
setiap upaya yang diselenggarakan secara bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan mengobati
penyakit serta memulihkan kesehatan per orangan, kelompok, keluarga, dan
ataupun masyarakat.
Menurut Anderson (1968) dalam Notoatmodjo (2003) bahwa, ada delapan
faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu: faktor
demografi, (jumlah, penyebaran, kepadatan, pertumbuhan, struktur umur, dan rasio
jenis kelamin), tingkat pendapatan, faktor sosial budaya (tingkat pendidikan dan
status kesehatan) aksesbiliti terhadap pelayanan kesehatan, produktifitas dan
teknologi kesehatan.
Menurut Departemen of Health Education and Welfare USA (1997) dalam
Azwar (2002) faktor-faktor yang memengaruhi pelayanan kesehatan yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Faktor sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan: tipe organisasi,


kelengkapan program kesehatan, tersedianya tenaga pelayanan kesehatan dengan
masyarakat dengan adanya asuransi kesehatan serta adanya faktor kesehatan
lainnya.
2. Faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan: faktor sosio
demografi (umur, jenis kelamin, status kesehatan, besar kelurga) faktor sosial
psikologis (sikap/persepsi terhadap pelayanan kesehatan pengetahuan dan
sumber informasi dari pelayanan kesehatan dan tabiat terhadap pelaksana
pelayanan kesehatan sebelumnya), faktor status sosial ekonomi (meliputi:
pendidikan, pekerjaan, pendapatan/penghasilan), dapat digunakan pelayanan
kesehatan yang meliputi jarak antar rumah dengan tempat pelayanan kesehatan,
variabel yang menyangkut kebutuhan (mobilitas, gejala penyakit yang dirasakan
oleh yang bersangkutan dan lain sebagainya).
Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2003) mengembangkan model
sistem kesehatan berupa model kepercayaan kesehatan (health belief model) yang
didasarkan teori lapangan (field theory) dari Lewin (1954). Dalam model Anderson
ini, terdapat 3 (tiga) kategori utama dalam pelayanan kesehatan yaitu :
1. Komponen predisposisi, menggambarkan kecenderungan individu yang berbedabeda dalam menggunakan pelayanan kesehatan seseorang. Komponen terdiri dari:
a. Faktor-faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar
keluarga dan lain-lain)
b. Faktor struktural sosial (suku bangsa, pendidikan dan pekerjaan)
c. Faktor keyakinan/kepercayaan (pengetahuan, sikap dan persepsi)

Universitas Sumatera Utara

2. Komponen

enabling

(pemungkin/pendorong),

menunjukkan

kemampuan

individual untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Di dalam komponen ini


termasuk faktor-faktor yang berpengaruh dengan perilaku pencarian :
a. Sumber keluarga (pendapatan/penghasilan, kemampuan membayar pelayanan,
keikutsertaan dalam asuransi, dukungan suami, informasi pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan).
b. Sumber daya masyarakat (suatu pelayanan, lokasi/jarak transportasi dan
sebagainya).
3. Komponen need (kebutuhan), merupakan faktor yang mendasari dan merupakan
stimulasi langsung bagi individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan apabila
faktor-faktor predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan pelayanan kesehatan
dapat dikategorikan menjadi:
a. Kebutuhan yang dirasakan/persepsikan (seperti kondisi kesehatan, gejala sakit,
ketidakmampuan bekerja)
b. Evaluasi/clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan
oleh petugas kesehatan (tingkat beratnya penyakit dan gejala penyakit menurut
diagnosis klinis dari dokter)
Menurut pendapat Azwar (2009), pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh
seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial budaya, dan sosial ekonomi.
Bila tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi baik maka secara relatif
pemanfaatan pelayanan kesehatan akan tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Teori WHO menyatakan bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku


tertentu adalah karena 4 alasan pokok.
1. Pemikiran dan Perasaan (Thoughts and Feeling)
Pemikiran dan perasaan yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap,
kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap kesehatan.
2. Orang penting sebagai referensi (Personal reference)
Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau
perbuat cenderung untuk dicontoh, seperti alim ulama, kepala adat (suku), kepala
desa, orang yang dituakan.
3. Sumber-sumber daya (Resources)
Sumber daya ini mencakup fasiltas-fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan
sebagainya. Pengaruh sumber-sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif
maupu negatif. Misalnya pelayanan puskesmas, dapat berpengaruh positif terhadap
perilaku pengguna tetapi juga dapat berpengaruh sebaliknya.
4. Kebudayaan (Culture)
Kebudayaan terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan
suatu masyarakat bersama, itu terbentuk karena sebab atau latar belakang yang
berbeda-beda. Misalnya, alasan-alasan masyarakat tidak mau berobat ke puskesmas.
Mungkin karena tidak percaya terhadap puskesmas, mungkin karena tidak punya
uang untuk pergi ke puskesmas, mungkin tidak tahu fungsi puskesmas, dan lain
sebagainya.
Komponen Health Belief Model oleh Becker (1974) dalam Notoatmodjo
(2003) menyatakan ada 4 hal yang memotivasi tindakan :

Universitas Sumatera Utara

1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)


Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakit, ia harus
merasakan bahwa ia rentan (susceptible) terhadap penyakit tersebut.
2. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness)
Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan
didorong ppula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat.
Misalnya perdarahan dalam kehamilan akan dirasakan lebih serius dari pada pusing
pada masa kehamilan.
3. Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (perceived benafits and barriers)
Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit yang
dianggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu.
4. Isyarat atau tanda-tanda (cues)
Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan,
kegawatan dan keuntungan, maka diperlukan isyarat-isyarat faktor eksternal.
Misalnya pesan pada media massa, nasihat dari anggota keluarga, penyuluhan dari
petugas kesehatan.
Model kepercayaan kesehatan ini dapat diilustrasikan pada gambar dibawah
ini :

Universitas Sumatera Utara

-Variabel demografis (umur, jenis kelamin, bangsa


kelompok etnis).
-Variabel groups, kepribadian, pengalaman
sebelumnya).
-Variabel struktur (kelas sosial, akses ke pelayanan
kesehatan dan sebagainya).
Kecenderungan yang dilihat
(perceived) mengenai
gejala/penyakit.
syaratnya yang dilihat mengenai
gejala dan penyakit

Ancaman yang dilihat


mengenai gejala dan
penyakit

Pendorong (cues) untuk bertindak


(kampanye media, peringatan dari
dokter gigi, tulisan dalam surat
kabar, majalah)

Manfaat yang dilihat dari


pengambilan tindakan dikurangi
biaya (rintangan) yang dilihat dari
pengambilan tindakan

Kemungkinan mengambil
tindakan tepat untuk
perilaku sehat/sakit

Gambar 2.1 Health Belief Model oleh Backer (1974) dalam Notoatmodjo (2003)
2.3 Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfatan Antenatal Care
2.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng (Friedman,
2005). Pentingnya aspek pengetahuan dalam pemanfaatan dalam pemanfaatan
Antenatal Care (ANC) dapat dilihat dari pendapat Cholil (2004) yang dikutip oleh
Sihombing (2012), yang menyatakan bahwa pemanfaatan Antenatal Care (ANC)

Universitas Sumatera Utara

perlu dilakukan upaya peningkatan kesehatan ibu saat pemeriksaan kehamilan


berdampak pada ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya pada petugas
kesehatan.
Pengetahuan terdiri atas kepercayaan tentang kenyataan (reality). Salah satu
cara untuk mendapatkan dan memeriksa pengetahuan adalah dari tradisi atau dari
yang berwewenang di masa lalu yang umumnya dikenal, seperti Aritoteles.
Pengetahuan juga mungkin diperoleh berdasarkan pengumuman sekuler atau
kekuasaan agama, negara, atau gereja. Cara lain untuk mendapatkan pengetahuan
dengan pengamatan dan eksperimen (metode ilmiah). Pengetahuan juga diturunkan
dengan cara logika secara tradisional, otoratif atau ilmiah atau kombinasi dari
mereka, dan dapat atau tidak dapat dibuktikan dengan pengamatan dan pengetesan.
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengetahuan dan penelitian
ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki ibu tentang
pelayanan Antenatal Care (ANC) dan pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak
pada ibu hamil akan memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan (Depkes
RI, 2008).
2.3.2 Paritas
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram atau lebih
yang pernah dilahirkan, hidup atau mati. Bila berat badan tidak diketahui maka
dipakai batas umur kehamilannya 24 minggu, berdasarkan pengertian diatas maka

Universitas Sumatera Utara

paritas memengaruhi kehamilan. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai
angka kematian maternal lebih tinggi. Makin tinggi paritas ibu maka makin kurang
baik endometriumnya (Wiknjosastro, 2005).
Ibu yang baru pertama kali hamil merupakan hal yang sangat baru sehingga
termotivasi dalam memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan. Sebaliknya ibu
yang sudah pernah melahirkan lebih dari satu orang mempunyai anggapan bahwa ia
sudah berpengalaman sehingga tidak termotivasi untuk memeriksakan kehamilannya
(Wiknjosastro, 2005).
Menurut Sastrawinata (1993) yang dikutip Widawati (2008) paritas dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
a. Primipara adalah wanita yang telah melahirkan 1 kali, seorang anak cukup
besar untuk hidup didunia luar.
b. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan 2 kali 4 kali, lebih dari
seorang anak yang cukup besar untuk hidup di dunia luar.
c. Grande multipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 kali atau lebih, lebih
dari 5 orang anak yang cukup besar untuk hidup di dunia luar.
2.3.3 Dukungan Petugas Kesehatan
Menurut Depkes RI (2005), tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Menurut Sarfino (2002) dikutip oleh
Saragih (2012), dukungan petugas kesehatan merupakan dukungan sosial dalam
bentuk dukungan informasi, dimana perasaan subjek bahwa lingkungan (petugas

Universitas Sumatera Utara

kesehatan) memberikan informasi yang jelas mengenai hal-hal yang berhubungan


dengan kehamilan.
Menurut Notoatmodjo (2003) faktor-faktor ketersediaan pelayanan mencakup
ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya:
air bersih, tempat pembuangan sampah, ketersediaan makanan yang bergizi, dan
sebagainya, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah
Sakit, Poloklinik, Posyandu, Polindes, Puskesdes, Dokter atau Bidan Praktek Swasta,
dan sebagainya. Hal ini dapat juga dijelaskan, untuk berperilaku sehat, masyarakat
memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemeriksaan
kehamilan tersebut di atas, ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena ia
tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah
harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil, misalnya Puskesmas,
Polindes, Puskesdes, Bidan Praktek, ataupun Rumah Sakit. Fasilitas ini pada
hakekatnya mendukung untuk terwujudnya perilaku atau pemanfaatan kesehatan.
Selain fasilitas yang harus tersedia agar masyarakat dapat memanfaatkan
pelayanan Antenatal maka harus diperhatikan juga tenaga kesehatannya atau sumber
daya manusianya (SDM). Kinerja yang dihasilkan oleh seorang tenaga kesehatan
sangat memengaruhi kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Kinerja yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikannya (Intan, 2012). Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan

Universitas Sumatera Utara

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan


kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Depkes RI, 2005).
Bidan desa memiliki peran yang sangat penting dalam menurunkan AKI yaitu
sebagai ujung tombak dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak di Desa,
akan tetapi banyak bidan desa yang diturunkan ke desa belum memiliki pengalaman
kerja sehinga belum dapat memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak terutama
ANC secara optimal dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah.
2.3.4 Kepercayaan
Menurut Marran (2007) yang dikutip oleh Sinaga (2012) seorang
Antropologi Inggris, Sir Edward B.Tylor menggunakan kata kebudayaan untuk
menunjukkan keseluruhan komplek dari ide dan segala sesuatu dalam pengalaman
historinya, disini termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral dan hukum,
kebiasaan, dan kemampuan serta perilaku lainnya yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Kebudayaan diartikan juga sebagai suatu jalinan yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, susila, hukum, adat istiadat dan kesanggupan
lain yang diperoleh sebagai anggota masyarakat.
Menurut Kalangie (1994) bahwa kebudayaan kesehatan masyarakat
membentuk, mengatur dan memengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu
suatu kelompok sosial dalam memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang
berupa upaya mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari penyakit.
Masalah utama sehubungan dengan hal tersebut adalah bahwa tidak semua unsur
dalam suatu sistem budaya kesehatan cukup ampuh serta dapat memenuhi semua
kebutuhan kesehatan masyarakat yang terus meningkat akibat perubahan-perubahan

Universitas Sumatera Utara

budaya yang terus menerus berlangsung. Sedangkan pada pihak lain tidak semua
makna unsur-unsur pengetahuan dan praktek biomedis yang diperlukan masyarakat
telah sepenuhnya dipahami ataupun dilaksanakan oleh sebagian terbesar pada anggota
suatu komunitas masyarakat. Bahkan dari segi perawatan dan pelayanan medis belum
seluruhnya berhasil memenuhi kebutuhan dan harapan sutau masyarakat karena
adanya berbagai masalah keprofesionalan, seperti perilaku profesional medis yang
belum sesuai dengan kode etik, pengutamaan kepentingan pribadi dan birokrasi,
keterbatasan dana dan tenaga, keterbatasan pemahaman komunikasi yang
berwawasan yang berwawasan budaya.
Menurut Koentjaraningrat (1990), kehamilan bukan hanya dilihat sematamata dari aspek biologis dan fisiologinya saja. Lebih dari itu, fenomena ini juga harus
dilihat sebagai suatu proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal
seperti pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran,
para pelaku dalam pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung,
cara-cara pencegahan bahaya, penggunaan ramuan atau obat-obatan dalam proses
kelahiran, cara menolong persalinan, dan pusat kekuatan dalam perawatan bayi dan
ibunya.
Unsur-unsur dari kebudayaan adalah kepercayaan, nilai, norma dan sanksi,
teknologi, simbol dan bahasa. Menurut Fukuyama (2002), bahwa kepercayaan adalah
pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur,
dan kooperatif berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, demi kepentingan
anggota yang lain dari komunitas itu. Ada 3 jenis perilaku dalam komunitas yang
mendukung kepercayaan ini, yaitu perilaku normal, jujur dan kooperatif. Perilaku

Universitas Sumatera Utara

normal yaitu perilaku yang sesuai asas dan norma-norma yang dianut bersama, jika
dalam komunitas terdapat perilaku deviant (menyimpang) dari beberapa anggotanya
maka akan sulit mendapatkan adanya kejujuran dan sifat kooperatif. Adanya jaminan
tentang kejujuran dalam komunitas dapat memperkuat rasa solidaritas dan sifat
kooperatif dalam komunitas.
Dengan kata lain kepercayaan adalah sesuatu yang telah diyakini oleh
seseorang terhadap suatu hal atau subjek tertentu berdasarkan pertimbanganpertimbangan seperti kejujuran, pengalaman, dan keterampilan, toleransi, dan
kemurahan hati. Elemen-elemen modal sosial tersebut bukanlah sesuatu yang tumbuh
dan berkembang dengan sendirinya, melainkan harus dikreasikan dan ditransmisikan
melalui mekanisme-mekanisme sosial budaya di dalam sebuah unit sosial seperti
keluarga, komunitas, asosiasi suka rela, negara dan sebagainya. Menurut
Notoatmodjo (2003) kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek.
Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu.
2.3.5 Dukungan Keluarga/Suami
Menurut Sarwono (2003), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan
kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam
melaksanakan kegiatan. Faktor-faktor yang memengaruhi dukungan keluarga lainnya
adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat
pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas
menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara

Universitas Sumatera Utara

dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain
itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan
keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah
(Ahmadi, 2006).
Faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang di karenakan adanya
sikap dan perilaku yang lain seperti sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat, atau
petugas kesehatan. Perilaku individu sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan,
perilaku yang positif akan menunjang atau meningkatkan derajat kesehatan
(Fitrihanda, 2012).
2.4 Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori, maka rumusan kerangka konsep penelitian sebagai
berikut :
Variabel Bebas
1. Pengetahuan
2. Paritas
3. Dukungan petugas
kesehatan
4. Kepercayaan
5. Dukungan Keluarga/suami
6.

Variabel Terikat

Pemanfaatan
Antenatal Care
(ANC)

Gambar 2.2 Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan ANC di Wilayah


Kerja Puskesmas Lawe Sumur Kecamatan Lawe Sumur Kabupaten
Aceh Tenggara Tahun 2013.

Universitas Sumatera Utara

2.5 Hipotesis Penelitian


1. Ada hubungan pengetahuan ibu hamil dengan pemanfaatan ANC.
2. Ada hubungan paritas ibu hamil dengan pemanfaatan ANC.
3. Ada hubungan dukungan petugas kesehatan dengan pemanfaatan ANC.
4. Ada hubungan kepercayaan ibu hamil dengan pemanfaatan ANC.
5. Ada hubungan dukungan keluarga/suami dengan pemanfaatan ANC.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai