Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Air baku atau raw water merupakan awal dari suatu proses dalam penyediaan dan
pengolahan air bersih. Berdasarkan SNI 6774:2008 yang dimaksud dengan air
baku adalah air yang berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan
atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku
untuk air minum.
Sumber air baku yang dapat langsung dikonsumsi oleh manusia adalah air hujan
dan air tanah dengan kriteria tertentu. Sedangkan untuk air permukaan, yaitu air
hujan yang telah terendap di permukaan bumi selama beberapa lama, tidak dapat
dikonsumsi langsung karena (Martin, 2004):
1. Rentan terhadap penyakit yang dapat disebarkan melalui air (water borne
desease);
2. Dapat menyebabkan gangguan kesehatan, seperti penyakit perut.
Secara umum ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
sistem penyediaan air minum, yaitu (Al-Layla, 1978):
1. Aspek kuantitas dan kontinuitas
Sistem penyediaan air minum yang direncanakan tersedia dalam jumlah yang
cukup untuk periode waktu perencanaan dan dapat digunakan setiap saat.
2. Aspek kualitas
Air yang diolah harus memenuhi syarat kualitas yang telah ditetapkan, agar
masyarakat yang menggunakan air dapat mengkonsumsinya dengan aman
tanpa kekhawatiran akan terinfeksi suatu penyakit. Air yang bersih harus
memenuhi syarat berikut:
a.

Bebas dari unsur penyakit;

b.

Bebas dari warna, kekeruhan, suhu, tidak berasa dan tidak berbau;

c.

Bebas dari unsur-unsur yang akan mengganggu jaringan pipa, baik


jaringan transmisi maupun jaringan distribusi yang dapat menyebabkan
terjadinya korosi pada pipa dan juga dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran dari luar ke dalam pipa.

3. Aspek teknis

Sistem penyediaan air minum harus dapat melayani dan manjangkau seluruh
daerah pelayanan dengan tekanan yang cukup.
4. Aspek biaya
Sistem penyediaan air minum yang dibangun haruslah ekonomis baik dalam
pembangunan, pengoperasian maupun dalam pemeliharaan, sehingga harga air
hasil olahan relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat.
Dalam perencanaan sistem penyediaan air minum juga harus memperhatikan
beberapa konsep berikut (Al-Layla, 1978):
1.

Tingkat pelayanan
Harus disesuaikan dengan kemampuan badan pengelola yang bersifat sosial
tanpa merugikan badan pengelola itu sendiri, tingkat kemampuan penduduk
untuk berlangganan dan juga banyaknya alternatif sumber air yang nantinya
berpengaruh pada biaya pengolahan.

2.

Wilayah
Wilayah ini dibedakan atas dua bagian, yaitu wilayah administrasi dan
wilayah pelayanan.

3.

Luas daerah pelayanan


Luas daerah pelayanan ini ditentukan dari analisa terhadap kondisi sosial
ekonomi masyarakat, kependudukan, pengembangan wilayah dan tata kota.

4.

Penentuan daerah pelayanan


Daerah pelayanan ini ditentukan dengan memperhatikan aspek kepadatan
penduduk, batas administrasi dan perencanaan kota.

5.

Proyeksi penduduk
Data proyeksi penduduk merupakan faktor yang relevan untuk mengestimasi
kebutuhan air di masa yang akan datang dan juga dari proyeksi penduduk ini
dapat dilakukan analisa terhadap potensi ekonomi, potensi industri dan potensi
lainnya yang akan berkembang.

6.

Aspek sosial ekonomi masyarakat


Analisa terhadap keinginan dan kemampuan masyarakat untuk menjadi
pelanggan sarana air minum yang akan direncanakan.

2.2 Sumber dan Bangunan Penangkap Air

II-2

2.2.1 Sumber Air


Sumber air baku yang digunakan harus ditentukan sebaik mungkin dengan
mempertimbangkan sejauh mana kapasitas sumber dapat memenuhi kebutuhan
konsumen, persyaratan kualitas yang harus dipenuhi serta tidak merusak
kelestarian sumber. Sumber yang dapat dijadikan sumber air baku (Fair and
Geyer, 1968):
1.

Air permukaan
Air permukaan merupakan sumber air yang banyak dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia akan air minum. Air permukaan ini terdiri dari
air sungai, danau, laut, rawa dan mata air. Air permukaan kualitasnya
tergantung pada sumber air dan aktivitas pencemar yang ada di sekitarnya dan
apabila dijadikan sebagai sumber air minum maka perlu dilakukan pengolahan
kualitas air sebelum didistribusikan ke konsumen.

2.

Air tanah
Air tanah berasal dari air hujan yang meresap ke dalam tanah dan membentuk
lapisan air tanah. Air tanah terdiri dari air tanah dangkal dan air tanah
dalam.Air tanah dangkal kuantitasnya terbatas dan dipengaruhi oleh musim,
sedangkan air tanah dalam kuantitasnya bervariasi dari kecil sampai besar
tergantung pada jumlah kandungan air dalam lapisan tanah. Secara kualitas,
air tanah bagus dijadikan sumber air baku untuk air minumkarena relatif jernih
dan sedikit mengandung zat padat.

3.

Air angkasa/air hujan


Air hujan ini kuantitasnya tidak terbatas, tapi tidak kontinu jika digunakan
sebagai sumber air baku untuk air minum dan dari segi kualitas kandungan
mineralnya kurang, sehingga jarang digunakan sebagai sumber air baku untuk
air minum dan biasanya hanya digunakan untuk sistem individual.

4. Mata Air
Merupakan air tanah yang alirannya terhalang oleh lapisan kedap air (tanah
liat, tanah padat, batu atau cadas) sehingga mengalir ke permukaan tanah.

II-3

Beberapa jenis bangunan penangkap atau penyadap berdasarkan sumber airnya


(Azzahra, 2012):
1. Air hujan

: bak penampung air hujan;

2. Air permukaan : intake;


3. Mata air

: broundcaptering;

4. Air tanah

: sumur gali dan sumur bor.

Jenis-jenis pengolahan air baku:


1. Pengolahan lengkap
Pengolahan yang mencangkup pengolahan secara kimia, fisika, dan biologi.
Berikut skema dari pengolahan lengkap:

Gambar 2.1 Unit Pengolahan Air Minum Lengkap


PS
F
2. Pengolahan
tidak K
lengkap

Filt

Pengolahan yang terdiri dari satu atau dua unit pengolahan misalnya
pengolahan fisika saja, pengolahan kimia saja atau pengolahan fisika biologi.
Salah satu contoh skema dari pengolahan tidak lengkap:
PS

SPL

Gambar 2.2 Unit Pengolahan Air Minum Tidak Lengkap


Keterangan :
PS
K
F
Filt.
SPL
D

= Prasedimentasi
= Koagulasi
= Flokulasi
= Filtrasi
= Saringan Pasir Lambat
= Desinfeksi

2.2.2. Karakteristik Air


Untuk mendapatkan kualitas air yang baik, pemerintah sudah menetapkan baku
mutu air minum yang diperbolehkan. Standar yang digunakan adalah:
II-4

1. PP RI No. 82 tahun 2001 tentang baku mutu air baku;


2. Permenkes No. 492/ Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air
minum.
2.2.3 Bangunan Penangkap
1.

Intake

Intake adalah bangunan penangkap air dari sumber air baku yang berasal dari air
permukaan (sungai atau danau). Fungsinya adalah untuk mengambil air baku dari
air permukaan dan dialirkan ke unit-unit pengolahan.
Ada beberapa variasi dalam tipe konstruksi intake, diantaranya (Kawamura,
1991):
a. Tower intake
Tower intake digunakan untuk air baku yang diambil dari danau, baik yang
alamiah maupun buatan (beton). Tower intake terletak pada bagian
pelimpahan atau dekat sisi bendungan. Pondasi menara (tower) terpisah dari
bendungan dan dibangun pada bagian hulu. Menara terdiri atas beberapa inlet
yang terletak pada ketinggian yang bervariasi untuk mengantisipasi fluktuasi
tinggi muka air. Dapat juga dibuat menara intake yang terpisah dengan dan
pada bagian upstream. Jika air di reservoar dapat mengalir secara gravitasi ke
pengolahan, maka tidak diperlukan pemompaan dari menara.

Gambar 2.3. Tower Intake


Sumber: Kawamura, 1991

b. Shore intake
Shore intake memiliki variasi bentuk yang tergantung kepada situasi lapangan,
dan biasanya terletak di pinggiran sungai.
II-5

Gambar 2.4. Shore Intake


Sumber: Kawamura, 1991

Shore Intake terbagi atas 3 jenis, yakni siphon well intake, suspended intake
dan floating intake. Berikut uraian masing-masing jenis shore intake.
1) Siphon well intake
Ciri khas dari intake ini adalah memiliki saluran air masuk ke bangunan
intake berupa pipa, sehingga tekanan air yang berfluktuasi tidak memberi
pengaruh pada interior intake.

Gambar 2.5. Shiphone Well Intake


Sumber: Kawamura, 1991

2) Suspended intake
Memiliki karakteristik tersendiri yakni pipa hisap dibenamkan ke dalam
sumber air tanpa menggunakan bangunan pelindung dan langsung
tercampur dengan aliran sumber air.

II-6

Gambar 2.6. Suspended Intake


Sumber: Kawamura, 1991

3) Floating intake
Struktur intake yang ringkas diletakkan di atas sebuah pelampung yang
terapung dan bergerak naik turun mengikuti fluktuasi muka air.

Gambar 2.7. Floating Intake


Sumber: Kawamura, 1991

c. Crib intake
Struktur intake dibuat terbenam di dasar sungai dengan kedalaman besar dari 3
m dari permukaan air. Lokasi dipilih dengan resiko terkecil terhadap
kemungkinan hanyut oleh arus sungai.

Gambar 2.8. Crib Intake


Sumber: Kawamura, 1991

II-7

d.

Direct intake
Direct intake (langsung) adalah intake yang sumber airnya berasal dari
sumber air yang dalam seperti sungai dan danau. Intake jenis ini memerlukan
tanggul untuk mencegah agar tanah tidak mengalami erosi dan sedimentasi.
Keuntungan dari intake jenis ini yaitu biaya konstruksi lebih murah dari jenis
intake yang lain.

Gambar 2.9 Direct Intake


Sumber: Kawamura, 1991

e. Sumur bor intake


Digunakan untuk bangunan penangkap dengan sumber air yang tidak terlalu
dalam dan memiliki lapisan aquifer tanah. Biasa digunakan untuk bangunan
penangkap air untuk air tanah.
Perencanaan intake harus mempertimbangkan (Al-Layla, 1978):
a. Intake harus merupakan bangunan yang kuat yang tahan arus deras;
b.

Mempunyai berat sendiri yang cukup agar tidak hanyut;

c.

Pada kanal navigasi (lalu lintas) ada tiang pancang sebagai pengaman;

d.

Pondasi harus cukup kuat sehingga tidak tergali oleh aliran air;

e.

Perlu saringan terhadap benda-benda dan ikan kecil;

f.

Dapat memasukkan air yang cukup, sesuai kebutuhan;

g.

Posisi inlet sedemikian rupa sehingga selalu dapat menerima air dengan
kondisi musim apapun.

II-8

Gambar 2.10 Denah Bangunan Intake


Sumber: Kawamura, 1991

Elemen-elemen dari intake (Kawamura, 1991):


a. Saringan;
b. Pipa atau saluran air baku;
c. Katup pembuka dan penutup;
d. Sumur pengumpul;
e. Foot valve;
f. Pipa hisap dan pipa penguras.
2.

Brouncapturing

Jenis bangunan penangkap atau penyadap tergantung pada letak, keadaan,


fluktuasi dan debit alirannya.Yang perlu diperhatikan dalam

pembangunan

brouncapturing (Al-layla, 1978):


a. Pembendungan harus sesuai dengan lokasi;
b. Saluran drainase harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu
mengeringkan daerah bangunan penangkap;
c. Lokasi harus diberi pengaman biasanya berupa pagar.
II-9

Bangunan penangkap air brouncapturing secara umum harus memenuhi


persyaratan berikut (Al-layla, 1978):
a.

Bentuk brouncapturing tidak mengikat, disesuaikan dengan topografi dan


situasi lahan;

b. Bangunan brouncapturing diusahakan berbentuk elips bersudut tumpul atau


empat persegi panjang;
c. Pipa keluar (pipa outlet) pada bak pengumpul dari bronucapturing tidak boleh
lebih tinggi dari muka air asli sebelum dibangun brouncapturing.
Jenis broncapturing berdasarkan arah alirannya (Al-layla, 1978):
a. Tipe IA

: Arah aliran artesis terpusat, dimana mata air terjadi karena adanya

tekanan hidrolis dan pemunculan air ke permukaan tanah secara terpusat;

Gambar 2.11 Bangunan Penangkap Mata Air Tipe IA


Sumber: Abuzar, 2014

b. Tipe IB

: Arah aliran artesis tersebar, dimana mata air terjadi karena adanya

tekanan hidrolis dan pemunculan air ke permukaan tanah secara tersebar;

II-10

Gambar 2.12 Bangunan Penangkap Mata Air Tipe IB


Sumber: Abuzar, 2014

c. Tipe IC

: Arah aliran artesis vertikal, dimana mata air terjadi karena

tekanan hidrolis dan pemunculan air ke permukaan tanah melalui celah tegak
lurus lapisan kedap air;

II-11

Gambar 2.13 Bangunan Penangkap Mata Air Tipe IC


Sumber: Abuzar, 2014

d. Tipe ID

: Aliran gravitasi kontak, dimana mata air terjadi akibat terhalang

lapisan kedap air sehingga air naik ke permukaan.

Gambar 2.14 Bangunan Penangkap Mata Air Tipe IA


Sumber: Abuzar, 2014

Berdasarkan kelengkapan bangunan yaitu bak penampung, maka brouncapturing


terdiri atas (Al-layla, 1978):
a. Tipe IIA
b. Tipe IIB

: Volume bak penampung 2 x 2 x 1 m3;


: Volume bak penampung 2 x 4 x 1 m3;

II-12

c. Tipe IIC

: Volume bak penampung 2 x 5 x 1 m3.

Berdasarkan cara pelayanannya brouncapturing terdiri atas (Al-layla, 1978):


a.

Pengaliran mata air gravitasi;

b.

Pengaliran mata air pompa.

3.

Sumur

Air tanah berasal dari air hujan yang meresap ke dalam tanah dan membentuk
lapisan air tanah. Air tanah terdiri dari air tanah dangkal dan air tanah dalam.Air
tanah dangkal kuantitasnya terbatas dan dipengaruhi oleh musim, sedangkan air
tanah dalam kuantitasnya bervariasi dari kecil sampai besar tergantung pada
jumlah kandungan air dalam lapisan tanah. Secara kualitas, air tanah bagus
dijadikan sumber air baku untuk air minumkarena relative jernih dan sedikit
mengandung zat padat.
Bangunan penangkap untuk air tanah adalah sumur. Untuk membangun sumur,
ada beberapa faktor yang diperhatikan (Schulz-Okun, 1984):
a. Kondisi permukaan tanah;
b. Jenis tanah;
c. Vegetasi pada permukaan;
d. Topografi wilayah;
e. Kondisi air permukaan;
f. Sumber-sumber pencemaran;
g. Regulasi.
Secara umum sumur dapat diklasifikasikan atas (Schulz-Okun, 1984):
a. Sumur dangkal
Sarana air bersih menggunakan sumber air tanah dangkal dengan membuat
sumur bor. Biasanya kedalaman dasar sumur mencapai 12-15 meter.Untuk
mengangkat air dari sumur dangkal dapat digunakan pompa listrik jenis jetpump.Pompa tangan adalah alat untuk menaikkan air dari dalam tanah.

II-13

Syarat sumur dangkal:


1) Sumur gali tidak boleh dibangun di lokasi bekas pembuangan sampah;
2) Jarak minimum lokasi sumur gali dengan sumber pencemar (cubluk,
tangki septik,dll) adalah 10 m;
3) Jarak minimum lokasi sumur gali dengan sumber pencemar (cubluk,
tangki septik,dll) adalah 10m;
4) Kemiringan lantai antara 1-3%;
5) Lantai dari pasangan bata (1 semen:3 pasir);
6) Kemiringan aluran pembuangan minimal 2%;
7) Saluran pembuangan dari pasangan bata (1 semen: 3 pasir) dan kedalaman
sumur maksimal 15 meter;
b. Sumur dalam
Sumur Air Tanah Dalam (SATD) adalah sarana penyediaan air bersih berupa
sumur dalam yang dibuat dengan membor tanah pada kedalaman muka air
minimal 7 meter dari permukaan tanah.Kedalaman dasar pada umumnya lebih
dari 30 meter sehingga diperoleh air sesuai dengan yang diinginkan.
Beberapa tipe konstruksi sumur antar lain:
a. Sumur gali
Merupakan tipe sumur yang paling tua. Secara tradisional, sumur gali
dibangun dengan menggali secara manual dengan perkakas tangan. Umumnya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan individu. Kedalaman sumur gali
biasanya berkisar antara 5 sampai 15 meter, tergantung dari kedalam air tanah.
Diameter berkisar antara 1 sampai 5 meter dan dapat juga berfungsi sebagai
bak pengumpul. Untuk memenuhi syarat kesehatan, sumur gali perlu dipasang
tutup dan dihindari dari masuknya kontaminasidari luar(SNI 03-2916-1992).

II-14

Gambar 2.15 Sketsa Sumur Gali


Sumber: (SNI 03-2916-1992)

b. Drived well
Merupakan metode yang paling sederhana untuk mengambil air tanah
dangkal. Dalam konstruksinya driven well menggunakan alat putar yang
dilengkapi dengan kerekan dan tripod. Dari titik pemutaran dimasukan pipa
baja dengan diameter lebih 50 mm. Untuk mengangkat air dari tanah dipasang
pompa tangan atau pompa mekanik. Sebaiknya dilengkapi dengan drainase
yang baik disekitar sumur (Karen J. Dawson, 1991).

Gambar 2.16 Sketsa Driven Well


Sumber:Karen J. Dawson 1991

c. Bored well
Menggunakan gurdi tangan maupun gurdi mesin dalam konstruksinya.
Lapisan tanah yang yang akan dibor harus padat agar tidak terjadi pengikisan
saat konstruksi. Dinding sumur atau casing dipasang setelah gurdi mencapai
air tanah. Umumnya diameter boredwell berkisar antara 250 sampai 600 mm
(Karen J. Dawson, 1991).

II-15

Gambar 2.17 Sketsa Bored Well


Sumber: Suriawiria, 1991

d. Drilled well
Biasanya dibangun untuk sumur dengan kedalaman dan kapasitas yang tinggi.
Menggunakan alat drill dengan dimeter sumur berkisar antara 150 mm hingga
1000mm. Umumnya konstruksi dipengaruhi oleh kondisi daerah tempat akan
dibangunnya sumur.

II-16

Gambar 2.18 Sketsa Drilled Well


Sumber: Suriawiria, 1991

2.2.4

Pompa

Pompa dikelompokkan atas 3 jenis (Al-Layla, 1978):


1.

Jenis putar, seperti; pompa sentrifugal, mixed


flow axial, dan regeneratif;

2.

Jenis langkah positif, seperti: pompa torak,


pompa sudut, dan pompa tangan;

3.

Jenis khusus, seperti: pompa vortex, gelembung


uap, dan pompa jet.

Jenis pompa yang paling banyak digunakan adalah pompa jenis putar, karena (AlLayla, 1978):
1. Ukurannya kecil dan ringan;
2. Dapat memompa terus menerus;
3. Bekerja tanpa gejolak;
4. Konstruksi sederhana dan mudah dioperasikan.

Jenis-jenis pompa putar (Al-Layla, 1978):


1. Pompa sentrifugal
a. Komponen utama; impeller dan rumah pompa;
b. Pompa dengan impeller tunggal disebut dengan pompa tingkat tunggal
(single stage);
c. Pompa dengan impeller ganda disebut dengan pompa tingkat banyak
(multi stage).
2. Pompa diffuser atau pompa turbin
Mempunyai diffusser atau sudut-sudut pengarah terpasang pada rumahnya
yang berfungsi untuk mengarahkan aliran air keluar dari impeller. Pompa
jenis ini juga mengenal tingkat tunggal maupun tingkat banyak, pompa ini ada
2 jenis:

II-17

a.

Pompa

turbin

untuk sumur (bore hole pump)


Dulu digunakan untuk sumur dalam tetapi sekarang sudah tidak digunakan
lagi, karena sudah ada pompa dengan motor listrik yang dapat dibenamkan
ke dalam air.
b.

Pompa
submersibel
Motor listrik pompa jenis ini terpasang langsung pada rumah pompa dan
merupakan konstruksi yang terpadu. Penyambungan ke atas hanya dengan
pipa keluar dan kabel penghantar daya listrik.
Kelebihan dan ciri pompa submersibel:
1) Tidak memerlukan bangunan pelindung untuk pompa;
2) Tidak menimbulkan kebisingan;
3) Konstruksi sederhana, karena tidak ada poros penyambung dan bantalan
perantara;
4) Pompa dapat bekerja pada putaran tinggi;
5) Mudah dipasang;
6) Harga relatif murah.

Perhitungan Pompa (Al-Layla,1978)


Tinggi angkat total (Ht)
Persamaan: Ht = Hd + Hfd + Hmd + Hs + Hfs + Hms........................................2.1
Keterangan :
Ht
Hd
Hfd
Hmd
Hs
Hfs
Hms

= tinggi angkat total


= tinggi tekan
= kerugian gesekan sepanjang pipa
= kerugian gesek pada peralatan pipa
= tinggi isap
= kerugian gesekan sepanjang pipa
= kerugian gesek pada peralatan pipa

(m)
(m)
(m)
(m)
(m)
(m)
(m)

Hd,
Hfd,
Hmd

Ht

Hs, Hfs, Hms

II-18

Gambar 2.19 Skema Tinggi Angkat Pompa


Sumber: Al-Layla, 1978

Daya Pompa
Persamaan:
..................................................................................................2.2

2......................................................................................................2.3

...............................................................................................2.4

....................................................................................................2.5
Keterangan:
P
Q
Ht

= daya pompa
= kapasitas pompa
= tinggi angkat total
= berat spesifik air
Pm = daya motor
A = faktor jenis motor
p = efisiensi pompa
k = efisiensi poros
m = efisiensi motor

(KN/m/det = Kwatt)
(m3/menit)
(m)
(kg/l)
(Kwatt)
(0,1-0,25)

2.3 Unit Pengolahan Air Minum


Tujuan dari pengolahan air baku adalah untuk (Al-Layla, 1978):
1.

Mencapai kondisi fisik dan estetika tertentu;


2. Dengan menghilangkan rasa, bau, warna/kekeruhan yang tidak dikehendaki;

3.

Pemakaian dalam industri yang memerlukan persyaratan khusus dan spesifik


seperti penurunan kesadahan air untuk pengisi ketel uap dan penurunan
konsentrasi Fe, Mn dalam air untuk pengunaan dalam industri tekstil.

II-19

2.3.1 Prasedimentasi
Unit ini berfungsi sebagai tempat terjadinya proses pengendapan secara gravitasi
tanpa penambahan zat kimia karena partikel yang ada dalam suspensi tersebut
bersifat diskrit (non flokulan). Tujuan pengendapannya adalah untuk menurunkan
kekeruhan agar lebih mudah diolah dan mengurangi pemakaian zat kimia pada
proses selanjutnya. Kecepatan mengendap partikel dipengaruhi oleh berat jenis
dan diameter partikel dalam air baku. Proses ini menghasilkan lumpur. Waktu
pengendapan (detention time) biasanya antara 4-8 jam dengan kecepatan 20-70
m/hari (2,31510-3 - 8,10210-4 m/dtk) (Kawamura, 1991).
2.3.2 Koagulasi
Koagulasi adalah proses stabilisasi partikel-partikel koloid. Partikel-partikel
tersebut harus dilapisi dengan suatu lapisan pengikat kimia yang menjadikannya
berflokulasi (aglomerasi) dan diam dalam waktu tertentu. Pengadukan cepat
merupakan bagian dari koagulasi, yang bertujuan untuk mempercepat dan
meratakan zat-zat kimia yang digunakan untuk pengolahan air. Proses koagulasi
dapat terjadi dengan dua cara yaitu (Kawamura,1991):
a Destabilisasi/eliminasi stabilitas partikel dalam suspensi dengan menetralisir
muatan dengan suatu elektrolit dengan garam atau kedua cara diatas;
b Penambahan absorban, serentak pada permukaan sebagai usaha untuk
meningkatkan daya atraksi inter-molekuler guna mendapatkan aglomerasi yang
kuat.
Koagulan yang biasa digunakan adalah alum (aluminium sulfat) dan garam-garam
besi, dengan alum sebagai agen yang paling banyak digunakan. Selain itu juga
digunakan polimer-polimer kation, anion dan non ionik sintetis yang merupakan
koagulan-koagulan yang efektif tetapi biasanya lebih mahal dari senyawasenyawa alami (Kawamura,1991).
Tabel 2.1 Jenis-jenis Koagulan
Nama
Aluminium Sulfate
Sodium Aluminate
Ferrous Sulfate
Ferric Sulfate
Ferric Chloride

Komposisi
Al2(SO4)3.18 H2O
Na3AlO3
FeSO4.7H2O
Fe2(SO4)3
FeCl3

II-20

Nama
Chlorinated Coppears

Komposisi
FeCl2Fe(SO4)3

Sumber: Benny Chatib, 1991

Tabel 2.2 Kriteria Perencanaan Untuk Unit Koagulasi (Pengaduk Cepat)


Unit
Pengaduk cepat
1.Tipe

2. Pengadukan
3. Nilai G/detik

Kriteria
Hidrolis :
a. terjunan
b. saluran bersekat
c. dala instalasi pengolahan air bersekat
Mekanis :
a. Bilah (blade) pedal (paddle)
b. flotasi
1 sampai 5
besar dari 750

Sumber: SNI 6774:2008

Dalam merancang unit koagulasi ini didasarkan pada nilai Gradien hidrolis (G)
dan waktu detensinya (td).
Persamaan umum yang digunakan untuk mencari gradien kecepatan (G) adalah:

...................................................................................................(2.15)
Keterangan:
G
P

= gradien kecepatan (det-1)


= power input/daya (kg m2/det3)
= viskositas dinamik (kg/m det)
= volume air yang akan diolah (m3)

Untuk pengadukan pada proses koagulasi ini dapat dilakukan dengan cara
hidrolis, mekanis dan pneumatis.
a

Hidrolis

Pengadukan secara hidrolis dilakukan dengan memanfaatkan pengaliran air,


seperti terjunan, saluran pipa dan baffle chanel. Persamaan yang digunakan pada
proses ini adalah:
.................................................................................................(2.16)
jika persamaan 2.2 ini dimasukkan ke dalam persamaan 2.1, maka persamaannya
menjadi:

II-21

..............................................................(2.17)
Keterangan:
G
P

h
C
Q
v
td

= gradien kecepatan (det-1)


= daya (kg m2/det3)
= viskositas dinamik (kg/m det)
= berat jenis air (kg/m3)
= headloss (m)
= volume air yang akan diolah (m3)
= debit (m3/det)
= viskositas kinematik (m2/det)
= waktu detensi (det)

Perhitungan headloss
Pada terjunan air digunakan persamaan:

........................................................................................................(2.18)
Keterangan:
H = headloss (m)
v = kecepatan aliran air (m/det)
g = kecepatan gravitasi (m/det2)

Pada saluran pipa digunakan persamaan:

................................................................................................(2.19)
Keterangan:
hf
L
D
f
v
g

= kehilangan tinggi tekan (m)


= panjang pipa (m)
= diameter pipa (m)
= faktor gesekan pipa
= kecepatan aliran air (m/det)
= kecepatan gravitasi (m/det2)

Pada baffle channel digunakan persamaan:

.......................................................................................................(2.20)

II-22

Keterangan:
N
k
v
g

= jumlah baffle
= konstanta
= kecepatan aliran air (m/det)
= kecepatan gravitasi (m/det2)

b Mekanis
Pengadukan secara mekanis ini dapat dilakukan dengan menggunakan paddle,
turbin atau propeller. Persamaan yang digunakan untuk menghtiung daya padle:

.........................................................................(2.21)

..............................................................................(2.22)
....................................................................................................(2.23)
.......................................................................................................(2.24)
Keterangan:
P
FD
CD
A
v

vi
va
n
k

= daya (kg m2/det3)


= gaya (kg m/det2)
= koefisien kekasaran
= luas area paddle (m2)
= kecepatan relatifpaddle terhadap air (m/det)
= berat jenis air (kg/m3)
= viskositas dinamik (kg/m det)
= kecepatan paddle (m/det)
= kecepatan air(m/det)
= putaran paddle per menit (rpm)
= konstanta

cPneumatis
Pengadukan dengan cara memasukkan udara ke dalam air sehingga terjadi
pengadukan. Udara yang dimasukkan diatur sesuai dengan nilai G untuk proses
koagulasi. Persamaan yang digunakan

untuk menghitung

daya pada proses

pneumatis adalah:

II-23

...................................................................................(2.25)
Keterangan:
P
K
Qa
h

= daya (kg m2/det3)


= konstanta
= debit udara yang disuplai (m3/det)
= headloss (m)

2.3.3 Flokulasi
Didefinisikan sebagai proses penggabungan flok-flok hasil koagulasi dengan
pengadukan lambat sehingga dapat menghasilkan flok-flok besar untuk
diendapkan. Proses ini akan menghasilkan endapan lumpur, untuk itu harus
disediakan ruang lumpur pada tiap-tiap kompartemennya. Pada unit ini, seperti
halnya dengan unit pengadukan cepat intensitas pengadukan juga ditentukan oleh
nilai G yang nilainya jauh lebih kecil dan waktu detensi.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai gradien (G) adalah (Reynold,
1982):

...(2.17)
Keterangan:
G
P

= gradien kecepatan
= power input/ daya
= viskositas dinamik
= volume air yang akan diolah

(det-1)
(kg m2/det3)
(kg/m det)
(m3)

II-24

Gambar 2.20 SketsaUnit Flokulasi


Sumber: Al Layla, 1978

2.3.4 Sedimentasi
Sedimentasi

merupakan

tempat

terjadinya

proses

pengendapan

setelah

penambahan zat kimia pada proses koagulasi dan flokulasi. Partikelnya bersifat
flokulen pada suspensi encer (Kawamura, 1991).
Tujuan sedimentasi:
1.

Mendapatkan effluen yang lebih jernih;

2.

Memisahkan pasir;

3.

Memisahkan partikel material pada bak pengendapan;

4.

Memisahkan bioflok proses biologi;

5.

Memisahkan chemical flok proses koagulasi dan flokulasi kimia;

6.

Mendapatkan concentrated sludge pada proses sludge thickeness.

Dalam unit sedimentasi terdapat 4 (empat) zona, yaitu: zona inlet, zona
pengendapan atau settling zone, ruang lumpur, zona outlet. Sedangkan jenis-jenis
bak sedimentasi yang bisa digunakan antara lain adalah: rectangular/ persegi
panjang dan circular /lingkaran. Jenis aliran air ada yang berupa aliran horizontal,
vertikal, dan radial (Reynold, 1982).
Keuntungan dan kerugian tipe clarifier rectangular basin (horizontal flow):
1. Tidak berpengaruh terhadap debit yang berfluktuasi;
2. Dapat prediksi untuk semua kondisi;
3. Lebih mudah dioperasikan dan biaya perawatan lebih murah;
4. Mudah digunakan pada high rate settler modules.

II-25

Gambar 2.21 Potongan Unit Sedimentasi


Sumber: Al-Layla, 1978

2.3.5 Filtrasi
Filtrasi didefinisikan sebagai proses pemisahan antara solid-liquid dengan
melewatkan cairan melalui suatu media berpori atau material porus lainnya untuk
menghilangkan sebanyak mungkin zat padat terlarut. Terdapat beberapa jenis
filtrasi, yaitu (Kawamura, 1991):
1. Saringan pasir cepat (rapid sand filter)
Filtrasi jenis ini umumnya digunakan untuk mengolah air minum dan industri,
mudah terjadi clogging, sehingga diperlukan pencucian dengan menggunakan
aliran yang berlawanan dengan arah penyaringan.
2. Saringan pasir lambat (slow sand filter)
Filtrasi jenis ini umumnya digunakan untuk mengolah air dengan tingkat
kekeruhan kecil atau sama dengan 50 ppm, pencucian dapat dilakukan setelah
beberapa minggu atau bulan, zat tersuspensi dan koloidal akan tertahan pada
lapisan atas filter, clogging dapat diatasi dengan melakukan pengikisan pada
bagian atas.
3. Filter bertekanan
Klasifikasi filter berdasarkan media yang digunakan:
a. Media tunggal, mempunyai satu tipe media, biasanya pasir atau antrasit;
b. Media ganda, terdiri dari dua media yaitu pasir dan antrasit;
II-26

c. Multi media, terdiri atas beberapa media yaitu pasir, kerikil dan antrasit.

Gambar 2.22 Potongan Unit Filtrasi


Sumber: Al-Layla, 1978

Persamaan umum yang digunakan (Reynolds, 1977):


Pusable = 2 (P60 P10).......................................................................................(2.6)
Ptoofine = P10 0,1 Pusable...................................................................................(2.7)
Ptoocoarse= Pusable + Ptoofine ..................................................................................(2.8)

Uniform coefficient (UC) =


Keterangan:

P10
P60
UC

..................................................................(2.9)

= diameter pasir yang 10 % lolos saringan


= diameter pasir yang 60 % lolos saringan
= koefisien keseragaman

Kehilangan tekanan pada saat operasi:


1. Kehilangan tekanan pada media pasir dan penyangga (kerikil)
Persamaan Carman-Kozeny untuk aplikasi saingan pasir lambat (filter
unstratified):

...(2.10)

II-27

Keterangan:
hl
f
L
rh
v
gc
d

= headloss
(m)
= faktor friksi
= kedalaman bed
(m)
= jari-jari hidrolis
(m)
= kecepatan rata-rata
(m/det)
= faktor konversi hukum Newton
= diameter saluran
(m)

Persamaan rose untuk porositas yang beragam diaplikasikan untuk saringan


pasir cepat:

.(2.11)
Keterangan :
hl= headloss
= faktor bentuk
D = tebal media
g = gaya gravitasi
v = kecepatan filtrasi
= porositas
CD= koefisien drag
x = berat fraksi
d = diameter geometri

(m)
(m)
(m/det2)
(m/det)

(m)

Persamaan untuk mencari nilai CD untuk NRe < 1 adalah:

................................................................................................(2.12)
Persamaan CD untuk 1 < NRe< 104 adalah:

........................................................................(2.13)
Keterangan:

CD
NRe

= koefisien drag
= bilangan Reynolds

2. Kehilangan tekanan pada underdrain


Persamaan yang digunakan:

....................................................................................(2.14)
II-28

Keterangan:
H
g
Q
C
A

= headloss
(m)
= gaya gavitasi
(m/det2)
= debit pengolahan
(m3/det)
= koefisien orifice 0,65
= luas orifice
(m2)

3. Kehilangan tekanan pada saat Backwash


Persamaan yang digunakan:
.......................................(2.15)
.................................................................................(2.16)
.................................................................................(2.17)
.......................................................................(2.18)

......................................................................................(2.19)
Keterangan:
Hf
Hg
Hu
L

Lg
vb
vt
g

= kehilangan tekanan pada pasir


= kehilangan tekanan pada kerikil
= kehilangan tekanan pada underdrain
= tebal media
= porositas
= density relatif
= density air
= tebal lapisan kerikil
= kecepatan backwash pada kerikil
=kecepatan backwash pada pasir
=gaya gravitasi

(m)
(m)
(m)
(m)

(m)
(m/menit)
(m/menit)
(m/det2)

2.3.6 Desinfeksi
Desinfeksi merupakan suatu proses yang menggunakan zat kimia yang berfungsi
untuk membunuh mikroorganisme patogen. Pada unit ini digunakan klorin karena
selain efektif untuk membunuh mikroorganisme patogen juga murah dan banyak
tersedia di pasaran. Selain itu juga menghasilkan residu yang penting agar selama
di perjalanan ke konsumen air tersebut terbebas dari mikroorganisme yang tidak

II-29

diinginkan, sehingga air hasil pengolahan tetap aman sebagai sumber air minum.
Reaksi desinfeksi ini dipengaruhi oleh temperatur, aliran air, kualitas air dan
waktu kontak.

Metoda pembubuhan klorin (Al-Layla, 1978):


1. Prechlorinasi yaitu klorin ditambahkan langsung pada air baku, bertujuan
untuk mengurangi bakteri yang akan melewati filter sehingga beban filter
dapat dikurangi;
2. Postchlorinasi yaitu klorin ditambahkan pada air hasil filtrasi, dibubuhkan
saat outlet;
3. Break point yaitu penambahan klorin ketika terjadi titik break point dari residu
klorin kombinasi menjadi klorin bebas.
Desinfeksi dapat dilakukan dengan (Kawamura, 1991):
1.

Bahan kimia, seperti klorin dan senyawanya, bromine, iodine, ozon,


phenol, dan senyawanya, alkohol, logam berat, senyawa ammonia, hidrogen
peroksida;

2.

Secara fisik seperti menggunakan panas dan cahaya;

3.

Radiasi seperti radiasi sinar ultraviolet, sinar gamma atau sinar X.

2.3.7

Aerasi

Aerasi adalah suatu unit operasi untuk memindahkan gas ke dalam air. Air diberi
waktu untuk berkontak dengan udara seluas-luasnya dengan tujuan untuk
menaikkan kadar oksigen terlarut dan menurunkan kandungan CO 2 (agresif),
menghilangkan H2S dan CH4 dan berbagai zat/ senyawa organik yang mudah
mengendap. Untuk pengadukan pada proses aerasi ini dapat dilakukan dengan
cara hidrolis, mekanis dan pneumatis (Yudha, 2011).
4Fe(HCO3)2 + O2 + 2H2O

4Fe(OH)3 + 8CO2

2MnSO4 + 2Ca(OH)2 + O2

2MnO2 + 2CaSO4 + 2H2O

Aerasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:


1.

Aerasi alami

II-30

Aerasi alami merupakan kontak antara air dan udara yang terjadi karena
pergerakan air secara alami. Beberapa metode yang cukup populer digunakan
untuk meningkatkan aerasi alami antara lain menggunakan cascade aerator,
waterfalls, maupun cone tray aerator.

Gambar 2.23 Aerasi Alami


Sumber: Yudha, 2011

2. Aerasi difusi
Pada aerasi secara difusi, sejumlah udara dialirkan ke dalam air limbah
melalui diffuser. Udara yang masuk ke dalam air limbah nantinya akan
berbentuk gelembung-gelembung (bubbles). Gelembung yang terbentuk dapat
berupa gelembung halus (fine bubbles) atau kasar (coarse bubbles). Hal ini
tergantung dari jenis diffuser yang digunakan.

Gambar 2.24 Aerasi Secara Difusi


Sumber: Yudha, 2011

2. Aerasi secara mekanik


Aerasi secara mekanik atau dikenal juga dengan istilah mechanical agitation
menggunakan proses pengadukan dengan suatu alat sehingga memungkinkan
terjadinya kontak antara air dengan udara.
2.3.8 Reservoar

II-31

Fungsi dari reservoar ini adalah (Reynold, 1977):


1.

Pemerataan aliran, yaitu untuk menyeimbangkan aliran air yang masuk


dan keluar.

2.

Penyimpanan
Menutupi kebutuhan saat terjadi gangguan, kebutuhan puncak dan kehilangan
air. Penyimpanan harus sebanding dengan pemakaian.

3.

Pengatur tekanan
Muka air yang bebas di permukaan reservoar berfungsi untuk menghentikan
gradien tekanan. Adanya reservoar ini akan dapat digunakan untuk membatasi
tekanan di perpipaan.

Berdasarkan elevasinya reservoar dapat dibedakan menjadi (Al-Layla, 1978):


1.

Ground reservoir
Jika tinggi muka air lebih rendah dari daerah pelayanan dan diperlukan pompa
untuk menaikkan tekanan.Posisi diatur berdasarkan posisi instalasi.

2.

Elevated reservoir
Jika muka air daerah pelayanan lebih tinggi dan tekanan cukup. Elevated
reservoir diletakkan pada posisi tanah yang tinggi atau sebagai menara air.

Penentuan kapasitas reservoar dipengaruhi pula oleh kebutuhan hidran pemadam


kebakaran. Kebutuhan hidran kebakaran merupakan kebutuhan air untuk
pemadam kebakaran. Kebutuhan air untuk cadangan kebakaran ini harus
diperhitungkan dalam perencanaan suatu sistem penyediaan air bersih, karena
apabila terjadi kebakaran debit air untuk kebutuhan konsumen tidak mengalami
gangguan. Kebutuhan air untuk cadangan pemadaman kebakaran ini dapat
dihitung dengan persamaan (Al-Layla, 1978):
..........................................................(2.20)

Q =
Keterangan:
Q
P

= Debit kebakaran (L/menit);


= Jumlah penduduk dalam ribuan.

Atau dengan persamaan (Fair & Geyer, 1968):

Q=
II-32

..........................................................(2.21)
Keterangan:
Q
P

= Debit kebakaran (gallon/menit);


= Jumlah penduduk dalam ribuan.

Atau (John R Freman):


......................................................................(2.22)
Q=
Keterangan:
Q
P

= Debit kebakaran (gallon/menit);


= Jumlah penduduk dalam ribuan.

Penentuan kapasitas reservoar berdasarkan grafik fluktuasi pemakaian air dapat


dihitung dengan persamaan:
........................................(2.23)

..............................................................................(2.24)
Keterangan:
(m3)
(dalam ribuan)
(l/menit)

VR
= volume reservoar
P
= jumlah penduduk
Vkebakaran = volume hidran kebakaran

2.4 Kriteria Desain Bangunan Penangkap, Pengolahan Air Minum dan


Reservoar
2.4.1. Bangunan Penangkap
1.

Intake
Kriteria perencanaan untuk unit intake adalah:

a. Saringan bell mouth


Tabel 2.3 Kriteria Desain Saringan Bell Mouth
No
.
1.
2.
3.
4.

Parameter
Kecepatan air melalui lubang saringan (vLs)
Diameter bukaan lubang (dbL)
Gross area/luas total saringan (Ag)
Saringan

Kriteria Desain
(0,15-0,3) m/det
(6-12) mm
2 x luas efektif saringan
diletakkan 0,6-1 m dibawah muka air
terendah

Sumber: Al-Layla, 1978

II-33

b. Bar screen
Tabel 2.4 Kriteria Desain Bar Screen
No
.
1.

Parameter
Jarak bukaan antar batang (b)

2.

Diameter batang (w)

3.

Kecepatan air melalui screen

Kriteria Desain
(5,08-7,62) cm
(0,0508-0,0762) m
(0,5-0,75) inchi
(1,270-1,905) cm
(0,0127-0,01905) m
< 0,6 m/det

Sumber: Kawamura, 1991

c. Pipa air baku


Tabel 2.5 Kriteria Desain Pipa Air Baku
No

Parameter

Kriteria Desain

.
1.

Menghindari erosi dan sedimentasi kecepatan

(0,6-1,5) m/det

air
Sumber: Kawamura, 1991

d. Pipa air hisap


Tabel 2.6 Kriteria Desain Pipa Air Hisap
No
.
1.

Paremeter

Kriteria Desain

Kecepatan air di pipa hisap


(1-1,5) m/det
Beda tinggi dari muka air minimum ke pusat
2.
3,7 m
pompa
Jika muka air > dari muka air minimum, maka jarak pusat pompa ke muka air minimum <
3.
4 m.
Sumber: Al-Layla, 1978

e. Sumur pengumpul
Tabel 2.7 Kriteria Desain Sumur Pengumpul
No
Paremeter
Kriteria Desain
.
1. Waktu detensi
(1-5) menit
2. Tinggi
(1-1,5) m
3. Tinggi foot valve dari dasar sumur
> 0,6 m
4. Kontruksi kedap air dan tebal dinding
20 cm atau lebih tebal
5. Kemiringan dasar sumur
(1-2) %;
6. Punya berat yang cukup dan kuat terhadap tekanan dan gaya yang ada
Sumber : PERMEN PU, 2007

Sumur

2.

Berikut ini adalah kriteria disain untuk masing-masing jenis sumur:


a.

Sumur bor
Kriteria desain untuk sumur bor adalah sebagai berikut:

II-34

Tabel 2.8 Kriteria Desain Sumur Bor


No
.
1.
2.
3.

Parameter

Kriteria Desain

Membuat diameter sumur digunakan jenis casing PVC atau low carbon yang disesuaikan
dengan kualitas air tanah
Kedalaman sumur tergantung kedalaman akifer dan jenis akifer yang ditentukan dari data
log bor
Dilengkapi dengan screen yang merupakan tempat masuknya air pada lubang bor dan
juga berfungsi sebagai filter agar material dari formasi tidak ikut terbawa oleh pompa;

4.

Dilengkapi dengan gravel pack, yaitu material kasar buatan yang ditempatkan disekitar
screen yang berguna untuk mempermudah air dipompa dan juga untuk menjaga agar
lubang bor stabil. Gravel pack juga berfungsi sebagai filter alami;

5.

Menghisap air dari sumur digunakan pompa

6.

Dilengkapi juga dengan piezometer, yaitu sebuah alat pengukur air tanah yang
ditempatkan didalam sumur pantau;

7.

Grouting, yaitu lapisan buatan yang berfungsi untuk menahan konstruksi lubang bor

8. Diameter sumur bor


Sumber: Kawamura, 1991

b.

250-600 mm

Sumur pengumpul
Kriteria desain untuk unit sumur pengumpul adalah sebagai berikut :
Tabel 2.9 Kriteria Desain Sumur Pengumpul

No
Parameter
Kriteria Desain
.
1. Sumur pengumpul dilengkapi dengan flow meter
2. Jarak dasar sumur dari muka air minimum
1,52 m
3. Detention time, td
1200 dtk
4. Tinggi foot valve dari dasar sumur
0,6 m
5. Tebal dinding dan sumur dan lantai
20 cm
6. Freeboard
0,5 m
7. Kemiringan dasar sumur
10%
8. Debit maksimum
0,108 m3/det
Sumber: Kawamura, 1991

2.4.2 Prasedimentasi
Kriteria desain untuk unit prasedimentasi adalah:
Tabel 2.8 Kriteria Desain Prasedimentasi
No
.
1.
2.

Parameter
Efisiensi pemisahan
Performance bak

Kriteria Desain
80 %;
very good, n = 1/8

II-35

No
.
3.

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

12.

13.

14.

Parameter

Kriteria Desain
(20-80) m3/day/m2
20 m3/m2.hr = 2,0.10-4 m/dtk

Surface loading ( )
Pengurasan Lumpur
Waktu pengendapan
Kandungan lumpur
Suhu (T)
Viskositas kinematis ()
Bilangan Froude
Bilangan Reynold
P:L
Ruang lumpur:
a. Pengurasan dilakukan 1 kali 30 hari
b. Kandungan lumpur
c. Ruang lumpur direncanakan untuk debit
d. Waktu pengurasan
e. Kecepatan pipa penguras
f. Qunderdrain
Inlet
a. Perbandingan Qorifice terdekat dengan
terjauh
b. Diameter orifice
c. Perbandingan tinggi muka air terdekat
dengan terjauh
d. Kecepatan inlet cabang
Outlet
a. Menggunakan V-notch
b. Jarak antar V-notch
c. Lebar pelimpah
d. Lebar saluran pengumpul
e. Weir loading

5 menit = 300 dtk


0,5 - 4 jam
2,5 mg/L
15 0C
1,14.10-6 m2/dtk
Fr 10-5
Re < 10000
(3 4) : 1 = 4 : 1
= (td = 30 hari)
= 0,5%-2%
= 0,15 m3/dtk
= 10 menit = 600 dtk
= 0,6 m/dtk
= (0,1%-0,2%)Qmax
= 95 %
= 0,1 m = 10 cm
= 0,01 m = 1 cm
= 1 m/dtk
= 90o
= 20 cm
= 30 cm
= 30 cm
= 2,84 . 10-3 m3/m.dtk

Sumber: Schulz-Okun, 1984

2.4.3 Koagulasi
Kriteria desain untuk unit koagulasi adalah:
Tabel 2.9 Kriteria Desain Koagulasi
No
Parameter
Kriteria Desain
.
1. Menggunakan sistem hidrolis (terjunan) dengan persamaan Thomson sudut 90
2. Rentang gradien (G)
(200 1200)/dtk
3. Detention time, td
(30 120) dtk
4. Viskositas kinematis (v)
0,8975 x 10-6 m2/dtk
5. Konsentrasi koagulan
5 50 mg/L
Sumber: Darmasetiawan, 2004

2.4.4 Flokulasi

II-36

Kriteria desain untuk unit flokulasi adalah:


Tabel 2.10 Kriteria Desain Flokulasi
No
Parameter
.
1. G
2. Td
3. Kedalaman air (H) minimal
4. Tahap flokulasi minimal 2 tahap
5. v belokan minimal
6. Jarak baffle
7. Headloss total flokulasi antara
Sumber: Kawamura, 1991

Kriteria Desain
10-70 /dtk
20-30 menit
1m
0,25 m/dtk
min 0,75 m
0,3048-0,6096 m ( 1-2 ft)

2.4.5 Sedimentasi
Kriteria desain untuk unit sedimentasi adalah:
Tabel 2.11 Kriteria Desain Sedimentasi
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

12.

Parameter
Surface loading (Q/A)
Kedalaman air di tangki
Panjang : Lebar
Waktu dekensi
Weir loading
Nre
Fr

Tinggi tube
Lebar tube
Tebal tube
Jenis tube yang dipakai adalah jenis plat.
Ruang lumpur:
Kandungan solid dalam lumpur
Lama pengurasan
Waktu pengurasan
Kecepatan pengurasan
Q tiap bak
Qunderdrain

Kriteria Desain
3,8-7,5 m/jam =
2,083x10-3 m/dtk
3,6 4,5 m
(4 : 3)-(6 : 1)
minimum 4 menit
3,8 - 15 m3/m.jam
< 2000
> 10-5
45o 60o
0,55 m
0,05 m
0,0025 m

1,056x10-3

= 1,5
= 5 menit = 300 dtk
= 1 x sehari
= 0,5 m/dtk
= 0,15 m3/dtk
= 2% x Qbak = 0,02 x 0,15 m3/dtk
= 3 x 10-3 m3/dtk

Lebar ruang lumpur = lebar bak


= 4,385 m = 4,4 m
13. Panjang = lebar
14. volume lumpur = volume limas
Sumber: Kawamura, 1991

II-37

2.4.6 Filtrasi
Kriteria perencanaan saringan pasir lambat adalah:
Tabel 2.12 Kriteria Desain Filtrasi
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Parameter
Perhitungan Jumlah filter
Kecepatan filtrasi
Luas setiap filter
Lebar : panjang
Ketinggian air diatas filter
Ketebalan filter
Lapisan penyangga (kerikil)
Ketinggian freeboard
Ketinggian bak filter
Pasir filter:
a. Effective Size
b. Uniform Coeficient
Kerikil filter (optional bila tidak pakai noozle):
a. Paling atas ( lapis 1)

Kriteria Desain
N = 0,25 Q0,5
0,1-0,4 m /jam
100-200 m2< 3000 m2
1:21:4
1-1,5 m
0,6-1 m
0,3-0,45 m (4 lapis)
> 0,2 m
2,5-4 m rata-rata 3,2 m
0,2-0,4 mm
2-3
= 0,4-0,6 mm dengan kedalaman10 cm

b.

Lapis 2

c.

Lapis 3

d.

Paling bawah (lapis 4)

11.

=1,5-2,0 mmdengan kedalaman 10 cm


= 5-8 mm dengan kedalaman 10 cm

= 15-25 mm dengan kedalaman 10 cm


Underdrain
= dibuat dari pipa lateral PVC/GI, plat berlubang, plat noozle.
Pengatur ketinggian air di filter menggunakan weir atau v-notch tinggi weir harus 0,2
13.
mdiatas permukaan filter.
14. Pencucian filter dilakukan dengan mengikis bagian atas filter sampai kedalaman 5 cm.
Sumber: Darmasetiawan, 2004
12.

2.4.7 Unit Kimia


Kriteria desain untuk koagulan (Al2(SO4)3) adalah:
Tabel 2.13 Kriteria Desain Koagulan
No
Parameter
.
1. Dosis Al2(SO4)3
2. pH
3. pipa plastic
Sumber: Kawamura, 1991

Kriteria Desain
(2080) mg/L
68
(0,613) cm

Kriteria desain untuk desinfektan (Ca(OCl)2) adalah:


Tabel 2.14 Kriteria Desain Desinfektan
No
.
1.
2.

Parameter
pipa plastic
Cl sisa

Kriteria Desain
(0,61,3) cm
(0,20,4) mg/L

II-38

No
.
3. Waktu kontak
4. Diameter tube
5. Kecepatan
Sumber: Kawamura, 1991

Parameter

Kriteria Desain
(1015) menit
(0,6-1,3) cm
(0,36) m/dtk

2.4.8 Reservoar
Kriteria desain untuk reservoir adalah:
Tabel 2.15 Kriteria Desain Reservoar
No.

1.

2.

Parameter
Kriteria Desain
Pipa inlet dan outlet:
a. Posisi dan jumlah inlet ditentukan berdasarkan bentuk dan struktur tangki, sehingga
tidak ada daerah yang tidak teraliri;
b. Pipa outlet diletakkan minimal 10 cm di atas lantai bak atau pada permukaan air
minimum;
c. Pipa outlet dilengkapi dengan strainer yang berfungsi sebagai penyaring;
d. Pipa inlet dan outlet dilengkapi dengan gate valve.
Ambang bebas dan dasar bak:
a. Ambang bebas
= minimal 30 cm dari permukaan air
b.

Dasar bak

c.

Kemiringan dasar bak

= minimal 15 cm dari permukaan


minimum
= 1/500 - 1/100.

Kapasitas standar:
a. Untuk tipe ground reservoar
3.

b.

Untuk tipe elevated reservoar

c.
4.

Ketinggian elevasi pada saat muka air


minimum
Volume bak

= kapasitasnya: (50, 100, 150, 300, 500,


750, 1000) m3
= kapasitasnya: (300, 500 dan 750) m3
= (20 - 25) m dari pintu tanah
(1/6 - 1/3) x Qmd, atau d(15 - 30 %) x
Qmd

Sumber: Kawamura, 1991

II-39

Anda mungkin juga menyukai