Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) masih terus menjadi masalah kesehatan
yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru ataupun
lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatkan. Selain
itu masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostic dan pilihan
pengobatan. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk
pneumonia.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Dan menimbulkan angka
kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas.
Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain). Secara
anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia
segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya
mengenai paru bagian bawah. Selain itu pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat
dapatannya, yaitu pneumonia komunitas dan pneumonia rumah sakit.
Menurut laporan dari International Vaccine Access Center At The Johns Hopkins
University Bloomberg School Of Public Health pada bulan November tahun 2010,
penyakit pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 1 di India, nomor 2 di
Nigeria dan di Indonesia pada urutan ke 8.
WHO memperkirakan angka kejadian (insidens) pneumonia di dunia dengan angka
kematian di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15% - 20% per tahun pada golongan usia
balita. Diperkirakan bahwa 10% dari penderita pneumonia akan meninggal bila tidak diberi
pengobatan. Bila hal ini dibenarkan, maka ada sekitar 250.000 kematian akibat pneumonia
setiap tahunnya. Pneumonia merupakan pembunuh nomor 1 di dunia pada bayi dan anakanak usia < 5 tahun. Diperkirakan menyebabkan sekitar 2 juta kematian (1 kematian setiap 15
detik) dari 9 juta kematian setiap tahunnya pada usia tersebut.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran
napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru
RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara
penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis,
1

pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 %
diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar
180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20-35 %. Pneumonia komuniti
menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru
2.1.1 Anatomi Paru -Paru
Paru-paru merupakan organ yang elastic, berbentuk kerucut, dan letaknya berada di
dalam rongga dada atau thorax. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral
yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks
(bagian atas paru-paru) dan basis.
Paru-paru kanan lebih besar dari pada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi
3 lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Paru-paru kanan terbagi lagi
atas 10 segmen yaitu pada lobus superior terdiri atas 3 segmen yakni segmen pertama adalah
segmen apical, segmen kedua adalah segmen posterior, dan segmen ketiga adalah segmen
anterior.
2

Pada lobus medius terdiri atas 2 segmen yakni segmen keempat adalah segmen
lateral, dan segmen kelima adalah segmen medial. Pada lobus inferior terdiri atas 5 segmen
yakni segmen keenam adalam segmen apical, segmen ketujuh adalah segmen mediobasal,
segmen kedelapan adalah segmen anteriobasal, segmen kesembilan adalah segmen
laterobasal, dan segmen kesepuluh adalah segmen posteriobasal.
Paru-paru kiri terbagi atas dua lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru kiri
terdiri dari 8 segmen yaitu pada lobus superior terdiri dari segmen pertama adalah segmen
apikoposterior, segmen kedua adalah segmen anterior, segmen ketiga adalah segmen superior,
segmen keempat adalah segmen inferior.
Pada lobus inferior terdiri dari segmen kelima segmen apical atau segmen superior,
segmen keenam adalah segmen mediobasal atau kardiak, segmen ketujuh adalah segmen
anterobasal dan segmen kedelapan adalah segmen posterobasal.

2.1.2

Fisiologi Paru
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat

antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui,
3

dinding thoraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume thoraks bertambah
besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan
interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada
turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga thoraks, menyebabkan volume
thoraks berkurang,. Pengurangan volume thoraks ini meningkatkan tekanan intrapleura
maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi
terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir
menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.
Tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya < 0,5 m). Kekuatan pendorong untuk
pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial
oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu
oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami
penurunan sampai sekitar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta
bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara
dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh
lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini
kemudian dikeluarkan ke atmosfir.
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah
paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75
detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu
difusi. Pada beberapa penyakit, misal: fibrosis paru, udara dapat menebal dan difusi
melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga
dimana waktu kontak total berkurang. Jadi blok difusi dapat mendukung terjadinya
hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama.

2.2. Definisi Pneumonia

Pneunomia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri.virus,jamur,protozoa)
2.3. Insidensi
Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi
saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di dalam rumah
sakit (pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas
bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.
Di AS pneumonia mencapai 13% dari semua penyakit infeksi pada anak dibawah 2
tahun. Berdasarkan hasil penelitian insiden pada pneumonia didapat 4 kasus dari 100 anak
prasekolah, 2 kasus dari 100 anak umur 5-9 tahun,dan 1 kasus ditemukan dari 100 anak umur
9-15 tahun.
UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena penyakit
pneumonia setiap tahun. Meskipun penyakit ini lebih banyak ditemukan pada daerah
berkembang akan tetapi di Negara majupun ditemukan kasus yang cukup signifikan.
Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak
ditemukan pada anak-anak. Pada berbagai usia penyebabnya cendrung berbeda-beda, dan
dapat menjadi pedoman dalam memberikan terapi.
2.4 Epidemiologi
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di
dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Di Inggris
pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak dari pada penyakit infeksi lain,
sedangkan di AS merupakan penyebab kematian urutan ke 15.
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka
kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas)
pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.
Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun
pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih
penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relative terhadap
mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat.
Misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor
iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.
2.5 Etiologi
5

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri,


virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering
pneumonia bakterialis adalah bakteri gram positif, Streptococcus pneumonia yang
menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus
aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza.
Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh
pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena. Ada
bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia
yang penyebabnya sering haemophylus influenza dan pneumococcus.

2.6 Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling
berisiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang
sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paruparu.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksintoksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung

merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara Kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada
saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan
terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar
infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu
tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat
(drug abuse).
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paruparu kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling
umum sebagai penyebab pneumonia. Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia
terbagi atas:
1. Stadium kongesti (4 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediatormediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
7

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.
3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada
saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis
sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak
lagi mengalami kongesti.
4. Stadium akhir (resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali
menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.
2.7. Klasfikasi
A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)
2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)
3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host
4. Pneumonia aspirasi
B. Berdasarkan lokasi infeksi
1. Pneumonia lobaris
Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus),
jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi
benda asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran
gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat
pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara.
Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia
lobaris/
2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)
8

Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis


menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak
konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder,
mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit
yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah,
Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.
3. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan
peribronkial. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma.
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial.
Radiologis

berupa bayangan

udara pada alveolus

masih

terlihat,

diliputi

perselubungan yang tidak merata


2.8 Diagnosis
Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:
2.8.1 Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi:
1.
Demam dan menggigil akibat proses peradangan
2.
Batuk yang sering produktif dan purulen
3.
Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
4.
Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadangkadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan
sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas ,
pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara
napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai
ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.
2.8.2 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya >10.000/ul
kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke
kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25%
penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
9

2.8.3

Gambaran Radiologis

Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara
anantomis.
Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak
tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan
jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius
kanan.
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir
terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada
bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologis, misalnya penyebab pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
dapat mengenai beberapa lobus
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax

10

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus
kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar.
Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.
CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.
2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)
Foto Thorax

11

Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Pada
gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah
kiri.
CT Scan

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar
sampai perifer.
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
12

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh
perselubungan yang tidak merata.
CT Scan

Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B)
CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang
irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda
panah)
2.8.4 Pemeriksaan Bakteriologis

13

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis,


bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang
kemungkinan penyebab infeksi.
2.9 Penatalaksanaan
Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan
klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah.
Penderita yang tidak dirawat di RS
1) Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres
2) Minum banyak
3) Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran
4) Antibiotika
Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 :
Penatalaksanaan Umum
1) Pemberian Oksigen
2) Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
3) Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas
4) Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan jantung.
5) Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.
Pengobatan Kausal
Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan
MO(Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan:
Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan
pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi.
Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh
karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan gram
sebaiknya dilakukan.
Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.
Pengobatan awal biasanya adalah antibiotic untuk mengatasi pneumonia oleh bakteri.,
mikoplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan pasien juga bisa diobati di rumah.
Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola
makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang
berusia pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi tubuh.
Namun, mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih lesu dalam
waktu yang panjang.
Kategori

Keterangan

Kuman Penyebab

14

Obat Pilihan I

Obat Pilihan II

Kategori I

- Usia penderita
< 65 tahun
-Penyakit Penyerta (-)
-Dapat berobat jalan

-S.pneumonia
-M.pneumonia
-C.pneumonia
-H.influenzae
-Legionale sp
-S.aureus
-M,tuberculosis
-Batang Gram (-)

Klaritromisin

2x250 mg
-Azitromisin

1x500mg
Rositromisin

2x500mg atau
Ofloksasin
-

2x150 mg atau

Moxifloxacin
-

-Usia penderita >


65 tahun
- Peny. Penyerta
(+)
-Dapat berobat
jalan

Kategori
III

-Pneumonia berat.
- Perlu dirawat di
RS,tapi tidak
perlu di ICU

Kategori
IV

-Pneumonia berat
-Perlu dirawat di
ICU

-S.pneumonia
- Virus
H.influenzae
- Batang gram (-)
- Aerob
- S.aures
- M.catarrhalis
- Legionalle sp
-S.pneumoniae
-H.influenzae
-Polimikroba termasuk
Aerob
-Batang Gram (-)
-Legionalla sp
- S.aureus
- Virus
- C.pneumoniae
- M.pneumoniae
-S.pneumonia
-Legionella sp
-Batang Gram (-) aerob
-M.pneumonia
- Virus
H.influenzae
- M.tuberculosis
- Jamur endemic

- Sepalospporin
generasi 2
-Trimetroprim

2x400mg
Levofloksasin
1x500mg atau

1x300 mg

Kategori II

Siprofloksasin

1x400mg
-Doksisiklin

2x100mg
-Makrolid
-Levofloksasin
-Gatifloksasin
-Moxyfloksasin

+Kotrimoksazol
-Betalaktam

Sefalosporin
Generasi 2 atau 3
- Betalaktam +
Penghambat Beta
laktamase+makr
olid

-Piperasilin +

-Carbapenem/
meropenem
-Vankomicin
-Linesolid
-Teikoplanin

Sefalosporin
generasi 3 (anti
pseudomonas) +
makrolid
Sefalosporin
generasi 4
Sefalosporin
generasi 3 +
kuinolon

tazobaktam
-Sulferason

2.10 Diagnosis Banding


Differential Diagnosis dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:
A.Tuberculosis Paru(TB)
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
M.tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari

15

3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil,
keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA
B.Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara
dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram.
Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena
adanya pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari
seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.

Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA


C. Efusi Pleura
16

Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat
penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah
yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus
sign, tanda khas pada efusi pleura.

Efusi pleura pada foto thorax posisi PA


2.11 Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thoraks ( seperti efusi pleura, empiema, dan perikarditis) atau penyebaran bakterimia dan
hematologi.
2.12 Prognosis
Prognosis penyakit pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman penyebab
dan penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik serta intensif
sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.
1. Pneumonia Komunitas
Kejadian PK di USA adalah 3.4-4 juta kasus pertahun, dan 20% di antaranya perlu
dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah sebesar
5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan
influenza di USA merupakan penyebab kematian no. 6 dengan kejadian sebesar 59%.
Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien CAP yang dirawat di
ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor perubah yang ada
pada pasien.
2. Pneumonia nasokomial

17

Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%, yang bisa mencapai 70% bila termasuk
yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian biasanya adalah
akibat bakteremia terutama oleh Ps. Aeruginosa atau Acinobacter spp.
2.13 Pencegahan
Pola hidup sehat termasuk tidak merokok
Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) sampai saat ini masih perlu
dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk
golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung
koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek
samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi
yaitu hipersensitiviti tipe 3.

BAB III
KESIMPULAN
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab noninfeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa satu dari tiga kematian bayi
baru lahir disebabkan pneumonia. Lebih dari dua juta anak di bawah lima tahun meninggal
setiap tahun di seluruh dunia. WHO juga memperkirakan bahwa hingga 1 juta ini (vaksin
dicegah) kematian disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90%
dari kematian ini terjadi di negara-negara berkembang. Etiologi pneumonia antara lain:
1.

Bakteri:

Diplococcus

pneumonia,

Pneumococcus,

Streptococcus

hemolyticus,

Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander.


2. Virus: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, cytomegalovirus.
3. Jamur: Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus, Candida
albicans.
4. Aspirasi: Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
18

Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta


dibantu dengan pemeriksaan penunjang, antara lain: pemeriksaan radiologis, laboratorium,
dan bakteriologis.

DAFTAR PUSTAKA
American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults with communityacquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and
prevention. Am J Respir Crit.Care Med; 163: 1730 - 54.
Fauci, et al,. 2009. Harrisons Manual Of Medicine. 17th Edition. By The Mc Graw-Hill
Companies In North America.
Helmi

et

all.

2005.

Pnemonia

Mikoplasma:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2033/1/anak-helmi3.pdf.27
Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta tahun 2002.
Leman,

2007.

Pneumonia

dan

Bronkopneumoia

di

Indonesia:

http://www.scribd.com/doc/7688175/referat-bronkopneumonia
PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di Indonesia,
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit FKUI.
19

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta 2002.

20

Anda mungkin juga menyukai