Anda di halaman 1dari 44

AKSESIBILITAS DIFABEL TERHADAP

BANGUNAN PUBLIK

AKSESIBILITAS DIFABEL TERHADAP BANGUNAN PUBLIK


STUDI KASUS : SUN PLAZA
Ivana Idris
Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Jl. Almamater, Kampus USU Medan 20155 INDONESIA
E-mail: Ivana.idris@gmail.com

ABSTRAK
Difabel merupakan orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu
atau merupakan rintangan dan hambatan untuk melakukan aktifitas secara selayaknya. Masyarakat difabel
memerlukan suatu komunitas atau lingkungan yang mampu mewadahi aktifitas/kegiatan serta sarana
aksesibilitas yang memadai sehingga memberi kenyamanan, keamanan dan memperlancar mobilitas kaum
difabel. Aksesibilitas dapat dilihat dari kemudahan dan kelancaran dalam bergerak, berkaitan dengan sirkulasi,
visual dan komponen setting, yang telah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum. Sun Plaza
merupakan salah satu bangunan publik yang berfungsi sebagai pusat pembelanjaan dan telah menarik banyak
pengunjung, baik pelajar, mahasiswa, masyarakat, serta para wisatawan dalam negeri maupun luar negeri. Tidak
tertutup kemungkinan kaum difabel merupakan salah satu pengunjung yang berdatangan ke Sun Plaza. Sehingga
munculah pertanyaan, Apakah Sun Plaza saat ini telah memberikan sarana aksesibilitas yang baik bagi para
kaum difabel sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006? Metode penelitian yang
digunakan yaitu Penelitian terapan (applied research) melalui pendekatan deskriptif kualitatif. Untuk
menganalisa data mengunakan metoda expose yaitu pemeriksaan terhadap data standar aksesibilitas (Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum nomor 30/PRT/2006) dengan data yang ditemui di Sun Plaza. Berdasarkan hasil
penilaian berdasarkan indikator, yaitu sebesar 66,67% elemen-elemen sarana/fasilitas Sun Plaza masih
mendominasi dalam pemenuhan kriteria/ persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.30/PRT/M/2006. Sehingga dapat dikatakan sarana/ fasilitas Sun Plaza berstandar Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006.
Keywords: Difabel, Aksesibilitas, Bangunan Publik, Sun Plaza

ABSTRACT
The disabled are people who have physical and/or mental disorders, which can limit activities of daily
living. The disabled require supportive communities or environments as well as adequate facilities to provide
comfort, security, and mobility. Accessibility can be viewed as easy and effortless access, including travel, visual
and component settings, which are described in Technical Guidelines for Accessibilities and Facilities on Public
Buildings No.30/PRT/M/2006 under regulations by Ministry of Public Works. Sun Plaza is one of the public
buildings that serve as shopping centers and it has attracted a lot of students, people, and tourists, both local
and overseas . It is possible that a disabled person is one of the visitors of Sun Plaza. Therefore, a question is
raised on whether Sun Plaza provides accessibilities that follow the guidelines No.30/PRT/M/2006 under
regulations by Ministry of Public Works. The inspection method used is an applied research using qualitative
descriptive approach to collect data. To analyze the data, exposure method, which standard accessibility test is
performed by cross-examining data gathered from Sun Plaza with the requirements in the guidelines
No.30/PRT/M/2006 under regulations by Ministry of Public Works, is used. The test result shows that 66.67% of
the facilities in Sun Plaza fulfill the requirements according to the guidelines No.30/PRT/M/2006 under
regulations by Ministry of Public Works. In conclusion, facilities in Sun Plaza adhere to the guidelines
No.30/PRT/M/2006 under regulations by Ministry of Public Works.
Keywords: Disabled, Accessibility, Public Buildings, Sun Plaza

Studi Perencanaan Lingkungan Binaan 2, JUNI 2015

pendukung
bagi
kemudahan mereka.
PEN
DAH
ULU
AN
Fungsi
dalam
arsitektur
memiliki
peran
penting
dalam
kehidupan manusia.
Bentukan arsitektur
yang
fungsional
secara fisik adalah
suatu ruang/ tempat
ada atau muncul,
dikarenakan adanya
aktifitas/ kegiatan
yang
dilakukan
manusia.
Hal
tersebut
menandakan bahwa
kebutuhan manusia
dan fungsi dalam
arsitektur
saling
berhubungan
dan
terikat.
Pengertian Difabel
Di
dalam
Undang-Undang
No.4 tahun 1997
tentang Penyandang
Cacat,
difabel
adalah setiap orang
yang
mempunyai
kelainan
fisik
dan/atau
mental,
yang
dapat
mengganggu atau
merupakan
rintangan
dan
hambatan baginya
untuk
melakukan
secara selayaknya.
Menurut
Goldsmith (1984),
difabel didefinisikan
sebagai orang yang
memiliki gangguan
fisik
dan
tidak
mampu
untuk
menggunakan
fasilitas bangunan
karena
tidak
tersedianya fasilitas

Klasifikasi Difabel
Terdapat
beberapa
penggolongan pada
orang
cacat
berdasarkan
jenis
atau klasifikasi dari
cacat, yaitu: cacat
fisik, cacat mata,
cacat rungu wicara,
cacat mental ekspsilotik, dan cacat
mental
retardasi.
Batasan
yang
diambil
dari
penelitian ini adalah
klasifikasi difabel
terhadap cacat fisik.
Cacat fisik
pada
umumnya
merupakan
masyarakat normal
yang
hanya
hambatan terhadap
pergerakan/
mobilitas. Menurut
Selwyn Goldsmith,
jenis-jenis
kecacatan
fisik
terbagi menjadi 4
macam, yaitu :
a. Ambulant
Disabled
b. Semi ambulant
wheelchair
c. Accompanied
chairbound
d. Independent
chairbound
Keempat
jenis kecacatan fisik
yang
telah
dijelaskan
diatas,
menggunakan alat
bantu gerak berupa
kruk, walker, dan
kursi roda pada
gambar 1 dan 2.

Gambar 1 : Maksimum pergerakan bagi


pengguna kursi roda.
(Sumber : Decree Of
The Minister Of Public
Works No.
468
/KP
TS/
199
8)

Gambar 2 : Lebar jarak pergerakan


bagi Ambulant
Disabled
.(Sumber :
Universal
Design,
2000)

Aksesibilitas Difabel

Indonesia
menjadikan WHO
sebagai acuan dalam
penanganan
masalah
difabel
dalam
konsep
International
Classification
of
Functioning
Disability
and
Health (ICF).
Konsep
ini
memfokuskan pada
kaum difabel yang
memiliki
keberfungsian
secara fisik dan
mental
sehingga
dapat
mengikuti
berbagai aktifitas.
Adanya hambatan
serta
perbedaan

penilaian/
derajat
terhadap
kaum
difabel
dengan
masyarakat dalam
berpartisipasi
berbagai aktivitas
(Eva Kasim, 2004).
Scott
(dalam
Joyce
Marcella,
1974)
mengatakan,
arsitektur
hendaknya
mempunyai tujuan
yang
humanis.
Desain
yang
tanggap sosial, tidak
hanya
mementingkan
kepentingan mereka
yang
memiliki
tubuh normal saja,
tetapi kepentingan
kaum penyandang
disabilitas
juga
harus diperhatikan.
Sebagai pengguna
bangunan, mereka
juga harus turut
dilibatkan
dalam
proses
desain.
Setiap
manusia,
baik non-disabilitas
maupun
penyandang
disabilitas,
harus
dapat
mengakses
bangunan
dengan
bebas dan mudah.
Parameter
sarana aksesibilitas
kaum difabel yang
diusulkan oleh Ron
Mace
yaitu
universal
design,
memungkinkan
kaum difabel dan
non difabel dapat
berinteraksi
dan
melakukan aktifitas
secara bersamaan.
Penerapan universal
design
dapat
berbeda di setiap
tempat tergantung
dari berbagai

AKSESIBILITAS DIFABEL TERHADAP


BANGUNAN PUBLIK

pendekatan desain dan undang-undang yang


berlaku (Ron Mace dalam Elaine Ostroff,
2001).
Ketentuan
elemen-elemen
pada
bangunan umum dalam guna mewujudkan
kesamaan kesempatan dalam segala aspek
kehidupan, terutama bangunan umum yang
memungkinkan
semua
dapat
menggunakannya, telah dijelaskan dalam
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
No.30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis
Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan
Umum.
Sun Plaza merupakan salah satu
bangunan publik yang berfungsi sebagai pusat
pembelanjaan. Pusat pembelanjaan ini dibuka
pada awal tahun 2004 dan telah menarik
banyak pengunjung, baik pelajar, mahasiswa,
masyarakat, serta para wisatawan dalam
negeri maupun luar negeri. Tidak tertutup
kemungkinan kaum difabel merupakan salah
satu pengunjung yang berdatangan ke Sun
Plaza seperti pada gambar 3.

Gambar 3 : Pengunjung difabel pada Sun Plaza

Permasalahan pada penelitian ini


adalah apakah Sun Plaza saat ini telah
memberikan sarana aksesibilitas yang baik
bagi para kaum difabel sesuai dengan
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
No.30/PRT/M/2006? Tujuan dari penelitian
ini adalah mengidentifikasi dan mengevaluasi
sarana atau fasilitas aksesibilitas yang
diberikan oleh Sun Plaza berdasarkan
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
No.30/PRT/M/2006.
Penelitian
sebelumnya
yang
membahas tentang difabel adalah penelitian
yang dibuat oleh Lubis (2008) dan Apriyani
(2012). Lubis membahas tentang aksesibilitas
difabel terhadap ruang terbuka publik pada
Lapangan Merdeka, Medan. Pada penelitian
ini menggunakan metode yang sama dengan
penelitian yang dibuat oleh Peneliti
sebelumnya yaitu metode expose untuk

menganalisis data. Berbeda dengan metoda


yang digunakan Apriyani untuk menganalisa
adalah Weight Factor. Persamaan pada
penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah sama-sama membahas
tentang aksesibilitas difabel terhadap
bangunan publik.
Persyaratan Teknis Fasilitas dan
Aksesibilitas
Sirkulasi
Ketentuan teknis sirkulasi berdasarkan
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
No.30/PRT/M/2006 dapat dilihat pada tabel 1
dan gambar 4.
Tabel 1 : Indikator Penilaian Sirkulasi
(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.30/PRT/M/2006)

Variabel

Sirkulasi

Gambar 4 : Gambaran Sirkulasi


(Sumber : Decree Of The Minister Of Public Works
No.
468/KPTS/1998)

Ramp
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki
bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai

Studi Perencanaan Lingkungan Binaan 2, JUNI 2015

alternatif bagi orang


yang tidak dapat
menggunakan
tangga. Ketentuan
teknis
ramp
berdasarkan
Peraturan Menteri
Pekerjaan
Umum
No.30/PRT/M/2006
dapat dilihat pada
tabel 2 dan gambar
5.
Tabel 2 :
Indikator
Penilaian
Ramp
(Sumber :
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
No.3
0/PR
T/M/
2006)

Gamb
ar 5 :
Gamba
ran
Ramp
(Sumber : Decree Of
The Minister Of Public
Works No.
468
/KP
TS/
199
8)

Tangga
Tangga merupakan
jalur sirkulasi
vertikal yang
dirancang dengan
mempertimbangkan
ukuran

dan
kemiringan
pijakan
dan
tanjakan
dengan
lebar
yang
memadai.
Ketentuan
teknis
tangga berdasarkan
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
No.30/PRT/M/2006
dapat dilihat pada
tabel 3 dan gambar
6.
Tabel 3 :
Indikator
Penilaian
Tangga
(Sumber :
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
No.3
0/PR
T/M/
2006
)

Gambar 6
:
Gambaran
Tangga
(Sumber : Decree Of
The Minister Of
Public Works No.
468
/K
PT
S/1
998
)

Lift
Lift merupakan alat
mekanis
elektris
yang
berfungsi
untuk
membantu
pergerakan vertikal
di dalam bangunan.
Lift juga dapat
digunakan sebagai
alternatif
alat
sirkulasi
vertikal
selain tangga pagi
penyandang
disabilitas.
Ketentuan teknis lift
berdasarkan
Peraturan Menteri
Pekerjaan
Umum
No.30/PRT/M/2006
dapat dilihat pada
tabel 4 dan gambar
7, 8, dan 9.

AKSESIBILITAS DIFABEL TERHADAP


BANGUNAN PUBLIK

Tabel 4 :
Indikator
Penilaian
Tangga
(Sumber :
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
No.3
0/PR
T/M/
2006)

Gambar 7
: Dimensi
Lobby Lift
(Sumber : Decree Of
The Minister Of Public
Works No.
468
/KP
TS/
199
8)

Gambar 8 : Dimensi
Ukuran Lift dan
perspektif (Sumber :
Decree Of The
Minister Of Public
Works No.
468/KPTS/1998)

Gambar 9 :
Tatanan
Interior Lift
(Sumber : Decree Of
The Minister Of Public
Works No.
468
/KP
TS/
199
8)

Toilet
Ketentuan
teknis
toilet berdasarkan
Peraturan Menteri
Pekerjaan
Umum
No.30/PRT/M/2006
dapat dilihat pada
tabel 5 dan gambar
10, 11, 12, 13, 14
dan 15.
Tabel 5 :
Indikator
Penilaian
Toilet
(Sumber :
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
No.3
0/PR
T/M/
2006)

Studi Perencanaan Lingkungan Binaan 2, JUNI 2015

TS/
199
8)

Gambar 10 :
Sirkulasi Enterence
pada Toilet
(Sumber : Decree Of
The Minister Of
Public Works No.
468/KPTS/1998)

Gambar 11
: Perlengkapan pada
Toilet (Sumber :
Decree Of The
Minister Of Public
Works No.
468
/KP
TS/
199
8)

Gambar 12 :
Mobilitas pada
Ruang Toilet
(Sumber : Decree Of
The Minister Of
Public Works No.
468
/KP

Gambar 13
:
Perlengkapa
n toilet
(Sumber : Decree Of
The Minister Of Public
Works No.
468
/KP
TS/
199
8)

tabel 6 dan gambar


16, dan 17.

Gambar 14
: Spesifikasi
Wastafel
(Sumber : Decree Of
The Minister Of
Public Works No.
468
/K
PT
S/1
998
)

Gambar
15 :
Mobilitas
Wastafel
(Sumber : Decree Of
The Minister Of
Public Works No.
468
/K
PT
S/1
998
)

Parkir
Ketentuan
teknis
parkir berdasarkan
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
No.30/PRT/M/2006
dapat dilihat pada

Tabel 6 :
Indikator
Penilaian
Parkir
(Sumber :
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
No.3
0/PR
T/M/
2006)

AKSESIBILITAS DIFABEL TERHADAP


BANGUNAN PUBLIK

Gambar 16 : Gambaran Parkir Lot


(Sumber :Universal Design, 2000)
Notes: (from above-left to right)
- Maximum slope is 5
- Ramp
- Wheel holder
- Warning sign for People with
Disability
in
the
hardening
limitation place

- Parking limitation

Gambar 17: Gambaran Passenger Loading Zone


(Sumber : Decree Of The Minister Of Public Works
No.
468/KPTS/1998)

Setelah
mengetahui
standar
spesifikasi tempat parkir kaum difabel.
terdapat standar untuk menentukan
jumlah tempat parkir bagi kaum difabel
berdasarkan total jumlah tempat parkir

yang terdapat pada Sun Plaza dapat


dilihat pada tabel 7.
Tabel 7 : Standar Jumlah Tempat Parkir
(Sumber : Decree Of The Minister Of Public Works
No.
468/KPTS/1998)

METODE PENELITIAN
Dalam melakukan kajian aksesibilitas
difabel pada bangunan publik, metoda
penelitian yang digunakan yaitu penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
kualitatif adalah penelitian yang datanya
berupa lisan atau deskripsi dari objek yang
diamati peneliti.
Sumber data primer pada penelitian
ini berupa hasil pengamatan langsung di
lapangan dan mendokumentasikan saranasarana publik yang berkaitan dengan sarana/
fasilitas aksesibilitas difabel pada Sun Plaza.
Sarana/ fasilitas berupa sirkulasi, ramp,
tangga, parkir, dan toilet. Sedangkan data
sekunder berupa data yang diperoleh dari
studi literatur berupa standar ketentuan
(Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
No.30/PRT/M/2006) dan beberapa jurnal
yang berkaitan dengan aksesibilitas difabel.
Guna menganalisa kajian sarana
sarana/ fasilitas aksesibilitas difabel pada Sun
Plaza dengan Persyaratan Teknis Fasilitas dan
Aksesibilitas (Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum
No.30/PRT/M/2006)
dilakukan
dengan metoda expose yaitu pemeriksaan
terhadap data standar aksesibilitas dengan
data yang ditemui di lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sirkulasi
Sun plaza terdiri dari beberapa lantai
yaitu lantai basement, lantai lower ground,

lantai entrance, lantai ground, lantai 1, lantai


2, lantai 3, lantai 4, dan lantai 5. Pada lantai
basement hanya terdapat area parkir mobil
dan sepeda motar, dan ruang-ruang service
yaitu ruang mesin, ruang Ground Water Tank
(GWT), dan sebagainya. Sirkulasi yang
digunakan oleh pengunjung hanya terdapat
pada lobby lift. Kebanyakan pengunjung
jarang memakirkan

Studi Perencanaan Lingkungan Binaan 2, JUNI 2015

mobil pada lantai


basement
karena
selain tidak terdapat
pintu masuk, area
basement
juga
terasa
pengap
seperti pada gambar
18.

Gambar 18 :
Suasana Basement
pada Sun Plaza

Pada lantai
lower ground,dan 4
banyak
terdapat
retail
makanan
dimulai dari Sushi
Tei, Es teler 77,
J.Co, Pizza Hut, dan
lain
sebagainya.
Jika area sirkulasi
melebihi 9 meter
maka
akan
disewakan
untuk
stand (area anak,
jual minuman, jual
aksesoris), sehingga
luas
sirkulasi
berkurang menjadi
sekitar 3 sampai 6
meter,
tergantung
dengan besaran luas
stand tersebut. Pada
area makan seperti
es teler 77, J.Co
juga menggunakan
sekitar 1,5-2 meter
area sirkulasi untuk
dijadikan
area
duduk,
sehingga
menyebabkan
penyempitan lebar
sirkulasi. Meskipun
mengalami
penyempitan, akan

karena tidak dapat


menggunakan
eskalator
sebagai
alat
transportasi
vertikal.
Luas
sirkulasi pada lantai
Enterence sebesar 6
meter.
Lebar
sirkulasi
tersebut
mengalami
penyempitan
menjadi sekitar 4-5
meter
dengan
adanya stand seperti
pada gambar 21.
tetapi lebar sirkulasi
tersebut
masih
memiliki lebar 3-5
meter seperti pada
gambar 19 dan 20.

Gambar 21 :
Suasana Enterence
pada Sun Plaza

Pada lantai
Ground, 1, 2, dan 3
pengunjung
menggunakan area
sirkulasi
sebagai
window shopping,
karena menyediakan
retail-retail
yang
menjual
barang
dimulai
dari

Gambar 19 : Suasana
Lower Ground pada
Sun Plaza

Gambar 20 :
Suasana Lantai 4
pada Sun Plaza

Pada lantai
Enterence,
hanya
terdapat area parkir
mezzanine
(LM),
passanger loading
zone
dan
area
mezzanine
yang
digunakan sebagai
area
tunggu
kedatangan
jemputan dan area
sirkulasi
antara
lantai lower ground
dan lantai ground.
Pada
lantai
ini
hanya difasilitasi 6

aksesoris, kosmetik,
fashion, dan lain
sebagainya. Lantai
Ground
juga
terdapat coffee shop
yaitu Starbuck, dan
penyewa
utama
(anchortenant) yaitu
Sogo. Sirkulasi pada
lantai ini memiliki
lebar 4-5 meter.
Pada area sirkulasi
yang memiliki lebar
9-10 meter, terdapat
stand selebar 4
meter dipertengahan
maka lebar area
sirkulasi mengalami
penyempitan
menjadi 3 meter
seperti pada gambar
22.
eskalator, hal ini
cukup menghambat
sirkulasi bagi kaum
difabel
yang
menggunakan kursi
roda

Gambar 22 :
Suasana sirkulasi
pada Sun Plaza

Terkadang
sirkulasi lantai 1
pada Sun Plaza
dijadikan
acara
discount
besarbesaran
untuk
menarik perhatian
pengunjung dengan
perletakan barang
dan counter kasir di
seberang,
maka
lebar
sirkulasi
mengecil menjadi
150 cm seperti pada
gambar 23.

Gambar 23 : Sirkulasi
mengecil pada lantai 1
Sun Plaza.

AKSESIBILITAS DIFABEL TERHADAP


BANGUNAN PUBLIK

Perbedaan
pada
lantai
2
terletak
pada
fasilitas
berupa
kereta api bagi
anak-anak
untuk
berkeliling
agar
menikmati suasana
interior Sun Plaza.
Jalur kereta api
yang dibuat pada
pertengahan
area
sirkulasi
cukup
mengganggu
sirkulasi
pengunjung
dan
terjadi pembagian
area sirkulasi yang
memiliki lebar 6
meter menjadi 3
meter seperti pada
gambar 24.

Gambar 24 :
Pembagian area
sirkulasi lantai 2 Sun
Plaza

Pada lantai
5
diakses
oleh
orang-orang tertentu
sehingga
tertutup
bagi
pengunjung.
Hal ini terlihat pada
lift lobby yang
digunakan
bagi
pengunjung hanya
berfungsi dari lantai
Lower
ground
sampai lantai 4
seperti pada gambar
25.

Gambar 27 : Area
istirahat pada
eksterior Sun
Plaza (Kiri)
dan di area
parkiran Sun
Plaza (Kanan)

Pencahayaa
n pada sirkulasi Sun
Plaza memiliki 300350 lux, sedangkan
pada lorong toilet
memiliki
pencahayaan 100150 lux dapat dilihat
pada gambar 28.
Dalam hal ini Sun
Plaza memberikan
pencahayaan/
penerangan
yang
sesuai berdasarkan
fungsi ruang pada
bangunan.

Gambar 25
: Lift lobby
Sun Plaza

Terdapat
: Pencahayaan pada sirkulasi dan
area istirahat bagi
lorong toilet Sun Plaza.
pengunjung untuk
beristirahat sejenak
Sun Plaza
dan
menikmati
memiliki 2 toilet,
suasana interior Sun
didekat parkiran dan
Plaza. Seperti pada
didekat pintu utama
gambar
26,
Sun Plaza, pada
Kebanyakan
area
lantai lower ground,
istirahat diposisikan
lantai 1, lantai 2,
dekat
lift
dan
dan lantai 3. Pada
eskalator.
Bagian
lantai ground hanya
area
parkiran
memiliki 1 toilet
memiliki
area
yang berada di
istirahat
dibagian
dekat parkiran dan
sudut.
Pada
pada
lantai
4
eksterior,
area
memiliki 2 toilet,
istirahat berada di
namun posisi toilet
bagian
samping
didekat
parkiran
pintu
masuk
tersebut
berubah
samping
dapat
menjadi
tengah
dilihat pada gambar
bangunan.
27.
Sedangkan
pada
lantai basement dan
enterence
tidak
memiliki toilet.
Sirkulasi
lorong menuju pintu
toilet yang terlihat
pada gambar 29,
didekat
parkiran
Gambar 26 : Area
memiliki lebar 120
istirahat pada
cm.
Sedangkan
interior Sun Plaza.
lorong didekat pintu
utama Sun Plaza,
memiliki lebar 150
cm . Jika dengan
standar lebar 110
cm untuk jalur
searah maka lebar
lorong pada Sun
Plaza
cukup
memenuhi,
akan
tetapi tidak tertutup
kemungkinan terjadi
2 kursi roda dengan
arah berbeda yang
melewati sirkulasi
tersebut, berhubung
jalur menuju toilet
hanya
melalui
lorong tersebut.

Studi Perencanaan Lingkungan Binaan 2, JUNI 2015

: Drainase pada dibagian sisi


kiri sirkulasi
kendaraan.

Gambar 29 :
Lorong
toilet
didekat
parkiran
(kiri) dan
didekat
pintu utama
Sun Plaza
(kanan).

Pengunaan
keramik
pada
interior Sun Plaza
juga halus dan tidak
licin.
Permukaan
lantai pada interior
Sun Plaza juga tidak
memiliki
kemiringan
dan
menghindari adanya
sambungan
atau
gundukan
yang
memperlambat
mobilitas
pengunjung.
Drainase
hanya terdapat pada
dibagian sisi kiri
sirkulasi kendaraan
yang terlihat pada
gambar 30. Jarak
antar drainase dan
pedestrian
cukup
jauh, sekitar 18
meter.
Dibagian
samping
drainase
memiliki
tepi
pengaman setinggi
10 cm dengan lebar
15 cm.

Pada jalur
pedestrian eksterior
memiliki perbedaan
level setinggi 15 cm
dengan
sirkulasi
jalur
kendaraan
yang terlihat pada
gambar
31.
Perbedaan
level
tersebut cukup aman
dilalui tanpa adanya
kecemasan dengan
bahaya yang terjadi,
sehingga
tepi
pengaman
tidak
diperlukan
pada
jalur pedestrian ini.

Gambar 31 : Jalur
pedestr
ian
eksteri
or pada
dibagia
n sisi
kanan
sirkula
si
kendar
aan.

Secara
umum,
lebar
sirkulasi pada Sun
Plaza
memenuhi
persyaratan
lebar
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
terlihat pada tabel 8.
Namun
dengan
diadakan
acaraacara
yang
menyebabkan
penyempitan
sirkulasi maka akan
menghambat
pergerakan/mobilita
s bagi kaum difabel.
Oleh karena itu,
perlu
diperhatian
agar lebar sirkulasi
tetap
memenuhi
standar yaitu 180
cm untuk dua arah.
Sama
halnya
dengan lebar lorong
pada toilet yang
seharusnya
menyediakan lebar
sirkulasi
minimal
180
cm
untuk
pergerakan/
mobilitas bagi dua
kaum
difabel
pengguna
kursi
roda.
Untuk
keseluruhan,
Sun
Plaza
memenuhi
persyaratan seperti
memiliki
permukaan
mendatar,
menghindari
sambungan/
gundukan
pada
lantai Sun Plaza,
terdapat
area
istirahat
bagi
pengunjung,
pencahayaan yang
cukup, perletakan
drainase dan tepi
pengaman
yang
sesuai.
Pada
pedestrian eksterior
juga
tidak
diperlukan
tepi

pengaman, hal ini


dikarenakan dengan
adanya perbedaan
level setinggi 15 cm
antara
jalur
pedestrian dengan
jalur
sirkulasi
mobil,
yang
memberikan
keamanan
yang
cukup
bagi
pengguna pedestrian
untuk dilalui tanpa
adanya kecemasan
dengan bahaya yang
akan terjadi.
Tabel 8 : Indikator
Penilaia
n
terhada
p
Sirkulas
i Sun
Plaza
(Sumbe
r : Hasil
Observ
asi)

Variabel

Sirkulasi

AKSESIBILITAS DIFABEL TERHADAP


BANGUNAN PUBLIK

Ramp
Berdasarkan hasil observasi, Sun
Plaza memiliki total 4 ramp, 2 ramp yang
terdapat di area parkiran, satu ramp di area
drop off dan satu ramp di area pedestrian
pada eksterior. Akan tetapi ramp pada area
pedestrian eksterior yang berdekatan dengan
pintu masuk utama Sun Plaza memiliki
kemiringan yang cukup tinggi, sehingga tidak
cocok digunakan oleh pengunjung difabel
seperti pada gambar 32.
Jika parkiran mobil ditempatkan di
mezzanine (pertengahan lantai), maka
pengunjung dapat menggunakan lift yang
tersedia di area parkiran untuk menuju lantai
yang diinginkan, dapat dilihat pada gambar
34. Terdapat ramp untuk memasuki lobby lift
pada gambar 35, karena adanya perbedaan
level setinggi 15 cm. Ramp tersebut memiliki
panjang mendatar mencapai 125 cm, maka
derajat kemiringan ramp mencapai 6,8.
Ramp tersebut memiliki lebar 180 cm dan
juga terletak ditengah sehingga tidak
memiliki tepi pengaman. Permukaan datar
(bordes) pada awalan ramp memiliki panjang
sekitar 6 meter yang jika di kurangi dengan
lebar perletakan 2 mobil ( 5 meter) maka
masih tersedia sekitar 100 cm, sedangkan
pada akhiran ramp memiliki panjang 400 cm,
yang merupakan lobby lift.
Gambar 32 : Ramp

e
k
st
e
ri
o
r
p
a
d
a
di
b

a
gi
a
n
pi
nt
u
m
a
s
u
k
ut
a
m
a
S
u
n
P
la
z
a

Area drop
off bagi pengunjung
difabel yaitu melalui
area parkiran, dapat
dilihat pada gambar
33. Ramp dengan
perbedaan
level
setinggi 10 cm dan
panjang mendatar
mencapai 150 cm,
jika menggunakan
rumus matematika
sederhana sin , cos
, dan tan , derajat
kemiringan
ramp
3,8. Ramp tersebut
memiliki lebar 210
cm dan terletak
ditengah sehingga
tidak memiliki tepi
pengaman.
Permukaan
datar
(bordes)
pada
awalan
ramp
memiliki
panjang
3,6 meter yang jika
di kurangi dengan
lebar
perletakan
mobil (anggap 2,5
meter) maka hanya
tersedia sekitar 110
cm, sedangkan pada
akhiran
ramp
memiliki
panjang
170 cm.

Gambar 33
: Ramp di
area parkir

Gambar 34 : Parkiran
Mezzanine
(pertengahan lantai)

Gambar 35 : Ramp
di area parkir
menuju lobby lift

Ramp yang
terdapat
diarea
pedestrian
berdekatan dengan
Jl.
Diponegoro
dapat dilihat pada
gambar
36,
memiliki
lebar
pedestrian
9,2

meter, panjang total


sekitar 77 meter
dengan perbedaan
level mencapai 3
meter.
Dengan
perbedaan
yang
cukup tinggi maka
dibuatlah
pembagian 3 ramp
dengan
masingmasing ramp dibuat
dengan perbedaan
level setinggi 1
meter
dengan
panjang mendatar
mencapai
12,8
meter, maka dengan
menggunakan
rumus matematika
sederhana sin , cos
, dan tan , maka
derajat kemiringan
ramp
mencapai
4,5. Pada ramp
tersebut
memiliki
permukaan
datar
(bordes)
dengan
panjang
4,8-19,2
meter
dan
tepi
pengaman setinggi
120 cm dengan
lebar 30 cm.

Studi Perencanaan Lingkungan Binaan 2, JUNI 2015

Gambar
36 : Ramp
pedestrian
eksterior
dibagian
Jalur keluar
Sun Plaza,
Jl.
Diponegoro

Pencahayaa
n pada semua ramp
cukup
terang
dibantu
dengan
cahaya
matahari
pada pagi sampai
siang
hari
dan
cahaya lampu pada
malam
hari.
Permukaan
lantai
ramp
juga
bertekstur, dan tidak
licin.
Berdasarkan
data yang didapat,
ramp
pedestrian
eksterior dibagian
Jalur keluar Sun
Plaza,
Jl.
Diponegoro hanya
kekurangan dalam
penyediaan
handrail.
Sedangkan
ramp
pada area parkiran
Sun Plaza memiliki
kekurangan dalam
menyediakan tepi
pengaman, handrail,
dan
panjang
permukaan
datar
(bordes) minimum
160 cm. Awalan
panjang bordes yang
hanya berkisar 100110 cm tidak cukup
memenuhi standar
minimum 160 cm.
Pada bagian
sub-varibel
lain,

yaitu
lantai
bertekstur dan tidak
licin,
kemiringan
standar ramp untuk
interior
dan
eksterior,
standar
pada panjang dan
lebar jalur ramp,
dan
pencahayaan
yang cukup, telah
diterapkan dengan
baik pada ramp Sun
Plaza yang terlihat
pada tabel 9.
Tabel 9 : Indikator
Penila
ian
terhad
ap
Ramp
Sun
Plaza
(Sum
ber :
Hasil
Obser
vasi)

Tangga
Sun plaza
memiliki 7 tangga
darurat, 2 di area
parkiran dan 5 di
dalam
bangunan.
Secara
umum,
tangga
darurat
hanya
boleh
digunakan apabila
terjadi
gempa,
kebakaran dan lain
sebagainya. Namun
tangga darurat yang
terletak disamping
lobby
lift
area
parkiran
dapat
diakses
secara
publik seperti pada
gambar
37.
Berdasarkan denah
Sun Plaza, setiap
tangga
darurat
memiliki spesifikasi
yang sama. Maka
dari itu, observasi
salah satu tangga
darurat
dapat
menjadi
acuan
untuk
tangga
darurat lainnya.

Gambar 37 :
Tangga
Darurat Sun
Plaza

Tangga
darurat disamping
lobby lift area parkir
pada gambar 38,
terdapat 9 anak
tangga
dengan
tinggi 17 cm, lebar

30 cm dan seragam.
Setiap anak tangga
terdapat nosing/ anti
selip selebar 10 cm.
Pengunjung sering
mengunakan tangga
darurat
apabila
memakirkan mobil
di
pertengahan
lantai (Mezzanine),
sehingga
lantai
tersebut mengalami
kerusakan.
Kemiringan tangga
sebesar 35. Tangga
darurat dilengkapi
dengan
handrail
dikedua sisi tangga.
Handrail
dengan
ketinggian 90 cm,
berbentuk
bulat
pada ujungnya dan
dibelokkan ke arah
dinding.
Pada
bagian
ujung
puncak
handrail
memiliki
penambahan

panjang 135 cm dan


30 cm pada ujung
bagian bawah. Jarak
handrail
dengan
dinding sebesar 40
cm.

Gambar 38 : Tangga
Daru
rat
Sun
Plaz
a
(Sa
mpin
g
Lob
by
Lift
di
Area
Park
iran)

AKSESIBILITAS DIFABEL TERHADAP


BANGUNAN PUBLIK

Berdasarkan Indikator penilaian


tangga yang berstandar Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum, kerusakan yang terjadi
pada tangga darurat Sun Plaza seharusnya
dilakukan perbaikan, ketinggian handrail
seharusnya memenuhi standar ketinggian 6580 cm, dan nosing/ anti selip pada tangga
darurat harus diperhatikan lebar maksimum.
Untuk ketentuan/ persyaratan lain, yaitu
dimensi anak tangga, derajat kemiringan
tangga, tersedianya handrail, telah diterapkan
dengan baik pada tangga darurat Sun Plaza
terlihat pada tabel 10.
Tabel 10 : Indikator Penilaian terhadap Tangga Sun
Plaza (Sumber : Hasil Observasi)

Variabel

Tangga

Lift
Sun plaza mempunyai total 8 lift.
Tiga lift di area parkiran, tiga lift lobby
ekspose di tengah bangunan, dan 2 lift service
yang berada dipintu utama Sun Plaza.
Pengunjung jarang atau bahkan tidak pernah

menggunakan lift service karena hanya


dipergunakan oleh karyawan di Sun Plaza.
Di depan tiga lift di area parkir
memiliki lobby sebesar 800 (p) cm x 390 (l)
cm, pintu lift memiliki lebar 110 cm dengan
dimensi ruang lift 150 x 180 cm. Memiliki
handrail setiap sisi dengan ketinggian 85 cm.
Lift tersebut juga dilengkapi dinding tahan
benturan pada seluruh lift dan kontrol panel
lift dengan ketinggian 100 cm dari lantai dan
jarak tombol teratas setinggi
130 cm dari lantai. Di bagian lobby lift tinggi
tombol lift memiliki ketinggian 120 cm
seperti pada gambar 39 dan 40.

Gambar 39 : Lobby Lift di area parkiran

Gambar 40 : Lift di area parkiran

Untuk sirkulasi antar lantai, sebagian


besar pengunjung menggunakan lift lobby.
Lift tersebut memiliki lebar lobby sebesar 540
cm dan panjang 10,2 meter. Dimensi ruang
lift 160 x 160 cm dengan lebar pintu masuk
90 cm. Berbeda dengan Lift parkiran,
sebagian besar dinding lift menggunakan
kaca, sedangkan dinding tahan benturan
hanya setinggi 20 cm. Ketinggian handrail,
kontrol panel lift dan tombol lift di lobby
memiliki spesifikasi sama (jarak ketinggian)
dengan lift parkiran seperti pada gambar 41
dan 42.

Gambar 41 : Area lobby di Lift lobby

Gambar 42 : Lift lobby

Studi Perencanaan Lingkungan Binaan 2, JUNI 2015

Seluruh lift
di Sun Plaza tidak
dilengkapi dengan
indikator suara, dan
waktu penutupan lift
hanya sekitar 3-5
detik jika tidak
menekan tombol lift
baik tombol yang
ada di dalam ruang
lift atau di lobby
lift.
Berdasarkan
Indikator penilaian
lift yang berstandar
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum,
lift yang berada di
area parkiran hanya
tidak
dilengkapi
dengan
indikator
suara
berupa
peringatan
dalam
penutupan pintu lift.
Sedangkan pada lift
lobby, selain tidak
dilengkapi dengan
indikator
suara,
lebar pintu lift dan
ketinggian dinding
tahan benturan juga
tidak
memenuhi
standar ketentuan.
Untuk
kelengkapan
lain
seperti jumlah lift,
dimensi lobby lift,
dimensi ruang lift,
handrail, ketinggian
panel
kontrol,
ketinggan
tombol
lift, kedua lift telah
memenuhi
persyaratan
yang
terdapat pada tabel
11.
Tabel 11 :

Indik
ator
Penil
aian
terha
dap
Lift
Sun
Plaza
(Sum

ber :
Hasil
Obser
vasi)

Toilet
Untuk
penjelasan
posisi
toilet pada Sun
Plaza, yang telah
dibahas pada analisa
sirkulasi.
Setiap
lantai memiliki dua
toilet kecuali pada
lantai ground hanya

memiliki satu toilet


yang berada di
dekat
parkiran,
sedangkan
pada
lantai basement dan
enterence
tidak
memiliki toilet.
Setiap toilet
memiliki 1 toilet
difabel,
dengan
spesifikasi
yang
hampir sama, yaitu

memiliki simbol
sistem
cetak
timbul
penyandang cacat
pada pintu toilet
bagian luar, lebar
pintu toilet 90 cm,
terdapat kertas tisu
dan
pengering
tangan
dengan
ketinggian 120 cm
dari lantai, dalam
ruang toilet terdapat
handrail setinggi 85
cm dengan panjang
50
cm,
dan
semprotan
air
setinggi 90 cm dari
lantai sepeti pada
gambar 43 dan 44.

Gambar
43 :
Toilet
Difabel

Gambar 44 :

Peng
ering
tanga
n,
Tisu
toilet,
hand
rail,
dan
semp
rotan
toilet
difab
el

Perbedaan
toilet terletak pada
tatanan perletakan
wastafel,
toilet
umum dan difabel
berdasarkan besaran
luas ruang toilet
sehingga
terjadi
perbedaan
luas
ruang tunggu toilet,
dan luas ruang
gerak dalam toilet.
Dalam toilet didekat
parkiran, memiliki
luas ruang tunggu
selebar 1,9 meter
dengan panjang 6,1
meter, dan pada luas
ruang gerak dalam
toilet
difabel
memiliki lebar 140
cm dengan panjang
310 cm. Dalam
toilet didekat pintu
utama,
memiliki
luas ruang tunggu
selebar 2,2 meter
dengan panjang 5
meter dan pada luas

ruang gerak dalam


toilet difabel yaitu
150 x 150 cm.
Didalam
toilet selalu dijaga
oleh
petugas
cleaning
service
untuk
menjaga
kebersihan
toilet
termasuk menjaga
lantai toilet tetap
kering agar tidak
licin.
Wastafel
pada tiap toilet
memiliki spesifikasi
yang sama, yaitu
memiliki ketinggian
countertop 80 cm
dengan lebar 60 cm,
jarak antar wastafel
90
cm,
lebar
wastafel 52 cm,
ruang
bebas
dibawah wastafel 30
cm dari lantai dan
menggunakan
sistem kran otomatis
terlihat pada gambar
45.

AKSESIBILITAS DIFABEL TERHADAP


BANGUNAN PUBLIK

Gambar 45 : Wastafel

Jika terdapat 2 orang penyandang


cacat dalam toilet dimana salah satu sedang
menunggu giliran memasuki toilet dan
lainnya sedang mencuci tangan di wastafel.
Maka lebar ruang gerak yang dibutuhkan
berdasarkan standar ruang gerak pada
wastafel dengan panjang ruang tunggu,
minimal 180-190 cm. Berdasarkan data yang
didapat, kedua toilet pada Sun Plaza yang
memiliki lebar ruang tunggu berkisar 180-220
meter dengan panjang 5-6 meter, maka kedua
toilet Sun Plaza memenuhi kedua standar
tersebut. Luas ruang gerak dalam toilet
difabel seharusnya lebih diperhatikan untuk
aksesibilitas penggunaan toilet bagi kaum
difabel. Kelengkapan di dalam toilet seperti
kotak tisu juga harus disediakan dengan
persyaratan perletakan yaitu 65 cm dari lantai
yang terdapat pada tabel 12.
Tabel 12 : Indikator Penilaian terhadap Toilet Sun
Plaza (Sumber : Hasil Observasi)

Variabel

Toilet

Parkir
Pada area parkiran Sun Plaza, lantai
lowerground (LG), lantai Ground (G) dan
lantai 1 memiliki pertengahan lantai yang
disebut dengan mezzanine. Oleh karena itu,
pertengahan lantai tersebut dinamai dengan
Lowermezzanine
(LM),
lantai
Groundmezzanine
(GM)
dan
lantai
1mezzanine (1M), dapat dilihat pada gambar
46.

Gambar 46 : Area Parkiran lantai LG dan Lantai G

Berdasarkan denah Sun Plaza, setiap


lantai kecuali lantai basement dan lantai 5
memiliki 1 area parkiran difabel yang berada
di samping lobby lift. Kapasitas parkiran Sun
Plaza dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13 : Kapasitas parkir pada Sun
Plaza (Sumber : Hasil
Observasi)
Total Parkiran
Basement
Studi Perencanaan Lingkungan Binaan 2, JUNI 2015

Lower Ground
Lower Mezzanine
Ground
Ground Mezzanine
Lantai 1
Lantai 1 Mezzanine
Lantai 2
Lantai 3
Lantai 4
Lantai 5

Area
parkiran
difabel
pada Sun Plaza
merupakan
parkir
single dengan lebar
parkiran sekitar 9
meter dan memiliki
permukaan
mendatar.
Jarak
menuju lobby lift
cukup dekat sekitar
470 cm terlihat pada
gambar
47,
sedangkan menuju
pintu
masuk
memiliki
jarak
sekitar 4 meter.
Setiap
parkiran
difabel tidak disertai
dengan
simbol
khusus
sehingga
sering
terjadi
penyalahgunaan oleh
pengunjung lain dan

sekarang
bahkan
dijadikan
sebagai
parkir valey terlihat
pada gambar 48.

Gambar 47 : Jarak
parkiran difabel
dengan lobby lift

Gambar 48 :
Parkiran difabel
di Sun Plaza

Passenger
Loading Zone yang
terdapat
didepan
pintu samping (pada
lantai entrance) Sun
Plaza memiliki lebar
total 460 cm, 300 m
permukaan
mendatar dan ramp
dengan panjang 160

cm. Ramp tersebut


dibuat
dengan
adanya
perbedaan
level setinggi 15 cm,
maka
derajat
kemiringan
ramp
5,3. Ramp dengan
lebar
30
meter
berbentuk melingkar
dan terletak ditengah
sehingga
tidak
memiliki handrail.
Drop off tersebut
memiliki
akhiran
bordes
dengan
panjang 180-420 cm
terlihat pada gambar
49.
Pencahayaa
n pada ramp cukup
terang
dibantu
dengan
cahaya
matahari pada pagi
sampai siang hari
dan cahaya lampu
pada malam

hari.
Permukaan
lantai ramp juga
bertekstur dan tidak
licin.

Gambar 49: Ramp


ek
st
er
io
r
pa
da
di
ba
gi
an
pi
nt
u
m
as
uk
sa
m
pi
ng
S
un
Pl
az
a

Dengan
tidak
tersedia
parking lot dalam
area parkiran Sun
Plaza, maka tidak
ada satupun subvariable
yang
terpenuhi.
Kapasitas parkiran
mobil pada Sun
Plaza
yang
mencapai
1976
parkiran,
maka
jumlah parking lot
bagi difabel yang
harus
disediakan
adalah 29 parkiran.
Masing-masing
parkiran
difabel
harus
ditandai
dengan
simbol

khusus penyandang
cacat,
dimensi
standar, pencapaian
bangunan
maksimum
60
meter, kemiringan
maksimum 2, dan
ramp yang sesuai
dengan
indikator
pada Tabel 2.
Pada
Passenger Loading
Zone
seharusnya
menyediakan
simbol
khusus
pernyandang cacat,
ramp
dengan
kemiringan
maksimum 5 dan
dilengkapi dengan
handrail.
Passenger Loading
Zone pada Sun
Plaza
yang
memiliki lebar 460
cm, telah memenuhi
persyaratan dimensi
lebar dan ramp pada
Passenger Loading
Zone berdasarkan
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
yang terlihat pada
tabel 14.
Tabel 14 :
Indikator
Penilaian
Parkiran
(Sumber
: Hasil
Observas
i)

AKSESIBILITAS DIFABEL TERHADAP


BANGUNAN PUBLIK

KE
SIM
PU
LA
N
Berdasarka
n hasil analisa
diatas, maka hasil
persentase
pemenuhan kriteria/
persyaratan
berdasarkan
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
No.30/PRT/M/2006
dapat dilihat pada
tabel 15.
Tabel 15 : Hasil
persentase
pemenuhan sarana/

fasilitas aksesibilitas
pada Sun Plaza
terhadap standar
ketentuan.

(Sumber
: Hasil
Observas
i)

Hasil
persentase
menunjukan sebesar
66,67%
sarana/
fasilitas Sun Plaza
masih mendominasi
dalam pemenuhan
kriteria/ persyaratan
berdasarkan
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
No.30/PRT/M/2006.
Sehingga
dapat
dikatakan sarana/
fasilitas Sun Plaza
masih
berstandar
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
No.30/PRT/M/2006.
Berikut
merupakan hal-hal
yang
perlu
diperhatikan dalam
memenuhi standar
kriteria
Peraturan
Menteri Pekerjaan
Umum
No.30/PRT/M/2006,
yaitu :

1. Sirkulasi
Perlu
diperhatikan
lebar sirkulasi
agar
tetap
memenuhi
standar yaitu
180 cm untuk
jalur dua arah.
Penggunaan
tepi
pengaman,den
gan tinggi 10
cm dan lebar
15 cm, pada
jalur
pedestrian
yang memiliki
level
yang
sama dengan
sirkulasi
mobil.
2. Ramp
Penyediaan
handrail pada
ramp
pedestrian
eksterior
dibagian Jalur
keluar
Sun
Plaza,
Jl.
Diponegoro.
Penyediakan
tepi
pengaman
dengan
minimal lebar
10
cm,
handrail
dengan
ketinggian 8085 cm, dan
panjang
permukaan
datar (bordes)
minimum 160
cm
pada
ramp di area
parkiran Sun
Plaza.
3. Tangga
Perbaikan
terhadap
kerusakan
yang terjadi
pada tangga
darurat Sun
Plaza.
Ketinggian
standar

handrail, 6580 cm.


Standar lebar
Nosing/ anti
selip
pada
tangga darurat
maksimum 4
cm.
4. Lift
Seluruh
lift
harus
dilengkapi
dengan
indikator
suara
untuk
memberi 3x
peringatan
sebelum
penutupan
pintu lift.
Lebar
pintu
lift
dan
ketinggian
dinding tahan
benturan pada
lift
lobby
harus
disesuaikan
dengan
standar
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum.
5. Toilet
Seluruh toilet
pada
Sun
Plaza
harus
memiliki
ruang gerak
dengan luas
minimal 160 x
160 cm.
Tersedia tisu
toilet
pada

toilet difabel
dengan
ketinggian 65
cm.
6. Parkir
Diperlukan
29 parkiran
difabel yang
sesuai dengan
standar
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum.
Pada
Passpenger
Loading Lot
harus
diperhatikan
pada
kemiringan
ramp,
kelengkapan
simbol
dan
handrail yang
berstandar.
Setelah
melakukan
perbaikan terhadap
sarana/ fasilitas di
Sun
Plaza,
diharapkan
dapat
memperlancar
aksesibilitas
dan
memberikan
kemudahan
bagi
penyandang
disabilitas
guna
mewujudkan
kesamaan
kesempatan untuk
melalukan aktifitas
dalam
bangunan
publik.

Studi Perencanaan Lingkungan Binaan 2, JUNI 2015

DAFTAR PUSTAKA
[1] Apriyani, Novita, 2012. Aksesibilitas
Penyandang Disabilitas Pengguna Alat
Bantu Gerak Pada Bangunan Institusi
Pendidikan Studi Kasus Universitas
Indonesia. Skripsi. Teknik Arsitektur
Universitas Indonesia.
[2] Goldsmith, Selwyn, 1984. Designing for
the Disabled. London : Riba.
[3] Goldsmith, Selwyn dan PRP Architects,
2000. Universal Design, A Manual of
Practical Guidance for Architects.
Architectural Press.
[4] Haryadi, dan B. Setiawan, 1995, Arsitektur
Lingkungan dan Perilaku, Suatu
Pengantar ke Teori Metodologi dan
Aplikasi, PPSL DIRJEN DIKTI
DEPDIKBUD RI.
[5] Kasim, Eva, 2004. Tinjau Kembali
Rehabilitasi Penyandang Cacat, World
Congress International Rehabilitation,
Paper.
[6] Lubis, Hendra Arif K.H, 2008. Kajian
Aksesibilitas Difabel Pada Ruang
Publik Kota Studi Kasus: Lapangan
Merdeka. Thesis. Sekolah Pascasarjana
Teknik Arsitektur Universitas Sumatera
Utara.
[7] Ostroff, Elaine, 2001. Universal Design :
The New Paradigm, Universal Design
Handbook.
Peraturan dan Undang-Undang :
[8] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
30/ PRT/ 2006 Bab II Persyaratan Teknis
Fasilitas dan Aksesibilitas
[9] Decree of The Minister of Public Works
The
Republic
of
Indonesia
No.
468/Kpts/1998, Technical Requirements For
Accessibility of The Public Buildings and
Its Environment.
[10] Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997
Tentang Penyandang Cacat

Anda mungkin juga menyukai