Anda di halaman 1dari 30

Bronkopneumonia dengan status

gizi cukup

Disusun Oleh
dr. Indrastiti Pramitasari

Pendamping
dr. Vicky Danis Ilmansyah

PUSKESMAS KECAMATAN PADEMANGAN


AGUSTUS 2016
0

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
DATA

PASIEN

Nama

An. ARH

Umur/TTL
Jenis Kelamin

6 bulan/ 28 November 2015


Laki-laki

Alamat

Pademangan Timur RT 05/010 No.13

Status

Anak Kandung

No. RM

22.054

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien yang dilakukan di Poli MTBS
Puskesmas Kecamatan Pademangan.
A. Keluhan Utama
Batuk sejak 7 hari sebelum berobat ke Puskesmas.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa oleh ibu pasien tanggal 28 Juni 2016

ke Poli MTBS Puskesmas

Kecamatan Pademangan dengan keluhan batuk sejak 7 hari yang lalu, batuk berdahak dengan dahak
berwarna putih. Batuk juga disertai pilek. Menurut ibu pasien, batuk tidak memiliki pemicu, hanya
terjadi tiba tiba saja. Pasien memiliki keluhan batuk seperti ini dikarenakan tertular dari kakak pasien
yang sedang menderita batuk batuk.
Ibu pasien juga mengeluh adanya demam sejak 7 hari yang lalu. Demam dirasa naik turun.
Demam tidak disertai dengan menggigil ataupun kejang. Selain demam dan batuk, terkadang pasien
terlihat sesak dan kesulitan untuk mengeluarkan dahak. Menurut ibu pasien, semenjak pasien
mengalami sakit seperti ini, pasien menjadi susah untuk menyusui karena pasien terlihat sesak.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1

Ibu pasien menyangkal pasien memiliki keluhan yang sama sebelumnya, pasien baru pertama kali
mengalami hal seperti ini. Ibu pasien menyangkal adanya riwayat asma, riwayat kejang demam, alergi
obat dan makanan.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Menurut ibu pasien, kakak pasien sedang
mengalami batuk pilek sehingga menulari pasien. Tidak ada riwayat alergi obat maupun makanan
dalam keluarga pasien.
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga dengan social ekonomi menengah kebawah.
F. Riwayat Lingkungan
Keadaan rumah

Pasien tinggal di rumah tersebut bersama dengan kakak, ibu dan Ayah pasien. Rumah jauh dari
jalan raya. Pasien berada di lingkungan perumahan yang padat.
H. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Menurut Ibu pasien, pasien sudah bisa tengkurap dan belajar duduk, pasien juga sudah bisa
bergumam.
I. Riwayat Makan dan minum Anak
Pasien diberikan asi eksklusif selama 6 bulan oleh Ibu pasien. Saat ini pasien sudah diberikan
MPASI berupa bubur.

Riwayat Imunisasi
VAKSIN

DASAR (umur)

BCG
DPT/ DT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B

2 bulan
2 bulan
2 bulan
0 bulan

4 bulan
4 bulan
1 bulan

ULANGAN (umur)
-

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan di Poli MTBS Puskesmas Kecamatan Pademangan.
A. Keadaan umum
Kesadaran

: Compos mentis

Kesan sakit

: Tampak sakit sedang, tampak sesak

Kesan gizi

: Cukup

B. Tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Suhu
C. Status gizi
BB
PB

:: 100 x / menit
: 51 x / menit
: 37 0C
: 7 Kg
: 60 cm

Pertumbuhan fisik anak laki-laki menurut Z Score:


BB/U = 7-7.9/ 7.9-7.1 = -1.125 (normal)
PB/U = 60-67.6/ 67.6-65.5 = -3.6 (rendah)
BB/TB = 7-6/ 6-5.5 = 2 (normal)
D. Status generalisata

Kulit
Warna kulit sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak ada
efloresensi kulit yang bermakna. Perabaan suhu terasa hangat.
KGB
Tidak teraba membesar
Kepala
Bentuk kepala mesocephali, warna rambut berwarna hitam dengan distribusi merata
dan tidak mudah dicabut.

Mata
Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil Isokhor
Telinga
3

Normotia, liang telinga lapang, tidak ada sekret, membran timpani intak
Hidung
Bentuk hidung normal, tidak ada deformitas, tidak ada septum deviasi, tidak ada
pernafasan cuping hidung, cavum nasi lapang, sekret (+) bening.
Mulut
Bibir
: Tidak kering, tidak terdapat kelainan
Lidah
: Normoglosia, tidak ada kelainan
Mukosa
: Tidak hiperemis
Tonsil
: T1 T1, hiperemis (-), kripta melebar (-)
Dinding faring posterior
: Tidak hiperemis, massa (-)
Leher
Kelenjar tiroid
: Tidak teraba membesar
Thoraks
Inspeksi :
Simetris lapang paru kanan dan kiri pada keadaan statis maupun dinamis,
efloresensi bermakna (-), retrasi sela iga (-), gerak nafas tidak ada yang tertinggal,
sela iga melebar (-).
Palpasi :
vocal fremitus sama kuat pada kedua lapang paru
Perkusi :
Tidak dilakukan
Auskultasi
o Cor : BJI, BJ II regular murmur (-), gallop (-)
o Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki basah halus +/+, Wh -/+

Abdomen
Inspeksi :
Bentuk abdomen datar, kulit berwarna sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, ,
tidak ada efloresensi yang bermakna.
Auskultasi :
BU (+) 3x/ menit
Palpasi :
Supel, turgor kulit dalam batas normal.
Hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi :
Timpani (+) diseluruh lapang abdomen
Ekstremitas
Akral hangat
+
+
+
+
Oedem
4

CRT < 2 Detik


Anogenital : Tidak dilakukan pemeriksaan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien belum dilakukan pemeriksaan penunjang.
V. DAFTAR MASALAH

1. Batuk
2. Demam
3. Sesak napas
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Bronkopneumonia
2. Bronkiolitis
3. Bronkhitis
VII. DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia dengan status gizi cukup
VIII. PENATALAKSANAAN
Non-medikamestosa
- Edukasi untuk banyak minum
- Bila pasien sudah pulang:
Edukasi ibu pasien untuk memberikan pemberian nutrisi dengan gizi seimbang.
Edukasi untuk kontrol ke poli
Edukasi kepada orang tua pasien, apabila anak semakin demam atau sesak, segera berobat ke
fasilitas kesehatan terdekat
Edukasi orang tua untuk menjemur bayi pada pagi hari
Medikamentosa
5

Nebulizer
Amoxicillin syr 3x3/4 cth No. I
Paracetamol syr 3x3/4 cth No. I
Dexametason 2 tab, salbutamol 2 tab, GG 2 tab, vit C 2 tab mf pulv No. X 3dd1
Cetirizine syr 2x1/4 cth No. I
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN

Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan rontgen thorax

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

1. Bronkopneumonia
Definisi
Pneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial.
Pneumonia biasanya disebabkan oleh mikroorganisme, namun pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Bila parenkim paru terkena infeksi dan mengalami
inflamasi hingga meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut pneumonia lobaris atau
pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu lobus dan hanya di bronkiolus dengan pola
bercak bercak yang tersebar bersebelahan maka disebut bronkopneumonia. Bronkopneumonia
merupakan jenis pneumonia yang sering dijumpai pada anak anak. 1,2
Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun.
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak balita
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
Pneumonia lebih sering dijumpai di negara berkembang dibandingkan negara maju. Menurut survei
kesehatan anak nasional ( SKN ) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia
disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia.1, 3

Gambar 1. Penyebab Kematian Pada Balita Pada Tahun 2008 ( WHO/Child Health Epidemiology
Reference Group (CHERG) )
Klasifikasi1
a) Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
I. Pneumonia komuniti ( community acquired pneumonia ) : pneumonia yang didapat di masyarakat
dan sering disebabkan oleh kokus Gram positif ( Pneumokokus, Staphylococcus ), basil Gram negatif (
Haemophillus influenzae ), dan bakteri atipik.
II. Pneumonia nosokomial ( hospital acquired pneumonia ) : pneumonia yang timbul setelah 72 jam
dirawat di rumah sakit, yang lebih sering disebabkan oleh bakteri gram negatif ( Staphylococcus aureus
) dan jarang oleh pneumokokus atau Mycoplasma pneumoniae.
III. Pneumonia aspirasi : pneumonia yang terjadi akibat aspirasi antara lain makanan dan asam
lambung
IV.Pneumonia pada penderita immunocompramised
b) Berdasarkan mikoorganisme penyebab
I.

Pneumonia bakterial / tipikal

II. Pneumonia atipikal : disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan Clamydia


III. Pneumonia virus
IV. Pneumonia jamur : sering merupakan infeksi sekunder dengan predileksi pada
penderita dengan daya tahan tubuh lemah ( immunocompromised )
c) Berdasarkan predileksi infeksi
I.

Pneumonia lobaris

II. Bronkopneumonia
III. Pneumonia interstisial
Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme ( virus, bakteri, jamur,
parasit ) dan sebagain kecil disebabkan oleh hal lain, seperti aspirasi makanan dan asam lambung,
benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi hipersensitivitas, dan drug or radiation induced
pneumonitis.4 Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
8

kekhasan penumonia anak terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan.1
Pada neonatus sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal ibu anak yang berhubungan
dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya
melalui aspirasi mekoneum, cairan amnion, atau dari serviks ibu. Spektrum mikroorganisme penyebab
pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B, Chlamydia trachomatis, dan bakteri
Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. disamping bakteri utama penyebab
pneumonia yaitu Streptococcus pneumoniae. Infeksi oleh Chlamydia trachomatis akibat transmisi dari
ibu selama proses persalinan sering terjadi pada bayi di bawah 2 bulan. Penularan transplasenta juga
dapat terjadi dengan mikroorganisme Toksoplasma, Rubela, virus Sitomegalo, dan virus Herpes
simpleks (TORCH), Varisela Zoster, dan Listeria monocytogenes.
Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering disebabkan oleh infeksi
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan
pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.2-3
Di negara maju, pneumonia pada anak tertuama disebabkan oleh virus, di samping bakteri, atau
campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. melakukan penelitian pada pneumonia anak dan menemukan
etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang
terbanyak menyebabkan pneumonia antara lain adalah Respiratory Synctial Virus ( RSV ), Rhinovirus,
dan virus Parainfluenzae. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus
influenzae tipe B, dan Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai
etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak dibandingkan dengan anak berusia di bawah 2 tahun. Namun,
secara klinis umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus. Daftar etiologi
pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang bersumber dari data di negara maju dapat
terlihat pada Tabel 1.

Usia

Etiologi yang Sering

Etiologi yang Jarang


9

Lahir 20 hari

BAKTERI
E. colli
Streptococcus group B
Listeria monocytogenes

3 minggu 3 bulan

BAKTERI
Chlamydia trachomatis
Streptococcus pneumoniae

BAKTERI
Bakteri anaerob
Streptococcus group D
Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
VIRUS
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
BAKTERI
Bordetella pertussis
Haemophillus influenzae tipe

VIRUS
Virus Adeno
Virus Influenza
Virus Parainfluenza 1, 2, 3
Respitatory Syncytical Virus
BAKTERI
Chlamydia pneumoniae

B
Moraxella catharalis
Staphylococcus aureus
Ureaplasma urealyticum
VIRUS
Virus Sitomegalo
BAKTERI
Haemophillus influenzae tipe

4 bulan 5 tahun

5 tahun remaja

Mycoplasma pneumoniae
Streptococcus pneumoniae
VIRUS
Virus Adeno
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Synncytial virus
BAKTERI
Chlamydia pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Streptococcus pneumoniae

B
Moraxella catharalis
Neisseria meningitidis
Staphylococcus aureus
VIRUS
Virus Varisela-Zoster

BAKTERI
Haemophillus influenzae
Legionella sp
Staphylococcus aureus
VIRUS
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster
Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju1

Patogenesis
10

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme yang bersifat patogen di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.1,2.3
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada banyaknya jumlah bakteri yang teraspirasi,
penurunan daya tahan tubuh, kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan
epitel saluran napas. Daya tahan tubuh juga dihubungkan dengan imunitas humoral dan imunitas
seluler, malnutrisi, perokok berat dan penyakit sistemik. Faktor predisposisi pneumonia adalah
penggunaan pipa endotracheal, pemakaian nebuhaler, adanya super infeksi dan malnutrisi.1,2,3
Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan (saluran napas) melalui :1,2,5
1.
a.
b.
c.
2.
a.

Faktor eksogen (dari luar)


Intubasi trakea atau instrumentasi jalan napas
Inhalasi melalui aerosol yang terkontaminasi (mengandung kuman)
Luka tembus yang mengenai paru
Faktor endogen (dari dalam)
Kolonisasi di permukaan mukosa, seperti aspirasi sekret orofaring yang mengandung kuman, atau

dari flora traktus digestivus


b. Secara hematogen, yaitu dari tempat lain di luar paru, misalnya endokarditis
Dari cara-cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara kolonisasi. Secara inhalasi terjadi
pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan
ukuran 0,5 - 2,0 um melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi
proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung dan orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan
infeksi dari sebagian besar infeksi paru.
Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).1,2,5 Sekresi
orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil
sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.2
Pada pneumonia, mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya
mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah,
akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.2
Kuman yang telah masuk ke dalam parenkim paru akan berkembang biak dengan cepat masuk ke
dalam alveoli dan menyebar ke alveoli alveoli lain melalui pori interalveolaris dan percabangan
bronkus.5

11

Mikroorganisme menyerang sel untuk bereproduksi. Biasanya mikroorganisme akan mencapai


paru ketika udara yang dihirup melalui mulut dan hidung. Setelah di paru, mikroorganisme ini
menyerang sel sel yang melapisi saluran udara dan alveoli. Hal ini sering menyebabkan kematian sel,
baik ketika mikroorganisme langsung membunuh sel, atau melalui jenis apoptosis sel yang disebut
penghancuran diri. Ketika sistem kekebalan tubuh merespon infeksi, kerusakan paru bahkan lebih
meluas. Sel darah putih, terutama limfosit akan mengaktifkan sitokin kimia tertentu yang
memungkinkan cairan bocor ke dalam alveoli. Hal ini menyebabkan demam, menggigil, dan kelelahan.
Kombinasi dari kerusakan sel dan alveoli berisi cairan mengganggu transportasi normal oksigen ke
dalam aliran darah.3,5
Proses peradangan pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium yaitu 1-3
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Dimana kapiler di dinding alveoli mengalami kongesti dan alveoli berisi cairan (oedem), bakteri
dalam jumlah banyak dan beberapa neutrofil dan makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam kedua)
Kapiler yang telah mengalami kongesti disertai dengan diapedesis dari sel sel eritrosit. Lobus
dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara serta warna menjadi merah.
Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit, netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Alveoli dipenuhi oleh eksudate dan kapiler menjadi terdesak dan jumlah leukosit meningkat.
Dengan adanya eksudate yang mengandung leukosit ini maka perkembang biakan kuman menjadi
terhalang bahkan kuman kuman pada stadium ini akan difagositosis. Pada stadium ini akan terbentuk
antibodi. Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu, permukaan pleura tampak
kabur karena diliputi fibrin alveolus dan leukosit.
4. Stadium resolusi (8-11 hari)
Pada stadium ini terjadi bila tubuh berhasil membinasakan kuman. Makrofag akan terlihat dalam
alveoli beserta sisa sisa sel. Eksudat berkurang, dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak, fibrin diresorpsi dan menghilang. Yang khas adalah tidak
adanya kerusakan dinding alveoli dan jaringan interstitial. Arsitektur paru kembali normal.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa
edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi
permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri kepermukaan
alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri
12

tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak
4 zona pada daerah parasitik tersebut (daerah peradangan) yaitu :1-3
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang
banyak.
4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan
alveolar macrofag.
5. Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan 'Gray hepatization' ialah
konsolidasi yang luas.

Gambar 2 : Skema patofisiologi pneumonia secara umum

13

Gambar 3: skema mekanisme pneumonia


Faktor Resiko
Faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di
negara berkembang, antara lain1,2,3:
a) Pneumonia yang terjadi pada masa bayi
b) Berat badan lahir rendah ( BBLR )
c) Tidak mendapat imunisasi
d) Tidak mendapat ASI yang adekuat
e) Malnutrisi
f) Defisiensi vitamin A
g) Tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring
h) Tingginya pajanan terhadap polusi udara ( polusi industri atau asap rokok)
i)Imunodefisiensi dan imunosupresi ( HIV, penggunaan obat imunisupresif )
j)Adanya penyakit lain yang mendahului, seperti campak
k) Intubasi, trakeostomi
14

l)Abnormalitas anatomi
Manifestasi Klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan hingga sedang. Hanya
sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi komplikasi sehingga perlu
dirawat. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pada anak adalah imaturitas anatomik
dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang tidak khas terutama pada bayi,
terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan
faktor patogenesis.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat ringannya infeksi, tetapi secara
umum adalah sebagai berikut:
Gambaran infeksi umum :
o

Demam: suhu bisa mencapai 39 40 oC

Sakit kepala

Gelisah

Malaise

Penurunan nafsu makan

Keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare

Kadang kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner

Gambaran gangguan respiratori:


o Batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif
o Sesak nafas
o Retraksi dada
o Takipnea
o Napas cuping hidung
o Penggunaan otat pernafasan tambahan
o Air hunger
o Merintih
o Sianosis
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa
hari. Batuk mungkin tidak dijumpai pada anak anak. Bila terdapat batuk, batuk berawal kering lalu
berdahak. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti vokal fremitus yang meningkat
15

pada daerah terkena, pekak perkusi atau perkusi yang redup pada daerah yang terkena, suara napas
melemah, suara napas bronkial, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda
pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya
tidak ditemukan kelainan.1,5-6

Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil


Gambaran klinis pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan apnea, sianosis,

grunting, napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum, takikardi atau bradikardi,
retraksi subkosta, dan demam. Pada bayi BBLR sering terjadi hipotermi. Pada bayi yang lebih tua
jarang ditemukan grunting.1,2,3,6
Infeksi oleh Chlamydia trachomatis sering terjadi pada bayi berusia di bawah 2 bulan, dimana
gejala baru timbul pada usia 4 12 minggu dan pada beberapa kasus pada usia 2 minggu, tetapi jarang
setelah usia 4 bulan. Gejala timbul perlahan lahan, dan dapat berlangsung hingga berminggu
minggu. Gejala umum berupa gejala infeksi respiratori ringan sedang, ditandai dengan batuk staccato
( inspirasi diantara setiap satu kali batuk ), kadang kadang disertai muntah, umumnya pasien tidak
demam. Bila berkembang menjadi pneumonia berat yang juga dikenal sebagai sindroma pneumonitis,
terdapat gejala klinis ronki atau mengi, takipnea, dan sianosis.6
Pneumonia pada Balita dan Anak
Pada anak anak prasekolah, keluhan meliputi

demam,

menggigil,

batuk

( nonproduktif/produktif ), takipneu, dan dispneu yang ditandai oleh retraksi dinding dada. Pada
kelompok anak sekolah dan remaja dapat dijumpai demam, batuk ( nonproduktif/produktif ), nyeri
dada, sakit kepala, anoreksia, dan kadang kadang keluhan gastrointestinal seperti mual atau diare, dan
juga dehidrasi. Secara klinis ditemukan gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta ( chest
indrawing ), sianosis, dan napas cuping hidung. Ronki basah halus ( fine crackles ) khas pada anak
besar dapat tidak dijumpai pada bayi.
Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan
laringitis. Iritasi pleura dapat mengakibatkan nyeri dada dan bila berat gerakan dada akan menurun
waktu inspirasi. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut
tertekuk karena nyeri dada. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut. Ronki hanya
ditemukan bila ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang
bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di daerah efusi.
Bula efusi pleura bertambah, sesak napas akan semakin bertambah, tetapi nyeri pleura semakin
berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul.
Kadang kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan bawah yang
menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran kanan bawah dan
16

menyerupai apendisitis. Abdomenn mengalami distensi akibat dilatasi lambung yang disebabkan oleh
aerofagi atau ileus paralitik. Hati mungkin teraba karena tertekan oleh diafragma, atau memang
membesar karena terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi pneumonia.1-4
Pneumona Akibat Infeksi Mycoplasma pneumonia
Infeksi diperoleh melalui droplet dari kontak dekat. Masa inkubasi kurang lebih 3 minggu.
Gambaran klinis pneumonia atipik didahului dengan gejala menyerupai influenza ( influenza like
syndrome ) seperti demam, malaise, sakit kepala, mialgia, tenggorokan gatal, dan batuk. Suhu tubuh
jarang mencapai 38,5 C. Batuk terjadi setelah awitan penyakit, awalnya tidak produktif tetapi
kemudian menjadi produktif. Sputum mungkin berbercak darah dan batuk dapat menetap hingga
berminggu minggu.6
Pneumona Akibat Infeksi Clamidia pneumonia
Clamidia pneumoniae merupakan penyebab tersering infeksi saluran napas atas, seperti faringitis,
rinosinusitis, dan otitis, tetapi dapat menyebakan pnumonia juga. Gejala klinis awalnya berupa gejala
seperti flu, yaitu batuk kering, mialgia, sakit kepala, malaise, pilek, dan demam tidak tinggi. Pada
pemeriksaan auskultasi dada tidak ditemukan kelainan. Gejala respiratori umumnya tidak mencolok.
Leukosit darah tepi biasanya normal. Gambaran foto toraks menunjukan infiltrat difus atau gambaran
peribronkial nonfokal yang jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis.1,6
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau
sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara
15.000 40.000 / mm 3 dengan predominan PMN. Leukopenia ( < 5.000 / mm 3 ) menunjukkan
prognosis yang buruk. Leukositosis hebat hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri sering
ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi
Clamydia pneumoniae kadang kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat
dengan sel PMN berkisar antara 300 100.000 / mm3, protein > 2,5 g/dL, dan glukosa relatif lebih
rendah dibandingkan glukosa darah. Kadang kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah
( LED ) yang meningkat. Trombositopeni dapat ditemukan pada 90% penderita pneumonia dengan
empiema. Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak dapat membedakan antara infeksi virus
dan infeksi bakteri secara pasti.1
2. C Reaktive Protein ( CRP ) dan LED

17

CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau
inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama IL 6, IL 1, dan
TNF. Meskipun fungsinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi
mikroorganisme atau sel yang rusak. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda, dimana kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi
bakteri superfisialis dibandingkan infesksi bakteri profunda.1
3. Uji Serologis
Uji serologis untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai
sensitivitas yang rendah dan secara umum tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri
atipik.1
4. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada
pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari
usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.
Pemeriksaan sputum kurang berguna. Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dalam
darah, cairan pleura, atau aspirasi paru, kecuali pada masa neonatus, dimana kejadian bakteremia
sangat rendah sehingga kultur darah jarang positif.1
5. Analisa Gas Darah
Analisa gas darah (AGD) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis metabolik.
6.

Pemeriksaan Rontgen Thorax


Foto toraks dengan proyeksi antero posterior merupakan dasar diagnosis untuk pneumonia.

Foto lateral dilakukan bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Kelainan foto toraks
pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang kadang bercak bercak
sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat
sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen toraks
diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk tidak lanjut. Secara umum
gambaran foto toraks terdiri dari:

18

Pneumonia / infiltrat interstisial: ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,


peribronchial cuffing, dan hiperaerasi. Biasanya disebabkan oleh virus atau Mycoplasma. Bila
berat dapat terjadi patchy consolidation karena atelektasis.
Infiltrat alveolal : merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat
mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang
biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi
tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia. Biasanya disebabkan oleh bakteri pnuemokokus
atau bakteri lain.
Bronkopneumonia : ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak
bercak infiltrat halus yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan
corakan peribronkial.

Gambar 4. Perbedaan Bronkopneumonia dan Pneumonia Klasik

Gambaran foto rontgen toraks pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga
konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan pneumonia pada anak terbanyakk di
paru kanan, terutama lobus atas. Bila ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal
tersebut merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis
lebih meningkat.
Gambaran foto toraks pada pneumona dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi
pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat interstisial merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada
pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopnumonia, dan air
19

bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia Stafilokokus sering ditemukan
abses abses kecil dan pneumoatokel dengan berbagai ukuran.
Gambaran foto toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat bervariasi. Pada beberapa kasus
terlihat sangat mirip dengan gambaran foto rontgen toraks pneumonia virus. Selain itu, dapat juga
ditemukan gambaran bronkopneumonia terutama di lobus bawah, inflitrat interstisial retikulonodular
bilateral, dan yang jarang adalah konsolidasi segmen atau subsegmen. Biasanya gambaran foto toraks
yang jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis. Meskipun tidak terdapat gambaran foto toraks yang
khas, tetapi bila ditemukan gambaran retikulonodular fokal pada satu lobus, hal ini cenderung
disebabkan oleh infeksi Mikoplasma. Demikian pula bila ditemukan gambaran perkabutan atau ground
glass consolidation, serta transient pseudoconsolidation.
Diagnosis
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriskaan mikrobiologis dan / atau serologis merupakan dasar
yang optimal. Akan tetapi, penemunan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan
laboratorium menunjang yang memadai. Oleh karena itu pneumonia pada anak didiagnosis berdasarkan
gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor
paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai
berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah. 1
WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan untuk Pelayanan Kesehatan
Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Gejala klinis
sederhana tersebut meliputi: napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera
dirujuk ke rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan menghitung napas anak dalam 1 menit penuh dalam
keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam ketika menarik napas ( retraksi epigastrium ). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan 5 tahun
adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya
pada anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi,
dan demam/badan terasa dingin. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:

20

Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun


Pneumonia berat
bila ada sesak napas
harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
bila tidak ada sesak napas
ada napas cepat dengan laju napas
o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun
o > 40 x/menit untuk anak > 1 5 tahun
tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas
Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan 5 Tahun.1

Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah terjadi
komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah
sebagai berikut:
Bayi di bawah 2 bulan
Pneumonia
bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak napas
harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas
Tabel 3. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.1
21

Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit (WHO), pneumonia dapat dibagi
menjadi pneumonia ringan dan berat:
1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat napas cepat saja,
dimana napas cepat adalah:
a. pada usia 2 bulan 11 bulan : 50 kali / menit
b. pada usia 1 tahun 5 tahun : 40 kali / menit
2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut
ini:
a. Kepala terangguk angguk
b. Pernapasan cuping hidung
c. Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
d. Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia
( infiltrat luas, konsolidasi, dll. )
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
Napas cepat
o

anak umur < 2 bulan : 60 kali / menit

anak umur 2 11 bulan : 50 kali / menit

anak umur 1 5 tahun : 40 kali / menit

anak umur 5 tahun : 30 kali / menit

Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda


Pada auskultasi terdengar
o

crackles ( ronki )

suara pernapasan menurun

suara pernapasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:


tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
kejang, letargi, atau tidak sadar
sianosis
22

distress pernapasan berat6

Penatalaksanaan1
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama
berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum,
atau bila ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien.
Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana
pada pnuemonia rawat inap adalah pengobatan kasual dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan
suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap
gangguan keseimbangan asm basa dan elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat
diberikan analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga
disebabkan oleh bakteri. Karena identifikasi dini mikroorganisme tidak umum dilakukan, maka
pemilihan antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris yang didasarkan pada kemungkinan
etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor
epidiemiologis.
1. Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya
amoksisilin 25 mg/kgBB atau kotrimoksazol 4 mg/kgBB TMP dan 20 mg/kgBB sulfametoksazol
dua kali sehari selama 3 hari. Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan
sebagai terapi alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan
adanya aktivitas ganda terhadap S. pneumoniae dan bakteri atipik.
Setalah itu, anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali
anaknya setelah 2 hari atau lebih kalau keadaan anak memburuk atau tidak dapat minum atau
menyusui. Bila pernapasannya membaik ( melambat ), demam berkurang, nafsu makan membaik,
lanjutkan pengobatan sampai selesai 3 hari. Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan
tidak ada perubahan, ganti ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi. Jika
ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai pedoman pneumonia berat.
2. Pneumonia Rawat Inap
Terapi Antibiotik

23

Pemilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan golongan beta laktam atau kloramfenikol.
Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan
antibiotik seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang
ditemukan. Antibiotik diteruskan selama 7 10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa
komplikasi. Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera
mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik
yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi betalaktam / klavulanat
dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga.
WHO menganjurkan pemberian ampisilin/amoksisilin 25 50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6
jam yang dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang baik
maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan
amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari untuk 5 hari berikutnya.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik beta
laktam dengan/tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan beta laktam/klavulanat
dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien
sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat
jalan selama 10 hari.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang berat maka
ditambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 8 jam. Bila pasien datang dengan
keadaan klinis yang berat segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi ampisilin
kloramfenikol atau ampisilin gentamisin. Sebagai alternatif, beri seftriakson 80 100 mg/kgBB IV
atau IM sekali sehari. Bila tidak membaik dalan 48 jam, maka bila mungkin foto toraks.
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin 7,5 mg/kgBB IM
sekali sehari dan klokasilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam atau klindamisin 15 mg/kgBB/hari
hingga 3 kali pemberian. Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin atau diklokasilin secara
oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu atau klindamisin oral selama 2
minggu.
Terapi Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila tersedia pulse oksimeter, gunakan
sebagai panduan untuk terapi oksigen ( berikan pada anak dengan saturaso < 90%, anak yang tidak
stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat
ini tidak berguna.
24

Terapi Penunjang
Bila anak disetai demam yang tampaknya menyebabkan distres, beri antipiretik seperti
parasetamol. Bila ditemukaan adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepat. Bila terdapat sekret
kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap
secara perlahan. Pastikan anak mendapatkan kebutuhan cairan runatan yang sesuai, tetapi hati hati
terhadap kelebihan cairan/overhidrasi. Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral. Jika anak tidak
dapat minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tapi sering.
Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan
asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan
dengan cairan nasogastrik, pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.
Komplikasi
a) Komplikasi intrpulmoner yaitu atelektasis, pneumothoraks, bronkiektasis, dan gagal napas.
b) Komplikasi ekstra pulmoner yaitu corpulmonale sub akuntum (CPSA), otitis media akut (OMA),
meningitis, pericarditis, syok septik, peritonitis, artritis dan endocarditis.
Komplikasi yang berat dan paling sering dijumpai adalah gagal napas dan CPSA. Secara klinis
gagal napas ditandai dengan sianosis, frekuensi napas > 60 x/menit dan napas tidak adekuat. Sedangkan
diagnosis secara laboratoris didapatkan dari hasil pemeriksaan analisa gas darah.8
CPSA adalah kelainan jantung akibat dari berbagai hal yang pada prinsipnya disebabkan oleh
meningkatnya tahanan vaskuler paru. Dinyatakan juga sebagai hipertrofi ventrikel kanan dengan atau
tanpa kegagalan jantung kanan yang sering
terjadi akibat kelainan primer paru. Diagnosis CPSA ditegakkan dengan adanya peningkatan
frekuensi napas > 60 x/menit, denyut jantung > 160 x/menit disertai hepatomegali dengan tepi tumpul.
(5,9). Para penderita ini tidak didapatkan komplikasi baik intra maupun ekstrapulmoner. Hal ini bisa
dilihat dari pemeriksaan fisik yaitu tidak didapatkan keadaan yang mengarah pada suatu komplikasi
dari bronkopneumonia seperti sianosis, frekuensi napas lebih dari 60 kali/menit, denyut jantung lebih
dari 160 kali per menit maupun hepatomegali.
Prognosis
Pneumonia biasanya sembuh total dengan mortalitas kurang dari 1 %. Mortalitas dapa lebih
tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi protein dan datang terlambat
untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial
tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap
25

infeksi. Kedua duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama sama dengan infeksi memberi
dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri. Pneumonia biasanya tidak mempengaruhi tumbuh kembang anak.2,4
2. Purpura Trombositopenik Idiopatik ( ITP )7
Definisi
Purpura Trombositopenik Idiopatik akut, purpura yang paling sering sering pada anak,
dihubungkan dengan petekie, perdarahan mukokutan, dan kadang kadang perdarahan kedalam
jaringan. Ada penurunan berat terhadap trombosit sirkulasi, meskipun terdapat cukup jumlah
megakariosit dalam sumsum tulang.
Etiologi
Penyakit ini sering timbul terkait sensitisasi oleh virus; pada kira kira 70 % kasus ada penyakit
yang mendahului seperti rubella, rubeola, atau infeksi saluran nafas virus. Jarak antara awitan infeksi
dan awitan purpura rata rata 2 minggu. Seperti pada bentuk dewasa , tampaknya mekanisme imun
menjadi dasar pada trombositopenia. Antibodi trombosit dapat ditemukan pada beberapa kasus akut.
Kenaikan jumlah IgG telah ditemukan terikat pada trombosit dan menunjukan kompleks imun yang
terabsorpsi pada permukaan trombosit. Tidak ada uji masa kini yang konsisten dapat diandalkan untuk
diagnosis serologic ITP.
Manifestasi klinis
Awitan biasanya akut. Memar dan ruam petekie menyeluruh terjadi 1 4 minggu setelah infeksi
virus atau pada beberapa kasus tidak ada penyait yang mendahului. Perdarahn khas asimetris dan
mungkin mencolok pada tungkai bawah. Perdarahan pada selaput lendir, dengan bula digusi dan bibir.
Perdarahan di hidung mungin hebat dan sukar dikendalikan. Komplikasi yang sering serius adalah
perdarahan intrakranial, yang terjadi kurang dari 1 % kasus. Hati,limpa, kelenjar limfe tidak membesar.
Kecuali tanda perdarahan akut , penderita tampak baik baik secara klinis. Fase akut penyakit disertai
perdarahan spontan selama 1 2 minggu . Trombositopenia mungkin menetap , tetapi perdarahan
mukokutan menyurut.Kadang kadang awitan lebih perlahan lahan , dengan memar sedang dan
sedikit petekie.
Temuan laboratorium
Hitung trombosit menurun sampai dibawah 20 x 10 9/L. Beberapa trombosit yang tampak pada
apus darah tepi berukuran bear ( Megatrombosit ) dan menggambarkan kenaikan produksi di sumsum
tulang. Uji yang tergantung pada fungsi trombosit seperti waktu perarahan dna retraksi jendalan,
26

menunjukan hasil abnormal. Hitung leukosit normal, dan anemia tidak ada kecuali telah terjadi
perdarahan mencolok.
Aspirasi sumsum tulang, jika terindikasi menunjukan seri granulosit dan eritrosit yang normal
dan sering kali ada eosinofilia ringan. Terdapat jumlah megakarosit yang normal atau meningkat.
Beberapa dari megakariosit ini imatur, dengan sitoplasma basofil tua, tunas trombosit mungkin jarang,
tetapi tidak aa morfologi megakariosit patognomonis atau diagnostik. Perubahan yang Nampak
Diagnosis banding
ITP harus dibedakan dari proses aplasia atau infiltrative sumsum tulang . Aplasia atau pendesakan
sumsum tkurang mungkin, jika pemeriksaan fisik dan hitug darah normal, kecuali, trombositopenia.
Pembesaran limpa yang bermakna mengesankan penyakit primer hati dengan splenomegali kongestif,
lipidosis, atau retikuloendoteliosis. Purpura trombositopenia dapat merupakan manifestasi awal lupus
eritematous sistemik ( SLE ), AIDS, atau limfoma, tetapi deretan penyakit ini jarang pada anak. Pada
remaja, kemungkinannya lebih besar, dan pemeriksaan serologis untuk SLE dan AIDS terindikasi.
Trombositopenia yang disebabkan oleh faktor genetic harus dipertimbangkan pada anak ( terutama laki
laki ) yang dijumpai mempunyai hitung trombosit rendah.
Pengobatan
ITP mempunyai prognosis yang amat baik, meskipun tanpa terapi. Dalam 3 bulan 75 % penderita
sembuh sempurna, sebagian besar dalam 8 minggu. Perdarahan spontan berat dan perdarahan
intrakranial biasanya terbatas pada fase awal penyakit ini. Sesudah fase akut inisial, manifestasi
spontan cenderung menyusut. Kira kira 90 % dari anak yang terkena telah mencapai hitung trombosit
normal 9 12 bulan setelah awitan, dan relaps tidak biasa.
Darah segar atau konsentrat trombosit member manfaat sementara karena ketahanan hidup
trombosit yang ditansfusikan hanya pendek, tetapi transfuse itu harus diberikan bila terjadi perdarahan
yang mengancam kehidupan.
Bila penyakitnya ringan, dan perdarahan retina atau selaput lendir tidak ada, mungkin tidak ada
terapi spesifik yang diindikasikan. Anak yang terkena harus dilindungi dari jatuh atau trauma. Vitamin
K dan C tidak mempunyai efek terapi.
Gamma globulin
Infus gamma globulin intravena ( Sandoglobin, Gamimun N ) diikuti dengan kenaikan hitung
trombosit yang bertahan . Dosis besar gamma globulin intravena ( 400 mg/KgBB selama lima hari )
menginduksi remisi pada banyak kasus ITP akut dan kadang kadang pada ITP kronis. Percobaan acak
terkendali menunjukan efektifitas globulin G imun( IGIV), 1 g/KgBB/24 jam selama 1 atau 2 hari
27

berturut turut, dalam mengurangi frekuensi trombositopenia berat ( hitung trombosit 20 x 109/L ).
Terapi kortikosteroid
Meskipun kortikosteroid tidak menurunkan jumlah kasus kronis, kortikosteroid bermanfaat
karena mengurangi keparahan dan menyingkatkan lama sakit pada fase awal. Pada kasus yang lebih
berat, terapi dengan kortikosteroid , seperti prednisone 1 2 mg/KgBB/ 24 jam dalam dosis terbagi
atau equivalennya terindikasi.

Beberapa ahli mengajukan pemeriksaan sumsum tulang untuk

emnyingkirkan leukemia sebelum memulai terapi prednisone. Keperluan akan terapi kortikosteroid
diperdebatkan , meskipun hitung trombosit kembali ke tingkat hemostasis lebih cepat dengan terapi
seperti itu. Terapi ini diteruskan sampai hitung trombosit normal atau selama 3 minggu, mana saja yang
terjadi pertama. Pada titik ini, terapi steroid sebaiknya dihentikan meskipun hitung trombosit masih
rendah.. Terapi kortikosteroid berkepanjangan tidak terindikasikan dan adapat menekan sumsum
tulang, disamping menyebabkan perubahan cushingoid dan gagal tumbuh. Jika trombositopenia
menetap selama 4 6 bulan, pemberian singkat kedua terapi kortikosteroid atau immunoglobulin
intravena dapat diberikan.
Apakah terapi pilihan awal pada ITP akut adalah tanpa terapi, gamma globulin intravena, atau
kortikosteroid kini sedang dinilai kembali. Splenektomi sebaiknya hanya dilakukan pada kasus ITP
kronis , yang didefinisikan sebagai trombositopenia yang menetap selama lebih dari 1 tahun.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al. Pneumonia Komuniti:
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia. 2002.
2. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim MS, et. al.
Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2004. hal. 351
- 354.
3. Bordow RA, Moser KM (ed), Manual of Clinical Problems in Pulmonary Medicine with
Annotated Key References, 2nd edition, Little Brown & Co (Inc.), USA, 1986, pp: 85-105.
4. Ellis H. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Students and Junior Doctors. 11th ed. [ e
book ]. Massachussets : Blackwell Publishing. 2006.
5. Price SA, Wilson LM, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes (Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal: 709-712.
6. Alatas H, Hasan R (ed), Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan Infomedika, Jakarta,
1986, hal: 1228-1235.
7. Behrman R E, Kliegman R, Arvin A M.. Nelson textbook of pediatric. 15st ed. Phyladelphia:
WB Saunders company. 1996. hal. 1746 - 7.

29

Anda mungkin juga menyukai