Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PROMOSI KESEHATAN
Dosen Pengampu : Yessi Puspita, M. Si

Oleh :

Kelompok 7
Aulia Rahmah Septiadi (1511212004)
Dinia Hafizhah (1511212009)
Aulia Permata Novi (1511212013)
Syahratul Syawli (1511212019)
Fadhilah Zahara (1511212020)
Qori Andayani Putri (1511212021)
Cici Delsi (1511212029)
Rachel Perdana Yumes (1511212045)
Muthia Riska (1511212063)
Meisy Atul Khadijah (1511212068)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
membahas tentang Mikrobiologi tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Biomedik II.
Dengan terselesaikannnya makalah ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
Ibu dr. Fauziah Elytha, M.Sc selaku pembimbing yang telah membimbing penulis
dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwasanya kesempurnaan bukanlah milik manusia.
Mungkin terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki dalam pembuatan makalah
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran penulis harapkan sebagai bahan revisi untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
membawa hasanah pengetahuan bagi kita semua.

Padang,

Maret 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan menurut Blum yaitu


: lingkungan yang terdiri dari lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, perilaku,
keturunan, dan pelayanan kesehatan. Selanjutnya Blum juga menjelaskan, bahwa
lingkungan sosial budaya tersebut tidak saja mempengaruhi status kesehatan,
tetapi juga mempengaruhi perilkau kesehatan.
Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling bergantung
kehidupannya satu sama lain, karena manusia tidak bisa hidup sendiri dan selalu
membutuhkan pertolongan orang lain. Dengan perkataan lain, manusia haru hidup
bermasyarakat. Disamping itu, manusia makhluk berbudaya, yang dikaruniai akal
oleh Tuhan yang berbeda dengan binatang. Oleh karena itu, manusia
selalumenggunakan akalnya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya,
termasuk masalah kesehatan.
Menurut Koentjaraningrat tahun 1996 dalam bukunya Pengantar
Antropologi menyatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi sesuai dengan sistem adat istiadat tertentu yang sifatnya
berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Sedangkan
menurut J.L.Gillin dan J.P.Gillin dalam bukunya Culture Sociology tahun 1994,
masyarkat adalah kelompok manusia yang besar yang mempunyai kebiasaan,
sikap, tradisi, dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi
pengelompokkan-pengelompokkan yang lebih kecil.
Sebagaiana kita ketahui, masyarakat Indonesia terdiri dari banyak suku
bangsa yang mempunyai latar belakang budaya yang beraneka ragam.
Lingkungan budaya tersebut sangat mempengaruhi tingkah laku manusia yang
memilki budaya tersebut, sehingga dengan keanekaragam budaya,menimbulkan
variasi dalam perilaku manusia dalam segala hal, termasuk dalam perilaku
kesehatan.
Dengan masalah tersebut, maka petugas kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakatdengan latar belakang budaya yang
beraneka ragam, perlu sekali mengethui budaya dan masyarakat yang dilayaninya,
agar pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat akan memberikan
hasil yang optimal, yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat.

iii

1.2

Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan konsep dan perilaku kesehatan?


2. Apa yang dimaksud dengan aspek sosial budaya yang berhubugan dengan
perilaku kesehatan?
3. Apa yang dimaksud dengan prinsip-prinip perubahan perilaku kesehatan
masyarakat?

1.3

Tujuan

1. Mengetahui konsep dan perilku kesehatan


2. Mengetahui aspek sosial budaya yang berhubungan dengan perilaku kesehatan
3. Mengetahui prinsip-prinip perubahan perilaku kesehatan masyarakat

iv

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Perilaku, Pendidikan Kesehatan, dan Status Kesehatan


Di dalam setiap masyarakat, terdapat apa yang dinamakan pola-pola

perilaku (pattern of behavior). Pola perilaku merupakan cara masyarakat


bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota
masyarakat tersebut (Soekanto, 1990). Menurut Lewit seperti dikutip oleh
Notoatmodjo (1993), perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi
dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan
tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan
kekuatan penahan.
Perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang
memengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum, 1974). Oleh
sebab itu, untuk membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi
atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku sangat penting dan strategis,
mengingat pengaruh yang ditimbulkannya. Berdasarkan berbagai hasil penelitian
dan literatur, didapatkan bahwa perilaku masyarakat yang erat kaitannya dengan
upaya peningkatan pengetahuan masyarakat terbentuk melalui kegiatan yang
disebut pendidikan kesehatan. Menurut Green (1980), pendidikan kesehatan
mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan faktor perilaku
(predisposisi, pendukung, dan pendorong) sehingga menimbulkan perilaku positif
dari masyarakat. Hal menunjukkan bahwa perilaku, pendidikan kesehatan, dan
status kesehatan masyarakat berada dalam suatu pola hubnungan yang saling
memengaruhi (lihat Bagan 11 . 1).

Bagan 11.1 Hubungan status kesehatan, perilaku, dan pendidikan kesehatan.

Pengertian Perilaku

Dilihat dari Segi Biologis

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan.

Dilihat dari Segi Psikologis

Menurut Skiner (1938), perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang


terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Pengertian itu dikena dengan teori S-OR (stimulus-organisme-respons).
Skinner membedakan respons menjadi dua jenis, yaitu respondent
response (reflexive) dan operant response atau instrumental response.

Respondent response atau reflexive


Respondent response merupakan tanggapan yang ditimbulkan oleh rangsangan
stimulus tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation, yang
menimbulkan respons atau tanggapan yang relative tetap (misalnya, keinginan
untuk makan karena melihat makanan yang lezat, dan cahaya yang menyilaukan
menyebabkan mata tertutup).
Operant response atau instrumental response.
Operant response merupakan respons atau tanggapan yang timbul dan
berkembang, kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu (reinforcing
stimulation atau reinforcer). Sebagian besar perilaku manusia adalah operant
response. Oleh karena itu, untuk membentuk jenis respons atau perilaku perlu
diciptakan suatu kondisi yang disebut operant conditioning (yaitu, dengan
menggunakan urutan-urutan komponen penguat berupa hadiah atau reward).
Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut
Skinner (Notoamodjo, 2003; Sunaryo, 2004) antara lain sebagai berikut:
1.

Langkah pertama: Melakukan pengenalan terhadap sesuatu sebagai penguat,

2.

berupa hadiah atau reward.


Langkah kedua: Melakukan analisis untuk mengidentifikasi bagian-bagian
kecil pembentuk perilaku yang diinginkan, selanjutnya disusun dalam

3.

urutan yang tepat menuju terbebtuknya perilaku yang diinginkan.


Langkah ketiga: Menggunakan bagian-bagian kecil perilaku, yaitu sebagai
berikut.
Bagian-bagian perilaku disusun secara urut dan dipakai sebagai tujuan
sementara.
Mengenal penguat atau hadiah untuk masing-masing bagian.
Membentuk perilaku dengan bagian-bagian yang telah tersusun tersebut.

Kotak 10.2 Contoh membentuk kebiasaan atau perilaku toilet training.

Memakai sandal
Pergi ke kamar mandi sebelum tidur
Buang air kecil mengambil air untuk cuci kelamin
Melepas sandal sebelum naik ke tempat tidur
Naik ke tempat tidur
Beri hadiah setiap kali ia berhasil

Jika bagian perilaku pertama telah dilakukan, hadiah akan diberikan

sehingga tindakan tersebut sering dilakukan.

Akhirnya akan dibentuk perilaku kedua dan seterusnya sampai terbentuk


perilaku yang diharapkan.
Pembagian Perilaku Dilihat dari Bentuk Respons Terhadap Stimulus :
1.

Perilaku tertutup (convert behavior)

Respons ini masih terbatas pada perhatian persepsi, pengetahuan atau kesadaran,
dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus.
2.

Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus bersifat terbuka dalam bentuk tindakan


nyata, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain
Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap
stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, system
pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.
Unsur-unsur dalam perilaku kesehatan

Perilaku terhadap sakit dan penyakit


Merupakan respons internal dan eksterna seseorang dalam menanggapi rasa sakit
dan penyakit, baik dalam bentuk respons tertutup maupun dalam bentuk respons
terbuka.

Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion

behavior).
Perilaku seseorang untuk memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap masalah kesehatan.

Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)

Segala tindaka yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari penyakit.

Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)


Perilaku ini meyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan/atau kecelakaan, mulai dari mengobati sendiri (self-treatment)
sampai mencari bantuan ahli.

Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)


Pada proses ini, diusahakan agar sakit atau cacat yang diderita tidak menjadi
hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik,
mental dan social.

Perilaku terhadap system pelayanan kesehatan


Merupakan respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan modern dan
atau tradisional, meliputi respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan
kesehatan, perilaku terhadap petugas, dan respons terhadap pemberian obatobatan.

Perilaku terhadap makanan


Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap makanan serta
unsure-unsur yang terkandung di dalamnya (gizi, vitamin) dan pengolahan
makanan.

Perilaku terhadap lingkungan kesehatan


Merupakan upaya seseorang merespons lingkungan sebagai determinan agar tidak
memengaruhi kesehatan.
Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Menurut Becker (1979) seperti dikutip Notoadmodjo (2003), perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut:

Perilaku hidup sehat


Merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya.
Perilaku sakit
Merupakan respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsi
terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit,
pengobatan penyakit, dan usaha-usaha untuk mencegah penyakit.
Perilaku peran sakit
Perilaku peran sakit adalah segala aktivitas individu yang menderita sakit
untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku peran sakit meliputi hal-hal
berikut:
1. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
2. Mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan atau
3.

penyembuhan penyakit yang layak


Mengetahui hak dan kewajiban orang sakit.

Domain Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus


atau rangsangan dari luar organism (orang), tetapi dalam memberikan respons
sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang
berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu:
o Faktor internal merupakan karakteristik dari orang yang bersangkutan
yang bersifat bawaan (given) seperti ras, sifat fisik, sifat kepribadian
(pemalu, pemarah, dan penakut), bakat bawaan, tingkat kecerdasan, dan
jenis kelamin.
o Faktor eksternal meliputi lingkungan fisik,social, budaya, ekonomi, dan
politil.
Faktor lingkungan sering merupakan faktor yang dominan terhadap
perilaku seseorang. Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku manusia sangat
kompleks dan unik.
Benyamin Bloom (1908) seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi
perilaku manusia dalam tiga dominan (ranah/kawasan), yaitu kognitif, efektif, dan
psikomotor. Sementara itu menurut Ki Hajar Dewantara, perilaku manusia terdir
atas Cipta (kognisi), Rasa (emosi), dan Karsa (konasi).
Komponen Pokok Sikap
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003), komponen pokok sikap
meliputi hal-hal berikut:
1. Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan bertindak (tend to behave)
Ketiga kompoonen tersebut, secara bersama-sama membentuk total
attitude. Dalam hal ini, determinan sikap adalah pengetahuan, pikiran, keyakinan,
dan emosi. Menurut Azwar (1995), sikap memiliki tiga komponen yang mebentuk
struktur sikap, yaitu:
Komponen kognitif (cognitive). Disebut juga komponen perceptual,
yang berisi kepercayaan yang berhubungan dengan persepsi individu terhadap
objek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui, pandangan, keyakinan, pikiran,
pengalaman pribadi, kebutuhan emosional, dan informasi dari orang lain.
Komponen Afektif (komponen emosional). Komponen ini menunjukkan
dimensi emosional subjektif individu terhadap objek sikap, baik bersifat positif
(rasa senang) maupun negative (rasa tidak senang).

Komponen konatif (komponen perilaku). Komponen ini merupakan


predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang
dihadapimya.
Fungsi Sikap
Menurut Attkinson dkk., seperti dikutip dalam Sunaryo (2004), sikap memiliki
lima fungsi, yakni sebagai berikut:
1. Fungsi instrumental, yaitu sikap yang dikaitkan dengan alasan praktis atau
manfaat dan menggambarkan keadaan keinginannya atau tujuan.
2. Fungsi pertahanan ego, yaitu sikap yang diambil untuk melindungi diri dari
kecemasan atau ancaman harga dirinya.
3. Fungsi nilai ekspresi, yaitu sikap yang menunjukkan nilai yang ada pada
harga dirinya.
4. Fungsi pengetahuan. Setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin
mengerti, ingin banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan, yang
terwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Fungsi penyesuaian social, yaitu sikap yang diambil sebagai bentuk adaptasi
dengan lingkungannya.
Tingkatan Sikap
o
o
o
o

Menerima (receiving)
Merespons (responding)
Mrnghargai (valuing)
Bertanggung jawab (responsible)

Ciri-ciri Sikap
Seperti yang diungkapkan para ahli (Gerungan, 1996; Ahmadi, A., 1999;
Sarwono, S. W., 2000, dan Walgito, B., 2001), sikap memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Sikap tidak dibawa dari lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk melalui
pengalaman, latihan sepanjang perkembangan individu.
2. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu
3.
4.
5.
6.

sehingga dapat dipelajari.


Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap.
Sikap dapat tertuju pada satu atau banyak objek
Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar
Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi, hal ini yang membedakan
dengan pengetahuan

Pembentukan dan Perubahan Sikap


7

Menurut Azwar (1995), pembentukan sikap dipengaruhi beberapa faktor,


yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media
massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan faktor emosi
dalam diri individu. Sementara itu, menurut Krech dkk. (1962), pembentukan dan
perubahan sikap dapat disebabkan oleh situasi interaksi kelompok dan situasi
komunikasi media. Semua kejadian tersebut mendapatkan pengalaman dan pada
akhirnya akan membentuk keyakinan, perasaan serta kecenderungan berperilaku.
Menurut Sarwono (2000), terdapat beberapa cara untuk membentuk atau
mengubah sikap individu, termasuk adopsi, diferensiasi, integrasi, trauma, dan
generalisasi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap
Pengaruh sikap terhadap diri individu
1.

2.

Faktor Internal
Fisiologis (sakit, lapar, haus)
Psikologis (minat dan perhatian)
Motif
Faktor Eksternal
Pengalaman
Situasi
Norma
Hambatan
Pendorong

Ilmu Dasar Perilaku


Perilaku pada dasarnya dibentuk dan dikembangkan oleh tiga cabang
ilmu, yaitu psikologis, sosiologi, dan antropologi. Seperti telah dibahas
sebelumnya, perilaku terbentuk dari dua faktor utama, yaitu faktor eksternal
(berupa stimulus) dan faktor internal (berupa respons).
Dari beberapa penelitian, faktor eksternal yang paling besar perannya dalam
membentuk perilaku adalah faktor social dan budaya.

2.2

Aspek Sosial-Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan dan


Status Kesehatan
2.2.1

Aspek Sosial yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan

Perilaku Kesehatan
Ada beberapa aspek sosial yang mempengaruhi sttaus kesehatan, antara lain
adalah: 1) umur, 2) jenis kelamin, 3) pekerjaan, 4) sosial ekonomi. Jika dilihat dari
golongan umur, maka ada perbedaan pola penyakit berdasarkan golongan umur.
Misalnya di kalangan balita banyaj yang menderita penyakit infeksi, sedangkan
pada golongan usia lanjut lebih banyak menderita penyakit kronis seperti
hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, dan lain-lain. Demikian juga ada
perbedaan jenis penyakit yang diderita oleh golongan berdasarkan jenis kelamin.
Misalnya di kalangan wanita lebih banyak menderita penyakit kanker payudara,
sednagkan pada laki-laki banyak yang menderita kanker prostat. Di samping itu,
ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit. Misalnya saja, petani
mempunyai pola penyakit yang berbeda dengan pola penyakit pekerja di industri.
Di kalangan petani banyak yang menderita penyakit cacing akibat kerja yang
banyak dilakukan di sawah dengan lingkungan yang banyak cacing. Sebaliknya,
buruh yang bekerja di industri, misalnya di pabrik tekstil, banyak yang menderita
penyakit saluran pernapasan Karena banyak terpapar dengan debu. Keadaan sosial
ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit, bahkan juga berpengaruh pada
kematian. Misalnya, angka kematian lebih tinggi di kalangan golongan yang
status ekonominya rendah dibandingkan dengan mereka dari golongan status
ekonomi tinggi. Demikian pula obesitas, lebih banyak ditemukan pada golongan
mayarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan sebaliknya, malnutrisi yang lebih
banyak ditemukan di kalangan masyarakat yang status ekonominya rendah.
Menurut H. Ray Elling (1970), ada beberapa faktor sosial yang
berpengaruh pada perilaku kesehatan, antara lain: 1) self concept, dan 2) image
kelompok. Di samping itu, G.M. Foster (1973) menambahkan, bahwa identifikasi
individu kepada kelompoknya juga berpengaruh terhadap perilaku kesehatan.
a.

Pengaruh Self Control terhadap Perilaku Kesehatan

Self Concept kita ditentukan oelh tingkatan kepuasan atau ketidakpuasan


yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri, terutama bagaimana kita ingin
memperlihatkan diri kita kepada orang lain. Apabila orang lain melihat kita positif
dan menerima apa yang kita lakukan, kita akan meneruskan perilaku kita. Tetapi
apabila orang lain berpandangan negatif terhadap perilaku kita dalam jangka
waktu yang lama, kita akan merasa suatu keharusan untuk melakukan perubahan
perilaku. Oleh karena itu, secara tidak langsung self concept kita cenderung
menentukan, apakah kita akan menerima keadaan diri kita seperti adanya atau
berusaha untuk mengubahnya. Misalnya, apabila seseorang memandang diri kita
negatif karena tubuh kita terlalu gemuk, maka kita merasa tidak bhagaia dengan
keadaan tubuh kita dan akan segera berkonsultasi kepada ahli diet, atau mulai
berolah raga untuk menurunkan berat badan. Hal tersebut kita lakukan untuk
menghilangkan pandangan yang negatif terhadap diri kita. Self concept adalah
faktor yang penting dalam kesehatan, karena mempengaruhi perilaku masyarakat
dan juga perilaku petugas kesehatan.
b.
Pengaruh Image Kelompok terhadap Perilaku Kesehatan
Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok. Sebagai
contoh, anak seorang dokter akan terpapar oleh organisasi kedokteran dan orangorang dengan pendidikan tinggi, sedangkan anak buruh atau petani tidak terpapar
dengan lingkungan medis, dan besar kemungkinan juga tidak bercita-cita untuk
menjadi dokter. Dengan demikian, kedua anak tersebut mempunyai perbedaan
konsep tentang peranan dokter. Atau dengan kata lain, perilaku dari masingmasing anak cenderung merefleksikan kelompoknya. Contoh lain, keluarga di
pedesaan yang mempunyai kebiasaan untuk menggunakan pelayanan dukun, akan
berpengaruh terhadap perilaku anaknya dalam mencari pertolongan pengobatan
pada saat mereka sudah berkeluarga.
c.
Pengaruh Identifikasi Individu kepada Kelompok Sosialnya terhadap
Perilaku Kesehatan
Identifikasi individu kepada kelompok kecilnya sangat penting untuk
memberikan keamanan psikologis dan kepuasan dalam pekerjaan mereka.
Identifikasi tersebut dinyatakan dalam keluarga besar, di kalangan kelompok
teman, kelompok kerja desa yang kecil, dan lain-lain. Sebagai contoh, di sebagian
besar di Amerika Latin, wanita biasanya mencuci pakaiannya di tepi sungai,
bekerja bersama dengan teman-temannya sambil ngobrol. Keadaan tersebut sangat
10

membahagiakan mereka, dan mereka merasakan pekerjaan yang dilakukan


menjadi ringan. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor sosial dan bukan faktor
keindahan sungai, yang mendorong ibu-ibu mencuci pakaian di tepi sungai. Di
sisi lain, dengan bekerja di sungai, petugas menemukan banyak ibu yang
menderita cacingan, sehingga mereka berupaya untuk mengatasi masalah tersebut
dengan membangun tempat suci yang jauh dari sungai. Tempat suci tersebut di
sekat-sekat dans etiap ruangannya dilengkapi dengan tempat penampungan air.
Pada beberapa bulan pertama, banyak wanita yang mencuci di tempat cuci yang
baru itu, tetapi lama kelamaan tempat cuci tersebut tidak digunakan lagi. Petugas
merasa heran dengan keadaan tersebut dan mulai mengidentifikasi masalahnya.
Ternyata masalahnya adalah, ibu-ibu tidak mau lagi menggunakan tempat
pencucian tersebut karena dengan ruangan yang disekat-sekat mereka tidak bias
lagi bekerja bersama sambil ngobrol sehingga pekerjaan mencuci dirasakan
sebagai pekerjaan yang berat. Petugas tanggap terhadap maslaha tersebut,
kemudian merombak bangunan tempat cuci dengan menghilangkan sekatsekatnya sehingga ibu-ibu dapat melakukan pekerjaannya dengan temantemannya sambil ngobrol G.M. (Foster, 1973). Dengan kasus tersebut dapat
disimpulkan bahwa inovasi akan berhasil jika kebutuhan sosial masyarakat
diperhatikan. Dari diskusi Prof. Dr. Sudarti Kresno, .K.M., M.A. dengan
mahasiswa S2 Kesehatan Masyarakat FKMUI, kebiasaan mencuci di tepi sungai
juga terjadi di kalangan masyarakat di Provinsi Sumatera Selatan. Petugas
berusaha untuk membangun tempat cuci yang satu dengan ruang cuci yang lain
diberi lubang sehingga ibu-ibu yang sedang mencuci tetap dapat berkomunikasi
dan mengobrol. Dengan keadaan tersebut, ibu-ibu merasa senang menggunakan
tempat cuci yang dibangun pemerintah itu.

2.2.2

Aspek Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan


Perilaku Kesehatan

Menurut G.M. Foster, (1973), aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan


seseorang antara lain adalah: 1) tradisi, 2) sikap fatalism, 3) nilai, 4)

11

ethnocentrism, 5) unsur budaya dipelajari pada tingkat awal dalam proses


sosialisasi.
a.
Pengaruh Tradisi terhadap Perilaku Kesehatan dan Status Kesehatan
Ada beberapa tradisi dalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif
terhadap kesehatan masyarakat. Misalnya di New Guinea, pernah terjadi wabah
penyakit kuru. Penyakit ini menyerang susunan saraf otak dan penyebabnya
adalah virus. Penderitanya hanya terbatas pada wanita dan anak-anak kecil.
Setelah dilakukan penelitian, ternyata penyakit ini menyebar luas karena adanya
tradisi kanibalisme, yaitu kebiasaan memenggal kepala orang, dan tubuh serta
kepala manusia yang dipenggal tersebut hanya dibagikan kepada wanita dan anakanak sehingga kasus epidemi penyakit kuru ini hanya terbatas pada wanita dan
anak-anak.
b.
Pengaruh Sikap Fatalistis terhadap Perilaku dan Status Kesehatan
Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan.
Beberapa anggota masyarakat di kalangan kelompok yang beragama Islam
percaya bahwa anak adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir,
sehingga masyarakat kurang berusaha untuk segera mencari pertolongan
pengobtaan bagi anaknya yang sakit, atau menyelamatkan seseorang dari
kematian.

Sebagai contoh dari penelitian proyek ASUH (Awal Sehat Untuk

Hidup Sehat) di Kabupaten Cianjur, ditemukan bahwa di kalangan ibu-ibu yang


beragama Islam percaya bahwa bayi yang mati akan menarik ibunya ke surge
sehingga ibu-ibu pasrah dan tidak mendorong mereka untuk segera mencari
pertolongan pengobatan bagi bayinya yang sakit (Hadi Pratomo, dkk, 2013). Hal
tersebut ditemukan juga di kalangan masyarakat yang beragama Islam di
Kalimantan Selatan.
Sikap fatalistis tersebut juga ditemukan pada masyarakat Islam di pedesaan
Mesir. Menurut Dr. Fawzy Gandala dari Mesir yang dikutip oleh Foster dalam
bukunya Traditional Societies and Technological Change (1973), menyatakan
bahwa masyarakat Mesir di pedesaan percaya bahwa kematian adalah kehendak
Allah, dan tidak seorang pun yang dapat memperpanjang kehidupan. Hal tersebut
dituliskan dalam Al-Quran yang menyatakan bahwa kemana saja kamu pergi,
kematian akan mencari kamu meskipun kamu berada dalam rumah yang
bangunannnya kuat. Sikap fatalistis tersebut sebagai salah stau penyebab
tingginya angka kematian bayi di negara itu. Hal lain yang disampaikan Zeinab

12

Shahin dan diutip oleh Foster, di Mesir terdapat pepatah yang mengungkapkan
sebagai beirkut: meskipun Anda lari secepat binatang buas tetapi Anda tidak akan
terhindar dari apa yang telah ditakdirkan Tuhan. (Foster, 1973).
c.
Pengaruh Sikap Ethnocentris terhadap Perilaku Kesehatan
Sikap ethnocentris adfalah sikap yang memandang kebudayaannya sendiri
yang paling baik jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Misalnya,
orang-orang Barat merasa bangga terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang
dimilikinya, dan selalu beranggapan bahwa kebudayaannya yang paling maju,
sehingga merasa superior terhadap budaya dari masyarakat yang sedang
berkembang. Tetapi di sisi lain, semua anggota dair budaya lainnya menganggap
bahwa apa yang dilakukan secara alamiah adalah yang terbaik. Contohnya, orang
Eskimo beranggapan bahwa orang Eropa dating ke negerinya untuk mempelajari
sesuatu yang baik dari bangsa Eskimo. Menurut pandangan kamu retalivists tidak
benar menilai budaya lain darti kacamata budaya sendiri, akrena kedua budaya
tersebut berbeda. Oleh karena itu, sebagai petugas kesehatan, kita harus
menghindari sikap yang menganggap bahwa petugas adalah orang yang paling
pandai, paling mengetahui tentang masalah kesehatan karena pendidikan petugas
lebih tinggi dari masyarakat setempat sehingga tidak perlu mengikutsertakan
masyarakat tersebut dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat. Dalam hal
ini, memang petugas lebih menguasai tentang masalah kesehatan, tetapi
masyarakat di amna mereka bekerja lebih mengetahui keadaan di masyarakatnya
sendiri.
d.
Pengaruh Perasaan Bangga pada Statusnya, terhadap Perilaku Kesehatan
Suatu perasaan bangga terhadap budayanya berlaku pada semua orang. Hal
tersebut berkaitan dengan sikap ethnocentris. Sebagai contoh, Merle S. Farland
menyampaikan pengalaman kerjanya di Taiwan dalam program kesehatan ibu dan
anak. Di Taiwan, extended family atau keluarga luas masih berpengaruh kuat
terhadap perilaku anggota keluarganya. Ia menemukan kasus seorang ibu muda
dicegah oleh wanita darij generasi yang lebih tua untuk memeriksakan
kehamilannya kepada bidan, meskipun ibu muda tersebut sudah termotivasi untuk
menggunakan pelayanan bidan (Foster, 1973). Hal tersebut terjadi juga di Jakarta.
Dalam pengalaman Prof. Dr. Sudarti Kresno, .K.M., M.A., melakukan upaya
perbaikan gizi di kecamatan Pasar Minggu tahun 1976, masalah yang ditemukan
adalah masyarakat petani di daerah tersebut menolak untuk makan daun singkong
13

(ketela pohon) meskipun mereka mengetahui dari petugas kesehatan bahwa


kandungan vitaminnya tinggi. Setelah dilakukan pertemuan dengan masyarakat,
baru diketahui bahwa masyarakat beraggapan daun singkong hanya pantas untuk
makanan kambing dan mereka menolaknya karena status mereka tidak dapat
disamakan dengan kambing. (Kresno, Sudarti: 1976).
e.
Pengaruh Norma terhadap Perilaku Kesehatan
Seperti halnya dengan rasa bangga terhadap statusnya, norma yang berlaku
di masyarakat sangat mempengaruhi perilaku kesehatan dari anggota masyarakat
yang mendukung norma tersebut. Sebagai contoh, upaya untuk menurunkan
angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan karena adanya norma
yang melarang hubungan antara dokter sebagai pemberi pelayanan dengan ibu
hamil sebagai pengguna pelayanan. Misalnya, di beberapa negara di Amerika
Latin dan negara-negara lainnya yang masyarakatnya beragama Islam, berlaku
norma untuk tidak diperbolehkannya seornag wanita berhubungan dengan lakilaki yang bukan muhrimnya. Norma tersebut berdampak pada perilaku wanita
yang tidak mau memeriksakan kandungannya kepada dokter laki-laki karena
bukan muhrimnya. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka pemeriksaan
kehamilan bisa dilakukan oleh dokter wanita. Meskipun demikian, hal tersebut
tidak memecahkan masalahnya terutama bagi masyarakat Micronesia di Pulau
Yap. Seorang wanita menolak dokter laki-laki untuk memeriksa genitalnya, tetapi
lebih menolak untuk diperiksa oleh dokter wanita karena wanita Yap memandang
wanita lain sebagai saingan yang sangat potensial dalam menarik perhatian lakilaki. Mereka percaya bahwa hal tersebut akan mengancam hilangnya perhatian
laki-laki terhadap mereka (Foster, 1973). Masalah tersebut juga terjadi pada
masyarakat yang beragama Islam di Indonesia pada awal program KB
diperkenalkan kepada masyarakat. Misalnya saja, penemuan Prof. Dr. Sudarti
Kresno, .K.M., M.A., di daerah Serpong sekitar tahun 1976, akseptor KB
menurun pada Puskesmas yang pelayanan KB-nya dipegan oleh dokter laki-laki.
f.
Pengaruh Nilai terhadap Perilaku Kesehatan
NIlai yang berlaku di dalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku
kesehatan. Nilai-nilai tersebut, ada yang menunjang dan ada yang merugikan
kesehatan. Beberapa nilai yang merugikan kesehatan misalnya adanya penilain
yang tinggi terhadap beras putih meskipun masyarakat mengathui bahwa beras
merah lebih banyak mengandung vitamin B1 jika dibandingkan dengan beras
14

putih. Masyarakat lebih memberikan nilai yang tinggi bagi beras putih, karena
mereka menilai beras putih lebih enak dan lebih bersih. Hal tersebut terjadi juga di
negara lain, misalnya kalangan petani Amerika Spanyol di lembah Rio Grande,
New Mexico. Departemen pertanian di Rio Grande mengintroduksikan jagung
hibrida kepada petani yang hasilnya 3 kali lipat jagung biasa. Pada awal sosialisasi
jagung tersebut, banyak petani yang menanam jagung tersebut, tetapi 4 tahun
kemudian, hamper semua petani kembali menanam jagung biasa, karena istri
mereka menolak memasak jagung hibrida sebab tidak menyukai warnanya dan
juga rasanya tidakm enak jika dibandingkan dengan jagung biasa. Mereka lebih
mementingkan kualitas jagung daripada kuantitas jagung. Contoh lain adalah,
masih banyaknya petugas kesehatan yang merokok meskipun mereka mengetahui
bagaimana bahaya merokok terhadap kesehatan. Mereka memberikan nilai tinggi
untuk peirlaku merokok karena rokok memberikan kenikmatan, sedangkan bahaya
merokok ridak dapat segera dirasakan.
g.
Pengaruh Unsur Budaya yang Dipelajari pada Tingkat Awal dari Proses
Sosialisasi terhadap Perilaku Kesehatan
Pada tingkatg awal proses sosialisasi, seorang anak diajarkan antara lain
bagaimana cara makan, bahan makanan apa yang dimakan, cara buang air kecil
dan besar, dan lain-lain. Kebiasaan tersebut terus dilakukan sampai anak tersebut
dewasa, dan bahkan menjadi tua. Kebiasaan tersebut sangat mempengaruhi
perilaku kesehatan dan sulit untuk diubah. Misalnya saja, manusia yang biasa
makan nasi sejak kecil, maka akan sulit untuk diubah kebiasaan makanannya
setelah dewasa. Oleh karena itu, upaya untuk menganjurkan kepada masyarakat
untuk makan makanan yang beranekaragam harus dimulai sejak kecil.
h.
Pengaruh Konsekuensi dari Inovasi terhadap Perilaku Kesehatan
Tidak ada perubahan yang terjadi dalam isolasi, atau dengan perkataan lain,
suatu perubahan akan menghasilkan perubahan yang kedua dan perubahan yang
ketiga. Apabila seorang pendidik kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku
kesehatan masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang
akan terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis faktor-faktor yang
terlibat/berpengaruh pada perubahan, dan berusaha untuk memprediksi tentang
apa yang akan terjadi dengan perubahan tersebut. Apabila ia tahu budaya
masyarakat setempat dan apabila ia tahu proses perubahan kebudayaan, maka ia
harus dapat mengantisipasi reaksi yang akan muncul yang akan mempengaruhi
15

outcome dalam perubahan yang telah direncanakan. Misalnya, masyarakat India di


pedesaan menggunakan kayu untuk memasak dan di dapur penuh dengan asap
yang mengakibatkan banyaknya ibu-ibu yang sakit ISPA dan skait mata, petugas
menyadari, keadaan tersebut akan membahayakan kesehatan penduduk sehingga
mereka menjual cerobong asap, meskipun demikian sangat kecil keberhasilannya.
Beberapa penyebab kegagala tersebut adalah karena di rumah penduduk banyak
semut putih yang merusak kayu dan semut itu mati jika terkena asap. Dengan
dibuatnya cerobong asap maka tidak ada lagi asap yang dapat mematikan semut
sehingga semut putih makin banyak dan meruska kayu rumahnya dan akibatnya
semakin banyak biaya yang dikeluarkan utnuk perbaikan rumahnya. Jadi, ide
tentang pemasangan cerobong asap tidak bisa diterima bukan karena tradisi
masyarakat yang kuat, bukan karena ketidakmengertian mereka tentang manfaat
cerobong asap, bukan juga karena biaya cerobong asap, tetapi karena kerugian
memasang cerobong asap lebih tinggi daripada keuntungannya (Foster, 1973).

2.3

Prinsip Prinsip Perubahan Perilaku Kesehatan


2.3.1

Teori-teori Perubahan Perilaku

a. Teori S-O-R:
Perubahan perilaku didasari oleh: Stimulus Organisme Respons.

Perubahan perilaku terjadi dgn cara meningkatkan atau memperbanyak


rangsangan (stimulus).

Oleh sebab itu perubahan perilaku terjadi melalui proses pembelajaran


(learning process).

Materi pembelajaran adalah stimulus.

Proses perubahan perilaku menurut teori S-O-R.:


a. Adanya stimulus (rangsangan): Diterima atau ditolak
b. Apabila diterima (adanya perhatian) mengerti (memahami) stimulus.

16

c. Subyek (organisme) mengolah stimulus, dan hasilnya:

Kesediaan untuk bertindak terhadap stimulus (attitude)

Bertindak (berperilaku) apabila ada dukungan fasilitas (practice)

b. Teori Dissonance : Festinger


Perilaku seseorang pada saat tertentu karena adanya keseimbangan antara
sebab atau alasan dan akibat atau keputusan yang diambil (conssonance). Apabila
terjadi stimulus dari luar yang lebih kuat, maka dalam diri orang tersebut akan
terjadi ketidak seimbangan (dissonance).
Kalau akhirnya stilmulus tersebut direspons positif

(menerimanya dan

melakukannya) maka berarti terjadi perilaku baru (hasil perubahan), dan akhirnya
kembali terjadi keseimbangan lagi (conssonance).
Rumus perubahan perilaku menurut Festinger:
Terjadinya perubahan perilaku karena adanya perbedaan elemen kognitif yang
seimbang dengan elemen tidak seimbang.
Contoh: Seorang ibu hamil memeriksakan kehamilannya terjadi karena ketidak
seimbangan antara keuntungan dan kerugian stimulus (anjuran periksa hamil).
c. Teori fungsi: Katz

Perubahan perilaku terjadi karena adanya kebutuhan. Oleh sebab itu


stimulus atau obyek perilaku harus sesuai dengan kebutuhan orang
(subyek).

Prinsip teori fungsi:

Perilaku merupakan fungsi instrumental (memenuhi kebutuhan


subyek).

Perilaku merupakan pertahanan diri dalam menghadapi lingkungan


(bila hujan, panas).

17


Perilaku sebagai penerima obyek dan pemberi arti obyek (respons
terhadap gejala sosial).

Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dalam menjawab situasi


(marah, senang).
d. Teori Driving forces: Kurt Lewin

Perilaku adalah merupakan keseimbangan antara kekuatan


pendorong (driving forces) dan kekuatan penahan (restraining
forces).

Perubahan perilaku terjadi apabila ada ketidak seimbangan antara


kedua kekuatan tersebut.

Kemungkinan terjadinya perubahan perubahan perilaku:


o

Kekuatan pendorong meningkat, kekuatanpenahan tetap.

Kekuatan pendorong tetap, kekuatan penahan menurun.

Kekuatan

pendorong

meningkat,

kekuatan

penahan

menurun.
e. Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)
Health belief Model didasarkan atas 3 faktor esensial ;

Kesiapan

individu

intuk

merubah

perilaku

dalam

rangka

menghindari suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.

Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya


merubah perilaku.

Perilaku itu sendiri.

Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
kepribadian dan lingkungan individu, sertpengalaman berhubungan dengan sarana
& petugas kesehatan.

18

Health Belief Model menurut Becker (1979) ditentukan oleh :


Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan
Menganggap serius masalah
Yakin terhadap efektivitas pengobatan
Tidak mahal
Menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan

f. Model Komunikasi

Persuasi

Dasar nya dalah pesan yang komunikatif melalui beberapa pendekatan pendekatan, yakni :
Pendekatan tradisional : sumber, pesan, penerima.
Pendekatan teori kognitif stimulus menghasilkan respon kognitif
yang terdiri dari hal yang penting dan relevan. Stimulus juga di pengaruhi
oleh argumnetasi(pendapat). Sehingga menghasilkan perubahan perilaku.
Pendekatan belajar pesan : perhatian, pemahaman, penerimaan, dan
retensi.

2.3.2

Bentuk bentuk Perubahan Perilaku

a) Perubahan alamiah (natural change): Perubahan perilaku karena terjadi


perubahan alam (lingkungan) secara alamiah
b) Perubahan terencana (planned change): Perubahan perilaku karena
memang direncanakan oleh yang bersangkutan

19

c) Kesiapan berubah (Readiness to change): Perubahan perilaku karena


terjadinya proses internal (readiness) pada diri yang bersangkutan, dimana
proses internal ini berbeda pada setiap individu.

2.3.3

Pendekatan yang Mengubah Perilaku

a) Informasi
b) Pemasaran
c) Insentif
d) Restriksi (memberikan pembatasan untuk mencegah perilaku tertentu)
e) Indoktrinasi (Memberikan paksaan untuk perilaku tertentu)
f) Peraturan.

2.3.4

Strategi Perubahan Perilaku

a) Inforcement (Paksaan):

Perubahan

perilaku

dilakukan

dengan

paksaan,

dan

atau

menggunakan peraturan atau perundangan.

Menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, tetapi untuk


sementara (tidak langgeng)

b) Persuasi
Dapat dilakukan dengan persuasi melalui pesan, diskusi dan argumentasi. Melalui
pesan seperti jangan makan babi karna bisa menimbulkan penyakit H1N1.
Melalui diskusi seperti diskusi tentang abortus yang membahayakan jika
digunakan untuk alasan yang tidak baik.
c) Fasilitasi

20

Strategi ini dengan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung. Dengan
penyediaan

sarana

dan

prasarana

ini

akan

meningkatkan

Knowledge

(pengetahuan). Untuk melakukan strategi ini mmeerlukan beberapa proses yakni


kesediaan, identifikasi dan internalisasi.
Ketika ada rangsangan yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan keyakinan akan
menimbulkan aksi dan kemudian hal itu menjadikan perbahan perilaku.
d) Education :
Perubahan perilaku dilakukan melalui proses pembelajaran, mulai dari pemberian
informasi atau penyuluhan - penyuluhan. Menghasilkan perubahan perilaku yang
langgeng, tetapi makan waktu lama.

2.3.5

Tahap Perubahan Perilaku Model Transteoritikal

Terdapat 6 tahapan perubahan :


a. Prekontemplasi
Pada tahap ini klien belum menyadari adanya permasalahan ataupun kebutuhan
untuk melakukan perubahan. Oleh karena itu memerlukan informasi dan umpan
balik untuk menimbulkan kesadaran akan adanya masalah dan kemungkinan
untuk berubah. Nasehat mengenai sesuatu hal/informasi tidak akan berhasil bila
dilakukan pada tahap ini.
b. Kontemplasi
Sudah timbul kesadaran akan adanya masalah. Namun masih dalam tahap keragu
- raguan. Menimbang - nimbang antara alasan untuk berubah ataupun tidak.
Konselor mendiskusikan keuntungan dan kerugian apabila menerapkan informasi
yang diberikan.
c. Preparasi (Jendela kesempatan untuk melangkah maju atau kembali ke
tahap kontemplasi).
d. Aksi (Tindakan)
21

Klien mulai melakukan perubahan. Goalnya adalah dihasilkannya perubahan


perilaku sesuai masalah.
e. Pemeliharaan
Pemeliharaan perubahan perilaku yang telah dicapai perlu dilakukan untuk
terjadinya pencegahan kekambuhan.
f. Relaps
Saat terjadi kekambuhan, proses perubahan perlu diawali kembali. Tahapan ini
bertujuan untuk kembalinya upaya aksi.
2.3.6

Perubahan Perilaku Kesehatan


Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan

dan perubahan perilaku. Beberapa teori mengenai perubahan perilaku adalah


sebagai berikut ini :
1.

Teori stimulus- organisme


Berdasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku
tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organisme.

Kualitas

dari

sumber

komunikasi

seperti

kredibilitas,

kepemimpinan, gaya bicara, sangat menetukan keberhasilan perubahan


perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat. Hosland, et al (1953)
mengatakan bahwa perubahan perilaku pada hakekatnya adalah sama
2.

dengan proses belajar.


Teori Festinger (Dissonance Theory) tahun 1957
Teori ini merupakan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh
ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali.
Ketidakseimbangan (Dissonance)terjadi karena dalam diri individu terdapat
dua elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud elemen

3.

kognisi adalah pengetahuan, pendapat atau keyakinan.


Teori fungsi
Berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu tergantung
kepada keutuhan. Berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan
perubahan perilaku seseorang adalah apabila stimulus tersebut dapat
dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut.
22

Katz (1960) mengatakan bahwa perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan


individu yang bersangkutan. Asumsinya bahwa :
a. Perilaku memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan
memberikan pelayanan terhadap kebutuhan misalnya membuat jamban
bila jamban tersebut benar- benar sudah menjadi kebutuhan.
b. Perilaku berfungsi sebagai defence mecanicm/ pertahanan diri dalam
menghadapi lingkungannya.
c. Perilaku berfungsi sebagai penerima obyek dan pemberi arti.
Seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam
menjawab suatu situasi. Merupakan konsep diri dan pencerminan dari
4.
5.

hati snubari. Misalnya orang sedang marah, senang, gusar.


Teori Kurt Lewin (1970)
Perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatankekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan penahan (restining
force). Tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang
yakni :
a. Kekuatan pendorong meningkat.
Mesalnya seseorang belum ikut KB dapat berubah perilaku untuk
b.

mengikuti KB karena penyuluhan tentang KB.


Kekuatan penahan menurun
Misalnya dengan pemberian pengertian kepada orang tersebut bahwa
banyak anak banyak rezeki adalah kepercayaan yang salah, maka

c.

pendapat tersebut akan melemah.


Kekuatan pendorong meningkat kekuatan penahan menurun.

23

BAB III PENUTUP


3.1

Kesimpulan
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap

stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, system
pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Menurut Becker
(1979) seperti dikutip Notoadmodjo (2003), perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan dapat diklasifikasikan perilaku hidup sehat, perilaku sakit, dan perilaku
peran sakit. Perilaku pada dasarnya dibentuk dan dikembangkan oleh tiga cabang
ilmu, yaitu psikologis, sosiologi, dan antropologi. Seperti telah dibahas
sebelumnya, perilaku terbentuk dari dua faktor utama, yaitu faktor eksternal
(berupa stimulus) dan faktor internal (berupa respons).
Ada beberapa aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan, antara
lain adalah: 1) umur, 2) jenis kelamin, 3) pekerjaan, 4) sosial ekonomi. Menurut
H. Ray Elling (1970), ada beberapa faktor sosial yang berpengaruh pada perilaku
kesehatan, antara lain: 1) self concept, dan 2) image kelompok. Perilaku Kesehatan
Menurut G.M. Foster, (1973), aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan
seseorang antara lain adalah: 1) tradisi, 2) sikap fatalism, 3) nilai, 4)
ethnocentrism, 5) unsur budaya dipelajari pada tingkat awal dalam proses
sosialisasi.
Prinsip Prinsip Perubahan Perilaku Kesehatan terdapat teori- teori
perubahan perilaku, yaitu Teori S-O-R, Teori Dissonance, Teori fungsi: Katz,
Teori Driving forces: Kurt Lewin. Bentuk bentuk Perubahan Perilaku,
perubahan alamiah (natural change), perubahan terencana (planned change),
kesiapan berubah (Readiness to change). Pendekatan yang Mengubah Perilaku,
terdapat, informasi, pemasaran, insentif, restriksi, dan peraturan.
Pendekatan yang mengubah perilaku Informasi, pemasaran, insentif,
estriksi (memberikan pembatasan untuk mencegah perilaku tertentu), indoktrinasi
(Memberikan paksaan untuk perilaku tertentu), dan peraturan. Strategi perubahan
perilaku Inforcement (Paksaan), Persuasi, Fasilitasi, dan Education. Tahap
Perubahan Perilaku Model Transteoritikal, yaitu prekontemplasi, kontemplasi,
preparasi, aksi (tindakan), pemeliharaan, dan relaps.

Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan


dan perubahan perilaku. Beberapa teori mengenai perubahan perilaku adalah
sebagai berikut ini : Teori stimulus- organisme, Teori Festinger (Dissonance
Theory), Teori Fungsi, Teori Kurt Lewin (1970), dan Perilaku Manusia.

3.2

Saran

Anda mungkin juga menyukai