Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks, terdiri dari

empat fase yaitu fase vaskular, fase trombosit, fase plasma dan fase fibrinolisis.
Bila salah satu dari keempat proses ini terganggu, maka akan timbul gangguan
pada proses hemostasis yang manifestasi klinisnya adalah perdarahan.1
Gangguan pada proses pembekuan darah, dapat berupa kelainan yang
diturunkan secara genetik atau kelainan yang didapat. Gangguan pembekuan yang
didapat biasanya disebabkan oleh adanya gangguan faktor koagulasi karena
kekurangan faktor pembekuan yang tergantung vitamin K, penyakit hati,
percepatan penghancuran faktor koagulasi dan inhibitor koagulasi. Salah satu
diantaranya adalah defisiensi kompleks protrombin yaitu kekurangan faktor-faktor
koagulasi faktor II, VII, IX dan X.1,2
The American Academy of Pediatrics (AAP) pada tahun 1961 memberi
batasan pada Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) sebagai suatu penyakit
perdarahan yang terjadi pada hari-hari pertama kehidupan yang disebabkan oleh
kekurangan vitamin K dan ditandai oleh kekurangan protrombin, prokonvertin
dan mungkin juga faktor-faktor lain. Batasan awal berubah menjadi Vitamin K
Deficiency Bleeding (VKDB)/ atau perdarahan akibat defisiensi vitamin K
(PDVK). 2
Angka kejadian HDN pada bayi yang tidak mendapat vitamin K
profilaksis diberbagai Negara dilaporkan berbeda-beda. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kejadian HDN lebih sering didapatkan pada bayi-bayi yang
mendapat air susu ibu (ASI) dibandingkan dengan yang mendapat susu formula.
Angka kejadian HDN berkisar antara 1 tiap 200 sampai tiap 400 kelahiran pada
bayi-bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis. 2
Survey di Jepang menemukan kasus ini pada 1:4.500 bayi, 81%
diantaranya ditemukan komplikasi perdarahan intrakranial. Angka kejadian ini
juga menurun setelah diperkenalkannya pemberian profilaksis vitamin K pada
semua bayi baru lahir. 2

Di Thailand angka kesakitan bayi karena perdarahan akibat defisiensi


vitamin K1 berkisar 1:1.200 sampai 1:1.400 kelahiran hidup. Angka tersebut dapat
turun menjadi 10:100.000 kelahiran hidup dengan pemberian profilaksis vitamin
K pada bayi baru lahir. Data PDVK secara nasional di Indonesia belum tersedia. 2
1.2

Tujuan Penulisan
1.

Menjelaskan pengertian dari APCD

2.

Untuk mengetahui penyebab APCD

3.

Menjelaskan Proses terjadinya APCD

4.

Dapat menjelaskan Pemeriksaan diagnostik untuk APCD

5.

Dapat mengetahui penatalaksanaan secara medis untuk APCD

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Acquaired Prothrombin Complex Deficiency adalah penyakit gangguan

perdarahan pada infants atau bayi yang disebabkan oleh kekurangan (defisiensi)
vitamin K dalam tubuh. APCD merupakan penyakit kecenderungan terjadinya
perdarahan akibat gangguan proses koagulasi yang disebabkan oleh kekurangan
vitamin K atau dikenal dengan Late Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB).1
2.2

Etiologi
Secara umum gangguan pembekuan darah masa anak disebabkan oleh

beberapa keadaan seperti pada tabel 1.


Tabel 1. Etiologi gangguan pembekuan darah masa anak2
1. Kekurangan faktor pembekuan darah yang tergantung vitamin K
2. Penyakit hati
3. Percepatan penghancuran faktor koagulasi
a. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
b. Fibrinolisis (penyakit hati, agen trombolitik, pasca pembedahan)
4. Inhibitor terhadap faktor koagulasi
a. Inhibitor spesifik
b. Antibodi antifosfolipid
c. Lain-lain : antitrombin, paraproteinemia
5. Lain-lain
a. Setelah transfusi masif
b. Setelah mendapatkan sirkulasi ekstrakorporal
c. Penyakit jantung bawaan, amiloidosis, sindroma nefrotik
2.3

Epidemiologi
Angka kejadian VKDB berkisar antara 1:200 sampai 1:400 kelahiran bayi

yang tidak mendapat vitamin K profilaksis. Di Amerika Serikat, frekuensi VKDB


dilaporkan bervariasi antara 0,25-1,5% pada tahun 1961, dan menurun menjadi 00,44% pada 10 tahun terakhir dengan adanya program pemberian profilaksis
vitamin K. Di Jepang, insidens VKDB mencapai 20 25 per 100.000 kelahiran.
Danielsson pada tahun 2004 melaporkan bahwa insidens VKDB di Hanoi Vietnam
sangat tinggi, sebesar 116 per 100.000 kelahiran. Angka kematian akibat VKDB
di Asia mencapai 1:1200 sampai 1:1400 kelahiran. Angka kejadian tersebut
ditemukan lebih tinggi, mencapai 1:500 kelahiran, di daerah-daerah yang tidak
memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru lahir.3
Di Indonesia, data mengenai VKDB secara nasional belum tersedia.
Hingga tahun 2004 didapatkan 21 kasus di RSCM Jakarta, 6 kasus di RS Dr
Sardjito Yogyakarta dan 8 kasus di RSU Dr Soetomo Surabaya.
2.4

Faktor Resiko
Faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya VKDB antara lain obat-

obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu selama


kehamilan,

seperti

antikonvulsan

(karbamasepin,

fenitoin,

fenobarbital),

antibiotika (sefalosporin), antituberkulosis (INH, rifampicin) dan antikoagulan


(warfarin). Faktor resiko lain adalah kurangnya sintesis vitamin K oleh bakteri
usus karena pemakaian antibiotika berlebihan, gangguan fungsi hati (koletasis),
kurangnya asupan vitamin K pada bayi yang mendapatkan ASI ekslusif, serta
malabsorbsi vitamin K akibat kelainan usus maupun akibat diare.2,4
2.5

Klasifikasi
Meskipun terdapat beberapa kontroversi mengenai rentang waktu antara

kelahiran sampai terjadinya perdarahan awal, vitamin K deficiency bleeding


diklasifikasi menjadi tiga periode waktu setelah kelahiran, antara lain4:
1. Vitamin K deficiency bleeding dini
2. Vitamin K deficiency bleeding klasik
3. Vitamin K deficiency bleeding lambat (Acquaired prothrombin complex
deficiency)

1.Vitamin K deficiency bleeding dini


Awal-awal perdarahan biasanya terjadi selama 24 jam pertama setelah
lahir.

Hal ini terlihat pada bayi yang lahir dari ibu yang mengkonsumsi

antikonvulsan atau obat antituberkulosis. Komplikasi perdarahan yang serius


dapat terjadi dalam jenis perdarahan. Mekanisme obat antikonvulsan dan
antituberkulosis bisa menyebabkan perdarahan akibat kekurangan vitamin K pada
neonatus tidak dimengerti dengan jelas, tetapi penelitian yang terbatas
menunjukkan bahwa perdarahan tersebut adalah hasil dari defisiensi vitamin K
dan dapat dicegah dengan pemberian vitamin K kepada ibu selama 2-4 minggu
terakhir kehamilan. Suplemen vitamin K diberikan setelah kelahiran untuk onset
dini perdarahan akibat kekurangan vitamin K mungkin terlalu terlambat untuk
mencegah penyakit ini, terutama jika suplementasi vitamin K tidak disediakan
selama kehamilan. 4

2. Vitamin K deficiency bleeding klasik


Perdarahan akibat kekurangan vitamin K klasik biasanya terjadi setelah
24 jam dan hingga akhir minggu pertama kehidupan. Perdarahan akibat
kekurangan vitamin K klasik diamati pada bayi yang belum menerima vitamin K
profilaksis saat lahir. Insiden klasik berkisar defisiensi vitamin K perdarahan
0,25-1,7 kasus per 100 kelahiran. Biasanya penyakit ini terjadi dari hari kedua
kehidupan sampai akhir minggu pertama, namun dapat terjadi selama bulan
pertama dan kadang-kadang tumpang tindih dengan akhir-onset perdarahan
kekurangan vitamin K. Bayi yang memiliki Vitamin K deficiency bleeding klasik
sering sakit, menunda makan, atau keduanya. Perdarahan biasanya terjadi pada
umbilikus, GI saluran (yaitu melena), hidung, kasus bedah (misalnya sunat), dan
jarang di otak. 4

3. Vitamin K deficiency bleeding lambat (Acquaired prothrombin complex


deficiency)
Hal ini biasanya terjadi antara usia 2-12 minggu, namun akhir-onset
perdarahan akibat kekurangan vitamin K ini dapat dilihat selama 6 bulan setelah

kelahiran. Penyakit ini paling sering terjadi pada bayi yang disusui yang tidak
menerima vitamin K profilaksis saat lahir. Vitamin K konten rendah dalam ASI
matang dan berkisar dari 1-4 mcg / L. Lebih dari setengah dari bayi hadir dengan
perdarahan intrakranial akut.4

Tabel 2. Perdarahan akibat defisiensi vitamin K pada anak


VKDB dini

VKDB klasik

VKDB lambat
(APCD)
2 minggu 6
bulan (terutama
2-8 minggu)
-Intake Vit K
inadekuat
-Kadar vit K
rendah pada ASI
-Tidak dapat
profilaksis vit K

Umur

< 24 jam

1-7 hari (terbanyak 3-5


hari)

Penyebab &
Faktor resiko

Obat yang
diminum
selama
kehamilan

-Pemberian makanan
terlambat
-Intake Vit K inadekuat
-Kadar vit K rendah
pada ASI
-Tidak dapat profilaksis
vit K

Frekuensi

<5% pada
kelompok
resiko tinggi

0,01-1%
(tergantung pola makan
bayi)

4-10 per 100.000


kelahiran
(terutama di Asia
Tenggara)

Lokasi
perdarahan

Sefalhematom,
umbilikus,
intrakranial,
GIT,
intratorakal

GIT, umbilikus, hidung,


tempat suntikan, bekas
sirkumsisi, intrakranial

Intrakranial (3060%), kulit,


hidung, GIT,
tempat suntikan,
umbilikus, UGT,
intratorakal

Pencegahan

-penghentian /
penggantian
obat penyebab

-Vit K profilaksis (oral /


im)
- asupan vit K yang
adekuat

Vit K profilaksis
(im)
- asupan vit K
yang adekuat

2.6

Secondary PC
deficiency
Segala usia
-obstruksi
bilier
-penyakit hati
-malabsorbsi
-intake kurang
(nutrisi
parenteral)

Patofisiologi dan Patogenesis

2.6.1 Proses Koagulasi


Proses koagulasi atau kaskade pembekuan darah terdiri dari jalur intrinsik
dan jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik dimulai saat darah mengenai permukaan sel
endotelial, sedangkan jalur ekstrinsik dimulai dengan pelepasan tissue factor
(Faktor III) pada tempat terjadinya luka.2,6

Jalur pembekuan darah intrinsik memerlukan faktor VIII, IX, X, XI dan


XII, dibantu dengan protein prekalikrein, high-molecular weight kininogen
(HMWK), ion kalsium dan fosfolipid dari trombosit. Jalur ini dimulai ketika
prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII bersentuhan dengan permukaan sel
endotelial, yang disebut dengan fase kontak. Adanya fase kontak ini menyebabkan
konversi dari prekalikrein menjadi kalikrein, yang kemudian mengaktifkan faktor
XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa memacu proses pembekuan melalui aktivasi
faktor XI, IX, X dan II (protrombin) secara berurutan (Gambar 1).2
Aktifasi faktor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari
ion Ca, faktor VIIIa, IXa dan X, yang terdapat pada permukaan sel trombosit.
Faktor VIIIa pada proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa
dan X. Aktifasi faktor VIII menjadi faktor VIIIa dipicu oleh terbentuknya trombin,
akan tetapi makin tinggi kadar trombin, malah akan memecah faktor VIIIa
menjadi bentuk inaktif.2,6,7
Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan
tissue factor (TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan
sel, adanya kontak dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF
akan berikatan dengan faktor VIIa akan mempercepat aktifasi faktor X menjadi
faktor Xa sama seperti proses pada jalur intrinsik. Aktifasi faktor VII terjadi
melalui kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan TF ternyata juga
mampu mengaktifkan faktor IX, sehingga membentuk hubungan antara jalur
ekstrinsik dan intrinsik.2

Gambar 1. Kaskade pembekuan darah.2


Selanjutnya faktor Xa akan mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi
trombin (faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer
dengan bantuan kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit,
ion Ca, faktor V dan Xa. Faktor V merupakan kofaktor dalam pembentukan
kompleks protrombinase. Seperti faktor VIII, faktor V teraktivasi menjadi faktor
Va dipivu oleh adanya trombin. Selain itu trombin juga mengubah faktor XIII
menjadi faktor XIIIa yang akan membantu pembentukan cross-linked fibrin
polymer yang lebih kuat.2
2.6.2 Perkembangan Hemostasis Selama Masa Anak
Sistem koagulasi pada neonatus masih imatur sehingga pada saat lahir
kadar protein koagulasi lebih rendah. Kadar dari sistem prokoagulasi seperti
protein prekalikrein, HMWK, faktor V, XI dan XII serta faktor koagulasi yang
tergantung vitamin K (II, VII, IX, X) pada bayi cukup bulan lebih rendah 15
20% dibandingkan dewasa dan lebih rendah lagi pada bayi kurang bulan. Kadar
inhibitor koagulasi seperti antitrombin, protein C dan S juga lebih rendah 50%
dari normal. Sedangkan kadar factor VIII, faktor von Willebrand dan fibrinogen
setara dengan dewasa.3,8
Kadar protein prokoagulasi ini secara bertahap akan meningkat dan dapat

mencapai kadar yang sama dengan dewasa pada usia 6 bulan. Kadar faktor
koagulasi yang tergantung vitamin K berangsur kembali ke normal pada usia 7-10
hari. Cadangan vitamin K pada bayi baru lahir rendah mungkin disebabkan oleh
kurangnya vitamin K ibu serta tidak adanya cadangan flora normal usus yang
mampu mensintesis vitamin K.3
Selain itu kadar inhibitor koagulasi juga meningkat dalam 3 6 bulan
pertama kehidupan kecuali protein C yang masih rendah sampai usia belasan
tahun.2 Meskipun kadar beberapa protein koagulasi lebih rendah, pemeriksaan
prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT) tidak
jauh berbeda dibandingkan dengan anak dan dewasa. Namun didapatkan
pemanjangan pemeriksaan bleeding time terutama pada usia < 10 tahun, sehingga
interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium harus dilakukan secara hati-hati.4,8
2.6.3 Defisiensi Vitamin K
Vitamin K merupakan salah satu vitamin larut dalam lemak, yang
diperlukan dalam sintesis protein tergantung vitamin K (Vitamin K dependent
protein ) atau GIa. Vitamin K diperlukan sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX
dan X (kompleks protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai
antikoagulan (menghambat proses pembekuan). Molekul-molekul faktor II, VII,
IX dan X pertama kali disintesis dalam sel hati dan disimpan dalam bentuk
prekursor tidak aktif. Vitamin K diperlukan untuk konversi prekursor tidak aktif
menjadi faktor pembekuan yang aktif.3
Kekurangan vitamin K dapat menimbulkan gangguan dari proses
koagulasi sehingga menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan atau
dikenal dengan Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB).2
Gambar 2 menunjukkan terjadinya fase karbosilaksi dalam siklus
metabolisme vitamin K. Pada kondisi defisiensi vitamin K, rantai polipeptida dari
faktor koagulasi tergantung vitamin K tetap terbentuk normal, namun fase
karboksilasi (proses gamma karboksilasi dari amino terminal glutamic acid) tidak
terjadi. Sehingga bentuk akarboksi dari faktor II, VII, IX dan X tidak mampu
berikatan dengan ion kalsium dan tidak dapat berubah menjadi bentuk aktif yang
diperlukan dalam proses koagulasi.2

Gambar 2. Siklus vitamin K dan reaksi karboksilasi.


Kadar vitamin K pada ASI < 5 mg/ml, jauh lebih rendah dibandingkan
dengan susu formula yaitu sekitar 50 - 60 mg/ml. Selain itu pada usus bayi yang
mendapat susu formula, mengandung bakteri bacteriodes fragilis yang mampu
memproduksi vitamin K. Sedangkan pada bayi dengan ASI eksklusif, ususnya
mengandung bakteri Lactobacillus yang tidak dapat memproduksi vitamin K.
2.7

Diagnosis
Pendekatan diagnosis VKDB melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan

laboratorium. Anamnesis dilakukan untuk mencari informasi tentang onset


perdarahan, lokasi perdarahan, pola pemberian makanan, serta riwayat pemberian
obat-obatan pada ibu selama kehamilan. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk
melihat keadaan umum bayi dan lokasi perdarahan pada tempat-tempat tertentu
seperti GIT, umbilikus, hidung, bekas sirkumsisi dan lain sebagainya.2
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan penurunan aktifitas faktor II, VII,
IX, dan X sedangkan faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia. Terdapat
pemanjangan waktu

pembekuan,

Prothrombin

Time

(PT)

dan

Partial

Thromboplastin Time (PTT), sedangkan Thrombin Time (TT) dan masa perdarahan
normal. Pemeriksaan lain seperti USG, CT Scan atau MRI dapat dilakukan untuk
melihat lokasi perdarahan misalnya jika dicurigai adanya perdarahan intrakranial.
10

Selain itu respon yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat diagnosis
VKDB.2,3,8
VKDB harus dibedakan dengan gangguan hemostasis lain baik yang
didapat maupun yang bersifat kongenital. Diantaranya gangguan fungsi hati juga
dapat menyebabkan gangguan sintesis faktor-faktor pembekuan darah, sehingga
memberikan manifestasi klinis perdarahan. Tabel dibawah memperlihatkan
gambaran laboratorium kedua kelainan tersebut.2
Tabel 3. Gambaran laboratorium VKDB dan penyakit hati
Komponen

VKDB

Penyakit Hati

Morfologi eritrosit

Normal

Sel target

PTT

Memanjang

Memanjang

PT

Memanjang

Memanjang

Fibrin Degradation Product (FDP)

Normal

Normal/naik sedikit

Trombosit

Normal

Normal

Faktor koagulasi yang menurun

II,VII,IX,X

I,II,V,VII,IX,X

2.8

Diagnosis Banding
Pada kasus APCD ini, terdapat beberapa diagnosis banding antara lain

seperti

cryoglobulinemia,

coagulation,

defisisensi

sindrom

cushing,

faktor

disseminated

IX/V/VII/VIII/XI/XIII,

intravascular
thrombotic

thrombocytopenia purpura. 8
2.9

Pencegahan dan Penatalaksanaan


Penatalaksanaan VKDB terdiri dari penatalaksanaan untuk pencegahan

dan penatalaksaan untuk mengobati kelainan ini.

2.9.1 Pencegahan VKDB


Dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K Profilaksis. Ada tiga bentuk
vitamin K, yaitu :
1. Vitamin K1 (phylloquinone), terdapat dalam sayuran hijau
2. Vitamin K2 (menaquinone), disintesis oleh flora usus normal
3. Vitamin K3 (menadione), vitamin K sintetis yang sekarang jarang diberikan
11

karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik.2,


Pemberian vitamin K per oral sama efektifnya dibandingkan pemberian
intramuskular dalam mencegah terjadinya VKDB klasik, namun tidak efektif
dalam mencegah timbulnya VKDB lambat. 2 Amerika Serikat merekomendasikan
penggunaan phytonadione, suatu sintesis analog vitamin K1 yang larut dalam
lemak, diberikan secara i.m.9
Thailand sejak tahun 1988 merekomendasikan pemberian vitamin K 2 mg
per oral untuk bayi normal dan 0,5 1 mg i.m untuk bayi prematur atau tidak
sehat. Ternyata mampu menurunkan angka kejadian VKDB dari 30 70 menjadi
4 7 per 100.000 kelahiran. Sejak tahun 1999 Vitamin K 1 mg i.m harus
diberikan pada semua bayi baru lahir dan diberikan bersama imunisasi rutin.5
Kanada sejak tahun 1997 merekomendasikan pemberian vitamin K1
intramuskular 0.5mg (untuk bayi< 1500g) dan 1 mg (untuk bayi > 1500g)
diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir. Untuk orang tua yang menolak
pemberian secara i.m., vitamin K1 diberikan per oral dengan dosis 2mg segera
setelah minum diulang pada usia 2-4 minggu dan 6-8 minggu. AAP pada tahun
2003 merekomendasikan pemberian vitamin K pada semua bayi baru lahir dengan
dosis tunggal 0.5mg-1mgi.m. deparemen kesehatanRI pada tahun 2003
mengajukan rekomendasi untuk pemberian vitamin K1 pada semua bayi baru lahir
dengan dosis 1mg i.m (dosis tunggal) atau secara per oral 3 kali @ 2 mg pada
waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari dan umur 1-2 tahun.10
Untuk ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan harus
mendapat profilaksis vitamin K1 5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg i.m
pada 24 jam sebelum melahirkan. Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg i.m
dan diulang 24 jam kemudian.2
Meskipun ada penelitian yang melaporkan hubungan antara pemberian
vitamin K i.m dengan meningkatnya angka kejadian kanker pada anak, namun
penelitian terbaru yang dilakukan oleh McKinney pada tahun 1998 tidak
membuktikan adanya peningkatan resiko terjadinya kanker pada anak yang
mendapatkan profilaksis vitamin K i.m.1
2.9.2 Pengobatan Defisiensi Vitamin K
Bayi yang dicurigai mengalami VKDB harus segera mendapat pengobatan

12

vitamin K1 dengan dosis 1 2 mg/hari selama 1 3 hari. 2,11 Vitamin K1 tidak


boleh diberikan secara intramuskular karena akan membentuk hematoma yang
besar, sebaiknya pemberian dilakukan secara subkutan karena absorbsinya cepat.
Pemberian secara intravena harus dipertimbangkan dengan seksama karena dapat
memberikan reaksi anafilaksis, meskipun jarang terjadi.2
Selain itu pemberian fresh frozen plasma (FFP) dapat dipertimbangkan
pada bayi dengan perdarahan yang luas dengan dosis 10 15 ml/kg, mampu
meningkatkan kadar faktor koagulasi tergantung vitamin K sampai 0,1 0,2
unit/ml.6,11,12,22 Respon pengobatan diharapkan terjadi dalam waktu 4 6 jam,
ditandai dengan berhentinya perdarahan dan pemeriksaan faal hemostasis yang
membaik. Pada bayi cukup bulan, jika tidak didapatkan perbaikan dalam 24 jam
maka harus dipikirkan kelainan yang lain misalnya penyakit hati.2
2.10

Prognosis
Prognosis VKDB ringan pada umumnya baik, setelah mendapat vitamin

K1 akan membaik dalam waktu 24 jam. 9 Angka kematian pada VKDB dengan
manifestasi perdarahan berat seperti intrakranial, intratorakal dan intraabdominal
sangat tinggi. Pada perdarahan intrakranial angka kematian dapat mencapai 25%
dan kecacatan permanen mencapai 50 65%.2,8

BAB III
KESIMPULAN

13

Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks, terdiri dari


empat fase yaitu fase vaskular (terjadi reaksi lokal pembuluh darah), fase
trombosit (timbul aktifitas trombosit), fase plasma (terjadi interaksi beberapa
faktor koagulasi spesifik yang beredar di dalam darah) dan fase fibrinolisis (proses
lisis bekuan darah). Acquaired Prothrombin Complex Deiciency adalah suatu
gangguan perdarahan serius pada periode infantri awalyang pertama kali
dijelaskan pada tahun 1966.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya VKDB antara lain obatobatan yang mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu selama
kehamilan, seperti antikonvulsan. Proses koagulasi atau kaskade pembekuan
darah terdiri dari jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik dimulai saat
darah mengenai permukaan sel endotelial, sedangkan jalur ekstrinsik dimulai
dengan pelepasan tissue factor (Faktor III) pada tempat terjadinya luka.
Pendekatan diagnosis VKDB melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Anamnesis dilakukan untuk mencari informasi tentang onset
perdarahan, lokasi perdarahan, pola pemberian makanan, serta riwayat pemberian
obat-obatan pada ibu selama kehamilan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan
penurunan aktifitas faktor II, VII, IX, dan X sedangkan faktor koagulasi lain
normal sesuai dengan usia.

DAFTAR PUSTAKA

14

1. Pansatiankul, B., Jitapunkul, S. 2008. Risk factors of Acquaired


Prothrombin Complex Deficiency Syndrome: A Case-Control Study.
Journal

Med

Assoc

Thai

91:S1-8.

Available

from:

http://www.medassocthai.org/journal [Accesed on February 11th 2013].


2. Raspati, Harry., Reniarti, Lelani., Susanah, Susi. 2010. Gangguan
Pembekuan Darah didapat Defisiensi Vitamin K. Buku Ajar HematologiOnkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
3. Hagstrom

JN,

2003.

Hypoprothrombinemia.

http://www.emedicine.medscape.com/article/956030

Available

from:

[Accessed

on

February 11th 2013].


4. Nimavat, D.,dkk. 2009. Hemorrhagic Disease of Newborn. Medscape
Reference. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/974489
[Accessed on February 11th 2013].
5. Isarangkura P, Chuansumrit A. 1999. Vitamin K Deficiency in infant. 1999.
Available from: http://www.ishapd.org/1999/43.pdf [Accesed on February
11th 2013].
6. Johnson, Monco., J, Marilyn. 2007. Gangguan koagulasi. Buku Ajar
Pediatri Rudolph Vol 2. Jakarta: EGC.
7. Corrigan, James J. 2000. Penyakit Perdarahan dan Trombosis. Ilmu
Kesehatan Anak Nelson Vol 2 Eds 15. Jakarta: EGC.
8. Schwartz,

Robert.

2011.

Factor

II.

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/209742 [Accessed on February


11th 2013].
9. Lee, Kimberley G., Dkk. 2010. Hemorrhagic Disease of The Newborn.
MedlinePlus.

Available

from:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007320.htm

[Accessed

on February 11th 2013].


10. Tulchinsky, TH. 2007. Vitamin K Prophylaxis for Newborn: A Position
Paper.

Braun

School

of

Public

Health.

Available

from:

http://archives.who.int/eml/expcom/expcom16/COMMENTS/VitK.pdf
[Accessed on February 11th 2013].

15

Anda mungkin juga menyukai