Anda di halaman 1dari 97

Critical review terhadap artikel dengan judul

management accounting and control system changes in a public sector


context : a case study hasil penelitian Umesh Sharma

Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Universitas Sebelas Maret
Surakarta

Disusun Oleh:
Ana Yuliarti
F.1302012

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2004

ABSTRAKSI
Critical Review Terhadap Artikel Dengan Judul Management Accounting
And Control System Changes In A Public Sector Context : A Case Study
Ana Yuliarti
F 1302012
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikan evaluasi (critical review)
terhadap artikel dengan judul Management Accounting and Control System
Changes in a Public Sector Context : a Case Study. Artikel ini merupakan hasil
penelitian Umesh Sharma (2000) dari departemen akuntansi dan manajemen
keuangan universitas South Pacific, Sufa, Fiji. Artikel ini diperoleh melalui
internet dengan alamat situs http:// www.yahoo.com./.
Masalah yang akan direview adalah pada bagian konsep teoritis penelitian,
metodologi penelitian, dan hasil penelitian. Bagian konsep teoritis penelitian akan
direview mengenai kecukupan tiga teori (teori general system, teori kontinjensi
dan teori institusional) untuk memenuhi tujuan penelitian. bagian metodologi
penelitian, akan direview mengenai tiga hal (teknik pengumpulan data, teknik
pemilihan sampel, serta analisis data) apakah sudah sesuai untuk tujuan penelitian.
Bagian akhir, akan mereview mengenai hasil penelitian. Hal-hal yang akan
direview pada bagian ini meliputi :(1) validitas hasil penelitian setelah dilakukan
review baik dari aspek teoritis maupun aspek metodologi, (2) perbandingan hasil
penelitian dengan penelitian sejenis, (3) penerapan hasil penelitian di Indonesia.
Hasil review terhadap artikel utama :
1. Hasil review terhadap aspek teoritis, menyimpulkan bahwa pendekatan
teori yang digunakan (teori general system, teori kontinjensi, dan teori
institusional) belum mencukupi tujuan penelitian, sehingga perlu
digunakan beberapa konsep, yaitu : dijelaskannya tiga proses dalam teori
institusional, serta pendekatan dari teori perilaku.
2. Hasil review terhadap aspek metodologi menyimpulkan bahwa untuk
bagian teknik pemilihan sampel dan teknik analisis data sudah memenuhi
tujuan penelitian, namun untuk teknik pengumpulan data, khususnya
teknik wawancara, teknik wawancara semi terstruktur belum memenuhi
tujuan penelitian dan seharusnya dilakukan teknik wawancara tidak
terstruktur.
3. hasil review terhadap hasil penelitian menyimpulkan bahwa validitas hasil
penelitian tersebut rendah karena teknik penumpulan data (dalam hal ini
wawancara) serta aspek teori belum memenuhi tujuan penelitian.
penelitian Sharma (2000) juga mempunyai hasil penelitian yang sama
dengan penelitian sejenis. Untuk penerapan hasil penelitian, hal yang bisa
diterapkan adalah pengukuran kinerja untuk sektor publik di Indonesia.

Abstract
Critical Review Terhadap Artikel Dengan Judul Management Accounting
and Control System Changes in a Public Sector Context : a Case Study
Ana Yuliarti
F 1302012
This research purposes to give evaluation (critical review) toward an article
Management Accounting and Control System Changes in a Public Sector
Context : a Case Study. The result of Umesh Sharmas research (2000)
published by departement of accounting and financial management university of
the south pacific, Suva, Fiji. This article is taken from internet in website
http://www.yahoo.com/.
The matter which will be reviewed are in the concept of theoritical
approach, research methodology, and the result of reserah. In the part of
theoritical approach concept, it will be reviewed on the adequate of three theories
(general system, contingency, and institutional) to fulfill the research purpose.
While, in the part of research methodology it will be reviewed toward three
things, (namely : technique of collecting data, technique for selecting sample and
data analysis.) Wether has been appropriated with the research purpose. The last
part wich will be reviewed is the research result in this part, it will be discuss
abaout three things, they are (1) the validity of result of research after being done
review both theoritical approach and research methodology, (2) the comparation
between research result and the other one, (3) the implementation those result in
Indonesia.
The review result toward main article :
1. the review result toward theoritical aspect concludes that three theoritical
approach not adequate for the research purpose. So, it is necessary t use
some added concepts, namely : to be explained three process of institutional
theory, and to be used behavioral theory,
2. toward methodology aspect concludes that technique of selecting sample
and technique of data analysis has fulfilled the research purpose. However,
technique of selecting data (semi structured interview) not fulfilled the
research purpose. It should be done by unstructured interview.
3. the result review toward the research result concludes that validity of those
research result is low validity because technique of selecting data and
theoritical aspect not fulfill the the research purpose yet. Sharma research
(2000) is also has a same result with the similar researh in other
organization, inspite of neither theoritical approach nor metodology
research is similar. For the implementation result of research, something
which could be implemented is the performance measurement for the sector
public in Indonesia.

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Surakarta, 31 Juli 2004

SKRIPSI DENGAN JUDUL :


CRITICAL REVIEW TERHADAP ARTIKEL DENGAN JUDUL :
MANAGEMENT ACCOUNTING AND CONTROL SYSTEM CHANGES IN A
PUBLIC SECTOR CONTEXT : A CASE STUDY

Telah disetujui dan diterima dengan baik


Oleh pembimbing :

Drs. Hasan Fauzi, MBA., Ak


NIP. 131 792 944

LEMBAR PENGESAHAN

Telah Disetujui dan Diterima Baik Oleh Tim Penguji Skripsi


Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi

Surakarta, 12 Agustus 2004


Tim Penguji Skripsi

1.

Dra. Falikhatun,Msi.,Ak
NIP.132 086 369

Ketua

2. Doddy Setiawan, SE,Msi., Ak


NIP. 132 282 196

Penguji

3. Drs. Hasan fauzi, MBA.,Ak


NIP. 131 792 944

Pembimbing

MOTTO

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha pemurah lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Yang menguasai hari pembalasan
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami
mohon pertolongan
Tunjukilah kami jalan yang lurus
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nimat kepada
mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat.

PERSEMBAHAN

Teruntuk ayah dan ibu tercinta,


atas segala pengorbanan dan harapan mereka,
keletihan mereka,susah payah mereka, ..
balasan seperti apapun tak akan dapat menggantikan segala yang pernah
mereka berikan.
Hanya doa yang bisa terus aku panjatkan kepada-Mu yaa Rabbi
Yaa Allah, sayangi keduanya, seperti mereka menyayangiku
Yaa.Allah, ampunkan segala dosa-dosa yang telah keduanya lakukan
YaaAllah, wafatkan keduanya dalam khusnul khotimah,
YaaAllah, jadikan kubur mereka raudhatuljannah
YaaAllah, jadikan surga menjadi tempat keduanya di akhirat nanti
Teruntuk sahabat dan handai taulan,
atas segala pengertian, kesetiaan, kesabaran,
maaf atas segala kekurangan,maaf atas segala yang tak bisa aku
mengerti.
semoga Allah membalas dengan segala kebaikan
Teruntuk alamamaterku,
tempat dimana aku pernah singgah, dengan segala harapan dan cita-cita.

KATA PENGANTAR
?@ABCDEFGHCDID?JK

Assalamualaikum. Wr. Wb.


Segala puji dan syukur bagi Allah Rabb semesta alam atas berkat rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Critical
Review Terhadap Artikel Dengan Judul Management Accounting and
Control System Changes in a Public Sector Context : a Case Study. Adapun
maksud penulis dalam skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Selama melaksanakan penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis
banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. sehingga pada
kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada :
1. Ibu Dra. Salamah Wahyuni, SU selaku Dekan Fakultas Ekonomi yang telah
memberi ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.
2. Ibu Drs. Eko Arif S.,Msi, Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Drs.Hasan Fauzi, MBA,Ak., selaku pembimbing skripsi, terima kasih
atas bimbingan dan motivasinya.
4. Bapak Drs. Payamta, Msi, Ak., selaku pembimbing akademik
5. Bapak dan Ibu karyawan perpustakaan pusat serta perpustakaan fakultas. Pak
Maskuri , Pak Santoso, Bu Temu , mbak Novie, en friends (maaap, ana suka
terlambat mbalikin buku..).
6. Seluruh staf pengajar (terima kasih atas ilmu yang diberikan selama kuliah..),
karyawan n karyawati terutama di jurusan akuntansi, special thanks for Pak
Timin..yang selalu sabar sama anak-anak, n selalu ceria
7. Ayah dan ibu tercinta, atas segala

yang telah diberikan selama

inimaaf,..Ana masih suka nakal n ngerepotin..mamiyo n papiyo.

8. Akhwat herkuliwatinya kost Purbo (2-13), eyang eti yoyo(eyang..kapan


mau photo lagi???), rika mloutrouxumami (persatuan miscaller republik
Indonesia..), hasti tertekaningrum( ..terbang ke Intifadhahu), mbah tri
ade iikusuma..(service kompor ter OK..), nita turis....(what do you
say???),

Aslih

jayent( Ayunee.tumpuk

undung..),

enimamahnya

vely(dada kotak..???), ukhti wewegundih..(gitu..dechh..), endah gadis


bunga2..(jangan lupa sama gadis garis2 ya), de lina kecilngawi..(on
time shalatnya..), Ima klaten..(yang ga pernah di kost), sripurwanti
luguwati..(so what gitu lho!!!!), mbak ika sama mas wawannya(wah
thokcerman!!!).mbak titi, yang terus kasih semangat..dari Jakarta..
9. Sahabat-sahabat baikku : Anita..(ayoo kamu harus penuhi nazarmu.. ), mbak
rien (ayyoo jangan menyerah..), (thanks for everything,...semoga Allah
memberi balasan atas kebaikan kalian). Romy and tgank, ratna, Awud
ntgank,

all

of

my

friend

at

D,

(makasiiih

).

Rini

and

dHAYUC,..makasih banget buat supportnya, Umi, Rita, and temen2 ex D3


A tax acc, eks nugroho 2 (Teteh Asih..yang selalu ngasih picture massage
yang lucu2, mdewi..yang aktif telphon, mking2.,mtiwil,mida, matmi,
mari).
10. Anak-anaknya Pak hasan, Anggoro makasih untuk kebersamaan selama
ngerjain skripsinya,..(tetep semangat ngilangin jerawat, ngecilin badan,
mutihin kulit kaaan), untuk yang lain, semoga kalian cepet selesai !!!!!.
11. Temen-temen kost ratna, sittibekysubekti..(semoga cepet dapet imam
terkasih), genduk niken (mukena..menyambung ukhuwah yaa), santi (makasih
banget buat buku Sutoponya), Nia (abstraksine sippp banget gitu lho!!), vera,
lely (ayo pada bali bareng maring purwokerto), ana, ndah (yang sempat
kuganggu tidur siangnya), n penduduk yang lain, tempat transit OK saat aku
sutris.
12. Temen-temen eks KMM and FORAL angkatan 1999 dan 2000, Adik-adik di
KMM 2001-2003 (Antum Arruhul Jadid), also 4 MP community kolat
mesen.

13. Jepang satu.....sensei novi and sensei alfa. (septi, ayu, Fahruddin, zaky, Harry,
mbak Hasih dan bu yenni) san...arigato gozaimasu...
14. Temen-temen TPA nurkhasanah (ustadz and ustadzahnya), afwan ana enggak
bisa memberikan yang terbaik. Buat adik-adiknya maap yaaa, suka bentakbentak.
15. family at Demak, Purwokerto, Banjarnegara, Mataram, etc juga sahabatsahabat seperjuangan (dari TK, SD, SMP, SMA) nan jauah di mato atas
segala doa dan senyum kalian...maaf jika aku belum bisa menjadi sahabat n
saudara yang baik untuk kalian.
16. everything in my room,..yang selalu jadi curahan hatiku...saat aku seneng,
sedih...si NONOkia yang sekarang tak tahu engkau dimana...selalu jadi
penghiburku saat aku jenuh..snake II.., si KOKOMputer...yang di saat
menjelang hari H harus capek nemenin aku, ..siPOLYtron..yang 24 jam
nemenin KIPANG, wekerku yang selalu mbangunin tidurku, widebed n
priend yang selalu memanjakanku saat aku capek...,si koMO,...hiburan
baru..yang selalu kunanti..
Serta semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga
Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan anugrah-Nya yang berlimpah
sebagai balasan atas budi baik yang telah dilakukan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa
datang. Akhir kata besar harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita
semua, Amin.Ya Rabbal Alamin
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Agustus 2004

Ana Yuliarti

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... .. i
HALAMAN ABSTRAKSI ........................................................................... .ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... v
HALAMAN MOTTO .................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ............................................................viii
DAFTAR ISI................................................................................................. xi
BAB
I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Ringkasan Artikel....................................................................... 1
1. latar belakang artikel ............................................................ 1
2. tujuan artikel......................................................................... 2
3. dasar teoritis artikel .............................................................. 2
4. metodologi penelitian artikel................................................ 4
5. hasil penelitian artikel .......................................................... 7
6. diskusi dan kesimpulan artikel ............................................. 14
B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................ 16
C. Perumusan Masalah.................................................................... 16
D. Pendekatan Penelitian................................................................. 17
E. Organisasi Bab-Bab Selanjutnya................................................ 18
ll. REVIEW ASPEK TEORITIS........................................................... 19
A. Teori Institusional.......................

......................................... 19

B. Teori Perilaku..............................

......................................... 21

1. teori sosioteknikal ................................................................ 22


2. lewins field theory .............................................................. 23
3. teori rewards......................................................................... 26

C. Ringkasan..................................... .............................................. 27
III. REVIEW ASPEK METODOLOGI.................................................. 28
A. Teknik Pengumpulan Data............ ............................................. 28
B. Metode Pemilihan Sampel.......................................................... 35
C. Teknik Analisis Data..................... ............................................. 38
D. Ringkasan ................................... ............................................... 44
IV. REVIEW HASIL PENELITIAN ...................................................... 46
A. Validitas Hasil Penelitian.. ............................................. 46
B. Perbandingan Hasil Penelitian Dengan Penelitian Sejenis......... 51
1. persamaan penelitian............................................................. 53
2. perbedaan penelitian.............................................................. 55
C. Penerapan Hasil Penelitian di Indonesia .................................... 56
D. Ringkasan ............................................... 60
V. KESIMPULAN

.......................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 63


LAMPIRAN
A.

artikel utama dengan judul Management Accounting and Control System


Changes in a Public Sector Context : a Case Study.

B.

artikel pembanding dengan judul Rationality, New Public Management and


Changes in Management Control System : a Study of Managing Change in
an Australian Local Government Setting.

C.

artikel pembanding dengan judul The Process and The Consequences of


Organizational Restructure The Case For a Central Bank

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Ringkasan Artikel
1.

Latar belakang
Artikel utama dengan judul Management Accounting and Control
System Changes in a Public Sector Context : a Case Study merupakan
hasil penelitian Umesh Sharma (2000) dari Department of Accounting and
Financial Management University of the South Pacific, Suva, Fiji.
Penelitian ini dilakukan pada sebuah organisasi sektor publik yaitu
Housing Authority of Fiji (disingkat HA). Organisasi ini bergerak di
bidang penyediaan perumahan dan mortgage finance (pembiayaan
hipotik) untuk masyarakat ekonomi kecil dan menengah di Fiji. Artikel ini
diambil dari alamat alamat situs http://www.yahoo.com/.
Rumah adalah kebutuhan yang sangat penting, tetapi karena
keterbatasan masalah keuangan, kemampuan masyarakat untuk dapat
mempunyai rumah sendiri menjadi terbatas. Masyarakat berpenghasilan
kecil sering kali diabaikan dan mereka berusaha untuk menjadi penghuni
liar. Hal tersebut menyebabkan adanya sewa-menyewa secara ilegal.
Masalah lahan adalah satu hal yang paling banyak menimbulkan masalah
penyewaan secara ilegal. Berdasarkan hal tersebut, HA harus mengambil
langkah untuk memecahkan persoalan yang terjadi di HA.

HA menghadapi kesulitan masalah keuangan dalam mengadopsi


perubahan MACS (Management Accounting and Control System). Tujuan
keuangan HA, harus sejalan dengan kebijakan politik negara mengenai
sektor publik. Hal ini membuat HA harus dapat bertahan sendiri dan
melakukan pemisahan aktivitas peminjamannya.

2.

Tujuan Artikel
Artikel dengan judul Management Accounting and Control System
Changes in a Public Sector Context : a case study ini adalah :
a.

Mencari faktor-faktor penyebab adanya perubahan MACS


dan bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi perubahan
MACS di organisasi milik pemerintah, yaitu HA

b.

Menjelaskan operasi perubahan MACS, dengan penekanan


pada perubahan selama satu dekade terakhir di HA

3.

Dasar Teoritis
Banyak penelitian tentang akuntansi manajemen menyimpulkan
bahwa sukses dalam sistem pengendalian manajemen berhubungan
dengan faktor sosial, sejarah, politik dan budaya yang merupakan faktor
eksternal organisasi (Hopwood, Neimark dan Tinker, Burchell et al,
Miller dan Oleary, Scapens dan Roberts, Hoque dan Hopper, Broadbent
dan Guthrie, Broadbent dalam Sharma, 2000).

Berbagai macam hal dapat membentuk sistem akuntansi sebuah


organisasi (Scapens dan Roberts dalam Sharma, 2000). Faktor sosial,
politik, dan ekonomi mampu menjadi dasar untuk perubahan akuntansi
(Hopwood, Burchell et al., Broadbent dan Guthrie, Broadbent, Innes dan
Mitchell dalam Sharma, 2000). Hopwood dalam Sharma (2000) melihat
akuntansi dalam konteks organisasional, dan bagaimana akuntansi
dipengaruhi oleh perubahan organisasi.
Faktor sosial, ekonomi, politik dan institusional menentukan
bagaimana sistem pengendalian beroperasi dalam sebuah organisasi
(Hoque dan Hopper, Hoque dan Alam dalam Sharma, 2000). Pada studi
kasus Hoque dan Hopper dalam Sharma (2000) menyatakan bahwa agen
pendonor eksternal dan negara adalah hal yang sangat berpengaruh pada
sistem pengendalian. Paper mereka merupakan lanjutan dari penelitian di
Bangladesh jute mill, yang mengalami perubahan atas dasar faktor sosial
dan kondisi politik yang tidak stabil. Hoque dan Hopper dalam Sharma
(2000) meneliti tentang karakteristik anggaran pada Bangladesh jute mill.
Lima faktor eksternal (seperti iklim politik, hubungan industri, persaingan,
agen pendonor dan peraturan pemerintah) mempengaruhi hubungan antara
anggaran dengan hal-hal seperti partisipasi, akuntabilitas untuk anggaran,
evaluasi anggaran, analisis anggaran, interaksi antara manajer dan
fleksibilitas anggaran. Hasil analisis data menunjukkan terdapat hubungan
yang signifikan antara faktor lingkungan dengan perilaku anggaran, faktor
politik, hubungan industri dan persaingan pasar adalah hal yang

mempengaruhi

penerimaan

sistem

penganggaran.

Bukti

juga

menunjukkan bahwa proses penganggaran banyak memperoleh tekanan


dari agen pendonor.
Seluruh inovasi dikelilingi oleh faktor institusional dan faktor politik.
Trend global atas reformasi sektor publik menciptakan inovasi bagi
organisasi. Pada awal diadakannya program pembaharuan, hal yang umum
terjadi adalah institusi pendonor seperti World Bank dan Asian
Development Bank melakukan pendanaan bagi negara berkembang
(Nandan dalam Sharma, 2000). Negara yang telah berkomitmen untuk
menyesuaikan program dengan institusi ini akan dihadapkan pada tekanan
untuk melakukan perubahan. Konsekuensinya, negara berusaha untuk
mengubah organisasi sektor publik itu menjadi sektor swasta melalui
program reformasi ini. Perubahan ini diharapkan dapat membawa
organisasi agar dapat lebih efisien dan efektif.

4.

Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian alamiah (naturalistic research)
yang berfokus pada studi kasus (Yin, Humphrey dan Scapens dalam
Sharma, 2000) yang melihat perubahan dalam MACS pada subjek
organisasi.
Peneliti menggunakan interpretive approach (pendekatan penafsiran)
karena dianggap layak untuk menjelaskan perubahan MACS di HA.

Peneliti melakukan studi kasus ini menaruh kepercayaan besar terhadap


deskripsi dari para partisipan organisasi mengenai peristiwa yang terjadi.
Untuk melakukan analisis pada studi kasus ini, digunakan tiga
pendekatan teori yang dianggap peneliti mencukupi untuk menjelaskan
data-data yang ada. Tiga teori tersebut adalah : general system,
kontinjensi, dan teori institusional. Dengan menggunakan banyak teori
mengenai mengenai sistem pengendalian diharapkan dapat saling
melengkapi dan membangun sebuah analisis holistic (Hoque dan Hopper,
Anshari dan Euske, Berry et al. dalam Sharma, 2000).
General systems theory (GST), menyatakan bahwa hanya ada satu
jalan untuk mempelajari sebuah organisasi, yaitu mempelajarinya sebagai
sebuah sistem (Von bertalanffy, Llewellyn, Chenhall dan Langfield Smith
dalam Sharma, 2000). Di sisi lain, teori kontinjensi melihat bagaimana
suatu organisasi seharusnya dirancang agar lebih efektif

(Burns dan

Stalker, Otley, Schoonhoven, Langfield Smith dalam Sharma, 2000).


Menurut teori ini, variabel kontinjensi berpengaruh pada desain
organisasi, yang pada akhirnya akan membentuk kinerja yang efektif.
Teori institusional, menyatakan bahwa kelangsungan organisasi
membutuhkan penyesuaian dengan norma sosial untuk dapat mencapai
tingkat tinggi dalam efisiensi dan efektifitas produksi (Covaleski et al.,
Bealing junior et al., Di Maggio dan Powell, Rowan, Gooderham et al.
dalam Sharma, 2000).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode


tringgulasi (Hoque dan Hopper dalam Sharma, 2000). Tiga metode
tersebut adalah :
a. Metode pertama, mempelajari dokumen-dokumen yang meliputi
review atas laporan tahunan untuk sepuluh tahun terakhir, meneliti
tentang rencana baru perusahaan, memo, laporan kinerja, dan contoh
dokumen dewan komisaris.
b. Metode kedua adalah melakukan interview semi-terstruktur. Interview
masing-masing berlangsung selama satu sampai dua jam dengan staf
di kantor pusat di Valelevu dan juga manajer cabang di Lautoka.
Proses wawancara dilakukan dengan menggunakan tape recorder
didukung dengan catatan-catatan. Orang-orang yang diwawancarai
diseleksi dari beberapa bagian di HA. Topik utama yang dipilih untuk
interview adalah mengenai perubahan MACS yang terjadi di HA.
Topik-topik tersebut meliputi : pemisahan public rental board dari
HA, pemisahan divisi peminjaman dari divisi keuangan, pengenalan
TQM serta implementasi pengukuran kinerja dalam organisasi.
c. Metode ketiga adalah penyebaran kuesioner. Penyebaran kuesioner
dilakukan kepada berbagai manajer serta staf yunior untuk mendukung
hasil wawancara serta meningkatkan validitas dan reliabilitasnya.
Keseluruhan data dikumpulkan pada periode satu setengah tahun, yaitu
antara tahun 1999 dan 2000.

5.

Hasil penelitian mengenai perubahan MACS meliputi:


a. Pemisahan Public Rental Board dari HA,
Pada tahun 1989, bagian penyewaan tanah (rental estate)
dipisahkan dari HA sebagai sebuah badan baru, Public Rental Board
(yang kemudian disingkat dengan PRB). Hal ini dilakukan karena
biaya yang dikeluarkan melebihi pendapatan sewa, kewajiban lancar
melebihi asset lancarnya, serta rasio longterm debt/equity 20:1. Pada
tahun 1988 HA diambang kebangkrutan, World Bank dan ADB
mengambil keputusan untuk mendanainya. World Bank dan ADB
merekomendasikan agar HA dipisahkan dari elemen penyewaan, dan
hal ini memunculkan dua badan yang terpisah yaitu HA dan PRB.
Pemisahan PRB dari HA dapat meningkatkan efisiensi keuangan dan
operasi secara signifikan.
Dengan terjadinya transfer operasi penyewaan ke PRB, banyak
staf yang berpindah ke organisasi baru tersebut. Dalam waktu yang
tidak begitu lama, para staf yang memutuskan untuk pindah ke PRB,
mengalami ketidakpastian job akibat kondisi keuangan yang tidak baik
dalam organisasi tersebut. Ketidakpastian job di PRB diperburuk oleh
jumlah utang yang melebihi jumlah aset PRB. Manajemen merasa,
apabila utang diambil-alih oleh pemerintah, maka organisasi akan
beroperasi atas dasar komersial.
b. Pemisahan divisi peminjaman dari divisi keuangan.

Kebijakan pemerintah mengenai sektor publik berubah mengikuti


tren global, dan ini membawa pengaruh adanya pemisahan dua divisi.
Dorongan ini muncul atas dasar efisiensi keuangan, akuntabilitas,
kompetisi, serta perubahan dari sektor publik menjadi sektor swasta.
Divisi peminjaman menjadi sebuah pusat laba pada organisasi HA
setelah pemisahannya pada tahun 1994. HA juga mempunyai pusat
laba yang lain yaitu Property Service Division (divisi pelayanan
tanah). Sebuah dasar atas konsep akuntansi pertanggungjawaban untuk
mengidentifikasi aktivitas untuk area tertentu, sehingga dapat
dilakukan

pengendalian

serta

adanya

seseorang

yang

bertanggungjawab atas elemen keuangan yang diaturnya (Wilson dan


Chua dalam Sharma, 2000).
Pendapatan divisi tersebut diperoleh berdasarkan pada bunga dari
mortgage (utang hipotik) serta fee yang diperoleh dari pemrosesan
hutang hipotik. Divisi peminjaman dipisahkan dari divisi keuangan
pada bulan Mei 1994 sebagai hasil atas rencana korporatisasi
pemerintah. Korporatisasi tersebut diawali dengan merestrukturisasi
organisasi ke dalam unit bisnis ke dalam basis komersial yang sejalan
dengan politik reformasi sektor publik (Innes dan Mitchell dalam
Sharma, 2000). Tujuan dari pemisahan tersebut adalah agar HA
beroperasi berdasar pada basis komersial dan dapat masuk ke dalam
lingkungan yang kompetitif.

Dengan adanya pemisahan divisi peminjaman pada awal tahun


1994, terjadi pergeseran staf secara berangsur-angsur yaitu dari divisi
keuangan ke divisi peminjaman. Pemisahan ini dilakukan untuk
efisiensi operasi dan memastikan bisnis dapat berjalan terus dan dapat
berkembang.
Setelah terjadi pemisahan, HA secara konsisten menghasilkan
laba. Hal ini sesuai dengan penemuan Hopwood dalam Sharma
(2000) yang menyatakan bahwa manajer akan lebih terbuka pada
kekuatan pasar. Divisi peminjaman sebagai pusat laba akan lebih
bertanggungjawab pada biaya dan pendapatan. Untuk memperluas
komersialisasi pada HA, TQM dan pengukuran kinerja diterapkan di
HA.
c. Total quality management.
TQM merupakan sekumpulan konsep dan alat yang berfokus pada
individu, kelompok serta organisasi untuk melakukan perbaikan secara
terus-menerus (Hoque dan Alam dalam Sharma, 2000). Sistem
akuntansi manajemen konvensional mengidentifikasi kesempatan
untuk perbaikan kualitas (Shank dan Govindarajan, Fowler, Hoque
dan Alam dalam Sharma, 2000). Sistem akuntansi manajemen
memerlukan informasi yang menyokong kualitas berorientasi kultur
(Chenhall, Ittner et al., Hoque dan Alam dalam Sharma, 2000).
Beberapa literatur yang muncul menganggap bahwa dengan
menggunakan TQM akan memperbaiki produktifitas, memperluas

pembagian pasar, memperbaiki profitabilitas dan efisiensi. Dapat


disimpulkan

bahwa

TQM

meningkatkan

perbaikan

secara

berkelanjutan. Perbaikan, oleh Hoque dan Alam dalam Sharma (2000)


diukur dengan penyediaan produk atau jasa yang berkualitas tinggi
dengan biaya rendah.
Ide untuk mengadopsi TQM (1992) berasal dari puncak, yaitu
chief executive sebelumnya. Berdasarkan pengalaman organisasi lain
yang sukses dalam menerapkan TQM, maka chief executive
mengaplikasikan TQM di HA yang telah berbasis komersial.
Manajemen puncak dari HA berpendapat bahwa kelangsungan hidup
organisasi dalam jangka panjang tergantung dari adanya faktor seperti
kualitas, kepuasan konsumen, serta efisiensi operasi. Pendekatan topdown pada implementasi TQM di HA meningkatkan komitmen dari
atas, sehingga para karyawan harus sejalan dengan hal tersebut.
HA mengundang dua orang konsultan untuk penerapan TQM.
Konsultan tersebut digaji oleh Pacific Asia Quality Foundation
(merupakan organisasi profesional, yang mempromosikan TQM di
organisasi). PAQF merupakan organisasi komersil, yang menaruh
sumber dayanya dan menggaji para konsultan yang memberi training
kepada para anggotanya. PAQF secara tidak langsung telah
mempengaruhi HA untuk memperkenalkan sistem kualitas formal. HA
mengadopsi TQM dengan mencontoh dan mengkopi dari organisasi

sektor publik lain seperti FEA, dan Telecom. Hal ini sesuai dengan
teori institusional.
Implementasi TQM membawa perbaikan dalam organisasi.
Sebelum implementasi TQM pemrosesan pinjaman memakan waktu
berbulan-bulan dan setelah implementasi hanya diperlukan waktu satu
hingga dua hari. TQM telah memperjelas visi dan misi organisasi bagi
para karyawan. Keuntungan yang dapat diperoleh HA dengan
menerapkan TQM adalah : lebih tepat waktu dalam perjanjian
peminjaman, Suplai rumah yang lebih cepat dan sesuai dengan
harapan konsumen dan, perbaikan profitabilitas. Dengan penerapan
TQM di HA, setiap karyawan merealisasikan pentingnya mereka
dalam organisasi. Hal tersebut memberi motivasi kepada karyawan
untuk bekerja lebih keras melalui penerapan TQM di HA.
Pada awal penerapan TQM menimbulkan perilaku resistensi di
organisasi, timbul keengganan yang sangat besar dari para karyawan
untuk menerimanya. Beberapa orang karyawan masih bersikap malas
dalam bekerja. Keengganan para karyawan ini dikurangi melalui
pemberian pelatihan. Beberapa orang manajer juga gelisah dengan
penerapan TQM karena orang-orang di bawah mereka diberikan
kebebasan untuk memberikan penilaian kepada mereka. Tim pimpinan
berusaha mengatasi hal ini dengan melakukan diskusi yang berfokus
pada proses dan alat yang dapat memperbaiki mereka. Para supervisor
juga dihadapkan pada rasa takut, dimana sebelumnya mereka selalu

diam dalam setiap meeting, setelah penerapan TQM mereka dapat


berbicara selama meeting.
Untuk menyukseskan TQM, diperlukan adanya pengukuran
kinerja dalam organisasi. Dengan menetapkan target, kultur organisasi
meningkat, yang pada akhirnya akan dapat meraih target yang
ditetapkan. Pengukuran kinerja meliputi indikator finansial maupun
non finansial, faktor kunci seperti kualitas, kepuasan konsumen, dan
produktifitas (Fowler, Powell, Ittner et al., Ittner dan Larcker dalam
Sharma, 2000).
d. Pengukuran Kinerja
Sistem kinerja kontrak diterapkan untuk seluruh staf pada posisi
eksekutif mulai tanggal 1 Juni 1993, sejalan dengan praktik komersial.
Sistem kontrak manajemen dipengaruhi oleh perubahan kebijakan
negara mengenai sektor publik. Masa kerja para manajer adalah tiga
tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan target dan tujuan yang
dicapai untuk masing-masing posisi. Manajer yang dapat mencapai
targetnya, akan mendapatkan kenaikan pembayaran. Hal ini juga akan
membawa implikasi terhadap profitabilitas perusahaan. Sejak sistem
kontrak diimplementasikan (1993), HA secara konsisten menghasilkan
profit hingga tahun-tahun ke depan.
Pada awal tahun 1999 dimulai program penilaian kinerja staf, yang
bertujuan untuk pengembangan karir para staf. Sejak sistem ini
diimplementasikan, manajer membutuhkan waktu sekitar empat puluh

lima menit hingga satu jam untuk melakukan diskusi tentang penilaian
kinerja para staf mereka, bersama dengan para supervisor. Setiap
enam bulan sekali para pekerja dinilai kinerjanya apakah memenuhi
target ataukah tidak. Sebagai imbalan atas pencapaian tujuan
perusahaan, para pekerja diberikan penghargaan berupa bonus di akhir
tahun, untuk pekerja yang mengalami defisiensi selanjutnya diberikan
pelatihan.
HA melakukan penilaian kinerja untuk memenuhi legitimasi
eksternal, yaitu federasi buruh fiji, hal ini sejalan dengan teori
konstitusional. Sistem kontrak telah menimbulkan resistensi, beberapa
manajer

diberhentikan

diimplementasikan.

dari

Penerapan

pekerjaannya
sistem

sejak

kontrak

sistem
tidak

ini

cukup

didiskusikan dengan para manajer, dan lebih bersifat top-down.


Seorang manajer yang bersalah dalam penerapan sistem ini
selanjutnya menjadi pemimpin dewan direktur. Permainan politik
yaitu diangkatnya teman dekat mentri perumahan sebagai pimpinan
dewan direktur, membawa implikasi terhadap jajaran eksekutif dimana
dia juga berada di dalamnya.
Beberapa orang staf dan manajer meninggalkan sistem kontrak
yang menciptakan ketidakpastian di lingkungan kerjanya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ferris dalam Sharma (2000) apabila tingkat
ketidakpastian lingkungan meningkat, tingkat motivasi berkurang.
Kinerja dengan sistem kontrak membawa ketakutan di organisasi.

Banyak manajer khawatir jika tidak dapat melakukan kinerja dengan


baik, mereka diberhentikan.

6.

diskusi dan kesimpulan


a.

teori general system,


Analisis berdasarkan teori ini menyebutkan bahwa lingkungan
dibagi menjadi dua yaitu : lingkungan substantif dan lingkungan
general (Lowe dan McInnes dalam Sharma, 2000). Teori ini
menjelaskan tentang hubungan antara HA dengan lingkungan
substansialnya.
HA dipengaruhi dan tergantung dengan lingkungan untuk dapat
survive. Interaksi antara HA dengan lingkungan dapat dilihat dari dua
arah, yaitu HA mempengaruhi lingkungan dan sebaliknya. Politik
negara berpengaruh terhadap HA, sebaliknya HA juga berkewajiban
untuk membayar pajak kepada negara. HA harus memberikan
pelayanan berupa perumahan dan peminjaman, sebaliknya masyarakat
harus membayar atas jasa yang diberikan HA tersebut. PAQF
memberikan

seminar

kepada

anggota-anggotanya,

HA

harus

membayar fee tahunan atas keanggotaannya tersebut. Konsultan oleh


pemerintah

mempunyai

peran

penting

mendorong

HA

merestrukturisasi organisasinya, HA harus membayar atas jasa


konsultan tersebut. World Bank dan ADB memberikan pinjaman

terhadap HA, dan HA harus mengembalikan kembali pinjaman


tersebut.
b.

teori kontinjensi,
Hasil dari teori ini menunjukkan bahwa struktur organisasi yang
efektif sangat tergantung pada situasi yang ada pada organisasi itu
sendiri. Penerapan TQM dapat menciptakan kualitas di HA, sebagai
akibat desentralisasi organisasi tersebut.
Penerapan sistem kontrak manajemen merupakan pengaruh dari
perubahan politik negara mengenai sektor publik. Sistem ini selain
dapat

meningkatkan akuntabilitas dan responsibilitas juga dapat

mengurangi resistensi atas penerapan TQM.


c.

teori institusional
Menurut analisis teori ini, kelangsungan hidup suatu organisasi
membutuhkan penyesuaian terhadap norma sosial. Noma sosial yang
dimaksud adalah kebijakan negara tentang reformasi sektor publik,
dimana HA harus menyesuaikan dengan kebijakan tersebut untuk
mendapatkan legitimasi eksternal dan beroperasi dengan basis
keuangan dengan motif mencari laba.
Program penilaian kinerja untuk staf yunior diterapkan di HA
dengan tujuan mendapat legitimasi eksternal dan konsisten dengan
organisasi lain di negaranya.

B.

TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN


1.

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah memberikan evaluasi (critical


review) terhadap artikel

dengan judul Management Accounting and

Control System Changes in a Public Sector Context : a Case Study. yang


merupakan hasil penelitian Umesh Sharma dari Department of Accounting
and Financial Management University of The South Pacific, Suva, Fiji.
2.

Kegunaan penelitian adalah :


a. Menambah wawasan mengenai penelitian dalam bidang sistem
pengendalian manajemen dan akuntansi manajemen khususnya untuk
sektor publik,
b.

Menambah aspek teoritis maupun aspek metodologi penelitian


yang dipakai dalam penelitian untuk memperoleh hasil yang lebih baik
di masa yang akan datang.

C.

PERUMUSAN MASALAH
1.

bagian konsep teoritis penelitian


Apakah penggunaan tiga teori (yaitu teori general system, teori
kontinjensi dan teori institusional) sudah cukup untuk memenuhi tujuan
penelitian?.

2.

bagian metodologi penelitian


Apakah metodologi penelitian (yang terdiri dari : teknik pengumpulan
data, metode pemilihan sampel, dan teknik analisis data) sudah cukup
memenuhi tujuan penelitian?.

3.

bagian hasil penelitian


a. Bagaimana validitas hasil penelitian setelah dilakukan review baik
dari aspek teoritis maupun aspek metodologi penelitian ?.
b. Bagaimana jika hasil penelitian tersebut dibandingkan dengan
penelitian sejenis ?.
c. Bagaimana jika hasil penelitian diterapkan di Indonesia ?.

D.

PENDEKATAN PENELITIAN (CRITICAL REVIEW)

Penelitian (critical review) ini menggunakan pendekatan penelitian riset studi


dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Mencari artikel utama,
2.

Membaca dan memahami artikel utama dengan judul


Management Accounting and Control System Changes in a Public Sector
: a Case Study, yang merupakan hasil penelitian Umesh Sharma (2000)
dari Department of Accounting and Financial Management University of
the South Pacific, Suva, Fiji.
Beberapa hal yang berkaitan dengan pemahaman atas artikel utama
dilakukan :
a. mengetahui motivasi atau hal yang melatarbelakangi penelitian,
b. mengetahui tujuan atau serta perumusan masalah penelitian.
c. Pemahaman terhadap teori, metodologi, serta hasil penelitian.

3.

Melakukan studi pustaka, yaitu dengan membaca literatur


lain berupa teks maupun artikel penelitian yang berhubungan dengan
artikel utama sebagai bahan pendukung dalam pembuatan critical review.

4.

Penulis melakukan critical review terhadap artikel utama


pada beberapa bagian yaitu :
a. konsep atau teori yang mendasari penelitian,
b. metodologi penelitian,
c. hasil penelitian.

E.

ORGANISASI BAB-BAB SELANJUTNYA

Pembahasan untuk bab-bab selanjutnya dari penulisan skripsi ini adalah


sebagai berikut :
Bab 2, membahas review mengenai aspek teoritis yang digunakan dalam
artikel utama.
Bab 3, membahas review mengenai aspek metodologi yang digunakan dalam
artikel utama.
Bab 4, membahas review mengenai hasil penelitian dari artikel utama.
Bab 5, kesimpulan.

BAB II
REVIEW ASPEK TEORITIS

Bab II berisi review terhadap aspek teoritis dari artikel dengan judul
Management Accounting and Control System Changes in a Public Sector
Context : a Case Study. Studi kasus mengenai perubahan MACS di HA dilihat
dari dimensi sosial dan dimensi politik. Data yang diperoleh selama penelitian
selanjutnya dijelaskan dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu ; general
system, kontinjensi, dan teori institusional. Penggunaan tiga pendekatan tersebut,
dimaksudkan agar saling melengkapi dan dapat membangun sebuah analisis yang
utuh (Hoque dan Hopper, Ansari dan Euske, Berry et al. dalam Sharma, 2000).
Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat beberapa konsep yang perlu
digunakan untuk memenuhi tujuan penelitian. Konsep-konsep tersebut antara lain
: tiga proses teori institusional, teori perilaku.

Teori Institusional
Teori institusional

mempelajari

bagaimana

sebuah

organisasi

meningkatkan kemampuannya untuk berkembang dan melangsungkan hidup


dalam lingkungan yang kompetitif dengan memberikan kepuasan kepada
para stakeholder mereka. Teori ini juga menunjukkan bahwa untuk dapat
meningkatkan peluang dalam melangsungkan hidup, sebuah organisasi baru
mengadopsi aturan, undang-undang yang berlaku di lingkungan sekitarnya.
Sebagai organisasi yang sedang berkembang, mereka boleh mengopi
strategi organisasi yang lain, struktur, kultur dan mencoba untuk
mengadopsi perilaku tertentu karena mereka percaya dengan melakukannya
akan meningkatkan kemampuannya untuk melangsungkan hidup. Sebagai
hasilnya adalah isomorfis yaitu kesamaan dengan organisasi lain dalam

sebuah populasi. Tiga proses yang menjelaskan mengapa sebuah organisasi


akan sama dengan organisasi lain adalah isomorfisme koersif, mimetik, dan
normatif.
Feldman dan March, March, March dan Olsen dalam Moll dan Hoque
(2000)

menyatakan

bahwa

terkadang

organisasi

cenderung

tidak

menggunakan informasi untuk keperluan pembuatan keputusan yang


rasional. March, March dan Olsen dalam Moll dan Hoque (2000)
menunjukkan bahwa proses reformasi dalam sektor publik sama sekali tidak
rasional, tetapi lebih bersifat window dressing dari organisasi. Hal ini
mengimplikasikan bahwa organsiasi melakukan perubahan tidak untuk
mencapai efisiensi, tetapi untuk tujuan mendapat legitimasi. Ciri-ciri
kultural yang jelas dari organisasi sektor publik, adalah hal yang sangat
penting untuk mendapatkan faktor institusional eksternal signifikan yang
berpengaruh pada pengendalian dan yang berhubungan dengan perilaku
(Meyer dan Rowan, March dan Olsen dalam Moll dan Hoque, 2000). Teori
institusional dijelaskan melalui tiga proses isomorfis, yaitu : proses koersif,
mimetik, dan normatif. Tiga proses isomorfis tersebut belum dijelaskan
pada hasil penelitian. Masuk dalam kategori isomorfis koersif adalah apabila
organisasi mengadopsi norma tertentu karena memperoleh tekanan dari
organisasi lain dan masyarakat pada umumnya. Isomorfis mimetik, ketika
organisasi meniru dari organisasi yang lain untuk mendapatkan legitimasi
mereka. Isomorfis normatif, ketika organisasi menyerupai organisasi yang
lain karena secara tidak langsung mengadopsi norma dan nilai pada

lingkungannya. Isomorfis normatif menurut DiMaggio dan Powell dalam


Moll dan Hoque (2000) dihubungkan dengan profesionalisme yang
mengacu pada keistimewaan profesi. Walaupun isomorfis organisasional
dapat membantu organisasi menumbuhkan stabilitas dan legitimasi, hal
tersebut juga mempunyai kelemahan yaitu : organisasi akan belajar
mengenai perilaku yang outdate dan tidak membawa efektivitas dalam
organisasi.

Teori perilaku
Ketiga teori tersebut tidak menjelaskan efek perubahan MACS
organisasi sektor publik terhadap aspek perilaku, pendekatan sosioteknikal ,
teori resistensi, serta teori rewards dapat digunakan untuk menjelaskan
hubungan ini.
Teori perilaku merupakan suatu studi sistematik yang mempelajari
tentang persepsi individual, nilai, kapasitas pembelajaran, dan tindakan yang
akan dilakukan baik secara individu maupun kelompok di dalam suatu
organisasi, menganalisa tentang pengaruh lingkungan eksternal terhadap
organisasi dan sumber daya manusianya, misi, tujuan dan strategi.

teori sistem sosioteknikal


Teknologi dan budaya mempunyai hubungan yang penting. Pada
dasarnya teknologi organisasi mempunyai efek terhadap nilai dan norma
yang timbul dalam organisasi, yang kemudian berpengaruh terhadap
cara berperilaku orang dan subunit dalam organisasi. Sistem

sosioteknikal menyatakan bahwa manajer seharusnya mencocokkan


antara teknologi dalam organisasi dengan sistem sosialnya untuk tujuan
efektivitas.
Beberapa peneliti menyebutkan bahwa team based system akan
meningkatkan dan mengembangkan nilai dan norma yang akan
meningkatkan efisiensi dan kualitas produk. Tujuan TQM adalah untuk
melakukan perbaikan kualitas produk secara berkelanjutan. Untuk
mencapai tujuan dari TQM, organisasi harus mengambil kualitas dan
pelayanan sebagai terminals values (hasil akhir yang diinginkan) dan
mengembangkan instrumental values (model perilaku yang diharapkan)
yang akan membantu organisasi mencapai tujuannya.
Semua organisasi dapat menerapkan TQM untuk berfokus pada
input, konversi, dan output aktivitas yang lebih dekat dengan customer
dan menemukan cara yang lebih baik untuk mengirimkan barang dan
jasa pada customer. Teknologi yang berkembang dapat meningkatkan
produktivitas serta mengembangkan informasi antar fungsi dalam suatu
organisasi.

organisasi

yang

efektif

seharusnya

menumbuhkan

lingkungan teknologi baru untuk meningkatkan nilai yang dihasilkan


organisasi.

Lewins field theory


Seperti pada penelitian sejenis mengenai perubahan dalam sistem
pengendalian, ketika tidak ada perencanaan yang cukup perubahan dapat

membawa pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seperti resistensi


atau berkurangnya moral serta komitmen dari karyawan.
Literatur
perubahan

dalam
dilihat

perubahan
dari

organisasi

kacamata

menunjukkan

psikologis

sosial

bahwa
memiliki

kecenderungan kuat menciptakan perilaku inertia (miller dan friesen


dalam Firmanzah, 2003). Perilaku ini muncul karena ada ketidakpastian
tentang perubahan yang diterima oleh karyawan. Duncan dalam
Firmanzah (2003) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen
ketidakpastian (perceived uncertainty); (1) kurangnya informasi tentang
suatu even dalam memutuskan sesuatu, (2) kurangnya pengetahuan
(knowledge)

tentang

keputusan

organisasi,

dan

(3)

kurangnya

kemampuan tentang probabilita kemungkinan yang akan muncul


terhadap keputusan. Ketiga hal ini akan berpengaruh secara signifikan
dalam penciptaan ketidakpastian selama proses perubahan. Dalam nada
yang sama, Zinder dalam Firmanzah (2003) mengungkapkan bahwa
sumber perilaku resistensi dalam suatu perubahan adalah : (1) perilaku
resistensi akan muncul kalau tidak adanya kejelasan tentang perubahan
bagi orang yang akan terpengaruh oleh perubahan tersebut, (2)
kenyataan bahwa berbeda orang akan berbeda pendapat, (3) perilaku
resistensi muncul ketika karyawan terjebak dalam kekuatan pro dan
kontra akan perubahan, dan (4) resistensi muncul ketika perubahan
mengabaikan institusi yang telah ada dalam suatu organisasi. Jones
(2001) membagi resistensi ke dalam empat tingkatan, yaitu ;

a.

Tingkat organisasi, terdapat beberapa kekuatan dalam


organisasi yang membuat organisasi kesulitan dalam menyikapi
perubahan dalam lingkungannnya. Hal-hal tersebut seperti:
struktur organisasi, budaya organisasi, dan strategi organisasi.

b.

Tingkat fungsional, seperti pada tingkatan organisasi,


penolakan untuk berubah selalu ada dalam tingkatan subunit,
seperti : perbedaan orientasi subunit, serta power dan konflik.

c.

Tingkat group/ kelompok, banyak kerja organisasi yang


ditunjukkan oleh kelompok dan karakteristik beberapa kelompok
dapat menghasilkan penolakan untuk berubah, seperti : norma
kelompok, kohesif kelompok, cara berpikir kelompok dan
peningkatan komitmen.

d.

Tingkat individual, sumber penolakan yang terakhir


adalah pada tingkatan individual organisasi, terjadi karena
beberapa hal : bias kognitif, ketidakpastian dan ketidakamanan,
persepsi dan retensi yang selektif, serta perilaku.
Pada studi kasus perubahan MACS di HA, dapat dilihat bahwa

penerapan TQM serta sistem kontrak kerja telah menyebabkan


penolakan. Penolakan tersebut ada pada tingkat organisasi serta tingkat
individual. Penolakan pada tingkat organisasi dapat dilihat dari
penerapan TQM, yang yang akan membawa pengaruh pada perubahan
budaya organisasi. Penolakan tersebut dapat dilihat dari sikap malas
karyawan dalam menghadapi pekerjaan mereka, untuk penerapan TQM,

karyawan harus bersungguh-sungguh mengubah sikap mereka untuk


pengembangan organisasi. Resistensi pada tingkatan individual dapat
dilihat dari resistensi terhadap sistem kontrak kerja. Resistensi ini dapat
dilihat dari beberapa staf yang meninggalkan organisasi karena tidak
suka dengan penerapan sistem kontrak, serta manajer yang meniggalkan
organisasi

karena

melihat

bahwa

sistem

kontrak

membawa

ketidakpastian.
Resistensi terhadap perubahan MACS di HA sesuai dengan force
field theory yang dikembangkan oleh Kurt lewin, yang menyatakan
terdapat dua kekuatan yang saling berlawanan satu sama lain dan
bagaimana organisasi sewaktu-waktu akan diseimbangkan dengan kedua
kekuatan yang saling bertentangan ini. Ketika dua kekuatan yang saling
bertentangan berada dalam keadaan setimbang, organisasi dalam
keadaan inersia dan tidak berubah. Untuk mendapatkan perubahan
dalam organisasi, manajer harus mengubah strategi untuk meningkatkan
kekuatan untuk perubahan, mengurangi resistensi perubahan, atau
melakukan kedua-duanya.

teori rewards
Sebuah sistem rewards berdasarkan pada merit ratings (sebuah
sistem rating formal yang diterapkan pada karyawan) dapat mendorong
karyawan untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik. Sistem rewards
dibedakan menjadi dua, yaitu extrinsic rewards dan intrinsic rewards.

Extrinsic rewards berasal dari sumber dari luar individu, sedangkan


intrinsic rewards bersumber dari dalam diri individu yang bersangkutan.
Extrinsic rewards meliputi gaji, sisa keuntungan, kenaikan jabatan,
keuntungan tambahan. Intrinsic rewards meliputi kompetensi, prestasi,
pertanggungjawaban, personal growth. Pada sistem rewards, diperlukan
pembedaan antara kinerja rendah dan tinggi. Karyawan dengan kinerja
yang tinggi seharusnya mendapat rewads baik ekstrinsik dan intrinsik
yang lebih tinggi daripada karyawan dengan kinerja rendah.
Berdasarkan sistem kontrak manajemen, HA memberikan kenaikan
gaji apabila para eksekutif senior berhasil mencapai target yang
ditentukan. Untuk para karyawan akan diberikan rewards berupa bonus
akhir tahun apabila dapat mencapai target yang dicapai.

Ringkasan
Dari hasil review terhadap aspek teoritis terhadap penelitian Sharma
(2000), dapat disimpulkan bahwa penggunaan tiga pendekatan teori (yaitu
general system theory, teori kontinjensi, dan teori institusional) belum
mencukupi tujuan penelitian. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya
penambahan konsep, yaitu: dijelaskannya tiga tahap proses institusional serta
digunakannya perspektif perilaku.
Teori institusional seharusnya dijelaskan dengan tiga proses isomorphis,
yaitu proses koersif, mimetik dan normatif, sehingga dapat diketahui alasan
dan tujuan suatu organisasi melakukan praktek yang sama dengan organisasi
lain.

Teori perilaku seperti : teori sosioteknikal, resistensi, serta teori rewards


perlu digunakan dalam penelitian ini, karena dapat menjelaskan pengaruh
perubahan dalam satu organisasi terhadap aspek perilaku.

BAB III
REVIEW ASPEK METODOLOGI PENELITIAN

Bab III ini akan menguraikan review mengenai metodologi penelitian yang
digunakan dalam artikel dengan judul Management Accounting and Control
System Changes in a Public Sector Context : a Case Study.
Penelitian mengenai perubahan MACS di HA termasuk dalam kategori
naturalistic research atau penelitian alamiah. Peneliti menggunakan pendekatan
interpretatif untuk menjelaskan perubahan MACS di HA. Untuk studi kasus ini,
peneliti mempercayakan deskripsi peristiwa yang terjadi di HA kepada partisipan
organisasi.
Peneliti menggunakan tiga pendekatan teori yang berhubungan dengan
penelitian ini, yaitu general system, teori kontinjensi, dan teori institusional.
Review pada metodologi penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah teknik
pengumpulan data, pengambilan sampel, serta teknik analisis data sudah
memenuhi tujuan penelitian.
A.

Teknik Pengumpulan Data.

Penelitian yang dilakukan Sharma (2000) merupakan penelitian naturalistik


atau sering disebut juga dengan penelitian kualitatif. Penelitian naturalistik adalah
penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa datanya dinyatakan
dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya (natural setting), dengan
tidak dirubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan. Pendekatan naturalistik
menolak bentuk penelitian yang terstruktur. (Schatzman dan Strauss dalam
Moleong, 1995) menyatakan bahwa pendekatan ini mempunyai tingkat tak
terstruktur yang sangat tinggi dengan setting natural dimana perilaku dan
fenomena biasa berinteraksi.
Teknik pengumpulan data serta kualitas pelaksanaan penelitian kualitatif
sangat tergantung pada peneliti sebagai alat pengumpul data utama sehingga sikap
kritis dan terbuka sangat penting. Teknik pengumpulan data yang digunakan
selalu yang bersifat terbuka dengan kelenturan yang luas, seperti misalnya teknik
wawancara mendalam (in-depth interviewing), observasi berperan (participant
observation), dan bila perlu bisa menggunakan kuesioner terbuka (open-ended
questionnaire), analisis dokumen atau arsip (content analysis), serta diskusi
kelompok.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif juga sangat tergantung
dari jenis sumber datanya. Bila sumber datanya berupa manusia atau informan,
maka jelas teknik pengumpulan datanya berupa wawancara, bila tempat, benda
atau peristiwa, maka digunakan teknik observasi. Demikian pula bila sumber
datanya berupa arsip atau dokumen, maka diperlukan kajian isi atau content
analysis. Bila peneliti ingin menggunakan teknik pengumpulan data awal dengan
kuesioner (terbuka), maka perlu dijelaskan tujuan-tujuannya. Demikian pula bila
akan menggunakan teknik focus group discussion, untuk menunjukkan manfaat
dan pentingnya teknik tersebut dalam pengumpulan data.
Untuk pengembangan validitas, perlu dikaitkan dengan pentingnya nilai
kebenaran dan derajat kepercayaan (reliabilitas) mengenai data yang akan dikaji.
Pemilihan teknik trianggulasi harus dijelaskan misalnya trianggulasi sumber,
perlu dijelaskan data apa dan dipilih sumber data apa saja. Selain itu pemilihan
teknik pengembangan validitas penelitian juga dikaitkan dengan pemikiran
tentang tentang kemungkinan dan juga kemudahan dalam pelaksanaannya.
Misalnya apakah benar peneliti menggunakan beberapa perspektif teori, perlu
dijelaskan teori apa saja yang akan digunakan dengan alasannya yang jelas bila
memilih trianggulasi teori. Demikian pula kalau penelitian dilakukan sendiri,
apakah akan dilakukan trianggulasi peneliti, maka perlu dijelaskan bagaimana
bentuk pelaksanaannya dan sebagainya.
Metode pengumpulan data yang digunakan selama penelitian adalah metode
trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 1995). Metode trianggulasi
digunakan untuk mendapatkan hasil dengan kualitas yang lebih tinggi yaitu
kekuatan yang lebih pada validitas internal serta eksternalnya.
Denzin (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik
pemeriksaan yang memanfatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.
Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui alat dan waktu yang berbeda
dalam metode kualitatif (Patton dalam Moleong, 1995). Hal itu dapat dicapai
dengan cara : (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil
wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dan apa yang
dikatakan secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang
tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4)
membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau
tinggi, orang berada, orang pemerintahan; (5) membandingkan hasil wawancara
dengan isi satu dokumen yang berkaitan. Pada triangulasi dengan metode,
menurut Patton dalam Moleong (1995), terdapat dua strategi, yaitu : (1)
pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik
pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data
dengan metode yang sama. Teknik trianggulasi yang ketiga adalah dengan jalan
memanfaatkan peneliti lain atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan
kembali dengan derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamat lainnya
membantu mengurangi kemencengan dalam pengumpulan data. Pada dasarnya
penggunaan satu tim penelitian dapat direalisasikan dilihat dari segi teknik ini.
Trianggulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba dalam Moleong (1995),
berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat
kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Di pihak lain, Patton dalam Moleong
(1995) berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu
dinamakan dengan penjelasan banding.
Tiga metode yang digunakan dalam pengumpulan data tersebut meliputi :
1.
mempelajari dokumen organisasi (data sekunder),
dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering
memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Terutama bila
sasaran kajian mengarah pada latar belakang atau berbagai peristiwa
yang terjadi di masa lampau yang sangat berkaitan dengan kondisi
atau peristiwa masa kini yang sedang diteliti. Dokumen bisa memiliki
beragam bentuk dari yang tertulis sederhana sampai yang lebih
lengkap, dan bahkan bisa berupa benda-benda lainnya sebagai
peninggalan masa lampau. Demikian pula halnya arsip sering
memiliki peran sebagai sumber informasi yang sangat berharga bagi
pemahaman suatu peristiwa. Sumber data yang berupa arsip dan
dokumen biasanya merupakan sumber data pokok dalam penelitian
kesejarahan, terutama untuk mendukung proses interpretasi dari setiap
peristiwa yang diteliti. Mencatat dokumen ini oleh Yin dalam Sutopo
(1987) disebut sebagai content analysis dan dimasudkan bahwa
peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam
dokumen atau arsip, tetapi juga tentang maknanya yang tersirat. Oleh
karena itu dalam menghadapi beragam arsip dan dokumen tertulis
sebagai sumber data, peneliti harus bisa bersikap kritis dan teliti.
Bahkan dalam penelitian historis, dokumen yang ditemukan wajib
dikaji kebenarannya, baik secara eksternal (kritik eksternal) yang
berkaitan dengan keaslian dokumen, dan juga secara internal (kritik

internal) yang berkaitan dengan kebenaran isi dokumen atau


pernyataan yang ada, yang biasanya dibandingkan dengan dokumen
lain atau jenis sumber data lain yang juga sangat berkaitan dengan
pernyataan isi dokumen tersebut mengenai sesuatu yang ingin
dipahami. Sumber data jenis ini sangat bermanfaat bagi peneliti,
terutama bila ingin memahami latar belakang suatu peristiwa. Dengan
pemahaman latar belakang tersebut peneliti akan lebih mudah
memahami proses mengapa suatu peristiwa terjadi.
2.
interview yang dilakukan secara semi terstruktur terhadap
staf HA di kantor pusat maupun di kantor cabang.
Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif
adalah berupa manusia yang dalam posisi sebagai narasumber atau
informan. Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data ini
diperlukan teknik wawancara, yang dalam penelitian kualitatif
khususnya dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam (in-depthinterviewing) atau disebut juga wawancara tidak terstruktur.
Wawancara ini dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat openended, dan mengarahkan pada kedalaman informasi, serta dilakukan
dengan cara yang tidak secara formal terstruktur, guna menggali
pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat
bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara
lebih jauh dan mendalam. Oleh karena itu dalam hal ini subjek yang
diteliti posisinya lebih berperan sebagai informan daripada sebagai
responden. Wawancara mendalam ini dapat dilakukan pada waktu dan
kondisi konteks yang dianggap paling tepat guna mendapatkan data
yang rinci, jujur dan mendalam. Untuk itu wawancara ini bahkan
dapat dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan peneliti yang
berkaitan dengan kejelasan dan kemantapan masalah yang sedang
dijelajahi.
3.
Metode ketiga adalah kuesioner yang diberikan kepada
beberapa manajer serta staf yunior HA.
Kuesioner merupakan daftar pertanyaan bagi pengumpulan data
dalam penelitian. teknik pengumpulan datanya atau cara mengajukan
pertanyaan tersebut kepada informan bisa dilakukan baik secara lisan
maupun tertulis. Kuesioner yang disajikan secara tertulis biasanya
dikirim langsung ke setiap responden, dan setelah diisi jawabannya
kemudian dikirim kembali kepada pengumpul data atau penelitinya,
atau mungkin secara langsung dikumpulkan oleh pengumpul datanya
sendiri. Teknik ini dilakukan terutama untuk memperoleh data yang
banyak dalam waktu yang singkat, sehingga sangat menguntungkan
dalam hal waktu dan biaya.
Dalam penelitian kualitatif, kuesioner dengan teknik kuesiner
tidak banyak dilakukan karena tidak cukup baik untuk menggali data,
kualitas, atau proses, lebih-lebih yang menyangkut pandangan dan
sikap subjek yang diteliti yang pada umumnya sangat bervariasi dan
perlu dikaji secara mendalam. Penggunaan kuesioner dengan teknik

angket dalam penelitian kualitatif sering dilandasi alasan bahwa


peneliti ingin mendapatkan data garis besar secara cepat untuk
memperoleh gambaran umum, atau kemungkinan memperoleh
beragam fokus yang tidak dipikirkan sebelumnya. Kuesioner atau
daftar pertanyaannya selalu bersifat terbuka (open-ended
questionnaire). Kuesiner yang terbuka ini bertujuan agar responden
dapat memberikan jawaban yang lebih bebas dengan menggunakan
istilah mereka sendiri. Jawaban yang bersifat terbuka memungkinkan
peneliti untuk memilih fokus, atau pokok-pokok permasalahan yang
perlu dikaji lebih rinci dan mendalam dengan cara lain, misalnya
dengan wawancara.
B.

Metode Pemilihan Sampel

Penelitian kualitatif tidak memilih sampling (cuplikan) yang bersifat acak


(random sampling) yang merupakan teknik sampling yang paling kuat digunakan
dalam penelitian kuantitatif. Teknik sampling cenderung bersifat purposive karena
dipandang lebih mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman data di dalam
menghadapi realitas yang tidak tunggal. Pilihan sampel diarahkan pada sumber
data yang dipandang memiliki data yang penting yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang diteliti. Teknik sampling di dalam penelitian kualitatif
fungsinya sering juga dinyatakan sebagai internal sampling karena sama sekali
bukan dimaksudkan untuk mengusahakan generalisasi pada populasi, tetapi untuk
memperoleh kedalaman studi di dalam suatu konteks tertentu. Sampel tidak
mewakili populasinya tetapi mewakili informasinya, sehingga bila generalisasi
harus dilakukan, maka arahnya cenderung sebagai generalisasi teori. Jumlah
sumber data dalam penelitian tidak sangat perlu ditentukan, karena jumlah
informan yang kecil bisa saja menjelaskan informasi tertentu secara lebih lengkap
dan benar daripada informasi yang diperoleh dari jumlah narasumber yang lebih
banyak, yang mungkin kurang mengetahui dan memahami informasi yang
sebenarnya. Sampling dalam penelitian kualitatif, dari sifatnya yang internal
tersebut mengarah pada kemungkinan generalisasi teoritis.
Dalam penelitian kualitatif, sampel yang diambil lebih bersifat selektif.
Peneliti mendasarkan pada landasan kaitan teori yang digunakan, keingintahuan
pribadi, karakteristik empiris yang dihadapi, dan sebagainya. Sampel dalam
penelitian kualitatif diambil berdasarkan pada pertimbangan tertentu, maka
pengertiannya sejajar dengan jenis teknik pengambilan sampel yang dikenal
dengan purposive sampling, dengan kecenderungan peneliti untuk memilih
informasi yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam
dan dapat dipercaya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber
data yang mantap. Bahkan dalam pelaksanaan pengumpulan data, pilihan
informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti
dalam memperoleh data (Patton, dalam Sutopo, 2002).
Di dalam menghadapi subjek yang diteliti, peneliti kualitatif tidak
memandangnya sebagai responden tetapi sebagai informan, karena yang
terpenting bukan penelitinya dengan pikiran-pikirannya, tetapi informasi yang

diberikan oleh informan (narasumber). Orang yang ditunjuk sebagai sampel di


dalam penelitian kualitatif bisa saja diganti sesuai dengan kebutuhan yang
didasarkan pada kenyataan di lapangan penelitiannya. Perlu diperhatikan di sini,
bahwa jumlah sampel tidak ditentukan sebab yang penting bukan jumlahnya tetapi
kelengkapan dan kedalaman informasi yang bisa digali sesuai dengan yang
diperlukan bagi pemahaman permasalahannya.
Proses penelitian naturalistik lebih bersifat siklus atau melingkar. Karena
sifatnya yang siklus, maka penelitian dilakukan secara berulang-ulang. Jumlah
periode pengulangan akan tergantung pada tingkat kedalaman dan ketelitian yang
dikehendaki, untuk itu makin lama penelitian akan makin terfokus pada masalah
yang sebenarnya terjadi pada obyek penelitian. Dengan dilakukannya penelitian
secara berulang-ulang pada obyek yang sama, tetapi setting dan teknik
pengumpulan data yang bervariasi, maka akan dapat ditemukan informasi yang
obyektif, valid dan konsisten. Dengan demikian masalah penelitian yang
sebenarnya terjadi pada obyek penelitian dapat terjawab.
Dalam kaitannya dengan teknik sampling ini, sebagai usaha peningkatan
validitas data di dalam penelitian kualitatif sering digunakan teknik triangulasi
sebagai pelaksanaan proses multiperspektif.
Sharma (2000) menggunakan tiga sumber data yang digunakan, yaitu ; studi
dokumen, interview pada staf baik yang di kantor pusat maupun di kantor cabang,
serta kuesioner untuk melengkapi data yang tidak tercakup dalam wawancara.
Peneliti menentukan dokumen apa saja yang akan digunakan selama penelitian,
kepada siapa saja wawancara dilakukan dan topik-topik apa saja yang akan
dibicarakan pada saat wawancara.
Sampel dalam penelitian kualitatif diambil berdasarkan pertimbangan tertentu
(purposive), dengan kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang
dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat
dipercaya untuk menjadi sumber data. Berdasarkan hal tersebut, maka
pengambilan sampel penelitian sudah memenuhi sesuai dengan metode pemilihan
sampel dalam penelitian kualitatif dan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk
mengetahui alasan-alasan perubahan dalam MACS di HA dan memahami
kejadian-kejadian selama terjadi perubahan MACS di HA.
C.

Teknik Analisis Data.

Berdasarkan teori fenomenologi, penelitian kualitatif bertujuan untuk


mendapatkan pengertian atas subjeknya dari pandangan subjek itu sendiri
(Bogdan dan Biklen dalam Sutopo, 2002). Setiap peristiwa selalu harus dilihat
dari beragam perspektif dari orang-orang yang terlibat, baik secara aktif maupun
secara pasif dalam peristiwa tersebut. Cara pandang ini membentuk simpulan
multiperspektif yang menimbulkan makna intersubjektif, dengan memperhatikan
beragam alasan mengapa dan bagaimana terjadinya tafsir makna mengenai suatu
peristiwa. Pola pikir ini harus benar-benar disadari oleh peneliti, agar simpulansimpulan hasilnya mengikuti alur yang sesuai dengan karakteristik teorinya.

Selain teori fenomenologi, teori hermeneutik juga menjadi dasar yang sangat
penting dalam penelitian kualitatif. Hermeneutik mengarah pada penafsiran
ekspresi yang penuh makna dan dilakukan dengan sengaja oleh manusia. Artinya,
kita melakukan interpretasi atas interpretasi yang telah dilakukan oleh pribadi atau
kelompok manusia terhadap situasi mereka sendiri (Smith dalam Sutopo, 2002).
Hal ini sejalan dengan pola pandang fenomenologi yang melihat makna dari
pandangan subjek yang dikaji. Setiap peristiwa atau karya memiliki makna dari
interpretasi para pelaku atau pembuatnya. Karya atau peristiwa yang merupakan
interpretasi atas sesuatu tersebut selanjutnya menghadapi pembaca dan
pengamatnya, dan ditangkap dengan interpretasi pula. Hal ini sejalan dengan apa
yang disebut dengan istilah Gadamer dalam Sutopo (2002) di dalam menjelaskan
karya seni, bahwa setiap karya akan selalu diciptakan kembali oleh pengamatnya,
atau dengan kata lain, mendapatkan makna baru yang diciptakan oleh
pengamatnya tersebut. Dalam penelitian kualitatif seorang peneliti hanya dapat
menyajikan suatu interpretasi (didasarkan pada nilai-nilai, minat dan tujuan) atas
interpretasi orang lain atau subjek yang diteliti yang juga didasarkan pada nilainilai, minat dan tujuan mereka sendiri (Smith dan Heshusius dalam Sutopo, 2002).
Setiap langkah dalam penelitian kulitatif tidaklah terpisah secara tegas antara
satu dengan yang lain. Analisis data atau informasi bukan merupakan tahapan
tersendiri terpisah dari langkah atau kegiatan penelitian yang lain. Seluruh
langkah atau kegiatan penelitian kualitatif, merupakan proses yang berlangsung
simultan dan serempak, serta lengkap-melengkapi, oleh karena itu dikatakan
bahwa dalam penelitian kualitatif prosesnya sama dengan hasil yang hendak
dicapai, tidak terkecuali analisis data sebagai salah satu kegiatannya.
Analisis data dimulai sejak masuknya data atau informasi pendahuluan, pada
saat studi eksplorasi dilakukan sebagai kegiatan awal penelitian kualitatif. Data
yang dianalisis adalah data akhir yang tidak berubah lagi, baik karena sudah tidak
ada pertanyaan atau observasi yang perlu dilakukan, maupun karena sudah tidak
ada lagi sumber data yang perlu dimintai informasi. Data seperti itu dipisahkan
dan siap untuk diolah, bersamaan dengan terus dilakukannya kegiatan
pengumpulan data atau informasi lainnya.
Pengolahan atau analisis data atau informasi dilakukan untuk menemukan
makna setiap data atau informasi, hubungannya satu dengan yang lain dan
memberikan tafsirannya yang dapat diterima dengan akal sehat dalam konteks
masalahnya secara keseluruhan. Untuk itu data atau informasi yang telah
dikumpulkan dipilah-pilah kemudian dikelompok-kelompokkan sesuai dengan
rincian masalah-masalahnya masing-masing. Kemudian data atau informasi
tersebut dihubung-hubungkan dan dibanding-bandingkan satu dengan yang lain.
Dengan mempergunakan proses berpikir rasional, analitik, sintetik, kritik, dan
logis, dicari persamaan dan perbedaannya. Di samping itu dapat juga dicari
hubungannya dalam bentuk sebab-akibat, atau ketergantungan yang satu dengan
yang lain meskipun bukan dalam bentuk sebab-akibat. Analisis data mungkin pula
dilakukan dengan cara mendiskripsikan unsur-unsur yang merupakan bagian dari
sesuatu, atau sebaliknya mengkombinasikan dan mengintegrasikanberbagai unsur
yang terpisah-pisah, sehingga menjadi sesuatu sebagai satu kesatuan utuh.

Penelitian kualitatif menekankan pada analisis induktif. Data yang


dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung atau menolak hipotesis yang
telah disusun sebelum penelitian dimulai, tetapi abstraksi disusun sebagai
kekhususan yang telah terkumpul dan dikelompokkan bersama lewat proses
pengumpulan data yang dilaksanakan secara teliti. Dalam proses analisis terdapat
tiga komponen utama yang harus benar-benar dipahami oleh setiap peneliti
kualitatif. Tiga komponen tersebut adalah : reduksi data, sajian data, dan
penarikan simpulan serta verifikasinya (Miles dan Huberman dalam Sutopo,
2002). Tiga komponen tersebut terlibat dalam proses analisis dan saling
keterkaitan serta menentukan hasil akhir analisis.
Reduksi data adalah bagian dari proses analisis yang mempertegas,
memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting, dan
mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan.
Proses ini tidak bersifat aktivitas kuantifikasi data seperti yang dilakukan dalam
penelitian kualitatif.
Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat meliputi berbagai
jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja kaitan kegiatan, dan juga tabel
sebagai pendukung narasinya. Semuanya itu dirancang guna merakit informasi
secara teratur supaya mudah dilihat dan dapat lebih dimengerti dalam bentuk yang
lebih kompak. Sajian data ini merupakan komponen analisis kedua yang penting
sehingga kegiatan perencanan dan kolom dalam bentuk matriks bagi data
kualitatif dalam bentuknya yang khusus sudah membawa peneliti memasuki
daerah analisis penelitian. kedalaman dan kemantapan hasil analisis sangat
ditentukan oleh kelengkapan sajian datanya.
Simpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu perlu dilakukan aktivitas pengulangan
untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat, mungkin
sebagai akibat pikiran kedua yang timbul melintas pada peneliti pada waktu
menulis sajian data dengan melihat kembali sebentar kepada catatan lapangan.
Verifikasi juga dapat berupa kegiatan yang dilakukan dengan lebih
mengembangkan ketelitian, misalnya dengan cara berdiskusi atau saling
memeriksa antar teman (konsensus antarsubjektif). Verifikasi bahkan juga dapat
dilakukan dengan usaha yang lebih luas yaitu dengan melakukan replikasi dalam
satuan data yang lain. Pada dasarnya setiap makna data harus diuji validitasnya
supaya simpulan penelitian menjadi lebih kokoh dan lebih bisa dipercaya.
Perumusan interpretasi dengan cara sintetik bertolak dari data atau informasi
yang bersifat khusus atau fakta-fakta yang bersifat individual, untuk sampai pada
rumusan yang bersifat umum, sehingga cara ini disebut juga berpikir induktif.
Dengan kata lain interpretasi umum yang berlaku untuk semua objek penelitian,
dirumuskan dengan dasar kejadian, peristiwa, kasus dan kondisi satu per satu atau
setiap objek penelitian. Dalam penelitian kualitatif berarti dari sesuatu yang
bersifat khusus, harus diperoleh gambaran mengenai kekurangan, kelemahan, atau
ketidaksempurnaan lingkungan objek penelitian, untuk dicarikan cara
penyelesaian atau mengatasinya. Berpikir sintetik atau secara induktif untuk
memberikan interpretasi hasil pengolahan data atau informasi terdiri dari beberapa
bentuk sebagai berikut :

1.

induksi komplit,
Interpretasi dengan cara berpikir ini dilakukan dengan menyatakan sesuatu
merupakan kondisi objek penelitian, apabila semua unsurnya ternyata
memiliki kondisi seperti itu.

2.

induksi tidak komplit,


interpretasi dirumuskan dengan menyatakan bahwa sesuatu merupakan
kondisi seluruh objek penelitian, apabila sebagian terbesar unsurnya
ternyata memiliki kondisi seperti itu. Data atau informasi tidak dari semua
unsur objek penelitian, tetapi hanya dalam jumlah yang dianggap cukup
oleh peneliti, telah dijadikan dasar untuk merumuskan interpretasi

3.

induksi sistem bacon atau induksi ilmiah,


Induksi ini berasal dari Francis Bacon, seorang tokoh empirisme yang
menolak cara berpikir deduktif dalam merumuskan interpretasi atau
menyusun kesimpulan. Untuk itu dianjurkan menggunakan cara berpikir
induktif, dengan bertolak dari fakta-fakta empiris, yang bersifat khusus
dan individual. Setiap fakta sebagai data empiris mengenai suatu variabel
penelitian, harus dirinci ciri-cirinya. Dalam pencatatan terdapat tiga jenis
ciri-ciri yang mungkin ditemukan. Ciri-ciri itu adalah :
a.

ciri-ciri positif, yakni gejala atau unsur-unsurnya yang pasti timbul


jika terdapat suatu variabel berupa suatu kondisi atau peristiwa.

b.

Ciri-ciri negatif, yakni gejala atau unsur-unsurnya yang seharusnya


tidak timbul dan jika timbul, maka variabel berupa kondisi atau
peristiwa berubah atau bertolak belakang dengan seharusnya.

c.

Ciri-ciri bervariasi, yakni gejala atau unsur-unsurnya yang


mungkin timbul dan mungkin tidak timbul, jika timbul kondisinya
tidak ekstrim tetapi bergerak dari yang paling buruk sampai yang
paling baik, sehingga variabel berupa peristiwa atau kondisinya
bermacam-macam.

D. Ringkasan
Hasil review terhadap aspek metodologi penelitian, menyimpulkan bahwa :
Penggunaan metode triangulasi sudah benar untuk jenis penelitian ini, tetapi untuk
teknik pengumpulan data yang berupa wawancara semi terstruktur belum
memenuhi tujuan penelitian. Untuk dapat memenuhi tujuan penelitian, teknik
wawancara yang seharusnya dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti sudah sesuai
dengan karakteristik penelitian kualitatif dan sudah memenuhi tujuan penelitian,
yaitu sampel yang diambil bersifat selektif atau didasarkan pada pertimbangan
tertentu. Peneliti memilih sumber data yang dianggap mengetahui informasi dan
masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data.
Pendekatan yang dilakukan dalam menjelaskan data-data yang diperoleh
selama penelitian adalah pendekatan interpretive atau interpretasi, pendekatan ini
sesuai dengan perspektif fenomenologis yang menempati kedudukan sentral
dalam metodologi penelitian kualitatif. Interpretasi yang dilakukan adalah dengan
cara berpikir sintetik atau induktif, dimana analisis bertolak dari data atau
informasi yang bersifat khusus untuk sampai pada rumusan yang bersifat umum.
Penelitian kualitatif menekankan pada analisis induktif, dimana data yang
dikumpulkan bukan untuk mendukung atau menolak hipotesis yang telah disusun
sebelum penelitian dimulai, tetapi kesimpulan disusun berdasar data-data yang
telah dikumpulkan dan dikelompok-kelompokkan selama penelitian.

BAB IV
REVIEW HASIL PENELITIAN

Review mengenai hasil penelitian akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
validitas hasil penelitian setelah dilakukan review terhadap aspek teoritis maupun
aspek metodologi, perbandingan hasil penelitian dengan penelitian sejenis, serta
penerapan hasil penelitian di Indonesia.
Validitas Hasil Penelitian
Validitas penelitian menunjukkan apakah instrumen, teknik, serta proses
yang digunakan selama penelitian telah mengukur konsep yang dimaksud oleh
peneliti.
Validitas hasil penelitian kualitatif dipengaruhi oleh validitas data. Data
yang telah berhasil digali, dikumpulkan, dan dicatat dalam kegiatan penelitian,
harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Oleh karena itu setiap
peneliti harus bisa memilih dan menentukan cara-cara yang tepat untuk
mengembangkan validitas data yang diperolehnya. Cara pengumpulan data
dengan beragam teknisnya harus benar-benar sesuai dan tepat untuk menggali

data yang benar-benar diperlukan bagi penelitiannya. Ketepatan data tersebut


tidak hanya tergantung dari ketepatan memilih sumber data dan teknik
pengumpulannya, tetapi juga diperlukan teknik pengembangan validitas
datanya. Validitas ini merupakan jaminan bagi kemantapan simpulan dan
tafsir makna sebagai hasil penelitian. dalam penelitian kualitatif terdapat
beberapa cara yang bisa dipilih untuk pengembangan validitas (kesahihan)
data penelitian. Cara tersebut antara lain berupa teknik trianggulasi dan review
informan.
Sharma (2000) menggunakan metode trianggulasi untuk meningkatkan
validitas dalam penelitiannya. Trianggulasi merupakan teknik yang didasari
pola pikir fenomenologi yang bersifat multiperspektif, artinya untuk menarik
simpulan yang mantap diperlukan tidak hanya satu cara pandang. Patton
dalam Sutopo (2002) menyatakan bahwa ada empat macam teknik
trianggulasi yaitu trianggulasi data, trianggulasi peneliti, trianggulasi
metodologis, trianggulasi teoritis.
Sharma (2000) menggunakan keempat macam teknik trianggulasi
tersebut. Untuk trianggulasi sumber mamanfaatkan jenis sumber data yang
berbeda-beda untuk menggali data yang sejenis. Peneliti menggunakan
narasumber yang berbeda-beda baik dari lingkungan, kelompok, aktivitas,
status, posisi perannya dalam konteks tertentu. Selain itu, peneliti juga
menggunakan sumber data lain yang berupa catatan, arsip, dokumen, yang
memuat catatan yang berkaitan dengan data yang dimaksudkan peneliti.
Dengan cara menggali data dari sumber data yang berbeda-beda dan juga

teknik penumpulan data yang berbeda, data sejenis bisa teruji kemantapan dan
kebenarannya.
Sharma

(2000)

menggunakan

tringgulasi

metode,

yaitu

dengan

menggunakan teknik atau pengumpulan data yang berbeda. Di sini yang


ditekankan adalah penggunaan metode pengumpulan data yang berbeda,
bahkan diusahakan untuk berbeda, lebih jelas untuk diusahakan mengarah
pada sumber data yang sama untuk menguji kemantapan informasinya.
Peneliti dalam menggunakan trianggulasi metode ini menggunakan tiga
metode pengumpulan data yaitu: studi dokumen, wawancara semi terstruktur
dan kuesioner terbuka. Dari tiga data yang diperoleh melalui beberapa teknik
pengumpulan data yang berbeda tersebut hasilnya dibandingkan dan dapat
ditarik simpulan data yang lebih kuat validitasnya. Di dalam penelitian
kualitatif semua teknik pengumpulan data kualitas pelaksanaannya sangat
tergantung pada penelitiannya sebagai alat pengumpul data utamanya. Oleh
karena itu sikap kritis dan terbuka sangat penting, dan teknik pengumpulan
data yang digunakan bersifat terbuka dengan kelenturan yang luas.
Pada penelitian Sharma (2000) teknik wawancara yang digunakan adalah
wawancara semi terstruktur, sedangkan untuk memenuhi tujuan penelitian
kualitatif wawancara sebaiknya dilakukan secara terbuka atau in-depth
interviewing. Wawancara secara terbuka dilakukan untuk memperoleh
informasi yang lebih mendalam, menggali pandangan subjek yang diteliti
tentang banyak hal yang bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian
informasinya secara lebih jauh dan mendalam. Teknik pengumpulan data

terkait dengan pentingnya nilai kebenaran dan derajat kepercayaan.


Penggunaan wawancara semi terstruktur menyebabkan kurangnya informasi
yang diperoleh selama penelitian dan pada akhirnya berpengaruh terhadap
validitas hasil penelitian.
Trianggulasi peneliti dilakukan pada hasil penelitian baik data maupun
simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya
dari beberapa peneliti. Dari pandangan dan tafsir yang dilakukan oleh
beberapa peneliti terhadap semua informasi yang berhasil digali dan
dikumpulkan berupa catatan, diharapkan bisa terjadi pertemuan pendapat yang
pada akhirnya bisa lebih memantapkan hasil penelitian. Dalam penelitian yang
menggunakan strategi studi kasus ganda, kemungkinan besar setiap kasus
dengan lokasi yang berbeda dilakukan pengumpulan datanya oleh peneliti
yang lain. Dalam kondisi ini, trianggulasi peneliti bisa dilakukan dengan
membandingkan data sejenis dari setiap lokasi kasus. Dengan demikian jenis
data tertentu yang mungkin bersifat khusus yang mungkin diperoleh dari suatu
lokasi, bisa ditanyakan dan dicari dari lokasi yang lainnya untuk kegiatan
pengumpulan data selanjutnya untuk mengetahui apakah di lokasi yang lain
juga terdapat data semacam itu. Cara lain selain bisa untuk memantapkan
kelengkapan data, juga bisa digunakan untuk menemukan kekhususan dari
setiap kasus (lokasi) yang sedang diteliti.
Trianggulasi teori dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif
lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Dari
beberapa perspektif teori tersebut akan diperoleh pandangan yang lebih

lengkap, tidak hanya sepihak, sehingga bisa dianalisis dan ditarik simpulan
yang lebih utuh dan menyeluruh. Karena setiap pandangan teori selalu
memiliki kekhususan cara pandang, maka dengan menggunakan beberapa
perspektif teori akan menghasilkan simpulan yang multidimensi. Dalam hal
ini peneliti bisa membahas dari teori-teori dari disiplin yang berbeda, atau bisa
juga dengan teori yang berbeda tetapi masih dalam satu disiplin. Banyak
peristiwa yang terjadi dalam masyarakat memiliki latar belakang yang sangat
rumit dan dilandasi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan. Dalam
melakukan jenis trianggulasi ini peneliti wajib mamahami teori-teori yang
digunakan dan keterkaitannya dengan permasalahan yang diteliti sehingga
mampu menghasilkan simpulan yang lebih mantap dan benar-benar memiliki
makna yang kaya perspektifnya. Meski demikian, dalam hal ini peneliti bisa
menggunakan satu teori lebih mendalam daripada teori yang lain sebagai
fokus utama dari kajiannya. Untuk analsis studi kasus ini, peneliti
menggunakan tiga perspektif teori, yaitu: general system, teori institusional,
dan teori kontinjensi. Dalam keterkaitannya dengan masalah yang sedang
diteliti di HA, ketiga perspektif teori ini belum secara lengkap menjelaskan
permasalahan yang sedang diteliti. Penggunaaan perspektif teori yang kurang
lengkap ini akan berpengaruh pada analisis dan terakhir akan berpengaruh
pada simpulan atau hasil penelitian yang validitasnya rendah.
Dalam mambahas validitas penelitian ini Yin dalam Sutopo (2002) selain
menyatakan adanya pokok-pokok pengumpulan data yang harus diingat
peneliti, selain bentuk trianggulasi yang ia sarankan dengan menggunakan

sumber data ganda. Untuk lebih meningkatkan validitas bagi tercapainya mutu
penelitian ada dua cara lain yang disarankan yaitu penyusunan data base
dan penyusunan catatan mata rantai bukti penelitian. salah satu dari cara ini
telah digunakan oleh Sharma (2000) yaitu penyusunan data base yang
merupakan bukti data yang telah dikumpulkan dalam segala bentuknya seperti
tape recorder dan back up catatan guna memudahkan review serta usaha
penelusuran kembali proses penelitian bilamana diperlukan.
Dalam kaitannya dengan validitas dan reliabilitas penelitian, keberadaan
peneliti yang cukup lama di lokasi studinya ini juga merupakan salah satu
bentuk jaminan bahwa apa yang disajikannya jelas lebih bisa dipercaya
daripada sajian yang didasarkan pada kehadiran peneliti dalam waktu pendek
di lokasi penelitiannya. Sharma (2000) melakukan penelitian selama
satusetengah tahun yaitu dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2000, sehingga
dari segi waktu, penelitian ini memenuhi validitas serta reliabilitas penelitian.
Perbandingan hasil penelitian dengan penelitian yang sejenis
Varma dan Chand (2001) melakukan studi kasus terhadap organisasi
sektor publik lain di Fiji, yaitu Reserve Bank Of Fiji (RBF). Studi kasus yang
dilakukan di RBF (bank central di Fiji) merupakan studi tentang proses dan
konsekuensi restrukturusasi organisasi . Organisasi ini dipilih peneliti dengan
alasan : (1) RBF mempunyai peran yang signifikan sebagai bank sentral milik
pemerintah (2) RBF melakukan beberapa perubahan pada sistem pengendalian
manajemennya, yaitu pada hierarki manajemen, sistem penilaian kinerja,
rating systems serta penerapan TQM. Penelitian Varma dan Chand (2001) ini
bertujuan untuk : (1) mengetahui faktor-faktor institusional apa yang
berpengaruh terhadap perubahan MACS di RBF, (2) apakah perubahan yang
dilakukan membawa efisiensi dan efektifitas, kekuatan dibalik terjadinya

perubahan, reaksi karyawan, pengaruh negara terhadap proses restrukturisasi..


Selama penelitian, Varma menggunakan tiga tingkat perubahan organisasi
yang diperkenalkan oleh lewins (1947) dalam menjelaskan proses
restrukturisasi dengan metode pengumpulan data menggunakan interview
semi terstruktur dan diskusi secara informal terhadap perwakilan RBF.
Penelitian ini mendukung peneliti lain (seperti Hoque dan Hopper,
Broaadbent dan Guthrie dalam Sharma, 2000) yang menyatakan bahwa faktor
sosial, politik, institusional, dan ekonomi berpengaruh terhadap berjalannya
MACS diorganisasi.

Tiga proses resrukturisasi yang dijalankan di RBF

meliputi : penciptaan departemen baru dan pengangkatan manajernya, desain


posisi dan menetapkan pemberian gaji , aplikasi untuk posisi baru. Struktur
baru membawa ketidakpastian dan kebingungan dalam organisasi, Sebagian
besar karyawan menanggapi perubahan ini dapat membawa kesempatan baru
dan job yang memuaskan.
Penelitian sejenis juga dilakukan terhadap pemerintah lokal Australia
mengenai manajemen publik baru dan perubahan dalam sistem pengendalian
manajemen oleh Moll dan Hoque (2000). Penelitian ini merupakan studi kasus
terhadap perubahan manajemen, yang secara khusus berfokus kepada tiga
komponen sistem pengendalian manajemen yaitu : struktur organisasi, sistem
akuntansi manajemen, serta komitmen dan moral karyawan. Empat perspektif
pengendalian digunakan untuk menganalisis penemuan di lapangan, empat
perspektif tersebut meliputi : teknikal rasional, institusional, perubahan
organisasi dan perspektif perilaku. Metodologi yang digunakan selama
penelitian bersifat open-ended. Metode yang digunakan meliputi tiga bagian,
yaitu : interview semi terstruktur, studi arsip dan dokumen organsasi,
feedback atas penemuan kepada manajer. Hasil penelitian menunjukkan
perubahan struktur organisasi dipengaruhi tekanan insitusional seperti :
pembatasan oleh negara, undang-undang pemerintah lokal, kebijakan
persaingan nasional. Sebuah sistem informasi manajemen keuangan baru
diterapkan untuk merespon perubahan yang terjadi di dalam organisasi untuk
menyediakan informasi yang relevan untuk tujuan pembuatan keputusan

manajemen. Penganggaran perusahaan sebagai sebuah model pengendalian


juga harus sejalan dengan rencana organisasi, rencana operasional dan rencana
strategis digunakan sebagai sarana pengukuran kinerja. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa apabila perubahan tidak cukup direncanakan, maka akan
berpengaruh terhadap perilaku karyawan seperti perilaku resisten serta
berkurangnya komitmen para karyawan terhadap perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sharma (2000) mengenai perubahan
MACS di organisasi sektor publik HA ini memiliki beberapa persamaan dan
perbedaan, yaitu :
Persamaan penelitian terletak pada :
setting penelitian,
Penelitian dilakukan pada organisasi sektor publik yang melakukan
perubahan pada sistem pengendalian manajemen.
Pendekatan penelitian,
Kedua penelitian tersebut mempunyai prinsip penelitian yang sama
dengan penelitian yang dilakukan Sharma (2000), yaitu menggunakan
studi kasus dengan menggunakan prinsip penelitian naturalistik atau
penelitian kualitatif.
tujuan penelitian,
Tujuan penelitian yang dilakukan untuk :
1). mengetahui faktor-faktor eksternal apa saja yang mempengaruhi
perubahan sistem pengendalian manajemen di organisasi sektor
publik dan,
2). memahami proses perubahan selama kurun waktu tertentu.
Hasil penelitian,
Penelitian yang dilakukan pada ketiga objek yang berbeda
tersebut, mempunyai hasil penelitian yang sama, meskipun perspektif
teori dan metode penelitiannya berbeda yang digunakan berbeda.
Persamaan hasil penelitian tersebut terjadi karena adanya
persamaan karakteristik faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
perubahan MACS di suatu organisasi. Hasil penelitian juga

menyimpulkan bahwa perubahan dalam suatu organisasi membawa


implikasi terhadap perilaku karyawan, seperti perilaku resistensi
terhadap perubahan.
Hasil penelitian yang dilakukan pada ketiga organisasi sektor
publik tersebut mendukung hasil penelitian sebelumnya, seperti
penelitian Hoque dan Hopper (1994), Broadbent dan Guthrie dalam
Sharma (2000), yang menyatakan bahwa faktor sosial, politik,
institusional, dan ekonomi berpengaruh terhadap operasi MACS di
suatu organisasi.
Perbedaan penelitian terletak pada :
aspek teoritis.
Sharma (2000) menggunakan tiga perspektif teori (general
system, teori institusional, dan teori kontinjensi) dalam penelitiannya
terhadap proses perubahan akuntansi manajemen dan sistem
pengendalian di HA, Fiji. Moll dan Hoque (2000) meneliti penerapan
new public management dan perubahan MACS di pemerintah lokal
Australia dengan menggunakan empat perspektif teori pengendalian
yaitu: teknikal rasional, institusional, perubahan organisasi dan
perspektif perilaku. Varma dan Chand (2001) melakukan penelitian
terhadap proses restrukturisasi organisasi bank sentral di Fiji dengan
menggunakan model perubahan tiga tingkat Lewins.
metodologi penelitian
Sharma (2000) menggunakan metode trianggulasi yaitu: studi
dokumen, wawancara semi terstruktur dan kuesioner terbuka. Moll
dan Hoque (2000) menggunakan tiga metodologi penelitian yaitu:
interview semi terstruktur, studi arsip dan dokumen organisasi, feed
back hasil penelitian terhadap manajer. Varma dan Chand (2001)
menggunaan dua metode pengumpulan data dalam melakukan
penelitian yaitu: interview semi terstruktur dan diskusi informal
dengan perwakilan RBF.

Penerapan hasil penelitian di Indonesia


Sharma (2000) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa perubahan
sistem pengendalian manajemen dan akuntansi manajemen yang terjadi di
organisasi sektor publik HA merupakan pengaruh dari faktor eksternal organisasi,
yaitu negara, faktor politik, agen pendonor, konsultan eksternal dan PAQF.
Konsekuensi dari perubahan MACS ini adalah HA harus menerapkan indikator
kinerja keuangan, TQM, inovasi pada divisi keuangan, pemisahan PRB dari HA.
Setyawan (2003) melakukan penelitian change management dalam organisasi
PEMDA kasus sebuah BUMD kabupaten Sukoharjo. Hasil penemuannya
menyebutkan bahwa penerapan otonomi daerah membawa konsekuensi logis
berupa perubahan dalam organisasi PEMDA. Perubahan tersebut juga merupakan
tuntutan masyarakat untuk meningkatkan kualitas layanan organisasi
pemerintahan. Organisasi harus menyesuaikan diri dengan perubahan eksternal
dan internal. Terkait dengan perubahan dalam organisasi, maka terdapat beberapa
point penting : (1) organisasi PEMDA harus mengubah paradigmanya dari
birokrasi menjadi paradigma corporate governance, (2) salah satu model yang
disarankan karena sesuai dengan paradigma baru itu adalah konsep pemerintah
jaringan, (3) perubahan organisasi erat kaitannya dengan perubahan budaya,
namun merubah budaya organisasi bukan pekerjaan mudah, (4) penolakan
karyawan dalam hal ini PNS bisa saja terjadi apabila proses perubahan itu tidak
mempertimbangkan kepentingan mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
perubahan organisasi sektor publik di Indonesia dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang sama seperti pada organisasi sektor publik di HA, sehingga hasil penelitian
mengenai perubahan MACS di HA dapat diterapkan di organisasi sektor publik di
Indonesia.
Firmanzah (2003) dalam tulisannya tentang perubahan organisasi dalam postprivatisasi. Privatisasi tidak hanya dilakukan pada negara-negara berkembang,
tetapi juga di negara-negara maju. Tahun 2003, Indonesia melakukan privatisasi
sejumlah BUMN yang salah satunya adalah divestasi saham PT indosat yang
dibeli oleh STT. Riset tentang privatisasi menunjukkan bahwa program ini
berkaitan erat dengan aktivitas politik suatu negara. Sementara itu peranan dari
lembaga internasional seperti dana moneter internasional (IMF) dan bank dunia
(world bank) juga telah memberikan tekanan kepada negara berkembang untuk
melakukan privatisasi (Ramamurti dalam Firmanzah, 2003). Indonesia merupakan
negara berkembang, dimana lembaga pendonor seperti bank dunia serta dana
moneter internasional mempunyai pengaruh yang besar terhadap kebijakan
negara, terutama untuk sektor publik.
Bergulirnya nuansa kebebasan yang meluas di masyarakat, serta perubahan
faktual peran pemerintah daerah yang dimulai terbuka dalam sebuah koridor UU
No.22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah, menuntut wacana lebih luas peran
layanan yang berkualitas kepada masyarakat. Di samping itu, tatanan praktis
terhadap tuntutan layanan lebih baik beriringan dengan semakin membaiknya
pengertian masyarakat terhadap hak-haknya sebagai warga negara yang
mempunyai akses langsung kepada pemerintah. Ini tentunya membawa dampak
terhadap perubahan iklim kerja di pemerintah daerah, khusnya sebagai abdi
negara dan pelayanan masyarakat. Terlebih apabila hal tersebut dikaitkan dengan

salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan sebuah organisasi yang


berorientasi pada public service, yaitu keberhasilannya di dalam menjalankan
fungsi layanan kepada publik, baik berupa barang maupun jasa sesuai dengan
kebutuhan yang dikehendaki.
Implikasi hasil penelitian yang dapat diterapkan di organisasi sektor publik di
Indonesia adalah untuk menghadapi pengaruh eksternal terhadap organisasi, perlu
diterapkan sistem pengendalian dan sistem akuntansi manajemen yang efektif.
Perubahan-perubahan seperti desain pekerjaan, pengukuran kinerja, proses
internal perusahaan, rewards and punishment perlu diterapkan untuk
menyesuaikan perubahan. Sesuai dengan tuntutan yang semakin berubah,
pengukuran kinerja memiliki berbagai tujuan yang berorientasi internal dan
eksternal. Suatu pengukuran kinerja harus dapat mengakomodasi beberapa
informasi dari aktivitas dalam mencapai harapan konsumen dan tujuan strategi
yang ditetapkan. Oleh karena itu suatu pengukuran kinerja yang baik harus
memiliki kriteria sebagai berikut :
merupakan penghubung antara operasi dan strategic goals,
mengintegrasikan informasi-informasi yang bersifat finansial dan
nonfinansial,
mengukur indikator yang dianggap penting bagi konsumen,
memotivasi proses operasi untuk bekerja melampaui harapan konsumen,
mengidentifikasi dan mengurangi timbulnya pemborosan,
mengubah fokus organisasi dari birokrasi vertikal yang bersifat kaku, ke arah
yang lebih bersifat responsif melalui sistem horizontal,
mempercepat proses organizational learning dan membangun konsensus
terhadap perubahan harapan konsumen maupun strategi,
menterjemahkan fleksibilitas ke dalam pengukuran yang lebih spesifik.
Tujuan pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam
mencapai tujuan organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.
Penilaian kinerja dilakukan pula untuk menekan perilaku yang tidak semestinya
diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta imbalan, baik
yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik
Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atau tingkat pencapaian tujuan
organisasi. Semakin tinggi kinerja organisasi, berarti semakin tinggi tingkat
pencapaian tujuan organisasi. dalam usaha mencapai kinerja yang tinggi,
organisasi harus memfokuskan pada misi yang berorientasi pada customer dan
kepuasan kerja pegawai serta mampu mengamati dan menganalisa kemudian
menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal.
Dalam hal ini peranan manajemen strategi sangatlah penting, karena dengan
manajemen strategi akan diidentifikasikan faktor-faktor strategik baik dari
lingkungan internal maupun eksternal serta menentukan pilihan-pilihan strategis
untuk mengarahkan langkah-langkah yang harus ditempuh oleh organsasi di masa
yang akan datang, sehingga kinerja organisasi dapat berlangsung secara
berkelanjutan.
Penting kiranya suatu sistem pengukuran kinerja untuk dapat lebih fleksibel
dan adaptif terhadap perubahan-perubahan dalam kondisi operasional, straaategi,

prioritas, dan proses. Sistem tersebut harus bersifat lebih dinamis terhadap
tuntutan dalam menghadapi perubahan lingkungan kompetitif yang cepat.
Ringkasan
Berdasarkan review atas aspek teoritis serta metodologi yang digunakan
pada studi kasus mengenai perubahan MACS di organisasi sektor publik HA,
maka dapat dikatakan bahwa validitas penelitian tersebut rendah, karena
metode pengumpulan data serta aspek teoritis yang digunakan belum
memenuhi tujuan penelitian.
Penelitian Sharma (2000) mempunyai hasil penelitian sama dengan
penelitian sejenis yang dilakukan pada organisasi sektor publik lain, meskipun
aspek teoritis maupun aspek metodologinya berbeda. Kesamaan hasil ini
disebabkan persamaan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap masalah yang
diteliti serta akibat yang ditimbulkan setelah terjadinya perubahan MACS.
Hasil penelitian ini juga mempunyai implikasi terhadap sektor publik di
Indonesia, terutama untuk sistem pengendalian dan akuntansi manajemennya.
Sektor publik di Indonesia seharusnya melakukan respon strategis terhadap
pengaruh faktor eksternal yang menyebabkan perubahan organisasi, misalnya
penerapan pengukuran kinerja dalam organisasi.
Untuk melakukan perubahan dalam organisasi (dalam hal ini organisasi
sektor publik) di Indonesia hal utama yang harus diperhatikan adalah aspek
sumber daya manusia. Berdasarkan penemuan Sharma (2000) menunjukkan
pada awal perubahan timbul resistensi dari para karyawan, hasil penelitian
mengindikasikan bahwa tidak semua sistem dan proses yang baru berjalan
sempurna seperti yang direncanakan.

BAB V
KESIMPULAN

1.

Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian (general


system, teori kontinjensi, dan teori konstitusional) belum cukup untuk
memenuhi tujuan penelitian konsep-konsep lain yang seharusnya digunakan
adalah :
a.

teori perilaku seperti teori sosioteknikal, lewins field theory,teori


rewards.

b.

dijelaskannya tiga proses isomorphis dalam teori institusional yaitu


proses koersif, mimetik, dan normatif.

2.

Teknik pengumpulan data dengan metode trianggulasi


sudah sesuai dengan pendekatan yang digunakan (naturalistik), tetapi untuk
memenuhi tujuan penelitian kualitatif ini, interview sebaiknya dilakukan

secara tidak terstruktur. Teknik pengambilan sampel yang bersifat internal


sampling, generalisasi terbatas untuk konteks tertentu.
3.

Validitas hasil penelitian rendah karena baik aspek teoritis


maupun metodologinya belum memenuhi tujuan penelitian. Penelitian Sharma
(2000) mempunyai persamaan hasil dengan penelitian sejenis yang dilakukan
Varma dan Chand (2001) dan Moll dan Hoque (2000) meskipun perspektif
teori dan metodologi penelitiannya berbeda. Hasil penelitian di HA dapat
diterapkan

di Indonesia, yaitu untuk penerapan pengukuran kinerja di

organisasi sektor publik.


DAFTAR PUSTAKA

Cavaleri, Steven dan Krzystof Obloj, 1993, Management Systems a Global


Perspective, University of Warsaw Wadsworth Publishing Company
Belmont, California a Division of Wadsworth, Inc.
Denzin, Norman K., 1978, Qualitative Research, http://www.geocities.com/.
Emmanuel, Clive, David Otley dan Kenneth Merchant, Readings in Accounting
for Management Control, USA : International Thomson Business Press.
Firmanzah, 2003, Perubahan Organisasi dalam Post-Privatisasi, Usahawan
Nomor 05 Tahun xxxii Mei 2003.
Gibson, James L, John M.Ivancevich, dan James H Donnelly, Jr, 1989,
Organizations : Behavior, Structure, Processes, USA : Irwin.
Hoque, Z dan Hopper T., 1994, Budgeting in The Public Sector in LDCS Some
Research Finding, http://www.yahoo.com/.
Hoque, Z dan Hopper T., 1997, Budgeting in The Public Sector in LDCS Some
Research Finding, http://www.yahoo.com/.

Jones, Gareth R, 2001, Organizational Theory : Text and Cases 3ed New Jersey
: Prentice Hall International, Inc.
Khalik, A. Rashad Abdel dan Bipin B. Ajinkya, Empirical Research in
Accounting a Methodological Viewpoint, American Accounting Association,
Accounting Education Series, Volume No 4.
Moleong, J.L., 1995, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Moll, Jodie dan Zahirul Hoque, 2000, Rationality, New Public Management and
Changes in Management Control System : a Study of Managing Change in an
Australian Local Government Setting. School of Accounting and Finance,
Griffith University, PMB 50 Goald Coast Mail Centre, Queensland 9726,
Australia
Muhajir, Noeng, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rake
Sarasin.
Nawawi, Hadari dan Mimi Martini, 1996, Penelitian Terapan, Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Sharma,Umesh, 2000, Management Accounting and Control System Changes in
a Public Sector Context : a Case Study, Working Papers, Department of
Accounting and Financial Management University of The South Pacific,
Suva,Fiji.
Sjabadhyni, Bertina, B.K. Indarwahyanti Graito, dan Rufus Patty Wutun, 2001,
Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif PIO Depok: Bagian Psikologi
Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Sutopo, H.B., 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif , Dasar Teori dan
Terapannya Dalam Penelitian, Surakarta : Sebelas Maret University Press.
Setyawan, Anton A, 2003, Change Management dalam Organisasi Pemda Kasus
Sebuah BUMD Kabupaten Sukoharjo, Usahawan Nomor 09 Tahun xxxii,
September 2003.
Tika, Moh.Pabundu, 1997, Metode Penelitian Geografi, Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Tangkilisan, Hessel Nogi S, 2003, Manajemen Modern Untuk Sektor Publik,
Yogyakarta : Balairung & Co.
Robbins, Stephen P, 2002, Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi Edisi Kelima,
Jakarta : Penerbit Erlangga.

Varma, Veer Singh dan Chand Parmod, 2001, The Process and The
Consequences of Organizational Restructure The Case For a Central Bank,
Department of Accounting and Financial Management University of South
Pacific Laucala Campus, Suva, Fiji Island.
Vecchio, Robert P, 2000, Organizational Behavior, Core Concepts, USA : The
Dryden Press a Division of Harcourt College Publishers.

The Process And The Consequences Of Organizational Restructure


The Case For A Central Bank
Veer Singh Varma
Department of Accounting and Financial Management
University of the South Pacific
Laucala Campus, Suva, Fiji Islands.
*

Varma_V@usp.ac.fj

Ph: (679) 212825


Parmod Chand
Department of Accounting and Financial Management
University of the South Pacific
Laucala Campus, Suva, Fiji Islands.

Chand_P@usp.ac.fj
Ph: (679) 212824

Corresponding Author.

THE PROCESS AND THE CONSEQUENCES OF ORGANIZATIONAL


RESTRUCTURE
THE CASE FOR A CENTRAL BANK
ABSTRACT
Todays organizations, be it in a private sector or a public sector, face an
environment of intense competition, rapid change and uncertainty. Therefore,
managers are continually searching for new structures and processes to help their
organizations to keep pace with such developments. Factors such as commitment
to Total Quality Management (TQM), performance contract and organizational
restructuring by a regulatory authority like the state by separation of the
departments and the broader roles all serve to enhance the commercial status of an
enterprise. This study provides an analysis of the nature and effectiveness of
Management Accounting and Control Systems (MACS) within a developing
country public sector organizational context. This study is extending the domain
of research done in the area of change to incorporate a Bank, and further describes
and interprets the role of control mechanisms in maintaining and directing the
momentum of strategic change.
The Lewins (1947) three-stage model of
organizational change will be the lens through which the restructuring process will
be examined.
1.0

Introduction

It is a widely held notion that changes in the public sector management are geared
towards promoting efficiency, effectiveness, cost saving and streamlining
managerialism (Broadbent and Guthrie, 1992; Covaleski et al., 1993). In
particular, research has focused on the role of MACS to enable organizations to
respond to environment of intense competition, rapid technological change and
uncertainty about future. As an organizations MACS is expected to provide
timely, accurate, reliable and relevant information on performance, with such
changes, a firms internal accounting and control mechanisms also has to undergo
changes (see Hoque and Alam, 1999).
Studies have indicated that organizations are structured by phenomena in their
environments and tend to become isomorphic with them (Meyer and Rowan,
1977; Whitley, 1999). As a result it has been claimed that institutional
isomorphism increases the success and survival of organizations. Factors such as
commitment to TQM, performance contract and organizational restructuring by a
regulatory authority like the state by separation of the departments and the broader
roles all serve to enhance the commercial status of an enterprise.
This study provides an analysis of the nature and effectiveness of MACS within a
developing country public sector organizational context. The major aim of this

study is to show how the wider institutional factors have impacted on the changes
in MACS at the Reserve Bank of Fiji (RBF). It identifies the reasons for the
implementation of the TQM, the management performance based contract
systems and the need for changing the appraisal, reward and rating system. It also
identifies the efficiency and effectiveness concept related to change, the forces
behind these changes, the reaction of employees to these changes, and the impact
of the state on the organization restructures. This research discusses the diversity
of influences that shape accounting and control systems in organizations. The
Lewins (1947) three-stage model of organizational change will be the lens through
which the restructuring process will be examined. By investigating MACS
changes in a public sector, this study adds to the limited knowledge of MACS in
developing economies, which has been a neglected area of accounting research
(see Hoque & Hopper, 1997; Nandan, 1997a; Archary, 1998; Sharma, 2000).
The remainder of the paper is structured as follows. Section two provides the
motivation for the study and the research design is then discussed. Section three
examines strategic change, process restructuring and management control system
redesign at the RBF and section four identifies the impediments to MACS change.
Finally, the case study findings are interpreted against the extant literature;
utilizing the Lewins (1947) model.
2.0

Motivation for the study and the research design

Todays organizations, be it in a private sector or a public sector, face an


environment of intense competition, rapid change and uncertainty. Therefore,
managers are searching for new structures and processes to help their
organizations respond and attain advantage in the marketplace (Lawson and Lillis,
2001). The aspect of organizational adaptation that has received considerable
attention is the role of management control systems in facilitating the
organizational response (see Shields, 1997 and Dent, 1990).
Performance is measured and evaluated so that efforts and allocation of resources
can be more rationally managed (Stewart and Walsh, 1994; Jones, 1991; Jackson,
1988; Emmanuel and Otley, 1985). The outcomes from use of performance
measure can lead to changes in employee attitude, improvements in service
delivery, and improvements in decision-making (Keavney, 1996; Jones, 1991;
Smith 1990; Kenis, 1979). Primarily, studies in the past have focused on the
matching of control system attributes with strategic context (see Langfield-Smith,
1997).
This study examines the relatively unexplored area of MACS change, whereby
performance feedback mechanisms are used as part of strategic renewal. As
Lawson and Lillis (2001) have observed these routine self-regulating mechanisms
are potentially powerful in their capacity to freeze organizations on either
desirable or undesirable strategic pathways. This study is extending the domain
of research done in the area of change to incorporate a Bank, and further intends

to describe and interpret the role of control mechanisms in maintaining and


directing the momentum of strategic change.
Reserve Bank was selected for this research project because of its significant role
as the Governments Central bank. It was agreed upon to study MACS changes at
the Bank, which has gone through very difficult times during the last four years.
Beginning in 1998, and accelerating in 1999 and the year 2000, the Bank
executives have been launching committees to investigate a growing list of change
prospects such as management hierarchy, organizational performance appraisal
and rating systems and adoption of TQM principles. The years of 1999 and 2000
were filled with recommendations for the Bank staff and the public at large.
The Banks response to these calls was swift. In a speech to faculty members
marking the celebration of the Silver Jubilee in year 1998, the Banks Governor
indicated the need to restructure.1 In this forum, the Governor also announced that
he had been given a mandate by the Banks Board of Directors to restructure the
Bank into a more effective and efficient operation. The Governor asserted that:
Change is not optional. The Board, who represent our stakeholders, have
endorsed the action plan that has been developed in consultation with you.
Directors will be monitoring the change process and contributing to it. We have a
mandate for change. (RBF Board Paper No.24/1998)
Most changes were expected to yield efficiency in organizations operation for
example TQM facilitated the organization to be customer focused. The Reserve
Bank was also chosen for an in-depth investigation because it had recently
changed its organizational structure and the MACS operations.
Lewins (1947) three-stage model of organizational change has been used to
illustrate the process of strategic change within the RBF. Lewins model shows
that that not all new systems and processes will work perfectly as planned.
Consequently, feedback mechanisms are required to identify and correct
problems. This study illustrates how the RBF unfroze in response to competitive
pressures moved through the development of strategic responses (process
restructuring and the redesign of management control systems) and refroze with
these new processes, approaches and control systems in place (Lewins, 1947;
Lawson and Lillis, 2001).
Furthermore, the study has used Laughlins (1995) framework to present the data.
In Laughlins framework there are three main elements of an organization; the
interpretive schemes, the design archetypes and the subsystems. The interpretive
schemes, design archetypes and sub-systems are in some dynamic balance; that
1

He issued a memorandum to all faculty and staff confirming his announcement. This memo
initiated the plan to restructure by assigning responsibility in the area of MACS.

is, there is some acceptance of the dominant perspective of the organization which
gives it coherence despite voices of dissent (Laughlin, 1995; Gurd, 2001).2
This is a case based research whereby the researcher interacts with the
phenomena, which is investigated. Researchers utilizing a case study approach
could either employ a scientific or a naturalistic method or a combination of the
two research methods to collect the data. In this case a naturalistic research
method (Tomkins and Groves, 1983) was utilized. Accordingly, semi-structured
interviews and informal discussions with the RBF representatives were held.
Interview schedules were prepared and forwarded to the interviewees and were
used as the basis for the interviews. Once the interviews were completed and
responses recorded, the completed transcripts were presented to the interviewees
for confirmation and verification. The responses from the unstructured interviews
were then analyzed. The empirical evidence on the RBFs reasons behind the
restructuring process is presented below.
3.0

Results and Analysis

3.10

Historical overview of RBF

Accounting practice as a social construct can be understood by exploring the


historical development of accounting and identifying the various influences of
accounting change (Burchell et al., 1985; Scapens & Roberts, 1993; Luft, 1997;
Hoque and Hopper, 1994 and 1997). RBF formerly known as the Central
Monetary Authority (CMA) came into existence in early 1973. It replaced the
Currency Board that existed since Fijis independence in 1970. Upon its
inception, CMA was responsible for printing, minting and issuing currency. It was
also in-charge of promoting the growth of a healthy financial system and strong
economy. In particular, CMA, acted as a banker to commercial banks, government
and its agencies.
On 1st January 1984, an Act of Parliament formed RBF. The RBF Act, 1985,
governs the RBF. According to the Act, RBF is a corporate body with perpetual
succession and a common seal (1985: Sec. 3). The bank has the power vested by
the RBF Act in respect of entering into contracts, suing or being sued in its own
name, has power to acquire, hold and dispose of real and personal property (1985:
Sec.3). It also has the power to make such expenditures as it deems necessary
for the proper discharge of its functions (1985: Sec.3).
The assets and liabilities and contractual rights and obligations of the RBF have
been transferred from the Central Monetary Authority of Fiji since 1985. The

Laughlins (1995) framework has been heavily criticized, but it is still widely used to present the
organizational structure of any organization. This is to what it has been utilized in this study, to
present the change in the organizational structure of the RBF.

organizational structure of the RBF prior to the restructuring process is shown


below.

Insert figure 1
3.20

Process Restructuring

Process restructuring at RBF was critical to eliminate inefficient, non valueadding processes, to remove impediments to high quality production, and to
provide an environment where problems could be solved quickly and effectively.
3.21

Action Plan

The Action Plan was for a three-year period from 1998 to 2000. The Action Plan
was not just about the restructuring process. Restructuring was the first step in
improving the change management. The 1998 plan provided for the development
of planning and budgeting process, the introduction of new management
techniques such as projects, integration of better TQM program with other
management process and the development of an organization culture based on
excellence.
The plan also focused on how change was to be achieved. It provided appropriate
management and staff involvement at all stages, and for consultation with the
union on employment related matters. The approach to change emphasized
communication at all stages which is a vital part of future organizational culture.
3.22

RBF organizational restructures

From the earliest thinking about organizations as somewhat distinctive aspects of


social structure, analysts have attempted to account for the existence and
elaboration of organizational structure. For most, the emergence of formal
structure-codified rules; designated positions or offices has been either the
defining feature of or a prominent characteristic of these systems.
Organizations also exhibit considerable diversity in their structural features. Some
are tall and highly centralized, others flat and decentralized. Some develop
disproportionately large and top-heavy administrative components; others appear
relatively lean with modest resources devoted to management. RBF organization
restructure occurred over a period of three years starting from 1998. The
following is a diagrammatic representation of the new structure of the Bank.
Insert Figure 2
The changes mainly occurred in staff resourcing, management and
communication, teamwork (within and between departments) and service
delivery. Design and implementation of a new organization structure was the first
step in the change program. During the restructuring process, majority of the
positions disappeared and new jobs were created. The objectives of restructuring
process included: a flatter and flexible rank-based to role-based structure, focus on

results and key outputs, teamwork and staff empowerment and developing job
descriptions that clarify roles and accountabilities which are based on outcomes
achieved, not tasks. As a result of the change, the organization structure of the
Bank became more flatten and flexible. The reporting lines were clarified with
more staff empowerment.3
Restructuring means new structures, responsibilities and work processes. The
Public Relations Officer explained in detail the actual process of the
organizational restructure. According to him, the new structure involved several
stages. These were creation of new departments and appointment of their
managers, design of positions and assignment of remuneration and applications
were invited for new positions. The best people for new jobs were chosen.
Having discussed the organizational restructure, the next section looks at the
actual process in the new structure and how it operated.
3.23

The new structure in operation

RBF is committed to improving the new jobs and in continuing ones. Good job
performance was expected from all the staff. Job performance was realistically
measured and managed more thoroughly and more consistently. Remuneration
and rewards were more closely related to job performance. Good performers
would be rewarded and poor performers would be required to improve.
Specialized skills and knowledge are required for many jobs in Central banking.
Even where jobs are less specialized, previous experience in Central Bank work
added an advantage. Therefore in most cases the then current staff filled new jobs.
Nevertheless at the end of the restructuring process, some existing staff became
surplus. This occurred when individuals current position disappeared and he/she
failed to obtain a position in the new structure. This is in line with the Banks
commitment to improved management and obligation to its stakeholders.
The Public Relations Officer asserted that:
There were some redundancies as a result of the restructure. The staffs were
not happy with the change. There was a general feeling of job insecurity
especially during the restructure process. (RBF Human Resources Briefings,
2001).
Organizational change always creates some uncertainty and confusion, for the
organization as a whole and for the people within it. It is natural for every
individual affected by change to be concerned about its personal impacts on them.
3

Employee empowerment involves giving greater responsibility to employees at the operational


levels
of a business.

For the great majority of the staff, restructuring was suppose to bring in new
opportunities and more satisfying jobs. Secondly, the new structure would provide
a more stable platform for the collective work and for the careers of individual
staff. The new structure was designed to meet current and foreseeable future
needs. Of course all organization structures must evolve over time as the world
changes, but the new structure was not expected to change greatly for at least five
years or more.
Lastly, restructuring was only one step in the Change Programme. Organizations
that restructure without changing their management systems usually achieve little.
Having analyzed the actual process of change, the next section focuses on changes
in MACS.
3.30

Management accounting and control system changes

Organizational development are becoming increasingly important for firms, as


they are now more and more confronted with problems that are caused by their
complex and rapidly changing environments. Therefore, management control
activities are carried out regularly both to detect and to guide the processes by
means of which an organization adapts itself to changing environmental
conditions (Lowe, 1970; Loo and Verstegen, 2000).
There have been calls to study MACS in the context in which they operate
(Hopwood, 1983) and to make accounting practical (Miller and OLeary, 1990).
A diversity of influences shape an organizations accounting system (Scapens and
Roberts., 1993). Hopwood (1987, 1989a & 1999) sees accounting in its
organizational context and how it is implicated in organizational change. The
global trends of public sector reforms seem to be creating innovations in
organizations. All innovations are embedded on institutional factors. These reform
programmes are normally advised by donor institutions such as the World Bank
and the Asian Development Bank (ADB) in developing countries (see Nandan,
1999). Changes are carried out so that the organizations become more efficient
and effective. External agencies also play a vital role in changing MACS
operations. At the Bank, external agencies like the International Monetary Fund,
the ADB and the World Bank have recommended the need for change for Fijis
ailing economy.
As Fijis Central Bank, it must demonstrate leadership and perform its functions
with:
Maximum effectiveness: doing the right things, to achieve key objectives.
Reasonable efficiency: doing things right, to avoid wasting scarce resources.
mm.
For quite some time senior management have been considering change needs for
the RBF. As the governor stated this process of change has not been hasty, we

wanted to be thorough in our thinking, careful in our planning and effective in


achieving the changes the Bank requires" (Governor's Statement, 1998).
nn.
oo.
The first step in the change process was an internal review. In early 1995 a
study was commissioned to review the Banks objectives and how it applies its
resources to them, improve the management and operation of the Bank and
different ways were recommend to use the Banks resources more costeffectively. That study developed directions and strategies for change. In late
1997 a Board paper was prepared which summarized the findings of the internal
study and a proposal was made for a specific change programme. The Board
approved this programme mandate for change. The action plan developed
specifically responded to the Banks change agenda developed internally over the
past two years, the ideas and concerns staff expressed during focus groups and the
priorities managers identified at the workshop.
pp.
The change priorities include strengthening customer focus, being forward
looking and responsive, developing a shared vision-we not they, improving
timeliness, providing more external communication and disclosure and to put
Bank needs ahead of personal wants. There were certain motives behind the
organizational change at the RBF. These reasons have been analyzed in the
following section.
4.0

Impediments to change and driving strategic changes with specific


controls

4.10

Impediments to change
B.

The management control system in the context of this study is defined as the
formal, information-based routines and procedures used by managers to maintain
or alter patterns in organizational activities (Simons, 1987). This includes
information relating to organizational structure, budgeting systems, performance
measurement, rewards and capital approval.
Organizational culture
Culture plays an important role in shaping the knowledge sharing efforts of an
organization (Chung, 2001). Top-level management has to set the right tone and
visibly display their commitment to transfer knowledge via communication
channels. Those organizations that encourage internal communication by way of
sharing both, success and failure stories, the implementation of knowledge
transfer initiatives will be much easier as compared to those organizations where
personal information is always fiercely guarded (Greco, 1999; Chung, 2001)
MACS of the Bank have been designed within the parameters of its organizational
culture. An important aspect of organizational culture is power relationships, that

is, the relative power of individuals in managerial positions. The power and
responsibilities of the Board of Directors of the Bank has been vested in section 9
the RBF Act, 1985.
The Reserve Bank of Fijis Board of Directors comprise of the Governor, the
Permanent Secretary for Finance and five other members. The current
performance culture at the Bank is more empowerment and is strongly quality
focused.
Performance appraisal system
Under the Banks former structure and culture, performance standards were too
inconsistent and too low. Continuing inadequate performance was tolerated and a
welfare mentality was prevalent among many staff; if I dont perform, its up to
the Bank to remedy this for me. To establish a platform for a performance culture
operating within a new structure, the immediate priority should be to establish and
enforce a consistent standard of adequate performance in relation to each job.
Emphasizing the bottom line for each job and applying a zero tolerance policy
to inadequate performance can achieve this (Governor's Statement, 1998).
A performance appraisal often bundles up a number of different processes,
including performance measurement assessment of actual versus planned
outcomes; performance management discussion of outcomes and what should
happen next; performance rating a summary assessment of outcomes and key
issues; career and professional development individual or unit directions for
action and reward allocation tangible recognition of good performance (RBF
Performance Appraisal, Review and Recommendation, 1998). Typically staff
focuses on reward allocation. The other processes then tend to be ignored, underemphasized or distorted. Separating the processes is desirable and partially
feasible by developing measurement processes that are objective and accepted,
requiring ongoing and frequent performance management, using the results of this
ongoing management to develop and support a rating, taking development issues
forward to unit and department planning processes and making reward allocation
a separate process.
Performance measurement and management
Performance measurement should be as objective as possible. Even where some
subjectivity is inevitable, objective criteria can be applied (for example, the
quality of the research paper can be discussed using criteria such as completeness,
logical analysis and comprehensibility). If perceived objectivity is maximized,
people are more likely to accept the subjectivity that inevitably remains.
Performance management works best when it is focused on specific outcomes
close to the time when they are produced. Managers are expected to provide
ongoing, informal feedback as work outputs are produced, hold regular and
structured exception-based discussions with individual staff to identify, discuss

and record non-routine performance aspects like outstanding outcomes;


inadequate outcomes; progress with any improvement initiatives, monitoring or
oversight; changed work priorities and special circumstances affecting
performances.
qq.
rr.
For MACS, performance measurement is a key source of information for
control. One means of motivating people towards the organization goals is to
measure their performance in achieving those goals. Performance measurement
can also be used as the basis for rewarding performance. The performance
appraisal system of the Bank also changed in the process of the organization
restructure. Responsibility, accountability and authority were matched at all levels
of management. The resources were aligned with priorities.
Total Quality Management
Quality culture is promoted at national level in Fiji through organizations such as
the Pacific Asia Quality Foundation (PAQF) and the Fiji National Training
Council (FNTC) through their regular quality conferences. The FNTC has also
initiated the Fiji Quality Awards. The goal of the FQA is to promote Fiji
organizations to adopt TQM and improve quality. This award has been
implemented since year 2000. A few of the organizations in Fiji are already ISO
9000 accredited. Certifying organizations like KPMG Peat Marwick, Lloyd, and
Bureau of Veritus Quality Association play a vital role in disseminating the ISO
9000 standards and advising organizations on TQM. Other organizations in Fiji
are also following the TQM practice so much so that it may become
institutionalized shortly.
ss.
TQM was first introduced to Bank in August 1994. TQM has helped improve
review of work processes in the Bank and has assisted in defining linkages to their
corporate statements focusing on efficiency and effectiveness. Further, staff
appraisal programme for junior staff at the Bank was enforced to show consistent
values in their institutional environment. The design and implementation of TQM
was tailored to suit the Banks needs of reviewing work processes and raising
efficiency. The main ingredient of TQM has been process mapping.4 It provides
the opportunity for all team members to critically assess work processes and
suggest changes for improvement. Feedback and review are also a significant part
of this cycle of continuous improvement.
In the Banks context, TQM means the following:
Teamwork - There has been a substantial improvement in teamwork in the
Bank. Staff members have set in a team environment to resolve work related
issues. This has led to substantial reductions in re-work.
4

Process mapping is the foundation upon which staffs are empowered to design, improve and
manage their work.

Timeliness - Timeliness of work has improved and processes are more


customer focused. Staff pays particular attention in ensuring timeliness of their
outputs.
Communication - Communication is the key! The managers talk formally and
informally with the staff and actively provide opportunities for feedback and
dialogue throughout the year. Communication within the Department and
Bank-wide has improved significantly. Communication in the team and across
departments has also improved leading to better work processes.
Documentation/Procedure Statements - Most processes are documented in the
form of procedure statements, which has been reviewed, and this has been a
major achievement in the Bank. This has provided the basis for training new
staff as well as continuous improvement as teams re-visit the work processes.
Alignment with Core Functions of the Bank - Each process is linked to the
objectives of the Bank, which in turn has linkages to the Banks Vision and
Mission statements (RBF Board Paper, No. 24/1998).
The TQM activity has slowed in 1998 when the Bank went into the restructuring
exercise. In time of the restructuring of the Bank, several staff mostly at the
managerial level took up employment on contract. Under this arrangement
performance assessment is based on the key result areas and key performance
indicators. This created a dilemma between individual recognition to collective
recognition.
With this new focus on outcomes, there was a general re-organization of Unit
resources to achieve Key Result Areas (KRAs). The Performance Appraisal
Management System was revised to capture this change. It was clear that the Bank
benefited greatly by introducing TQM but there was a need to revive the
principles of TQM.
4.20

Driving strategic changes with specific controls

Key performance indicators


The performance culture in the bank focuses on achieving the identified Key
Performance Indicators (KPIs) in the respective KRAs of the Bank. These KPIs
are the quantifiable targets set in the respective departmental work plans. Quality
teams play an important role, as there are individual/Unit/Departmental KPIs to
be achieved. This has linkages to achievement of outputs bank-wide and linkage
to customer/stakeholder satisfaction that is in line with the Banks mission
strategy.

The performance indicators are used as a measure of the achievement of


objectives/targets. They enable managers to evaluate in numerical terms the extent
to which the action they have undertaken result in the improvement in services
offered. It is an early warning system fundamental to effective control of all
organizations.
In terms of the operations of the Bank, work processes are to be managed within
departments, be staff closely concerned with the work. All Bank and Management
staff has a responsibility to regularly review and improve work processes and
practices. These achievements translate to Bank outputs and performance rewards.
The budgetary process
The Heads of the Department are required to formulate their department training
and development plans and budgets to meet identified work needs. They have to
organize staff to meet these plans and submit as part of their annual budget
planning their budget for any training, attachments and study plans for each
financial year, along with training needs analysis for the department.
This needs to be done in line with the Banks budgeting process. Some of the
types of development programmes provided and offered by the human resources
unit are induction training, In-house training programs and On-The-Job training.
The Bank aims to present a professional image in its dealings with the public, its
customers and its staff generally. To assist in achieving these standards, induction
training is provided for all new recruits within a month of joining the Bank.
Departments also arrange seminars or talks to be given by visitors or staff on
matters of general or specific interest.
Job rotation is also an important method of developing staff. This can be done
within the department or within the Bank. The other career development benefit is
given to the staff relieving in higher positions, which provides them with valuable
training and experience and the opportunity to develop and demonstrate skills.
The Bank also approves study leave (local or overseas) and gives scholarships for
full-time studies.
Reward system
Rewards and incentives are usually tied to the achievement of the targets. The
staff at the Bank knows through the targets as to what is expected of them. This is
consistent with Otley (1997) suggestions that the setting of targets act as a
motivational device for the managers. It challenges them to achieve targets.
Contract on performance basis

After the restructure process, all staff in the executive positions was engaged on a
performance basis contract. They were put on a three-year contractual system and
the renewal of the contract was based on the achievement of the set targets and
objectives for each position. Managers increase in pay and bonuses were tightly
linked to the achievements of their targets. This result is consistent with the
arguments put forward by Wilsted and Taylor (1978) who suggested that the
performance appraisal is a management function for purposes of salary
administration and recognizing future promotional prospects.
However, whilst the performance contract was being imposed, not everyone was
happy. Some managers resigned, some took up the redundancy package because
of the manner in which it was implemented. It was inadequately discussed with
the managers and was basically a top-down approach. Some left because of job
uncertainty after three years. This is consistent with the arguments put forward by
Ferris (1977) who suggested that as the level of environmental uncertainty
increased, the level of motivation decreased. This created fear in the Bank. With
the imposition of the performance contract, there have been improvements in
work performance. The contract on performance system was part of the change
process of the Bank.
Process mapping
Process mapping is not the end product but should be used as a means to achieve
the desired results efficiently. A paper by TQM Core Group5 provides a
comprehensive coverage on the role of process mapping in TQM. Departmental
KPIs stated in work plans need to be closely monitored and corrective action
(process review) taken where needed. The performance management system
allows for a review of performance on a six-monthly basis. This review should
come out with weaknesses in the delivery of outputs and therefore raise concerns
for improvement in work processes on a formal basis (RBF Memorandum, 1998).
The process maps identified as high risk maps will need to be completed and
reviewed as per the targets outlined. The departments have to ensure that attention
is paid in completing these maps and the processes are documented as procedures
statements. Tied with the achievement of departmental/unit or individual KPIs
(RBF Staff Development Policy Guidelines, 1999).
By applying TQM principles to work practices, it can ensure a quality output,
better turnaround time and measure for value added and relevance of processes in
the KRAs of the Bank. Essentially there is a strong linkage between the TQM
principles and the values covered under initiatives in the Bank. The two are to be
seen as complimentary to each other in the new phase of TQM.
Performance rating
5

This Group was set as a TQM team to look into the TQM principles implemented by the Bank.

The rating system can be used to summarize and record performance, provide
input to remuneration processes and trigger monitoring and oversight of any
inadequate performance. Ratings relate actual performance to the demand of the
job. In order for TQM to be effective, performance evaluation is essential.
Internationally, firms have adopted performance evaluation to promote TQM
exercise (see Ittner et al., 1997). This ensures that workers have commitment
towards their work vis--vis meeting performance targets.
For successful implementation of TQM, performance measurement is essential
and should include both financial and non-financial indicators. The basis for
performance measurement is in terms of aligning actual performance with
budgeted performance. The achievement of budget targets would provide a source
of motivation for organizational members (Berry et al., 1995).
Performance evaluation
Performance evaluation is an important aspect of management control as it
enhances the TQM approach in an organization. Performance evaluation is the
process of reflecting upon the effectiveness of activities in accomplishing
organizational goals and upon the efficiency with which resources are used in
performing activities (Stallman, 1982). In the new business environment,
companies need to take a more flexible approach to performance measurement
within the firm (Fowler, 1996; Ittner et al., 1997)
The balanced scorecard as depicted by Kaplan and Norton (1992 and 1993) makes
effective measurement an integral part of the management process. The balanced
scorecard enables translating of a companys strategic objectives into sets of
performance measures (Lynch and Cross, 1992; Nanni Jr et al., 1992).
The scorecard gives four different perspectives from which to choose measures.
These four perspectives of the balanced scorecard are the financial, customer,
internal business, innovating & learning perspective. From the financial
perspective, RBF had indicators such as return on capital, cash flow, and project
profitability and from customers perspective, indicators were competitive price
and value for money. The internal Business perspectives indicators were the
tender effectiveness and quality service. The innovative and learning perspectives
indicators were continuous improvement.
The balanced scorecard intention of performance is to build organizations
operations and MACS around financial measures and targets, which have
significant implications on the companys progress in achieving long-term
strategic objectives. The scorecard enables managers to introduce four new
management processes, which contribute to linking long-term strategic objectives
with short-term actions. The first one is translating vision which helps managers
to develop a consensus around the organizations vision and strategy. The second

process of communicating and linking allows managers to communicate their


strategy to the various levels within the organization and link it to departmental
objectives. Thirdly, is the process of business planning, which allows companies
to integrate their business and financial plans. The fourth process is that of
feedback and learning which gives the company strategic learning to do in terms
of seeing whether the expected targets have been reached or not (Kaplan and
Norton, 1996).
Kaplan and Norton (1996) further argue that the scorecard contains three levels of
information. The first describes the corporate objectives, measures and targets.
The second translates corporate targets into targets of each business unit. In the
third level, the organization asks both individuals and teams to articulate which of
their own objectives would be consistent with the business unit and the corporate
objectives.
RBF Performance Evaluation Framework
Insert Figure 3
An inadequate rating could reflect disastrous performance, poor performance or
substantial shortcoming such as inexperience. By definition, the organization
cannot tolerate continuing inadequate performance in any of the KRAs or
competencies required for the job. To help managers set and maintain fair
performance standards and ensure staff live up to them, an inadequate rating
should also consistently trigger a process that leads to dismissal if performance
does not improve.
Rating of adequate mean the basic pay for the job has been earned. They do not
justify a bonus and it is questionable whether they should justify any salary
increment once the scale midpoint has been reached. Ratings of superior or
outstanding recognize performance beyond minimum requirements. For
example a superior rating might only be given when a staff member is adequate
in every aspect of the job and exceeds normal expectations in many aspects; an
outstanding rating might only be given where the job is being done so well in all
respects that keeping the staff member in that role probably underutilizes human
resources. In some cases the staff member will have a contractual entitlement to a
bonus for achieving superior or outstanding ratings.
5.0

Post-implementation review and the corrective measures undertaken

The main reasons for the restructure of the Bank were, firstly, to limit the
operating budget by developing new planning and budgeting processes.
Management decided to opt for zero-based budgeting6 with function and cost
6

Zero-based budgeting is done on the basis of taking existing costs as the starting point of a
budget and adjusting these costs for changed circumstances and future planned activities.

center reporting. This would prompt management to monitor budget very closely.
The second reason for change was to align organization structure prior on core
business activities in order to maximize effectiveness. The non-core activities
were out sourced. More emphasis was placed on customers. In addition, the
restructure was also aimed at increasing accountability by devolving authority.
More authority was given to line management. The senior managers were
supposed to focus on strategy and policy.
The governor that time, expressed the reasons for change as follows:
Why should we change, some may ask? The answer is simple. We do not exist for
ourselves. We make an accounting profit, but our profit comes from a statutory
monopoly. In reality our stakeholders fund us. Increasingly, taxpayers want value
from their tax dollars. They expect that the entire public sector carries out its
functions in a cost effective way.
He also emphasized that:
Change is a stressful time for everyone involved. I am conscious that in small
organisations like ours the impact of change will affect every one of us as
individuals. Change will bring many opportunities as well as some immediate
problems. I ask each of you to make a personal effort to take a positive approach
to change and to help the RBF become a center of excellence: a place where every
individual, whatever their job feels proud to belong and proud of their personal
contribution (Board Paper: 1998, p.1).
There is also increasing demand for greater productivity and achievementespecially in the pubic sector. This is actually true for most organizations as they
find themselves more and more in the mainstream of a global economy. Over the
last ten years at the bank there was a significant increase in staff and resources.
Two important questions that can be asked are that

Does the rapid growth in resources properly reflect the objectives of the bank?
Does the increase in size match the increase in responsibilities and outputs?

The bank also became increasingly conscious of the uneven distribution of


resources and of anomalies with the core functions. It was believed that it is
critical to match efficiency of resource allocation to the effectiveness of the
banks output. Moves within Public Sector Reform encourage the bank to look
itself carefully, measure and reward performance more effectively and outsource
non-core activities. At that time, some people felt that these obligations to the
stakeholders are a problem something that forced the RBF to change when it
would be more comfortable not to change.
In response to this, the then Governor suggested that

Change is an opportunity. By serving our stakeholders, we can also serve


ourselves. We can build an organization of true quality, operate effectively and
efficiently, show leadership to others and provide challenging and fulfilling jobs.
Change is not optional. The Board, who represents our stakeholders, has
endorsed the action plan that was developed in consultation with the staff.
(Governor's Statement, 1998).
Few committees were formed to investigate change at the RBF and to focus on
key outputs from 1998 2000. However, still some changes were made after the
implementation and a post-implementation review was made to comply with the
desired outcomes. Insufficient time was given to the staff to study the package
before they can make a decision lack of prior consultations with staff that are
likely to be affected; recommend that the formulae components be made readily
available to staff on request, either on PC or circulated. The review revealed that
staff can still perform without a fixed contract and be made accountable for their
actions through restructure and performance agreements.
Constitutional right of freedom of choice by an individual is eroded if staff is not
given an opportunity to choose between fixed individual contract and fixed
collective contract. It was noted from the efficiency study that the ratio of staff at
the bank is 3:1 (RBF Annual Report, 1997) in favour of corporate services. Since
the emphasis is now on core functions, management has considered that voluntary
redundancy should be directed first to the corporate services staff and
managements directive to transfer ineffective staff from core functions.
Corporate services structure indicates the required numbers and positions. For
management to state that redundancy is not an issue is beyond comprehension.
There was no consultation with staff at the time of advertising the manager
positions. There was a need for staff to know what they are getting into
beforehand. There is also lack of prior consultation with staff regarding job
descriptions. From staff point of view, it was too general and it needs clarification
so that staff and management are on the same wavelength.
It is not clear whether the change manager was part of the executive management
as shown on the organization structure or part of the middle management like
other managers. The common issues legally binded should be ironed out amicably
between the two bodies to avoid any union protest, which can be detrimental to
the objectives and existence of the bank. Staff should be given the freedom to hold
pocket meetings in the bank to discuss issues of mutual concern and not to be
spied upon. Thus, management should look at both sides of the coin.
The bank should have also looked at the staff with overseas permanent residence
(PR) and make a decision whether to invest in them given that they leave the bank
sooner or later. Sources said that some have been promised/approached to fill
certain posts even outsiders. Concerns have been raised of the actions taken on
the non-performers over the years. These are the IV and V ratings. Also

outsourcing costs needs to be evaluated in terms of its costs and benefits (RBF
Performance Appraisal-Review and Recommendation, 2001).
To be an effective central banker there has to be cross-cultural learning and job
rotation. The management had problems to accommodate this issue. According to
deputy governor, theoretically, this sounds as if it will not work, but practically, it
can be done. Middle managers that do not get the jobs they apply for were
required to apply for a lower job. If a person honestly thinks that one or two jobs
justifiably fits his/her skills but is still not appointed to those jobs, he/she may not
apply for another position because according to him/her, he/she may be over
qualified for the lower job and his/her full potential will not be exploited. If he/she
was to be given a lower job, it may mean not fitting the round peg in the round
hole which is against the principle of this restructure (RBF Staff Development
Policy Guidelines, 1999).
Furthermore, organization structure was flattened and reporting lines were
clarified. It became more flexible reflecting departmental needs with role-based
structure more effective than rank based. Teamwork was extended across the bank
providing more flexible career paths and clarifying roles and accountabilities. Job
descriptions were based on outcomes achieved not tasks. The focus of resources
and operations on core functions shifted the balance from tail to teeth. Staffing
was improved with better match of staff skills and role requirements. Use of
technology was advanced and equipment was allocated according to needs. More
informality in management and communication methods (fewer memos) and style
(more open) was very effective resulting in communicating both ways-up and
down (RBF Action Plan for Change, 1999).
Decisions were made more faster (stop procrastinating, just do it) and simple
planning processes resulted more effective implementation. Greater ownership of
work and accountability was developed for its quality and increase in delegation
and empowerment-reduced bureaucracy. Right appointments were made and poor
performers were removed which improved human resource management. Work
results were best measured with effective performance management system and
rewards were made for results achieved and not inputs (RBF Performance
Appraisal-Review and Recommendations, 1999).
The above issues are in line with the objectives of re-structuring which includes a
flatter structure, a stronger focus on results achieved, clearer accountabilities and
more staff empowerment.
RBF can be rated with each practice now (low, medium or high) and where you
want to be (low, medium or high) (RBF Human Resource Briefings, 2001).
Managing people during change is stressful. Sometimes change is imposed upon
us, sometimes we make changes ourselves, regardless, change can make us feel
uneasy, distressed, threatened and challenged. Restructuring is a beginning, not an
end. Improvements to the management systems will continue for several years.

People dont change overnight a few unrealistic expectations/timeframes in


regard to best quality outputs in a timely manner. Changing
culture/attitudes/behaviour takes time. Allow time for new concepts to be
understood. The nature of rewards can affect performance the proposed ranking
system (bell-shaped curve) was perceived as likely to create unhealthy
competitiveness (RBF Structure, 1998). Distribution of work appeared arbitrary at
times and not a reflection of the pay some people are receiving. Some people in
top management need to change their behaviour or they will undermine the entire
change programme.
It appears in some areas that theres only one way to do a job the managers way.
It can be sensed that sometimes a lack of trust, or possibly lack of resources
causes this for example the staff idea of getting closer to the customer and inviting
customers in for an informal social and feedback session. This did not happen.
Organizational change always creates some uncertainty and confusion, for the
organization as a whole and for the people within it. It is natural for every
individual affected by change to be concerned about its personal impacts on him
or her.
Hence, the new structure has provided a more stable platform for the collective
work and for the careers of individual staff. The new structure has been designed
to meet the current needs and foreseeable future needs. Of course, all
organizational structures must evolve overtime as the world changes but the new
structure is not expected to change greatly for at least next three years or more
(RBF Human Resource Briefings, 2001).
Change has brought many opportunities as well as some immediate problems.
Taking a positive approach to change helped the RBF become a center of
excellence: a place where every individual, whatever their job, feels proud to
belong and proud of their personal contribution (Governor's Statement, 1999). The
performance appraisal programme for subordinates is being implemented for the
personal career development of the staff. The manager interviews staff with their
immediate supervisors and their action plan, objectives and targets. The workers,
upon achieving their objectives are, rewarded in a form of bonus payment at the
end of the year. Those workers who are identified with certain deficiencies are
given a probation period to improve. If still performance is not up to expectation
then they are sent for further training.
Performance appraisal is a worldwide phenomenon with the Fiji Employers
Federation enforcing this in Fijis context. This has been adopted by RBF for
external legitimacy. This is in line with the institutional theory. A performance
appraisal provides a consistent framework for assessing performance and provides
alignment between what people are doing and organizations goals/objectives. It
assesses job performance and achievement against targets over a fair period of
time. Its also improves communication between the managers and staff and helps

identify and plan training needs for individuals and the organization. Performance
appraisals identify potential for the future, assist with career planning and provide
input into remuneration. As analyzed during the organizational performance
workshop the current organizational culture at the Bank is more focused, more
efficient, accountable and competitive. Thus the Bank is seen as the institution
with cultural rules giving collective meaning and value to particular entities and
activities, integrating them into the larger schemes.
Two types of institutional arguments regarding the rise of training programs at the
Bank are: the first focuses on institutional agencies such as the government that
create legal requirements and professional ideologies that make training seem
necessary and rational. The second form of institutional argument stresses a
process explanation. Institutional processes operate to diffuse beliefs in the
desirability of training so that, increasingly overtime, the value of training in
modern organizations is taken for granted.
6.0

Conclusions and the direction for future research

By investigating MACS changes at the Bank, this research adds to the limited
knowledge of management control changes in Fiji, which is somewhat a neglected
area of accounting research. In particular, it illustrates that the changes in MACS
are understood better in the context of the influences of the structures of the wider
social order within the historical, social, political and economic dimensions of the
economy.
Accounting for the increased amount and for the existing diversity of
organizational structures is an ongoing activity to which institutional theorists are
making contributions. At an organizational level, it is now widely accepted that
successful organizations develop and maintain a customer focus and reduce
response time to customer requests. TQM exercise facilitates this. This research
reinforces the findings of other researchers (e.g. Hoque and Hopper, 1994;
Broadbent and Guthrie, 1992) claiming that the wider social, political,
institutional and economic contexts govern the ways MACS operates in the
organization.
For future research, management accounting should not be limited to the technical
aspects only, but it should be studied as a social construct (Burchell et al., 1980;
Neimark and Tinker, 1986; Broadbent and Guthrie, 1992;; Broadbent, 1999). It is
also essential that similar study be undertaken in other public sector organisations
in order to draw generalizations on MACS changes. Some similar studies,
however, have been done in Fijis context such as those of Nandan (1997) on the
Fiji Development Bank, Achary (1998) on Fiji Pine Limited and Sharma (2000)
on Housing Authority of Fiji.

Figure 1:
tt.
uu.
vv.

ww.

Interpretive Scheme

Ir-rationalised environment (less focus on human resource functions).


Structures and routines were not reflecting the rules.
View accounting practices as routine and institutionalized.
xx.

yy.
zz.

Design Archetypes

aaa. Organizational structure


bbb.

Coupled structures such as Bank departments, offices and procedures. For e.g. Domestic Markets Unit in

the Financial Markets Department implements monetary policy through daily RBF tenders.

ccc.

From more centralized top-down approach.

ddd. Human Resources


eee.
fff.

Less focus on organizational culture (specific values, beliefs and norms that influence human interactions.
Low Power relationships.

ggg.

No Staff values such as honesty, integrity, trust, openness, flexibility, prudence, quality and transparency.

hhh.

Centralize training approval.

iii.

Poor performers given chances in many cases.

jjj.

Updated existing human resource policies and practices.

kkk. Accounting Practices


lll.

mmm.

Quantity based.

No teamwork approach.

nnn.

Few reward policies mainly based on output.

ooo.

Focus of performance evaluation on experience.

ppp.

Low levels of budgetary process such as less staff training and staff attending seminars and conferences.

qqq. Communication system


rrr.

sss.
ttt.

uuu.

More formal in management and communication methods such as use of large number of memos.
Closed style.
Communication in one way (only up).
Less use of emails and network.

vvv. Decision processes


www.

Staff to discuss with the seniors and then seniors discuss with the unit managers who liaises

with department chief manager and with deputy governor and the governor.
xxx.

Decisions take more time to process.

yyy.

Tough decisions are put on hold to be discussed in the Board of Governors meeting.
zzz.
aaaa.
bbbb.
cccc. Sub-Systems

dddd.
eeee.
ffff.
gggg.
hhhh.
iiii.

Fewer committees.
Less team work approach.
No Employee empowerment.
Low levels of skilled and specialized staff since the focus was more on experienced staff.
Large amounts of assets.
Regulated market.

jjjj.
kkkk.
llll.
mmmm. Figure 2:
nnnn.
Interpretive Scheme
oooo.
pppp.

Rationalized environment (Human Resource Functions).


qqqq.

Creating culture change based on excellence (management for a changing world).


rrrr.
Organizational restructure and changes in MACS to achieve high levels of efficiency and
effectiveness.
ssss.
Structures and routines are reflections and effects of rules.
tttt.
Effects of legitimating actions on process of restructuring in a public sector organization.

uuuu.
vvvv.
wwww.
xxxx.
Design Archetypes
yyyy.
Organizational structure
zzzz.

Decoupled structures such as Bank departments, offices and procedures. For e.g.
Domestic Markets Unit in the Financial Markets Department implements monetary policy through
daily RBF tenders.
aaaaa.

From more centralized top-down approach to a flatter structure.


bbbbb.
Human Resources
ccccc.

Organizational culture (specific values, beliefs and norms that influence human
interactions.
ddddd.

Power relationships.
eeeee.

Staff values such as honesty, integrity, trust, openness, flexibility, prudence, quality
and transparency.
fffff.
Decentralize training approval.
ggggg.

Remove poor performers.


hhhhh.

Improve human resource policies and practices.


iiiii. Accounting Reforms
jjjjj.
Changes in performance management system.
kkkkk.

Introduction of TQM.
lllll.
Changes in reward policies.
mmmmm.

Development of performance evaluation practices.


nnnnn.

Performance appraisal system updated.


ooooo.

Use of KPIs in performance measurement.


ppppp.

Process mapping for performance rating.


qqqqq.

Use of balanced scorecard principles.


rrrrr.
Budgetary process such as training, study plans and seminars & conferences.
sssss.

Identification of key result areas.


ttttt. Communication system
uuuuu.

More informal in management and communication methods such as fewer memos.


vvvvv.

Open style.
wwwww.

Communicate both ways (up and down).


xxxxx.

Use of emails and network.


yyyyy.
Decision processes
zzzzz.

Staff to discuss with unit managers and with department chief manager and in
certain circumstances with deputy governor and the governor.
aaaaaa.

Decisions are made more faster.

Prepared to take tough decisions.

Sub-Systems

Fewer committees.

Team work approach.

Employee empowerment.

Shift from experienced to high levels of skilled and specialized staff.

Large amounts of assets.

Support department such as currency and corporate services to provide additional support to other
departments.

High levels of reserves.

High levels of dealing in financial terms.

De-regulated market.
bbbbbb.

Figure 3
Name of staff member:

Tick staff rating box


Rating Description

Definition

Performance
Criteria

Outstanding

Substantially

exceeds 80 100 %

requirements
2

Superior

Exceeds requirements

60 79 %

Adequate

Meets requirements

50 59 %

Inadequate

Does not meet requirements-action Less than 50 %


required

Give three reasons for your rating:


(Source: RBF Culture Change Programme, 1999)

Bibliography
Archary, S.S.K., 1998, 'The Social Construction of Accounting Knowledge',
Working Paper, Manchester Metropolitan University, U.K.
Berry, A.J; Broadbent, J. and Otley, D., 1995, 'Management Control Theories',
Issues and Practices, Macmillan Press Ltd: London.
Broadbent, J, 1999, 'The State of public sector accounting research The APIRA
Conference and some personal reflections', Accounting, Auditing & Accountability
Journal, Vol. 12 (1), pp. 52-57.
Broadbent, J, Guthrie, J., 1992, 'Changes in the Public Sector: A Review of recent
Alternatives Accounting Research', Accounting, Auditing & Accountability
Journal, Vol. 5(2), pp. 3-31.
Burchell, S, Clubb, C, Hopwood, A, Hughes, J, 1980, 'The role of Accounting in
Organisation and Society', Accounting, Organisation and Society, Vol. 5 (1), pp.
5-27.
Burchell, S, Clubb, C, Hopwood, A, Hughes, J, 1985, 'Accounting in its social
context: Towards A History of Value Added in the United Kingdom', Accounting,
Organisation and Society, Vol. 5 (1), pp. 5-27.
Chung, L.H., 2001, 'The Role of Management in Knowledge Transfer', July,
Paper presented at the Third Asian Pacific Interdisciplinary Research in
Accounting Conference, Adelaide, South Australia.
Covaleski, M. A., Dirsmith, M. W., Michelman, J. E., 1993, 'An Institutional
Theory perspective on the DRG Framework', Case-Mix Accounting Systems and
Health Care Organisations, Accounting, Organisations and Society, Vol. 18 (1),
pp. 655-80.
Dent, J.F., 1990, 'Strategy, Organisation and Control: Some Possibilities for
Accounting Research', Accounting, Organisations and Society, Vol 15, 1/2, pp 325.
Emmanuel, C. and Otley, D., 1985, 'Accounting for Management Control, Van
Nostrand Reinhold', U.K.
Ferris, K. R., 1977, 'Perceived Uncertainty and Job Satisfaction in the Accounting
Environment', Accounting Organisation and Society, pp. 23-28.
Fowler, C., 1996, 'TQM in NZ: What Impact?' Australian Accountant, pp.53-54.

Greco, J., 1999, 'Knowledge is Power', Journal of Business Strategy, March/April,


pp.19-22.
Gurd, B., 2001, 'Complementarity and Contrast from Different Theoretical
Perspectives: A Case Study of Organisational Change in a Public Sector Utility',
July, Paper presented at the Apira conference, Adelaide, South Australia.
Hopwood, A. G, 1983, 'On Trying to Study Accounting in the Contexts in which
it Operates', Accounting, Organisations and Society, pp.287-305.
Hopwood, A. G, 1987, 'The Archaeology of Accounting Systems', Accounting,
Organisations and Society, pp.207-234.
Hopwood, A. G, 1989a, 'Accounting and the Pursuit of Social Interests', in Chua,
W. F, Lowe, T, Puxty, T, (eds) Critical Perspectives in Management Control,
Macmillan Press, London.
Hopwood, A. G, 1989b, 'Accounting and Organisation Change', Accounting,
Auditing and Accountability Journal, pp. 7-17.
Hopwood, A. G, 1999, 'Situating the Practice of management accounting in its
cultural context: an introduction', Accounting, Organisations and Society, Vol. 24,
pp.377-378.
Hoque, Z, Alam, M., 1999, 'TQM Adoption Institutionalisation and changes in
management accounting systems: a case study', Accounting and Business
Research, Vol. 29 (3), pp.199-210.
Hoque, Z, Hopper, T., 1994, 'Rationality, Accounting and Politics: A Case Study
of Management Control in Bangladesh Jute Mills', Management Accounting
Research, pp. 5-30.
Hoque, Z, Hopper, T.,1997, 'Political and Industrial Relations Turbulence,
competition and Budgeting in the Nationalised Jute Mills of Bangladesh',
Accounting and Business Research, Vol. 27 (2), pp. 125-143.
Ittner, C.D; Larcker, D.F; Rajan, M.V., 1997, 'The Choice of Performance
Measures in Annual Bonus Contracts', The Accounting Review, Vol.72 (2),
pp.231-255.
Jackson, P., 1988, 'The Management of Performance in the Public Sector', Public
Money and Management-Winter, pp. 11-16.
Jones, L.P., 1991, 'Performance Evaluation for Public Enterprises', World Bank
Discussion Papers, Washington D.C.

Kaplan, R.S. and Norton, D.P., 1992, 'The Balanced Scorecard Measures that
Drive Performance', Harvard Business Review, pp.71-79.
Kaplan, R.S. and Norton, D.P., 1993, 'Putting the Balanced Scorecard to Work',
Harvard Business Review, September-October, pp.134-149.
Kaplan, R.S. and Norton, D.P., 1996, 'Using the Balanced Scorecard as a Strategic
Management System', Harvard Business Review, pp.75-85.
Keavney, J., 1996, 'Peak Performance: Nine Powerful ways to unleash employee
potential', McGraw Hill Book Company, Australia.
Kenis, I.,1979, 'Effects of Budgetary Goal Characteristics on Management
Attitudes and Performance', The Accounting Review, Vol. LIV. No. 4, October,
pp. 707-721.
Langfield-Smith, K., 1997, 'Management Control Systems and Strategy: A
Critical Review', Accounting, Organisations and Society, 22 (2), pp. 207-232.
Laughlin, R., 1995, 'Empirical Research in Accounting: Alternative Approaches
and a case for Middle Range Thinking', Accounting, Auditing and Accountability
Journal, Vol.8, No.1, pp.63-87.
Lawson, B. and Lillis, A., 2001, 'Using Diagnostic Controls to Maintain and
Direct the Momentum of Strategic Change: A Case Study', Paper presented at the
Apira conference, Adelaide, South Australia.
Lewin, K., 1947, 'Frontiers in Group Dynamics, Human Relations', 5-41: in
Mitchell, T.R., Dowling, P.J.., Kabanoff, B.V., & Larson, J.R (1988). 'People in
Organisations: An Introduction to Organisational Behaviour in Australia', Sydney:
McGraw-Hill Book Company.
Loo, I.D. and Verstegen, B., 2000, 'Does Action Learning Lead to Organisational
Growth?' July.
Lowe, E.A., 1970, 'Budgetary Control: An Evaluation in a Wider Managerial
Perspective', Accountancy 11, pp. 764-769.
Luft, J.L., 1997, 'Long-term Change in Management Accounting: Perspective
from Historical Research', Journal of Management Accounting Research, Vol.9,
pp.163-197.
Lynch, R.L. and Cross, K.F., 1992, 'Measure Up-Yardsticks for Continuous
Improvement, Cambridge', MA, Basil Blackwell.

Meyer, J. W, Rowan, B., 1977, 'Institutional Organisations: Formal Structure as


Myth and Ceremony', American Journal of Sociology, Vol. 83(2), pp. 340-363.
Miller, P, O Leary, T, 1990, 'Making Accounting Practical', Accounting
Organisations and Society, pp.479-498.
Nandan, R. K, 1999, 'Public Enterprise Reforms in Fiji', The Fiji Accountant,
August, pp. 11-15.
Nandan, R. K., 1997a, 'The Dialectic of Management Control: The Case of the
Fiji Development Bank', Proceedings of the Fifth Interdisciplinary Perspectives
on Accounting Conference (7th to 9th July), Manchester.
Nanni Jr. et al., 1992, 'Integrated Performance Measurement: Management
Accounting to Support the New Manufacturing Realities', Journal of Management
Accounting Research, Vol.4 Fall, pp.1-19.
Nath, N., 2000, 'Performance Measurement and Appropriateness: A Case Study:
The Housing Authority of Fiji', Paper presented at the Department Seminar,
University of the South Pacific, Suva, Fiji.
Neimark, M, Tinker, T, 1986, 'The Social Construction of Management Control
Systems', Accounting Organisations and Society, pp. 369-395.
Otley, D., 1997, 'Better Performance Management', Management Accounting,
Vol.75 (1).
Rahaman, A.S. and Lawrence, S., 2001, 'Public Sector Accounting and Financial
Management in a Developing Country Organisational Context: A ThreeDimensional View', July, Paper revised for presentation at the Apira conference,
Adelaide, South, Australia.
Reserve Bank of Fiji, 1985, Act
Reserve Bank of Fiji, 1985, Act (Amendment), Fiji Republic Gazette.
Reserve Bank of Fiji, 1985, Act (Amendment)', Section 3, Fiji Republic Gazette.
Reserve Bank of Fiji, Corporate Statements.
.
Reserve Bank of Fiji, 1995, Structure.
Reserve Bank of Fiji, 1997, Annual Report.
Reserve Bank of Fiji, 1998, Structure.

Reserve Bank of Fiji, 1998, Memorandum.


Reserve Bank of Fiji, 1998, Board Paper.
Reserve Bank of Fiji, 1998, Governors Statement.
Reserve Bank of Fiji, 1998, Governors Statement.
Reserve Bank of Fiji, 1998, Press Release No. 7.
Reserve Bank of Fiji, 1998, Extract of Board Paper No. 24/98 dated 26 February.
Reserve Bank of Fiji, 1998, Action Plan For Change, Mendhurst Associates
Limited.
Reserve Bank of Fiji, 1999, Annual Report.
Reserve Bank of Fiji, 1999, Governors Statement.
Reserve Bank of Fiji, 1999, Culture Change Programme, 12th June.
Reserve Bank of Fiji, 1999, Staff Development Policy Guidelines.
Reserve Bank of Fiji, 1999, Action Plan For Change, Mendhurst Associates
Limited.
Reserve Bank of Fiji, 1999, Action Plan For Change, Mendhurst Associates
Limited.
Reserve Bank of Fiji and Fiji Bank Employees Union; 1999, Memorandum of
Agreement, Revised (eds).
Reserve Bank of Fiji, 1999, Performance Appraisal- Review and
Recommendation.
Reserve Bank of Fiji, 2001, Performance Appraisal- Review and
Recommendation.
Reserve Bank of Fiji, 2001, Human Resources Briefings, March, Vol. 2-Issue 3.
Scapens, R. W; Roberts, J, 1993, 'Accounting and Control: A case study of
resistance to accounting change', Management Accounting Research, pp. 1-32.
Sharma, U. P., 2000, 'Management Accounting and Control System Changes: A
Case Study of the Housing Authority of Fiji', University of the South Pacific,
Suva, Fiji.

Shields, M.D., 1997, 'Research in Management Acccounting by North Americans


in the 1990s', Journal of Management Accounting Research, Vol. 9, pp.3-61.
Simons, R., 1987, 'Accounting Control Systems and Business Strategy: An
Empirical Analysis', Accounting, Organisations and Society, 12 (4), pp. 357-374.
Smith, P., 1990, 'Use of Performance Indicators in the Public Sector', Journal of
the Royal Statistical Society, Series A Vol. 153, pp. 53-72.
Stallman, J.C., 1982, 'Performance Reporting: Critical Questions for Accountants',
Cost and Management, Vol.56(3), pp.5-9.
Stewart, J. and Walsh, K., 1994, 'Performance Measurement: When Performance
can Never be Finally Defined', Public Money and Management, April-June, pp.
45-49.
Tomkins, C. and Groves, R., 1983, 'The Everyday Accountant and Researching
his Reality', Accounting, Organisations and Society, pp. 363-374.
Whitley, R., 1999, 'Firms, institutions and management control: the comparative
analysis of coordination and control systems', Accounting, Organisations and
Society, Vol. 24, pp.507-524.
Wilsted, W.D. and Taylor, R.L., 1978, 'Identifying Criteria for Performance
Appraisal Decisions', The Journal of Management Studies, pp.255-264.

Anda mungkin juga menyukai