Vulkano 1
Vulkano 1
A. Hot spot
Hotspot merupakan produk dari mantel yang menerobos ke
permukaan atau plume, karena bentuknya yang naik menerobos mantel
dan kerak seperti jari-jari tangan. Peran hotspot sangat penting walaupun
jumlahnya sanat sedikit. Peran peting hotspot adalah pada sistem konveksi
bumi serta penghasil energi yang dilepaskan bumi 5%-10%.
Hotspot
Vulkanologi 2016
(Gambar.2)
Plumes cenderung didorong oleh panas pada dasar mantel dari
proses perpindahan panas yang berasal dari cairan panas inti terluar. Plume
benar-benar akan naik jika anomali tempratur cukup besar dan melebihi
batas normalnya. Plume naik karena tempraturnya yang lebih panas dari
sekitarnya dan juga massa jenis paling ringan dan viskositas dan dapat
bergerak secara lentur. Plume meiliki konduit/ penyalur berdiameter 150
km.
Peleburan dan pergerakan magma terjadi ketika kenailkan plume
mendekati
dasar
litosferpada
kedalaman
150km.
Tekanan
mulai
berkurang , namun suhu plume 250 derajat lebih panas dari astenosfer. Air
pada mantel berperan dalam penurunan titik lebur. Saat plum mencapai
bagian keras litosfer,akan membentuk bbentukan kepala jamur yang dapat
disebut sebagai kepala dengan diameter 1.000km. akibat dorongannya
membuat
permukaan
terangkat
dan
pemanasan
di
sekitar
area
Vulkanologi 2016
kerak benua, asosiasi yang khas ini disebut magmatic bimoidal yang
merupakan ciri khas dari area rift dan hotspot.
model kedua dari formasi magma di hot spot dikembangkan oleh
E.D jackson dan H.R Shaw dan koleganya. pada model ini, suatu
pergerakan lempeng litosfer mengalami shearing pada bagian dasar. ketika
batuan mulai melemah (terjadi rekahan karena pergerakan shearing tadi)
panas mulai dibentuk, melting terjadi, dan terdapat thermal feedback
yang akan menghasilkan melting lagi. selama melting, residu dari material
yang tidak mengalami melting akan jatuh (tenggelam kebawah)
menghasilkan gravitationla ancor dan menyebabkan aliran dan melting
lebih lanjut (H.R Shaw dan Jackson, 1973). erupsi dari melt di permukaan
akan menghasilkan gunung api. thermal feedbac, shear-melting model ini
didukung oleh penjelasan (1) distribusi en echelon dari kelompok
kepulauan dalam volcanic chain, (2) hubungan waktu-jarak-volume.
beberapa geokimia dan data lainnya juga konsisten dengan thermalfedback dan shear melting (Feigenson dan spera, 1981). namun, model ini
gagal menjelaskan seberapa ringan, residu panas dapat tenggelam ke
dalam mateial yang lebih brat, pristine mantle (murni)atau kenapa
beberapa data menganggap kedalaman dari asal mula magma lebih dalam
dari batas litosfer-asternosfer. Kedua model yang dijelaskan ditas
memerlukan proses partial melting dari batuan mantel untuk membentuk
magma di hawaiian volcano.
Karena beberapa kesamaan major element dari tholeiitic dan
alkalik dari seri batuannya, karena asosiasi volume yang dekat antara dua
tipe batuan tersebut, serta karena gradasi jelas antara tholeiite dan alkalik,
Eaton dan Murata (1960) menyimpulkan bahwa suatu magma olivine
tholeiite merupakan (magma) induk dari semua hawaiian magma. trend
fraksionasi ditunjukan oleh AFM plot dari lava hawaii yang menunjukan
trend olivine pada akhirnya akan mengarah ke ryodasit dan trachyte
(gambar dibawah 6.9). secara alternatif Wyllie (1988) menganjurkan
bahwa kedua tholeiitic dan alkalic magma berkembang dari magma induk
picritic (olivine-rich). sementara Yoder dan Tilley (1962) dari hasil
Nama : Faiz Zain Adli
NIM : 111.130.154
Kelas
:B
Vulkanologi 2016
(Gambar.3)
Vulkanologi 2016