Anda di halaman 1dari 21

CASE REPORT

SEORANG LAKI-LAKI USIA 47 TAHUN DENGAN


DENGUE HEMORAGIC FEVER DAN TROMBOSITOPENIA

Disusun oleh :
Lita Lufita,S.Ked
J510155 072

Pembimbing :
dr. Bahrodin, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

CASE REPORT
SEORANG LAKI-LAKI USIA 47 TAHUN DENGAN
DENGUE HEMORAGIC FEVER DAN TROMBOSITOPENIA

Yang diajukan Oleh :


Lita Lufita, S.Ked
J 510155072
Telah disetujui dan dipertahankan dihadapan dewan penguji RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
Pada hari Jumat, tanggal 12 Agustus 2016
Penguji
Nama

: dr. Bahrodin, Sp.PD

NIP/NIK

(...............................)

Pembimbing Utama
Nama

: dr. Bahrodin, SP.PD

NIP/NIK

(................................)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DR. HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
Agama
Status Pernikahan
No. Rekam Medis
Tanggal Masuk RS
Tanggal Pemeriksaan
Tempat Pemeriksaan

: Tn.Y
: Laki-laki
: 47 tahun
: Ngrayun
: Petani
: Islam
: Menikah
: 35 xx xx
: 22 July 2016
: 25 July 2016
: RPI

II. ANAMNESIS
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan
pada tanggal 25 July 2016.
A. Keluhan Utama
Demam sejak 3 hari SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan
mendadak tinggi dan terus-menerus, berlangsung setiap hari, tidak berubah antara
siang dan malam, disertai menggigil dan mengeluarkan keringat yang banyak
diseluruh tubuh. Demam tidak disertai kejang atau penurunan kesadaran. Pasien juga
mengeluh badan lemas, nafsu makan menurun, mual, nyeri ulu hati, nyeri kepala
berdenyut serta terasa linu diseluruh tubuh dan terdapat binitk-bintik merah kecil di
daerah tangan. Sebelumnya pasien sudah mendapatkan pengobatan di puskesmas,
akan tetapi tidak membaik. Pasien tidak mengeluhkan adanya darah yang keluar dari
hidung, telinga maupun saat BAB.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat hipertensi
: disangkal
2. Riwayat DM
: disangkal
3. Riwayat sakit serupa
: disangkal
4. Riwayat sakit jantung
: disangkal
5. Riwayat demam typoid
: disangkal
6. Riwayat penyakit hati
: disangkal
7. Riwayat alergi obat & makanan : disangkal
8. Riwayat opname
: diakui
9. Riwayat ke daerah endemik
: disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi
: disangkal
2. Riwayat DM
: disangkal
3. Riwayat sakit serupa
: disangkal
4. Riwayat sakit jantung
: disangkal
5. Riwayat alergi obat & makanan : disangkal
E. Riwayat Lingkungan
1. Sakit serupa pada tetangga

: disangkal

III.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
: Tampak sakit
B. Kesadaran
: Compos mentis
C. Vital sign
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Respiration rate
: 20 x/menit
Suhu
: 37,4 C
D. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala :
- Mata
: Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Hidung : dalam batas normal
- Mulut
: bibir kering (-) pucat (-) sianosis (-)
- Telinga : dalam batas normal
2. Leher
: leher simetris, retraksi suprasternal (-), deviasi trakhea (-),
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-), JVP (-)
3. Thorax
Pulmo
- Inspeksi
Bentuk dada simetris, pergerakan dada tertinggal (-), benjolan (-).
- Palpasi
Deviasi trakhea (-), ketinggalan gerak (-), fremitus raba (n)
- Perkusi
Sonor diseluruh lapang paru
- Auskultasi
Suara dasar vesikuler (+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung
a. Inspeksi : dinding dada pada daerah tidak cembung/cekung,
ictus cordis tidak tampak.
b. Palpasi : ictus cordis kuat angkat
c. Perkusi : batas jantung
- Batas kiri jantung:
Atas
: SIC II di sisi lateral linea parasternalis sinistra
Bawah : SIC V linea midclavicula sinistra
- Batas kanan jantung :
Atas : SIC II linea parasternalis dextra
Bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
d. Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, bising jantung (-)
4. Abdomen :
a. Inspeksi
: Dinding abdomen simetris, distended (-)
b. Auskultasi : Peristaltik (+)
c. Perkusi
: Timpani
d. Palpasi
: Supel, defans muskuler (-), nyeri tekan (+), lien tidak teraba,
hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba, nyeri ketok costovertebrae (-), tidak
teraba adanya benjolan.
5. Ekstremitas
Rumple Lead test (+)
Ptekie (+)
Akral dingin
Edem

6.
-

+
+

++

Miksi
Defekasi

Fungsi Vegetasi
: dalam batas normal
: dalam batas normal

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Keterangan

Hasil

Unit
Nilai Normal
Hematologi

Interprestasi

WBC

3.8

103/uL

4.0 - 10.0

Lymph#

1.3

103/uL

0.8-4.0

Dbn

Mid #

0.6

103/uL

0.1-1.5

Dbn

Gran #

1.9

103/uL

2.0 7.0

Lymph%

34.4

20.0 40.0

Dbn

Mid %

16.7

3.0 15.0

Gran %

48.9

50.0 70.0

RBC

5.89

106/uL

3.50 5.50

HGB

16.9

g/dL

11.0 16.0

HCT

47.5

37.0 54.0

Dbn

MCV
MCH

80.6
28.7

MCHC
GDA
RDW-CV
DBIL
RDW-SD
TBIL
PLT
ALP
MPV
SGOT
PDW
SGPT
PCT
GamaGT
P-LCC
ALB
P-LCR
Glob

35.6
91
13.8
0.34
44.7
0.99
13
212
8.5
63.9
14.6
32.9
0.11
53.8
4
4.4
31.3
2.4

UREA

56.72

mg/dl

10-50

CREAT

1.15

mg/dl

0.7-1.2

Dbn

UA

mg/dl

2.4-5.7

Dbn

CHOL

182

mg/dl

140-200

Dbn

TG

174

mg/dl

36-165

HDL

33

mg/dl

45-150

LDL

114

mg/dl

0-190

Dbn

Na

126.4

mmol/L

135-145

4.27

mmol/L

3.5-5.3

Dbn

CA

7.5

mg/dl

8.1-10

Mg

2.3

mg/dl

1.9-2.7

Dbn

fL
80.0 100.00
pg
27.0 34.0
Kimia Darah
g/dL
32.0 36.0
mg/dl
< 140
%
11.0 16.0
mg/dl
0-0.35
fL
35.0 56.0
mg/dl
0.2-1.2
103/uL
100 300
U/l
98-279
fL
6.5 12.0
U/l
038
9.0 17.0
U/l
0 40
mL/L
1.08 2.82
U/l
8-34
103/uL
30 90
g/dl
3.5-5.5
%
11.0 45.0
g/dl
2-3.9

Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn

Dbn
Dbn

Dbn
Dbn

Dbn
Dbn
Dbn

2. Pemeriksaan Ig
IgG anti DHF
IgM anti DHF

: Positif
: Negative

3. EKG

V. RESUME/ DAFTAR MASALAH


Pasien merupakan seorang laki-laki usia 47 tahun dengan keluhan demam sejak 3 hari
SMRS. Demam dirasakan mendadak tinggi dan terus-menerus, berlangsung setiap hari,
disertai menggigildan keringat berlebihan. Pasien juga mengeluhkan badan lemas, nafsu
makan menurun, mual, kembung, nyeri ulu hati, nyeri kepala serta terasa linu diseluruh
tubuh dan terdapat bintik-bintik merah kecil di tangan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, nyeri tekan abdomen, ptekie
(+), rumple lead test (+), ekstremitas atas dan bawah akral dingin. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan WBC 3.8, HGB 16.9, HCT 47.5, PLT 13, IgG anti DHF (+).
VI.

ASSESMENT/ DIAGNOSIS
DHF Grade 2
Trombositopenia

VII.

POMR

Temuan
Abnormal

Demam
Keringat berlebih
Badan lemas
Nafsu makan

Assesment

Planning

Diagnose
DHF Grade 2 DL
Pem.Imuno
serologi

Planning
Terapi
Non Medikamentosa
Tirah baring
Minum air putih yang

menurun
Mual
Nyeri ulu hati
Nyeri kepala
Linu
Ptekie
Rumple Lead (+)
Akral dingin
IgG anti DHF (+)
Hemokonsentrasi
PLT 13

banyak
Diet lunak
Medikamentosa :
Inf.RL 29 tpm
Inj.ranitidin 2x1amp
Inj.ondancentron 2x1amp
Metil prednisolon 125mg

2x1
Paracetamol 3x1
Neurodex 1x1
Transfusi TC 4 kolf

Trombositopenia

Planning
Monitoring
Vital sign
DL ulang
Pem.Imuno
serologi
ulang

VIII. FOLLOW UP
Tanggal
26-7-2016

Subjektif
Badan lemas,

Objektif
TD : 120/80 mmHg

mual, nyeri perut,

Akral dingin (+)

nafsu makan

Ptekie <<<

baik, nyeri kepala PLT 78


<<, linu <<

Assasment
DHF Grade 2

Trombositopenia

Planning
Medikamentosa
Inf.RL 29 tpm
Inj.ranitidin 2x1amp
Inj.ondancentron
2x1amp
Metil prednisolon
125mg 2x1
Paracetamol 3x1
Neurodex 1x1

BAB II
PEMBAHASAN

I. DENGUE HEMORAGIC FEVER


DHF adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan
nyamuk spesies aides. Penyakit ini sering menyerang anak, remaja dan dewasa yang
ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam Berdarah Dengue sering disebut
pula Dengue Haemoragic Fever ( DHF ). Penularan infeksi dengue terjadi dengan vektor
nyamuk gemus Aedes (terutama A.aegypti dan A.Albopictus).
Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan
tersedianya tempat peindukan nyamuk betina yaitu bejana dengan air yang jernih (bak
mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya)1. Biasanya nyamuk Aedes
menggigit pada siang hari 2. Beberapa faktor diketahui berkaitan erat dengan
peningkatan transmisi virus dengue yaitu :
1. Vektor : perkembangan biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.
2. Penjamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin.
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.
Pada kasus ini adalah seorang laki-laki dewasa usia 47 tahun yang mengalami demam
serta nyeri pada seluruh tubuh. Kemungkinan terjadinya DHF pada pasien ini dapat
dikaitkan dengan pekerjaan pasien yang bekerja sebagai petani. Dimana daerah tempat
pasien ini bekerja atau lingkungan tersebut banyak terdapat banyak genangan air.

WHO 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4


golongan, yaitu :
I.
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7
II.

hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.


Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan

III.

seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.


Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah
menurun, (120/80 120/100 120/110 90/70 80/70 80/0

IV.

0/0 )
Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt)

anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.


Pada pasien ini termasuk DHF grade 2, karena terdapat demam sudah 3 hari, uji
rumple lead test positif, trombositopneia dan perdarahan spontan seperti ptekie dibawah
kulit.

Pada awalnya orang yang menderita penyakit ini merasakan demam yang secara tibatiba tanpa sebab yang jelas dan disertai dengan lemas, nafsu makan berkurang, muntah,
nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepala, dan lutut.

Kebanyakan pasien

mengalami gejala prodromal seperti mengiggil, bintik-bintik merah pada kulit, dan wajah
yang kemerahan (flush). Gejala prodromal ini biasa bertahan selama 2-3 hari. Gejalagejala tersebut menyerupai influenza biasanya. Misalnya perdarahan di bawah kulit
(patekia/ekimosis), perdarahan digusi, epistaksis, sampai perdarahan hebat berupa
muntah darah akibat peradangan lambung, melena dan juga hematuria massif. Masa
tunas berkisar antara 3 sampai 15 hari dan pada umumnya 5 sampai 8 hari.
Pada pasien ini didapatkan keluhan berupa demam secara tiba-tiba dan mendadak
tinggi disertai badan lemas, nafsu makan menurun, nyeri atau linu pada seluruh anggota
tubuh serta nyeri kepala. Pada pasien ini demam termasuk hari ke 4 sehingga didapatkan
tanda-tanda perdarahan dibawah kulit seperti ptekie.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase

Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM
maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15%
dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
Hemostasi : Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada

keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.


Protein/albumin : Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
Ureum, Kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
Golongan darah : dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi

darah atau komponen darah.


Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM : terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah
60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
Pada pasien ini didapatkan pemeriksaan laboratorium dengan hasil leukosit yang
menurun yaitu 3.8 atau leukopenia, penurunan trombosit sebesar 13.000 pada hari ke 4,
peningkatan SGOT sebesar 63.9, penurunan nilai elektrolit Na 126.4 dan CA 7.5
sehingga diperlukan cairan yang maksimal untuk pemantauan cairan pada pasien. Pada
hasil ini pemeriksaan imuno serologi IgG pada pasien positif menunjukkan adanya
infeksi primer.
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
supportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting
dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan,
maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi
Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas
Kedokteran Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien
dewasa berdasarkan kriteria :

o Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai


dengan indikasi.
o Praktis dalam penatalaksanaannya
o Mempertimbangkan cost effectiveness.
Tatalaksana DHF pada pasien dewasa yaitu, berdasarakan protokol nya adalah sebagai
berikut :
1. Protokol 1 (Penanganan tersangka (Probable) DHF dewasa tanpa syok).
Digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita
DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan
indikasi rawat. Seseorang yang tersangka DBD di Unit Gawat Darurat dilakukan
pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,


pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke
Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya ( dilakukan pemeriksaan HB,
Ht, Leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita

memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.


Hb, Ht normal tetapi trombosit<100.000 dianjurkan untuk dirawat.
Hb,Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat.
2. Protokol 2 (Pemberian cairan pada pasien DHF dewasa diruang rawat inap).
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok
maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid sesuai dengan rumus : 1500
+ {20 x (BB dalam kg-20)}. Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg : 1500
+{20 x (55-20)}= 2200 ml. Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb,
Ht tiap 24 jam :
Bila Hb, Ht meningkat 10-20 % dan trombosit < 100.000 jumlah
pemberian cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht,

Trombosit dilakukan tiap 12 jam


Bila Hb, Ht meningkat > 20 % dan trombosit < 100.000 maka pemberian
cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan

HT > 20 %.
3. Protokol 3 (Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht >20%).
Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5 %. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian
dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai
dengan tanda-tanda hematokrit menurun, frekuensi nadi turun, tekanan darah
stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5

ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila


keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi
menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantaun keadaan tetap membaik maka
pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian. Apabila setelah
pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tapi keadaan tetap tidak membaik,
yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20
mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus
menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan
bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi
menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka
jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam
perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok
maka pasien ditangani sesusi dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue
pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti
terapi pemberian cairan awal.
4. Protokol 4 (Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa).
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah :
perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan
tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau
hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau
perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.
Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti
keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan
dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht dan
trombosis serta hemostasis harus segera dilakukan dan pemeriksaan hb,Ht dan
trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam. Pemberian heparin diberikan apabila
secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular
diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP
diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan APTT yang
memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi
trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan
masif dengan jumlah trombosit.
5. Protokol 5 (Tatalaksana sindroma syok Dengue pada dewasa).
Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama
yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu

penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka


kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita
DBD tanpa renjatan dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita
DBD

Universitas

Sumatera

Utara

mendapat

pertolongan/pengobatan,

penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap


tanda tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat. Pada
kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi
cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan
pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap
(DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta
ureum dan kreatini. Pada fase awal, cairan elektrolit diguyur sebanyak 10-20
ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai
dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg,
frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral
teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah
cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit
keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu
60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3
ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan
hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan infus harus
dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi
telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan
maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi).
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan
terutama dalam waktu 48 jam pertama setelah terjadi renjatan (karena selain
proses patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya
sekitar 20 % saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat
pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan
baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi jantung dan nafas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah
hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2
ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit
dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit. Universitas Sumatera
Utara Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi,

maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB,


dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi,
maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti
perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan
pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahn (internal
bleeding) maka pada penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan
dapat diulang sesuai kebutuhan. Sebelum cairan kristaloid diberikan maka
sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat cairan tesebut. Pemberian koloid
sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi
setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau
kecukupan caian dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pembeian
koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB dengan sasaran
tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus
diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita
sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat
diberikan obat inotropik/vasopresor.
Pada pasien ini yang dibutuhkan pada penangan nya dengan menggunakan protokol 2
oleh

karena

dari

hasil

laboratorium

didapatkan

hasil

hemokonsentrasi

dan

trombositopenia makan pasien harus diberikan cairan kristaloid dan pemeriksaan Hb, Ht
dan trmbosit setiap 12 jam untuk pemantauan terapi. Pada pasien ini juga perlu
diperhitungkan kebutuhan cairan nya agar tidak terjadi dehirasi pada pasien Dari yang
didapat yaitu volume cairan kristaloid perhari yang diperlukan yaitu 1500 + 20 x (50 kg
20) = 2100 ml = 29 tpm. Pasien juga memerlukan tranfusi Trombosit consentrat sesuai
dengan protokol 4 apabila trombosit <100.000 maka pada pasien didapatkan tranfusi TC
4 kolf/hari oleh karena setiap 1 kolf TC terdapat kenaikan trombosit sebera 5.000.
II. TROMBOSITOPENIA
Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi
trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah dan menurunnya
faktor koagulasi (promtrombin, faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen) merupakan faktor
penyebab terjadinya perdarahan hebat, teerutama peredaran saluran gastrointestinal pada

DHF. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang
fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
1). Supresi sumsum tulang
2). Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada
fase awal infkesi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit
terjadi

peningkatan

trombopoietin dalam

proses

hematopoiesis

termasuk

megakariopoiesis.

Kadar

darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan

kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombositopenia. Destruksi trombosit


terjadi melalui pengikatan frgamen C3g, terdapatnya antiboi VD, konsumsi trombosit
selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Trombosit memiliki interaksi yang
dekat

dengan

sel

endotel.

Sejumlah

trombosit

fungsional

diperlukan

untuk

mempertahankan stabilitas vaskular-vaskular. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui


mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4
(trombosit factor 4) yang merupakan pertanda degranulasi trombosit.
Pada pasien ini terdapat trombositopenia dengan hasil 13.000 menunjukkan terjadinya
penurunan fungsi agregasi trombosit yang disebabkan oleh proses imunologis dengan
terdapatnya komples imun dalah peredaran darah dan dapat disebabkan oleh penurunan
faktor koagulasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, Zul. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke V jilid III. Jakarta :
Interna Publishing.
2. Kumar & Clarks. 2012. Clinical Medicine. Edisi ke-8. Spain: SAUNDERS
ELSEVIER Publishing. Halaman: 106-107. Bab 4.
3. Depkes RI. (2003). Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
4. Nicki, Brian, et al., 2010. Davidsons Principle and Practice of Medicine. Edisi ke21. Edinburgh: CHURCHILL LIVINGSTONE Publishing. Halaman: 318-321. Bab
13.
5. Suhendro,2006. Demam Berdarah Dengue, Dalam: A.W. Sudoyo, et al., eds. 2006
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-3 Jilid III, Jakarta : Interna Publishing
Hal. 1709-1713 Bab 387.
6. Tanto,Chris,2014. Demam Berdarah Dengue, Dalam: Tanto,Chris,et.al.,eds 2014.
Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV jilid II, Jakarta : Media Aesculapius.
7. WHO, 2009. Dengue Guideline For Diagnosis, Treatment, Prevention And Control.
Geneva, Switzerland: WHO Geneva Publication.

Available online at :

http://wholibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf.

Anda mungkin juga menyukai