Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH GEOLOGI SEJARAH

DISUSUN OLEH:
Rizky Dimastyanto
072 11 100

Teknik Geologi
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi
Universitas Trisakti
2016

PEMBAGIAN ZAMAN BERDASARKAN KALA HOLOSEN

Holosen adalah kala dalam skala

waktu

geologi yang

berlangsung

mulai

sekitar

10.000 tahun radiokarbon, atau kurang lebih 11.430 130 tahun kalender yang lalu (antara 9560
hingga 9300 SM). Holosen adalah kala keempat dan terakhir dari periode Neogen. Namanya
berasal dari bahasa Yunani ("holos") yang berarti keseluruhan dan ("kai-ne") yang
berarti baru atau terakhir. Kala ini kadang disebut juga sebagai "Kala Alluvium".

Berdasarkan pembagian/urutan waktu.

Kala Holosen pernah dibagi-bagi dan terutama berlaku di Eropa Utara.Pembagiannya


terutama didasarkan kepada perubahan iklim, suatu pembagian berdasarkan endapan gambut di
Scandinavia misalnya membaginya menjadi :
pre-Boreal, Boreal, Atlantik, sub-Boreal, dan sub-Atlantik. Ada juga yang membaginya
berdasarkan analisis serbuk sari seluruh Eropa, ada juga yang berdasarkan kronologi absolut
karbon-14. Sebenarnya, dengan mengkombinasikan perubahan iklim, pentarikhan absolut
karbon-14, tefrakronologi (kronologi endapan volkanik klastik), dendrokronologi (kronologi
lingkaran/cincin batang pohon), arkeologi, dan sejarah, maka kala Holosen dapat dibagi ke
dalam bagian-bagian dengan resolusi sangat tinggi. Misalnya, saat ini diketahui bahwa
perubahan iklim berdurasi 200 tahun dapat dibedakan dan ekivalen dengan pengendapan satu
sekuen gambut.

Keadaan alam serta persebaran binatang serta manusia purba.

Pada awal kala Holosen, sebagian besar es di kutub sudah lenyap sehingga air laut naik
lagi. Tanah-tanah rendah di daerah paparan Sunda dan paparan Sahul tergenang air dan menjadi
laut transgesi. Sehingga munculah pulau-pulau di nusantara. Manusia purba lenyap dan
munculah manusia-manusia cerdas seperti sekarang.

Penyebutan periode Holosen mengindikasikan bahwa periode tersebut memiliki sesuatu


yang benar-benar baru. Ada pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud yaitu merujuk
kepada kondisi dan perubahan alam yang berbeda dari sebelumnya, lebih hangat dan layak hunu.
Ada juga yang berpendapat Holosen lebih ditujukan merujuk kepada bentuk fosil dan kehidupan
manusia yang secara menyeluruh telah terjadi pembaharuan secara besar-besaran.
Salah satu perubahan yang pantas dicatat adalah ketika sisa terakhir lapisan es yang
menyelimuti daratan di belahan utara bumi meleleh. Bumi tidak seputih sebelumnya, sehingga
menyerap lebih banyak energi matahari. Hal ini menyebabkan peningkatan melelehnya es
dimana mana. Ini terjadi 10.500 tahun yang lalu, dan peristiwa ini lebih layak dipakai untuk
menandai awal Kala Holosen. Dari pertimbangan ilmu fosil, ternyata awal Kala Holosen tidak
sama dari benua ke benua. Berhentinya pertambahan gletser di skandinavia Utara ditaksir terjadi
10.500-10.300 tahun yang lalu. Akan tetapi, tingkat pertama Kala Holosen-bila dipakai skala
iklim Eropa yang diakui sebagai periode interglasial Allerod-dimulai sekitar 12.000 tahun yang
lalu. Di Amerika, Kala Holesen diperkirakan dimulai sekitar 11.850 tahun yang lalu.
Dari segi iklam Kala Holosen dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama berlangsung sekitar
10.300 sampai 8.200 tahun yang lalu, saat iklim di bumi lebih dingin dibanding sekarang tetapi

lebih hangat dibanding kala Pleistosen. Iklim itu terjadi karna pengaruh langsung dari
menyusutnya es. Hujan yang lebih lebat terjadi di daerah tropika, cekungan-cekungan rendah
mendukung terjadinya danau-danau besar, serta sungai-sungai seperti Nil dan Amazon mengalir
lebih cepat dibanding sebelumnya. Berlawanan dengan keadaan hujan yang terjadi di daerah
subtropika, sungai-sungai juga mengalir relatif lebih pelan.
Pada tahap pertengahan yang terjadi sekitar 8.200 sampai 5.300 tahun yang lalu, yang
disebut juga iklim optimum, iklim-iklim daerah katulistiwa bersuhu lebih tinggi. Tanah-tanah di
daerah tropika menjadi kurang lembap dan gurun-gurun makin meluas. Sementara itu, daerah
yang beriklim subtropis menjadi lebih basah sehingga mendukung terbentuknya danau-danau
dan sungai beraliran deras.
Pada tahap terakhir, yang berlangsung 5.300 tahun yang lalu hingga saat ini secara
keseluruhan bumi cenderung menjadi kering dan dingin. Banyak ahli meteorologi meramalkan
terjadinya kembali jaman pembentukan es dalam beberapa ribu tahun lagi. Hingga sekitar 5.000
tahun yang lalu, suhu udara secara keseluruhan mungkin lebih hangat sekitar 2 sampai 4C
dibanding saat ini. Waktu itu hujan jatuh lebih lebat dibanding saat ini di Meksiko, Afrika Timur
dan Utara, India, serta Cina. Musim pertumbuhan di daerah subtropika lebih panjang. Alaska
serta Eropa menjadi lebih basah. Sebaliknya dataran pedalaman di Amerika Utara lebih kering
dibanding keadaannya pada masa ini.

Zaman Bangsa Manusia

Zaman atau Periode Holosen ini kadang disebut juga sebagai zaman bangsa manusia.
Jika dimaknai bahwa pada masa ini manusia baru muncul, tentu ini adalah penyataan yang keliru
karena manusia modern telah terlebih dahulu hadir dan telah menyebar ke seluruh planet bumi
ini, justru terjadi sebelum periode Holosen dimulai. Akan tetapi, jika diterjemahkan dengan
kemunculan peradaban pertama manusia yaitu dimana manusia telah berhasil mempengaruhi
lingkungan alam secara global yang berbeda dengan aktivitas yang dilakukan oleh organisme
lainnya, maka sebutan zaman bangsa manusia itu bisa dikatakan tepat.
Penelitian mengenai manusia praakara/ manusia purba di Indonesia telah dilakukan. Para
peneliti tersebut adalah Eugene Dubois, G.H.R Von Koeningswald, dan Franz Wedenreich.
1. Meganthropus Palaeojavanicus
Penemu : Von Koeningswald tahun 1941
Lokasi Penemuan : Sangiran, daerah Surakarta
Manusia purba jenis ini memiliki tulang rawan bawah yang lebih besar dan kuat.
Geraham-gerahamnya menunjukkan corak kemanusiaan namun tetap ada sifat keranya. Von
Koeningswald menganggap manusia purba ini lebih tua dari Pithecanthropus, sehingga ia
memberi nama ini Meganthropus Palaeojavanicus (Mega berarti besar). Von koeningswald
memberi nama ini karena bentuk tubuh manusia purba ini lebih besar. Meganthropus
Palaeojavanicus termasuk dalam jenis Pithecanthropus, namun tingkat kehidupannya lebih
primitif.

2. Pithecanthropus Erectus

Penemu : Eugene Dubois tahun 1890


Lokasi Penemuan : Trinil, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Pithecanthtopus Erectus diambil dari kata pithekos (kera), anthropus (manusia), dan
erectus (berjalan tegak). Jadi Pithecanthropus Erectus berarti manusia kera yang berjalan tegak.
Jenis manusia purba ini memiliki kemampuan berfikir rendah karena volume otaknya hanya 900
cc, sedangkan volume otak manusia modern 1000 cc. Hidup pada 1 juta 600.000 tahun yang
lalu pada zaman Palaeolithikum (zaman batu tua.
3. Homo Soloensis
Penemu : Ter Haar dan Ir. Openoorth, tahun 1931-1934
Lokasi penemuan : Desa Ngandong, Solo
Von Koeningswald meneliti bahwa Homo Soloensis memiliki tingkatan yang lebih tinggi
dari Pithecanthropus. Oleh sebab itu, ia memberi nama Homo Soloensis yang artinya manusia
dari Solo
4. Homo Wajakensis
Penemu : Eugene Dubois tahun 1889
Lokasi penemuan : Desa wajak dekat Tulungagung, Jawa Timur
Diberi nama Homo Wajakensis, yang berarti manusia dari Wajak. Tingkatannya lebih
tinggi dari pada Pithecanthropus erectus. Homo Wajakensis merupakan manusia purba termaju
dan terakhir di antara manusia purba yang ada di Indonesia.

Pertanian merupakan hal yang utama yang dilakukan oleh manusia yang telah berdampak
kepada bumi dan keadaan manusia selanjutnya. 8.00 Sebelum Masehi, budidaya gandum, Padi,
jagung, kacang-kacangan dan tanaman lainnya telah menjadi dasar dari peradaban umat manusia.
Domestikasi, sapi, Kambing, domba mungkin telah dimulai pada periode yang sama.

Sumber makanan yang dihasilkan oleh pertanian mungkin telah menciptakan


perdagangan tradisional (barter), populasi manusia semakin besar. Di mulai sekitar abad pertama
Masehi, pertanian telah benar-benar meningkatkan jumlah orang bahkan melampaui jumlah yang
dapat didukung oleh planet ini. Ada sekitar 170 juta orang di Bumi pada akhir abad pertama,
pada abad ke-17 jumlah manusia mencapai lebih dari 1 miliar. Memasuki revolusi Industri, pada
abad ke-19 populasi manusia semakin tumbuh secara eksponensial.

Jumlah makanan, kesehatan dan hidup semakin baik, sementara kelahiran terus
meningkat di sebagian besar belahan dunia. Kemajuan berpikir, penemuan teknologi, dan
pengembangan pengetahuan telah meningkatkan manusia dalam memahami bumi, tapi
sayangnya itu tidak bisa memperbesar ukuran bumi.

Tekanan dari ledakan populasi manusia ternyata memiliki efek yang serius pada
keanekaragaman hayati di planet ini. Bumi kita ini setidaknya telah mengalami lima kali

peristiwa kepunahan massal. Kebanyakan dari kita mungkin hanya ingat tentang kepunahan
massal pada periode Kretaceous 65 juta tahun yang lalu yaitu kepunahan para dinosaurus.

Kepunahan Keenam

Beberapa organisme pada periode Holosen ini telah mempengaruhi lebih banyak dari
periode sebelumnya, sebagian besarnya memang telah mengubah kondisi dunia. Lebih jauh
lagi, para ilmuwan berpendapat bahwa sebanyak 20% jumlah tanaman dan juga hewan pada
periode ini kemungkinan akan punah atau hilang pada tahun 2025 Masehi dan 30% akan punah
pada tahun 2100 Masehi. Informasi ini belum final, setidaknya perlu lebih banyak lagi informasi
untuk menyimpulkan apakah kepunahan yang akan terjadi nantinya atau yang sekarang sudah
terjadi itu berada dalam kategori alami; sebagai bagian dari pergantian spesies, atau proses
kepunahan ini justru dipercepat karena kegiatan dari manusia, misalnya; berburu, polusi udara,
kebakaran hutan, dan penebangan liar (deforestasi) karena jika hal ini benar maka apa yang
disebut sebagai kepunahan massal keenam akan benar-benar terjadi. Yang mencengangkan
adalah hal ini seperti menjadi rahasia umum, ya kita semua tahu bahwa perusakan habitat alami
yang dipercaya menjadi penyebab utama banyaknya kepunahan spesies lain itu disebabkan oleh
ulah satu spesies yang bernama manusia.
Banyak ilmuwan percaya bahwa kita berada di tengah-tengah rentang waktu menuju
kepunahan massal keenam yang disebabkan oleh ulah kita sendiri. Umumnya para peneliti
sepakat bahwa aktivitas yang dilakukan manusia bertanggung jawab atau mempercepat

pemanasan global. Ini berarti naiknya suhu temperatur global yang seakan masih berlanjut
hingga saat ini akan menimbulkan sebuah gejala dan efek yang tidak akan terduga.
Para peneliti kemudian ada yang beranggapan bahwa kondisi dari suhu bumi pada masa
yang hangat ini bersifat sementara. Kita sekarang berada dalam sebuah periode interglasial
zaman es. pada tahun 1350 Masehi atau kira-kira antara tahun 1200 sampai dengan 1700 Masehi,
pernah terjadi sebuah masa bernama Little Ice yang kabarnya sangat dingin

Periode Holosen ini menjadi saksi dari perkembangan dan kemajuan pengetahuan serta
teknologi umat manusia. Teknologi-teknologi ini telah membantu dalam memahami perubahan
serta gejala yang kita ketahui hingga dapat memprediksi apa akibat yang akan terjadi dan
mencoba untuk menghentikan kerusakan yang semakin parah terhadap bumi dan juga hal lainnya
yang berpengaruh terhadap populasi bangsa manusia. Paleontologi dapat mengambil peran
dalam upaya untuk memahami perubahan bumi. Fosil-fosil itu sesungguhnya juga menyediakan
banyak data tentang bagaimana iklim dan lingkungan pada masa lalu. Lebih jauh, palaentologi
dapat berkontribusi dalam memahami bagaimana perubahan lingkungan yang terjadi di masa
depan itu mempengaruhi hidup bangsa manusia di bumi.

Anda mungkin juga menyukai