Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

Uterus merupakan organ yang bertanggung jawab untuk banyak tahap


penting dalam proses reproduksi. Migrasi sperma, implantasi embrio, pemberian
nutrisi fetal, pertumbuhan dan perkembangan dan akhirnya dalam proses
persalinan dan kelahiran. Semua proses tersebut bergantung pada uterus yang
normal secara struktural dan kompeten secara fungsional (Hassan et al, 2010).
Duktus mullerian adalah bentuk primordial dari saluran reproduksi wanita.
Duktus ini berdiferensiasi membentuk tuba fallopi, uterus, serviks uteri dan
bagian superior dari vagina. Berbagai malformasi dapat terjadi ketika
perkembangan dari struktur ini terganggu (Mane et al, 2010).
Anomali uteri kongenital merupakan hasil dari abnormalitas dari formasi,
fusi atau reabsorpsi dari duktus mullerian selama masa fetal. Defek kongenital ini
biasanya terjadi antara 6 minggu dan 22 minggu in utero. Anomali ini terjadi pada
1 hingga 10% dari populasi acak, 2 hingga 8% dari populasi wanita infertil dan 5
hingga 30% dari wanita dengan riwayat keguguran (Caserta et al, 2014; Rezai et
al, 2015).
Klasifikasi Buttram dan Gibbons (1979) digunakan oleh American Fertility
Society untuk membantu dalam diagnosis kelainan ini. Dalam klasifikasi ini,
anomali terbagi menjadi tujuh kelas: agenesis/hipoplasia, unicornuate, didelphis,
bicornuate, septate, arcuate, dan kelainan terkait DES. Keberadaan dari anomali
uteri pada maternal ini berhubungan dengan peningkatan resiko persalinan

preterm, PPROM, presentasi sungsang, sectio caesar, plasenta previa, abruptio


plasenta dan retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) (Caserta et al, 2014).
Pada Clinico pathological Conference ini melaporkan pasien perempuan
umur

28

tahun,

dengan

riwayat

anomali

uterus

berupa

unicornuate

noncommunicating yang telah menjalani operasi eksisi uterus sebelah kiri.


Pasien ini berhasil hamil dan melahirkan bayi dengan sectio caesaria pada umur
kehamilan 34-36 minggu karena pecah ketuban, presentasi bokong dan partus
prematurus. Besar harapan kami agar kasus ini dapat menambah wawasan
pengetahuan kita tentang kehamilan dengan kelainan uterus agar dapat berguna
dalam penanganan kasus serupa di kemudian hari.

BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama

: Ny. Siti Chotijah

Reg

: 10461442

Usia

: 28 tahun

Alamat

: Dusun Sungi Utara RT 04 RW Sungi Kulon, Pohjentrek,

Pasuruan
Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Nama Suami

: Tn. Facruri Rozi

Usia

: 30 tahun

Pekerjaan

: Pegawai bengkel las

2.2 Anamnesa
Pasien memiliki riwayat berobat di RSSA. Berdasarkan status poli
diperoleh data sebagai berikut:
Riwayat MRS di RS Saiful Anwar
07 Juli 2005
Ny. S.K/ 18 thn/ menikah 1x (3 thn)/ P0000Ab000/ HPHT 27-6-2005
Subjektif :
Pasien kiriman SpOG RSUD Bangil Pasuruan.
Nyeri perut kiri bawah sejak 2 minggu,
Pasien kemudian pijat ke dukun, akan tetapi keluhan tidak berkurang, dan
semakin bertambah sakit disertai badan panas.

Terdapat benjolan di perut kiri sejak 6 thn lalu bertambah besar. Sudah pernah ke
Bidan dan dokter dikatakan tumor, pasien tidak pernah USG.
Riwayat menstruasi terasa nyeri sampai pasien minum obat yang dibeli di
warung atau suntik ke bidan.
BAB (-) 4 hari, flatus (+), BAK panas.

Objektif:
KU

: lemah, CM

TD

: 100/70mmHg

N: 112 x/m

RR 20x/m

Tax/Trect : 36,30 C/ 36,5o C


K/L

: anemia -/-, ict -/-

Abd

: supel, nyeri tekan (+) terutama bagian kiri bawah, teraba massa kistik,
10 cm, batas tegas, nyeri (+), mobiltas terbatas, shiftingdullness (-),
defans muskular (+)

Insp

: v/v flex (-)/ flour (+)

VT

: PONP tertutup, licin, flex (-), flour (+) bau (-)


CUAF : terdorong ke kanan
APS : massa kistik 10 cm, mobilitas terbatas, nyeri (+), batas tegas
APD : dBN
CD

: teraba pole bawah massa.

Laboratorium:
HCG : (-) negatif
DL : 19.600/9.9/32/423.000

Assesment:
Infected cyst DD torsion cyst

Pdx : usul USG cito, lab lengkap, LED


Ptx :
MRS ruangan
Semi fowler bed rest
Diet TKTP
Inj. Metronidazole 3x1gr iv
Pmo: Obs VS, keluhan, tanda-tanda akut abdomen
Pasang DC
KIE

Setelah pasien MRS dilakukan pemeriksaan penunjang.


USG Abdomen (7/7/2005)
Hepar

: ukuran normal, sudut tajam, permukaan rata, echoparenchim

homogen normal, sistem bilier/portal/vaskular tidak melebar, nodul/kista (-).


Gallblader

: ukuran normal, dinding tidak menebal, batu/sludge (-)

Pankreas

: ukuran normal, echoparenchim homogen, kalsifikasi (-)

Lien

: ukuran normal, sudut tajam, permukaan rata, echoparenkim

homogen normal, nodul/kista (-).


Ren D

: ukuran membesar, echocortex tidak meningkat, pelviocalyceacal

Ren S

: tidak ditemukan adanya fossa renalis

VU

: ukuran normal, dinding reguler, batu/massa (-)

Uterus

: ukuran normal, letak retrofleksi

Tampak massa kistik berbentuk angka delapan dengan dinding tebal 912 mm
dan internal echo didalamnya uk massa 70,6 x 75,2 mm di daerah adnexa kiri.
Tidak didapatkan echocairan bebas intraabdomen.
Kesimpulan :
-

Ectopic kidney sinistra


Dd/ hipoplasia kidney
Aplasia kidney
Tubo ovarial abces sinistra

USG Gyn (13/7/2005)


Tampak uterus agak membesar
Ovarium S dbn, didapatkan massa kistik ekstrauterine dengan dinding tebal
berisi cairan dan tampak gambaran menyerupai fetal pole.
Curiga suatu kehamilan ektopik.

18 Juli 2005
Dilakukan operasi. Berikut riwayat laporan operasi pasien.
Laporan operasi
Operator dr. HAR/dr.DOR
Operasi mulai pkl. 09.00 11.15
Diagnosa pra bedah

Diagnosa pasca bedah

Hematocele

Uterus didelphis susp gravida T/IUFD dd hematometra


Jenis operasi

: Laparatomi/histerotomi

1. Penderita tidur terlentang di meja operasi dengan GA

2. Antisepsis lapangan operasi dengan betadine demarkasi dengan doek


steril.
3. Insisi linea mediana mulai supra sympisis sampai bawah ke umbilikus 11
cm diperdalam secara tajam kecuali otot secara tumpul sampai cavum
peritoneum terbuka.
4. Dilakukan identifikasi:
- Uterus
: terdapat kelainan uterus berupa uterus didelphis, uterus
-

dextra besar dbn, uterus sinistra membesar 12-14 mgg.


Adnexa D
: tuba dan ovarium dbn
Adnexa S
: tuba dan ovarium dbn, melekat pada bagian belakang

uterus sinistra.
5. Perlekatan dibebaskan c/ Sp.OG (K)
6. Dilakukan sonde sonde masuk pada uterus sebelah kanan, tidak bisa
masuk uterus sebelah kiri.
7. Dilakukan aspirasi pada uterus sebelah kiri, keluar darah kehitaman + 10 cc.
8. Diputuskan melakukan histerotomi, dilanjutkan kuretase PA.
9. Uterus dijahit 2 lapis cros satu-satu.
10. Dilakukan evaluasi cavum abdomen, tak ada perdarahan.
11. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
12. Operasi selasai.

19 Juli 2005 Hasil PA


Lokasi : cavum uteri
Kami terima jaringan kerokan sedikit.
Pada pemeriksaan mikroskopik didapatkan:
Gambaran jaringan granulasi beradang menahun dengan ikut terkerok
myometrium tidak didapatkan gambaran sisa kehamilan dalam sediaan ini.

27 Juli 2005
Lokalisasi

:-

Diagnosa klinik

: Hematocele

Diterima 2 sedian.

I. Bekuan darah sebanyak 4 cc.

II. Bekuan darah sebanyak 3 cc.


Pada pemeriksaan mikroskopik didapatkan: I dan II hanya
darah dan sel-sel radang.
Kesimpulan

: Kemungkinan suatu isi hematocel.

04 Oktober 2005
Dilakukan operasi kedua,
Lama operasi 09.00 sd 14.30 WIB (5 1/2 jam)
Operator: dr. Rahajeng, SpOG
Diagnosa pra bedah : Uterus didelphis + hematometra pada bagian uterus kiri
Diagnosa post bedah : Uterus didelphis + hematometra pada bagian uterus kiri
Jenis operasi

: eksisi uterus

Jaringan yang diinsisi : uterus kiri

Laporan operasi :
1. Pasien tidur litotomi dengan SAB
Anti sepsis lapangan operasi demarkasi dengan doek steril
2. Dilakukan VT:
PONP tertutup, licin
Cu kanan : bentuk dbn, berhubungan dengan portio
Cu kiri
: tdp dua bentukan, yang bawah berbentuk telur bebek
kesan berhubungan dengan portio, yang atas tinggi uterus ~ telur
angsa, antara bagian atas dan bawah kesan bersambung

3. Dipasang spekulum bawah, portio dijepit dengan tenaculum arah jam 1011. Dilakukan sondase = 8 cm kearah lateral tidak didapatkan darah
keluar (dextra) untuk mencari celah penghubung antara bagian uterus A
dan B, tidak ditemukan konsul supervisor:
Disarankan dilakukan biopsi dan drainase dengan sonde ke arah bentuk B.
Drainase tidak berhasil konsul ulang supervisor.
Diputuskan untuk dilakukan laparatomi dan pengangkatan (eksisi) bagian
uterus kiri (B-C).
4. Pasien ditidurkan dengan posisi terlentang. Antisepsis lapangan operasi &
demarkasi lapangan operasi dengan doek steril.
5. Insisi pada linea mediana diperdalam sampai cavum abdomen terbuka.
6. Dilakukan eksplorasi :
Didapatkan perlekatan tebal antara uterus dengan dinding abdomen
(c/Bedah: tidak ada penanganan khusus).
Didapatkan perlekatan antara bentukan uterus dengan organ sekitar

perlekatan dibebaskan.
Bentuk uterus A
: ukuran normal, dextroposisi, dari fundus kanan

didapatkan ligamen rotundum dengan tuba, ovarium dbn.


Bentuk uterus B
: ukuran sebesar telur bebek, tidak didapatkan
hubungan dengan bentuk uterus A,

serosa yang tebal.


Bentuk uterus C

dipisahkan dengan jaringan ikat

: uterus sebesar telur angsa, dari fundus uteri kiri

didapatkan tuba, didapatkan perlekatan bebas antara bagian atas uterus


dengan dinding peritonium. Perlekatan dibebaskan.
o Ligamentum rotundum kiri dapat diidentifikasi.
o Ovarium, ligamen infundubulum pelvicum melekat erat pada
bagian belakang uterus, perlekatan dibebaskan.

C
A

Dilakukan pengangkatan uterus bagian kiri (B C)


7. Ligamen rotundum diklem, dipotong dan dijahit.
8. Tuba, ligamen ovarika propria, ligamen infundubulum, pelvic, diklem,
dipotong dan dijahit.
9. Dibuat bladder flap didapatkan jaringan parut yang besar dan
perlengketan.
10. Identifikasi a/v uterina, tidak ditemukan, diputuskan untuk eksisi bagian
uterus kiri dengan menggunakan klem lurus sedikit dalam sedikit kearah
caudal apex uterus, dan pada bagian uterus B yang terdapat perlekatan
bebas dilakukan pengangkatan dengan meninggalkan sedikit lapisan
miometrium (paling luar) sampai ujung bagian uterus B.
11. Dievaluasi daerah rongga uterus B tidak didapatkan lubang atau celah
yang berhubungan dengan uterus A. Didapatkan hubungan antara bagian
uterus B C seujung jari.
12. Dilakukan jahitan, hematostatis, perdarahan dirawat.
13. Ligamen rotundum kiri dijadikan satu dengan jaringan pada jaringan ikat
didekat fundus kanan bagian uterus A.
14. Evaluasi tidak didapatkan perdarahan yang aktif.
15. Cavum abdomen dilakukan dengan NS hangat.
16. Dipasang drain.
17. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
18. Operasi selesai.

27 Juni 2016
Pasien dirujuk oleh SpOG RSUD Bangil dengan G2P1 gr 28-30 mgg + riw.
Operasi kista Hasil PA ?

Anamnesa

27 Juni 2016
Pada tahun 2005, pasien mengeluhkan teraba benjolan diperut pasien
ke dokter SpOG dan dilakukan operasi dilakukan evakuasi clot.
Tiga bulan kemudian dilakukan pasien mengeluh nyeri perut

dilakukan

pemeriksaan didapatkan uterus tambahan diputuskan untuk operasi kembali


dilakukan pengangkatan uterus (tambahan).
Riwayat persalinan:
1. Preterm/ 1200 gr/ PKM Ngempit/ Perempuan/ 3,5 th/ Meninggal karena
kejang demam, hepatitis, radang paru.
2. Hamil ini
Riwayat ANC : Bidan 5x
HPHT :
21-11-2015 ~ TP 28-8-2016 ~ 30-32 mgg

Riwayat KB : suntik KB 3 bulan, stop 5 thn yang lalu

Objektif :
KU

: Cukup

GCS

: 456

TB

: 153 cm

BB

: 53 Kg

TD

: 120/70 mmHg, N : 80x/m, RR : 18 x/m

Tax/ Trect

: 36,7oC/ 36,4oC

K/L

: An -/- Ict -/-

Tho

: Cor : S1S2 tunggal, murmur (-)

Rh -

Abd

Wh - - - -

Pulmo

TFU 26 cm, letak bujur , TBJ 2015 gr, DJJ: 146 x/m, His (-) negatif,
scarmidline
GE

: lochea (-), flux (-)

USG FM (27/06/2016)
Tampak janin intrauterine T/H, Letak bujur, kepala di atas
BPD

: 7,92 (32w0d)

AC

: 26,2 (30w0d)

FL

: 6,07 (31w4d)

AFI

: cukup

EFW

: 1693 gr

Plasenta implantasi di corpus posterior, Maturasi grade II


FT, FM, FBM baik

NST
Baseline rate 145 bpm
Variability 5-20 bpm
Acc (+)
Decc (-)

Kategori I

Assesment
G2P0100Ab000 gr 30-32 mgg T/H
+ Riwayat uterus didelphis (riwayat operasi pengangkatan uterus didelphis)
+ HSVB
+ Presentasi Bokong

Planning :
PDx : Lab. Lengkap, USG screening, c/VCT
PTx : Roborantia 1x1
Kontrol 2 mgg lagi (11-7-2016)
PMo :

Obs VS, keluhan

KIE
c/ SPV
-------------------------------------------------------------------- dr. Imam Wahyudi, SpOG(K)

FOLLOW UP PENDERITA
TGL
11-7-2016

Subyektif
-

Obyektif
KU

: cukup,

GCS : 456
TD

: 100/60 mmHg,

: 80 x/m,

RR : 20 x/m
K/L : an -/-, ict -/Tho : C/S1S2 tunggal, reg, murmur (-)
Rh -/-, Wh -/Abd : TFU 28 cm, letak bujur , TBJ
2325gr, DJJ 159 x/m, his (-)
negatif, scar midline
GE

: v/v flux (-)/ flour (-)

Assesment

Planning

G2P0100Ab000 gr 32-34 mg T/H

PDx :

+ riwayat uterus diphelpis

VCT,

(dioperasi)

rencana MOD tgl 2/08

+ HSVB

PTx :

+ Presentasi Bokong

- Roborantia 1x1
- Kontrol 2 minggu la
(25/07/2016)
PMo : Keluhan, DJJ
KIE
c/spv

20-7-2016

KU

: cukup,

G2P0100Ab000 gr 3

GCS : 456

+Riwayat uterus dip

TD

: 100/60 mmHg,

(post reduksi 2005)

: 84 x/m,

+ HSVB

RR

: 20 x/m

+ Presentasi bokong

K/L

: an -/-, ict -/-

Tho :
C/S1S2 tunggal, reg, m (-)
Rh -/-, Wh -/Abd :
TFU 29 cm, letak bujur ,
TBJ 2480gr, DJJ 147 x/m,
his (-) negatif, scar midline
GE : v/v flux (-)/ flour (-)
VCT :
post test konseling
hasil non reaktif

USG
Janin intrauterine T/H
Letak bujur kepala di atas
BPD : 9,17 cm (37w2d)
AC

: 31,89 cm (35w5d)

FL

: 6,21 cm ( 32w1d)

EFW : 2559 gr
AFI

: cukup

Plasenta implantasi di fundus


Maturasi grade II
NST
Baseline rate 150 bpm
Variability 5-15 bpm
Acc (+)

Decc (-)
Kategori I

25 Juli 2016
Pasien datang ke RSUD Bangil dirujuk oleh bidan dengan G2P1001Ab0
gr 36-37 minggu + presentasi bokong + Ketuban (-)

25 Juli 2016
Pukul 03.00
Pasien mengeluh keluar cairan dari jalan lahir pasien tetap di rumah
Pukul 16.00
Pasien mengeluh keluar cairan dari jalan lahir semakin banyak disertai kencengkenceng Ke bidan diperiksa ketuban negatif dan presentasi bokong saran
rujuk RSUD Bangil keluarga berunding
Pukul 18.00
Pasien tiba di RSUD Bangil

Riwayat keputihan (+) sejak 1 minggu yang lalu gatal (+), bau (-)
Riwayat coitus (-)
Riwayat anyang-anyangan (-)
Riwayat operasi pengangkatan rahim tambahan tahun 2005

Riwayat ANC : Bidan 5x


SpOG 2x
HPHT : 21-11-2015 ~ TP 28-8-2016 ~ 34-36mgg
Riwayat KB : suntik KB 3 bulan, stop 5 thn yang lalu

Objektif :
KU

: Cukup

GCS

: 456

TB/ BB

: 153 cm/ 56 Kg

TD

: 120/80 mmHg,

: 80x/m

RR

:18 x/m

Tax/ Trect

: 36,7oC/ 36,4oC

K/L

: An -/- Ict -/-

Tho

: Cor : S1S2 tunggal, murmur (-)

Rh -

Wh - - - -

Abd

Pulmo

: TFU 28 cm, letak bujur , TBJ 2480 gr, DJJ: 151 x/m, His (+)
jarang, scar Midline

GE

: aliran ketuban (+)

Insp

: cairan ketuban menggenang di fornix posterior, lakmus (+)

VT

: 3 cm, eff : 100 %, H I, ketuban (-) jernih, presentasi bokong,


Denominator sacrum jam 12, upd ~ dbn

Laboratorium
DL : 10,9 /23.700/ 37,3/ 381.000

USG
Tampak janin intrauterine T/H, Letak bujur, kepala di atas
BPD

: (35w6d)

AC

: (36w3d)

FL

: (35w4d)

AFI

: 5,8

EFW

: 2390 gr

Plasenta implantasi di fundus


Maturasi grade III

NST
Baseline rate 150 bpm
Variability 5-20 bpm
Acc (+)
Decc (-)
Kategori I

Assesment
G2P0100Ab000 part 36-37 mgg T/H
+ Kala I fase Laten
+ Riw. PPROM
+ Presentasi bokong
+ HSVB
+ Riw. Operasi pengangkatan rahim tambahan

Planning :
PDx :
PTx :
Usul SC cito + IUD PP
Persiapan operasi:
Inj cefazolin 1 griv (skin test)
Inj metoclopramide 1 ampiv
Inj ranitidine 1 ampiv
SP, daftar OK, C/ anestesi, sedia darah
PMo :
Obs VS, keluhan, tanda-tanda inpartu
KIE
c/ SPV
------------------------------------------------------------------------ dr. Novida Ariani, Sp.OG

Laporan operasi : (25/7/2016)


DPJP/ operator : dr. Novida Sp.OG/dr. DID
Jenis operasi SCTP + IUD PP
Diagnosa pra bedah:
G2P0100Ab000 part 34-36 mgg T/H + kala I fase laten + Riw.PPROM + HSVB +
presentasi bokong + Riw. Operasi angkat rahim tambahan
Diagnosa pasca bedah:
G2P0100Ab000 part 34-36 mgg T/H + Kala I fase laten + Riw.PPROM + HSVB +
presentasi bokong + Riw. Operasi angkat rahim tambahan
-

Pasien ditidurkan terlentang diatas meja operasi dengan SAB.


Antisepsis lapangan operasi dengan betadine.

Demarkasi lapangan operasi dengan doek steril.


Dilakukan insisi kulit pada linea mediana dari supra simphisis sampai
dibawah umbilicus 10 cm, incisi diperdalam lapis demi lapis sampai

cavum peritonei terbuka.


Tampak uterus gravidarum. Pasang kassa laparotomi.
Dilakukan bladder flap.
Dilakukan insisi pada SBR , dilebarkan secara tumpul dengan jari, keluar

ketuban berwarna jenih, janin dilahirkan dengan meluksir bokong.


Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan.
Eksplorasi cavum uteri, tidak terdapat perdarahan dan sisa plasenta.
Dibuatlah jahitan sudut pada kanan dan kiri SBR, dilanjutkan dengan

jahitan feston 2 lapis.


Dilakukan reperitonealisasi, kassa laparotomi dikeluarkan. Evaluasi

perdarahan aktif tidak ada.


Uterus kontraksi baik.
Adnexa parametrium
D dalam batas normal, tidak didapatkan

perlengketan.
Adnexa parametrium S tidak didapatkan tubaovarium dan ligamentum

rotundum.
Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
Operasi selesai.

FOLLOW UP PENDERITA
TGL
25-7-2016

Subyektif

Obyektif

(-)

Assesment

KU : Baik, Compos Mentis


TD : 110/70 mmhg
N : 88 x/mnt
RR : 20x/mnt
Tax : 36,8 C
K/L : an -/- ict -/Tho C/ S1S2 Single murmur (-)
P/

P0201Ab000 pp SCTP +
IUD pp dngn SAB hari ke 0
+ Kala I Fase Laten
+ Riw. PPROM
+ HSVB
+ Presentasi Bokong
+ Riw. Operasi angkat rahim
tambahan

Abd

Supel,

h
-

bising
usus

P
P
D
T
In
In
In
In
In
In
P
T

ko
K

normal, meteorismus (-).


FU : 2 jari dibawah pusat,

kontraksi uterus (+) baik, luka


operasi tertutup kassa kering.
GE : Lochea (+)
Laboratorium :
DL : 10,3/ 23200/ 34,5/ 285000
26-7-2016

(-)

KU : Baik, Compos Mentis


TD : 110/70 mmhg
N : 88 x/mnt
RR : 20x/mnt
Tax : 36,8 C
K/L an -/- ict -/Tho C/ S1S2 Single murmur (-)
P/

P0201Ab000 pp SCTP +
IUD pp dngn SAB hari ke 1
+ Kala I Fase Laten
+ Riw. PPROM
+ HSVB
+ Presentasi Bokong
+ Riw. Operasi angkat rahim

P
P
D
M
T

tambahan
R

Abd

P
T

Supel,

h
-

bising

ko
K
C

usus

normal, meteorismus (-).


FU : 2 jari dibawah pusat,
kontraksi uterus (+) baik, luka
operasi tertutup kassa kering.
GE : Lochea (+)
27-7-2016

(-)

KU : Baik, Compos Mentis


TD : 110/70 mmhg
N : 88 x/mnt
RR : 20x/mnt
Tax : 36,8 C
K/L an -/- ict -/Tho C/ S1S2 Single murmur (-)
P/
Abd : Supel, bising usus
W normal,
h

- - meteorismus (-), hepar dan


lien tidak teraba.
FU : 2 jari dibawah pusat,
kontraksi uterus (+) baik, luka
operasi tertutup kassa kering.
GE : Lochea (+)

P0201Ab000 pp SCTP +
IUD pp dngn SAB hari ke 2
+ Kala I Fase Laten
+ Riw. PPROM
+ HSVB
+ Presentasi Bokong
+ Riw. Operasi angkat rahim

P
P
D
M
T

tambahan

P
T

ko
K
C

28-7-2016

(-)

KU : Baik, Compos Mentis


TD : 110/70 mmhg
N : 88 x/mnt
RR : 20x/mnt
Tax : 36,8 C
K/L an -/- ict -/Tho C/ S1S2 Single murmur (-)
P/
Abd : Supel, bising usus
W normal,
h
- - meteorismus (-), hepar dan
lien tidak teraba.
FU : 2 jari dibawah pusat,
kontraksi uterus (+) baik, luka
operasi tertutup kassa kering.
GE : Lochea (+)

P0201Ab000 pp SCTP +
IUD pp dngn SAB hari ke 3
+ Kala I Fase Laten
+ Riw. PPROM
+ HSVB
+ Presentasi Bokong
+ Riw. Operasi angkat rahim

P
P
D
M
R
T

tambahan

K
P
T

ko
K
C

BAB 3
PERMASALAHAN

3.1 Bagaimana penegakan diagnosa kelainan uterus ?


3.2 Bagaimana penatalaksanaan macam-macam kelainan uterus ?
3.3 Bagaimana kemungkinan kehamilan pada kelainan uterus ?
3.4 Bagaimana kemungkinan kehamilan dapat bertahan sampai dengan aterm ?

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Penegakan Diagnosa Kelainan Uterus


4.1.1 Anatomi Uterus
Uterus adalah organ yang berbentuk seperti buah pir dan terdiri dari dua
bagian utama yang tidak setara. Terdapat bagian segitiga (badan/corpus) dan
bagian silindris yang lebih inferior (serviks), yang terproyeksi ke vagina. Ismus
adalah tempat penyatuan dari serviks dan vagina. Pada batas superolateral
kanan dan kiri corpus terdapat kornu uteri, dimana terdapat saluran tuba
fallopi.Di antara dua titik insersi tuba fallopi terdapat segmen atas uteri berbentuk
konveks yang dinamakan fundus (Cunningham et al, 2014; Kumar dan Malhotra,
2008).

Gambar 4.1 Anatomi uterus pada wanita dewasa


Sebagian besar dari badan uteri tersusun dari otot. Lapisan dalam dari
dinding anterior dan posterior hampir saling bersentuhan, dan rongga antara

kedua dinding hanya berbentuk garis. Uterus nulligravida berukuran panjang 6


hingga 8 cm, sedangkan pada wanita multipara berukuran 9 hingga 10 cm.
Uterus memiliki berat rata-rata 60g dan biasanya memiliki bobot lebih pada
wanita yang sudah melahirkan (Cunningham et al, 2014).

Gambar 4.2 Potongan uterus menunjukkan rongga yang hanya berbentuk garis
Uterus mengalami perubahan seiring dengan usia dan paritas. Pada
masa anak-anak serviks lebih panjang dari korpus uteri, dengan proporsi 2:1.
Dimulai dari masa pubertas, korpus uteri mengalami pertumbuhan lebih cepat
dari serviks dan serviks hanya sepertiga dari total panjang uterus matur.
Kehamilan menstimulasi pertumbuhan uterin yang cukup besar akibat dari
hipertrofi serabut otot. Hipertrofi uterus selama kehamilan akan mengalami
involusi setelahnya, namun tidak sepenuhnya kembali ke keadaan semula.
Fundus uteri yang sebelumnya berbentuk konveks pipih menjadi berbentuk
kubah pada kehamilan (Kumar dan Malhotra, 2008).

Gambar 4.3 Perubahan proporsi serviks dan korpus uteri berubah seiring
bertambahnya usia

4.1.2 Embriologi Uterus


Pada awalnya, baik pria maupun wanita memiliki dua pasang saluran
genital,

yaitu

duktus

mesonefrik

(Wolffian)

dan

duktus

paramesonefrik

(Mullerian). Duktus paramesonefrik berasal dari invaginasi longitudinal dari epitel


pada permukaan anterolateral dari urogenital ridge. Bagian kranial dari duktus
paramesonefrik ini terbuka ke arah rongga abdomen dengan bentuk menyerupai
corong. Pada bagian kaudal, duktus ini berada lateral dari duktus mesonefrik,
dan bersilangan pada bagian medial. Pada bagian ujung kaudal, kedua duktus
bersatu membentuk tuberkulum sinus (Cunningham et al, 2014; Sadler, 2015).

Gambar 4.4 Proses embriologi reproduksi wanita berasal dari duktus Mullerian

Dengan adanya estrogen dan tidak adanya testosteron dan hormon antiMullerian, duktus paramesonefrik berkembang menjadi duktus genital utama
wanita. Dengan turunnya ovarium, bagian kraniovertikal dan bagian horizontal
bergabung membentuk tuba uterina, sedangkan bagian kaudal mengalami fusi
membentuk kanalis uteri. Fusi dari duktus paramesonefrik membentuk korpus
dan serviks uterus dan juga bagian atas dari vagina (Saddler, 2015).

Gambar 4.5 Fusi dari duktus paramesonefrik membentuk korpus, serviks


dan vagina bagian superior

Fusi duktus paramesonefrik dimulai pada 7-8 minggu (crown-rump length


22 cm) dan selesai membentuk uterus pada usia 12 minggu gestasi. Serviks dan
kopus uteri berdiferensiasi pada usia 10 minggu gestasi. Septum uteri
menghilang selama bulan ke 5 intrauterin. Epitelium pelapis dan kelenjar uterus
dan serviks terbentuk dari epitel kolomik. Myometrium dan stroma endometrial
terbentuk dari mesoderm dari duktus paramesonefrik (Dutta, 2013).

4.1.3 Anomali Uterus Kongenital


Anomali uterus kongenital berasal dari kelainan formasi, fusi atau
reabsorpsi dari duktus Mullerian selama masa fetal. Anomali ini terjadi pada 1
hingga 10% dari populasi acak, 2 hingga 8% dari populasi wanita infertil dan 5
hingga 30% dari wanita dengan riwayat keguguran. Keberadaan dari anomali
uteri pada maternal ini berhubungan dengan peningkatan resiko persalinan
preterm, PPROM, presentasi sungsang, sectio caesar, plasenta previa, abruptio
plasenta dan retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) (Dutta, 2013; Caserta et
al, 2014).
Terdapat

empat

deformitas

pokok

yang

berasal

dari

gangguan

perkembangan embriologis duktus Mullerian: (1) agenesis kedua duktus, baik


secara fokal atau sepanjang duktus tersebut; (2) maturasi unilateral dari salah
satu duktus Mullerian dengan perkembangan inkomplit atau tidak ada
perkembangan pada duktus di sisi lainnya; (3) tidak adanya fusi midline dari
duktus; atau (4) gangguan kanalisasi. Klasifikasi yang digunakan oleh American
Fertility Society untuk anomali ini berasal dari Buttram dan Gibbons (1979)
(Cunningham et al, 2014; Kumar dan Malhotra, 2008, Dutta, 2013).
Klasifikasi tersebut terbagi ke dalam tujuh kelas:

Kelas I: Agenesis/hipoplasia Mullerian - segmental


Kelas II: Unicornuate uterus
Kelas III: Didelphys uterus
Kelas IV: Bicornuate uterus
Kelas V: Septate uterus
Kelas VI: Arcuate uterus
Kelas VII: Abnormalitas terkait dietilstilbestrol (DES)

Gambar 4.5. Klasifikasi anomali duktus Mullerian Buttram dan Gibbons (1979)
Beberapa tipe anomali fusi duktus Mullerian:
Tipe arkuata (18% kasus): bagian kornual dari uterus tetap terpisah. Fundus
uterin tampak konkaf dengan kavitas berbentuk hati
Tipe Didelphys (8% kasus): Tidak terdapat fusi duktus Mullerian dengan uterus
ganda, serviks ganda, dan vagina ganda
Tipe Bicornis (26% kasus): Terdapat berbagai tingkat fusi dinding otot dari
kedua duktus
-

Uterus bicornis bicollis: terdapat dua kavitas uterin dengan serviks ganda
dengan atau tanpa septum vaginal

Uterus bicornis unicollis: terdapat dua kavitas uterin dengan satu serviks.
Kornu dapat sama besarnya atau salah satu kornu rudimenter dan tidak
ada komunikasi dengan kornu yang berkembang

Tipe Septate (35% kasus): Kedua duktus Mullerian terfusi namun terdapat
persistensi septum diantara keduanya baik secara parsial atau total
Tipe unicornuate (10%): Kegagalan perkembangan salah satu duktus Mullerian
Abnormalitas terkait paparan dietilstilbestrol (DES) selama masa intrauterin.
Malformasi pada uterin meliputi hipoplasia, kavitas berbentuk T, sinekia uterin.
(Dutta, 2013)
Pada

mayoritas

kasus,

keberadaan

deformitas

ini

luput

dari

perhatian.Pada beberapa kasus, keadaan ini secara tidak sengaja terdeteksi


selama pemeriksaan infertilitas atau keguguran berulang.Pada kasus lainnya,
diagnosis dibuat selama operasi D+E (dilatasi dan evakuasi), pelepasan plasenta
secara manual atau selama sectio caesar.Beberapa manifestasi klinis yang
secara umum dapat terjadi pada anomali ini dapat dibagi menjadi manifestasi
ginekologis dan manifestasi obstetrik. (Dutta, 2013)
Manifestasi ginekologis berupa:

Infertilitas dan dispareunia yang sering berhubungan dengan septum

vaginal
Dismenorea yang dapat disebabkan oleh kriptomenorea (penumpukan

darah menstruasi pada kornu rudimenter)


Kelainan menstruasi lainnya (menorrhagia, kriptomenorea)

Manifestasi obstetrik berupa:

Aborsi midtrisemester yang mungkin rekuren


Kehamilan pada kornu rudimenter dapat

terjadi

akibat

migrasi

transperitoneal dari sperma atau ovum ke sisi yang berlawanan.

Kehamilan kornual (ektopik) pada akhirnya akan menyebabkan ruptur

pada sekitar minggu ke 16


Inkompetensi servikal
Peningkatan insiden malpresentasi
Persalinan preterm, IUGR, IUD (intra uterine death)
Prolonged labor karena aksi uterus yang tidak terkoordinasi
Obstruksi persalinan akibat kornu nongravida
Retensio plasenta dan perdarahan postpartum ketika

plasenta

terimplantasi pada septum uterin


(Dutta, 2013)
4.2 Diagnosis Anomali Duktus Mullerian
Pada

mayoritas

kasus,

keberadaan

deformitas

ini

luput

dari

perhatian.Faktanya pada sejumlah kasus, diagnosis dibuat selama kuretase


uterin, pelepasan plasenta secara manual atau sectio caesar.Untuk diagnosis
pasti dari malformasi, arsitek internal dan eksternal dari uterus harus
divisualisasikan. (Dutta, 2013)
Visualisasi arsitek internal dan eksternal dapat dicapai dengan melakukan
kombinasi pemeriksaan yang berbeda, seperti histerografi, histeroskopi,
laparoskopi, ultrasonografi, dan MRI.Ultrasonografi dan MRI merupakan
prosedur

non

invasif.Traktus

urinarius

juga

dievaluasi

secara

bersamaan.Abnormalitas saluran ginjal terkait abnormalitas Mullerian adalah


sekitar 40%, anomali dari sistem skeletal dalam kaitannya dengan anomali ini
adalah sekitar 12%. (Dutta, 2013)

Gambar 4.6 Pemeriksaan yang digunakan dalam menentukan anomali uterin


kongenital.a histeroskopi uterus dengan septa, b ultrasonografi uterus dengan
septa, c histerografi unicornuate uterus, d histerografi bicornuate uterus
4.5. Penanganan Anomali Duktus Mullerian

Untuk penanganan anomali ini secara umum, hanya keberadaan


malformasi uterin saja bukan merupakan indikasi intervensi pembedahan.Pada
kehamilan, kornu rudimenter harus dieksisi untuk mereduksi resiko kehamilan
ektopik

(8%).Operasi

penyatuan

diindikasikan

pada

kasus

malformasi

uterin.Abdominal metroplasti dapat dilakukan baik dengan mengeksisi septum


atau dengan menginsisi septum.Tingkat keberhasilan abdominal metroplasti untu
kehamilan hidup cukup tinggi (5-75%).Histeroskopik metroplasti lebih umum
dilakukan.Reseksi septum dapat dilakukan baik dengan resektoskop atau
dengan laser. Histeroskopik metroplasti memiliki beberapa keuntungan, yaitu: 1)
tingkat keberhasilan tinggi (80-89%); 2) masa rawat inap yang pendek; 3) reduksi
morbiditas postoperatif; dan 4) kemungkinan persalinan pervaginam setelahnya
lebih tinggi dibandingkan abdominal metroplasti, yang mengharuskan persalinan
dengan sectio caesar. (Dutta, 2013; Mane et al, 2010)
Hasil obstetrik yang lebih baik pada septate uterus (86%) dan bicornuate
uterus (50%) telah dijelaskan.Unicornuate uterus memiliki hasil kehamilan yang
sangat buruk (40%).Tidak ada penanganan yang umumnya efektif.Didelphys
uterus

memiliki

kemungkinan

terbaik

untuk

keberhasilan

kehamilan

(64%).Operasi unifikasi pada kasus ini umumnya tidak diperlukan. Penyebab lain
dari infertilitas atau keguguran berulang harus dieksklusi terlebih dahulu. (Dutta,
2013)
4.6.Unicornuate uterus
Unicornuate uterus merupakan hasil dari abnormalitas atau kegagalan
perkembangan salah satu dari duktus Mullerian. Anomali ini terbagi lagi menjadi
4 varian berdasarkan American Fertility Society, yaitu unicornuate uterus dengan
kornu rudimenter komunikata, unicornuate uterus dengan kornu rudimenter non

komunikata,

unicornuate

uterus dengan kornu

rudimenter

non kavitas,

unicornuate uterus terisolasi. (Cunningham et al, 2014; Dutta, 2013; Khati et al,
2012)
Unicornuate uterus terisolasi adalah tipe yang paling umum dengan
frekuensi 35% dari semua kasus. Pada subtipe dengan kornu rudimenter, tipe
non kavitas memiliki frekuensi 33% dari semua kasus, non komunikata sebanyak
22%, dan komunikata 10%. Anomali traktus urinarius secara umum berhubungan
dan lebih sering terjadi pada unicornuate uterus dari anomali duktus Mullerian
lainnya. (Khati et al, 2012)

Gambar 4.7. Subklasifikasi unicornuate: A1a komunikata, A1b non komunikata,


A2 non kavitas, B terisolasi
Wanita

dengan

unicornuate

uterus

memiliki

peningkatan

insiden

komplikasi seperti aborsi spontan, persalinan preterm dan kematian fetal

intrauterin, serta komplikasi ginekologis seperti infertilitas, endometriosis, dan


dismenorea. Pada pasien dengan kornu rudimenter komunikata dan non
komunikata

lebih

beresiko

terhadap

endometriosis,

hematometra,

dan

hematosalfing, adenomyosis, dan kehamilan ektopik pada kornu rudimenter


dengan kemungkinan akan terjadi ruptur pada kornu tersebut. (Kamble et al,
2015)
Kehamilan kornu rudimenter serta kehamilan ektopik tubal dan kornual
dapat terjadi baik pada kornu komunikata dan non komunikata.Nahum
menemukan 83% kasus ini pada kornu non komunikata, dan ruptur uterin terjadi
pada 90% kasus pada trisemester kedua. Begitu diagnosis ini dibuat, kornu
rudimenter serta tuba ipsilateral harus dioperasi untuk mencegah kehamilan
ektopik berikutnya.(Kamble et al, 2015)
Statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara
subtipe komunikata dan non komunikata dalam hal kemampuan untuk konsepsi,
jumlah kehamilan, jumlah kelahiran, dan jumlah sectio caesar.Tipe komunikata
tampaknya lebih tidak membutuhkan intervensi medis untuk bisa hamil, dengan
angka kehamilan dan kelahiran yang lebih tinggi serta sectio caesar yang lebih
rendah. Kehamilan dengan unicornuate uterus dengan kornu rudimenter dapat
menyebabkan hasil yang baik apabila terkonservasi dengan baik.(Kamble et al,
2015; Trad, 2016)

Tabel 4.1 Hasil kehamilan wanita dengan unicornuate uterus

DAFTAR PUSTAKA

Caserta, D; Mallozzi, M; Meldolesi, C; Bianchi, P; Moscarini, M. 2014. Pregnancy


in a Unicornuate Uterus: a Case Report. Journal of Medical Case Reports.
8:130
Cunningham, F.G; Leveno, K.J; Bloom, S.L; Spong, C.Y; Dashe, J.S; Hoffman,
B.L; Casey, B.M; Sheffield, J.S. 2014. Williams Obstetrics 24 thed. New
York:McGraw-Hill Education.
Dutta, D.C. 2013. DC Duttas Textbook of Gynecology including Contraception
6thed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers
Hassan, M.A.M; Lavery, S.A.; Trew, G.H. 2010.Congenital Uterine Anomalies and
Their Impact on Fertility. Womens Health. 6(3):443-461
Kamble, V; Shah, S; Patil, S; Bhatia, T. 2015.A Case Report of Successful
Pregnancy Outcome in Unicornuate Uterus with Rudimentary Horn.J. of
Evolution of Med and Dent Sci. 4(5):888-893
Khati, N.J; Frazier, A.A; Brindle, K.A. 2012.Unicornuate Uterus and Its Variants. J
Ultrasound Med. 31:319-331
Kumar, P; Malhotra, N. 2008. Jeffcoates Principles of Gynaecology 7 thed. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers
Mane, S.B.; Shastri, P; Dhende, N.P; Obaidah, A; Acharya, H; Reddy, S; Arlikar,
J; Goel, N. 2010.Our 10-year Experience of Variable Mullerian Anomalies
and Its Management. Pediatr Surg Int. 26:795-800
Rezai, S; Bisram, P; Alcantara, I.L; Upadhyay, R; Lara, C; Elmadjian, M. 2015.
Didelphys Uterus: a Case Report and Review of the Literature. Case
Reports in Obstetrics and Gynecology. Article ID 865821

Sadler, T.W. 2015. Langmans Medical Embryology 13 th ed. Philadelphia: Wolters


Kluwer
Trad, M. 2016. An Internet Survey of Women with Unicornuate Uterus:
PregnancyOutcomes by Classification. Trad. Obstet Gynecol cases Rev.
3(2):077

Anda mungkin juga menyukai