PLASENTA RESTAN
A. DEFINISI
Sisa plasenta (plasenta restan) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang
dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.
Pada perdarahan post partum, kejadian plasenta restan sebanyak 23-24%. Perlu
dibedakan antara sisa plasenta (plasenta restan) dengan retensio plasenta. Retensio plasenta
adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam waktu setengah jam setelah janin lahir.
Jika terjadi perdarahan post partum maka harus segera dikeluarkan secara manual atau
dikuretase disusul dengan pemberian obat-obatan uterotonika intravena.
B. ETIOLOGI
Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan
tanda yang dapat ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi
fundus uteri tidak berkurang.
Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena :
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus.
2. Plasenta sudah lepas namun belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian
akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk dilakukan pengeluaran. Plasenta
belum lepas dari dinding uterus bisa oleh karena :
1. Kontraksi uterus yang kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva).
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi chorialis menembus
desidua sampai miometrium.
Plasenta yang telah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau salah penanganan kala tiga, sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta
inkarserata).
Penyebab fungsional plasenta sukar terlepas:
1.
HIS yang kurang kuat (merupakan sebab terpenting) seperti atonia uteri.
2. Plasenta belum lahir bisa karena kandung kemih dan rectum penuh, sehingga harus
dikosongkan.
3.
a. Tempat
b. Bentuk
c. Ukuran
Plasenta yang sukar dilepas oleh karena sebab-sebab diatas disebut dengan plasenta
adhesive.
Penyebab patologi anatomi:
1. Plasenta acreta : villi chorialis menanamkan diri lebih dalam ke dalam dinding
rahim sampai kebatas atas lapisan otot rahim. Plasenta acreta ada yang komplita
apabila seluruh permukaannya melekat erat pada dinding rahim dan ada yang parsial
jika hanya beberapa bagian permukaan yang berhubungan lebih erat pada dinding
rahim.
2. Plasenta increta : villi chorialis sampai masuk kedalam lapisan otot rahim.
3. Plasenta percreta
persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan
keluhan perdarahan.
2. Antibiotika, ampisilin dosis awal 1 gr IV dilanjutkan dengan 3x1 gr oral yang
dikombinasikan dengan metronidazole 1 gr supositoria di lanjutkan dengan 3 x 500
mg oral.
3. Lakukan eksplorasi (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan dilatasi dan kuretase.
4. Bila kadar Hb <8 gr % berikan transfuse darah. Bila Hb >8 gr % berikan sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.
Adapun tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah:
A. Perasat Crede
Perasat crede yang bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi :
1. Syarat : uterus berkontraksi dengan baik dan vesika urinaria kosong.
2. Teknik pelaksanaan :
a. Fundus uteri dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari
terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan
permukaan belakang. Setelah uterus dengan rangsangan tangan berkomtraksi
baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. Gerakan jari-jari seperti meremas
jeruk. Perasan crede tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi
dengan baik karena dapat menimbulkan inversion uteri.
b. Perasat crede dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta manual.
B. Manual Plasenta
1. Indikasi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada
kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan
uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah
persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
2. Teknik Plasenta Manual
Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati
serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat
diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk
kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar
dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah
tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah
pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir
plasenta yang terlepas.
Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas
fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam
antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan
gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau
mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan
ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat
dihindarkan.
Indikasi
Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah
operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi, dan ekstraksi, perforasi, dan lain-lain,
untuk menetukan apakah ada ruptur uteri. Eksplosi juga dilakukan pada pasien
yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.
2. Teknik Pelaksanaan
Tangan masuk secara obstetrik seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan
mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada
kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi
dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara
manual.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.
2. Cunningham, dkk. Williams Obstetrics, 21st edition. USA: McGraw-Hill. 2001.
3. Saifudin, Abdul Bari. (2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPS