PENDAHULUAN
Pasien yang telah mendapat serangan stroke, intervensi rehabilitasi medis
sangat penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian mengurus diri
sendiri dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa menjadi beban bagi
keluarganya. Perlu diupayakan agar pasien tetap aktif setelah stroke untuk
mencegah timbulnya komplikasi tirah baring dan stroke berulang (pencegahan
sekunder). Komplikasi tirah baring dan stroke berulang akan memperberat
disabilitas dan menimbulkan penyakit lain yang bahkan dapat membawa kepada
kematian.
Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi
kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit
kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan
kapasitasnya (Harsono, 1996). Program rehabilitasi menurut Ibrahim (2001) tidak
hanya terbatas pada pemulihan kondisi semata, tetapi juga mencakup rehabilitasi
yang bersifat psikososial, penuh dengan kasih sayang serta empati yang luas, guna
membangkitkan penderita. Rehabilitasi medik meliputi tiga hal, yaitu rehabilitasi
medik,
sosial,
dan
vokasional.
Rehabilitasi
medik
merupakan
upaya
atau sementara, apakah progresif, seberapa besar sisa fungsi yang masih ada.
Adakah gangguan lain yang memperberat atau menghambat proses pengembalian
fungsi misalnya depresi, gangguan kognisi termasuk gangguan komunikasi.
Faktor dari luar misalnya penerimaan dan dukungan dari keluarga atau
masyarakat sekelilingnya, apakah ada sarana bagi penderita, dalam hal ini
modifikasi lingkungan baik lingkungan rumah maupun di luar rumah. Hal ini
sangat membantu pemulihan gangguan fungsi bagi penderita. Sejauh mana dapat
dicapai pemulihan fungsi, hasilnya sangat individual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stroke
2.1.1. Definisi
Stroke secara klinis (menurut kriteria WHO) didefinisikan sebagai
adanya gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan
tanda dan gejala klinis, baik fokal maupun global yang berlangsung lebih
dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak.1
2.1.2.
Klasifikasi
Secara umum, stroke diklasifikasikan berdasarkan sebagai
berikut:2,3
1. Letak gangguan sirkulasi di otak (Bamford Clinical
Classification)
a. Total Anterior Circulation Syndrome (TACS)
b. Partial Anterior Circulation Syndrome (PACS)
c. Posterior Circulation Syndrome (POCS)
d. Lacunar Syndrome (LACS)
2.
Penyebab
tersering
dari
stroke
Penyumbatan
aliran
darah
otak
karena
lobaris
spontan
dan
perdarahan
intraserebral
akibat hipertensi.
Faktor
risiko
adalah
kelainan
atau
kondisi
yang
Jenis kelamin
Diabetes
Obesitas
Ras
Dislipidemia
Aktivitas fisik
Predisposisi genetik
Penyakit jantung
Diet
Herediter
Stenosis karotis
Alkohol
Kontrasepsi oral
Homosisteinemia
Hormone
Ateroma aorta
Hypercoagulabiliy stress
Replacement
Therapy
(Dikutip dari: Runtuwene TW. Faktor Risiko dan Pencegahan Stroke. Simposium Stroke Up Date
2001. Bagian SMF Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/RSUP Manado. 2001:
25)
2.1.4. Patogenesis
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke
hemorragik. Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan
darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian
besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.5
Dengan bertambahnya usia dan adanya faktor risiko berupa DM,
hipertensi, dan merokok, aterosklerosis akan terbentuk. Aterosklerosis merupakan
kombinasi dari perubahan tunika intima dengan penumpukan lemak, komposisi
darah maupun deposit kalsium dan disertai perubahan pada tunika media di
pembuluh darah besar dan permukaan lumen menjadi tidak rata. Pada saat aliran
darah lambat, dapat terjadi penyumbatan (trombosis).1
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua
arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan
cabang dari lengkung aorta jantung.5
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah
arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini
sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal
memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari
dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang
lebih kecil.5
Pembuluh
darah
arteri
karotis
dan
arteri
vertebralis
beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal
dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini
disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak)
yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan
jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung
(terutama fibrilasi atrium). Bila bekuan darah yang terlepas dapat mengikuti aliran
darah dan menimbulkan emboli arteri intrakranial sehingga menimbulkan iskemia
otak.1,5
Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika
lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.5
Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita
hipertensi.5 Hipertensi kronis menyebabkan perubahan degenerasi pada arteri
perporata dan arteriol yang kemudian membentuk mikroaneurisma. Tekanan darah
yang secara tiba-tiba meninggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah
Gejala
sentral
berupa
gangguan
psikis,
gangguan
emosi,
2.1.6.
Diagnosis
Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke,
dilakukan
pemeriksaan
pemeriksaan
fisik,
klinis
yang
pemeriksaan
radiologis.1,4
teliti,
neurologis,
meliputi
dan
anamnesis,
pemeriksaan
1. Penemuan klinis
a. Anamnesis berupa terjadi keluhan/gejala defisit neurologik yang
mendadak tanpa trauma kepala dan biasanya disertai adanya faktor risiko
stroke.
b. Pemeriksaan fisik berupa adanya defisit neurologis fokal dan ditemukan
adanya faktor risiko, seperti hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung,
dan lain-lain atau adanya bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh
darah lainnya.
2. Pemeriksaan tambahan/laboratorium
Pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan likuor serebrospinalis dan
pemeriksaan neuroradiologik berupa Computerized Tomography-scan (CTScan), Magnetic Radiation Imaging (MRI), dan angiografi serebral.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menemukan faktor risiko, seperti
Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit, laju endap darah, komponen kimia dan gas
darah, serta elektrolit, Dopler, EKG, Ekokardiografi, dan lain-lain.
3. Pemeriksaan berdasarkan skoring dengan Djoenaedi Stroke Score (1988),
Chandra Stroke Score (1989), The Canadian Neurological Scale (1989) atau
Sirijaj Stroke Score (1991).
2.1.7. Penatalaksanaan
Secara
umum,
penatalaksanaan
stroke
bertujuan
untuk
Konsensus
Nasional
Pengelolaan
Stroke
di
Indonesia,
2.
Stroke Hemoragik
a. Pengobatan Konservatif
- Menjamin jalan nafas bebas hambatan
- Pemberian oksigen
- Pemberian cairan, elektrolit dan nutrien
- Pasang kateter untuk monitoring produksi urin
- Pemberian pelunak feses
- Pemberian antiperdarahan (asam traneksamat)
- Bila terjadi edema cerebri diberikan monitol
b. Pengobatan bedah saraf (operatif)
Tujuan operasi
- Pengeluaran bekuan darah
- Penyaluran cairan serebro spinal
- Pembedahan mikro pada pembuluh darah
10
fungsional
fisik
dan
psikologis
dan
kalau
perlu
keberhasilan
penanganan
adalah
bukan berdasarkan
11
2.
3.
apa yang
dipelajari kemarin
Lama program yang direncanakan tergantung dari faktor-faktor yang
mempengaruhi. Pada fase awal pengobatan dan perawatan ditujukan untuk
meenyelamatkan jiwa dan mencegah komplikasi, segera setelah keadaan
umum memungkinkan, rehabilitasi dimulai biasanya pada hari 2-3. Untuk
stroke akibat perdarahaan biasanya setelah hari ke-14, sedangkan fase
lanjutan bertujuan untuk untuk mencapai kemandirian fungsional dalam
mobilisasi dan aktivitas sehari-hari (Activity of Daily Living-ADL).7
12
Karakteristik
program rehabilitasi
Mencegah komplikasi
2.
3.
4.
5.
Meningkatan
kemajuan
fungsional
melalui
training
yang
7.
8.
Mengidentifikasi
dan
menangani
gangguan
afektif
dan
13
tersebut,
ditentukan
derajat
kemandirian
atas
Mandiri (independent)
Perlu supervisi
Perlu bantuan
14
Tergantung (dependent)
menyebutkan
lama
program
rehabilitasi
medik
15
Fase Awal
Pada fase awal mungkin kesadaran penderita masih menurun,
Pengobatan
dan
perawatan
pada
fase ini
ditujukan untuk
16
17
18
Latihan 2:
Angkat tangan yang lumpuh melewati dada kearah tangan yang sehat.
Kembali ke posisi semula
Latihan 3:
Angkat tangan yang lemah menggunakan tangan yang sehat ke atas
Kembali seperti semula
Latihan 4:
Pegang
pergelangan
tangan yang
lumpuh
menggunakan tangan yang sehat. Luruskan siku kemudian angkat ke atas.
Letakkan kembali tangan yang lumpuh di tempat tidur.
19
Latihan 5:
Pegang pergelangan tangan yang lumpuh menggunakan tangan yang sehat,
angkat ke dada. Putar pergelangan tangan ke arah dalam dan ke arah luar.
Latihan 6:
Latihan 7:
Letakkan kaki yang sehat di bawah lutut yang lumpuh. Turunkan kaki
yang sehat, sehingga punggung kaki yang sehat berada di bawah
pergelangan kaki yang lumpuh. Angkat kedua kaki ke atas dengan bantuan
kaki yang sehat, kemudian turunkan pelan-pelan
Latihan 8:
Angkat
kaki
20
Latihan
9:
(bridging
exercise)
Anjurkan pasien untuk menekuk lututnya, Bantu pegang pada lutut yang
lumpuh dengan tangan satu. Dengan tangan yang lainnya penolong
memegang pinggang pasien. Anjurkan pasien untuk mengangkat
bokongnya. Kembali ke posisi semula dan ulangi lagi.
2.3. Jenis
Rehabilitasi Medik
2.3.1. Mobilisasi
Mobilisasi meliputi program latihan posisi tegak secara bertahap
mulai dari duduk sampai berdiri dan akhirnya mobilisasi. Mobilisasi
dini untuk mencegah terjadinya orthostatic postural hypotension.6
2.3.2. Latihan duduk
Tahap pertama latihan duduk dilakukan secara pasif. Jika
penderita sebelumnya diimobilisasi 2 minggu atau lebih untuk adaptasi
21
23
24
untuk diteruskan dengan jalan tanpa alat bantu bila telah ada kemajuan.
Penderita juga dilatih untuk menaiki tangga rumah. Pertama kali
penderita menaiki tangga rumah setapak demi setapak untuk tiap
tingkat Pada waktu naik tungkai sehat melangkah lebih dulu, sewaktu
turun tungkai sakit terlebih dulu.9
25
2.3.3. Aktivitas
Kehidupan
Sehari-Hari
(Activity
Of
Daily
Living/ADL)
Sebagian besar penderita dapat mencapai kemandirian dalam
ADL, meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas atas
yang terkena belum tentu baik. Dengan peralatan bantu yang telah
disesuaikan, aktivitas ADL dengan menggunakan satu tangan secara
mandiri dapat dikerjakan. ADL ini meliputi makan, minum, personal
hygiene, berpakaian, serta aktivitas tambahan seperti membuka pintu,
memegang buku bacaan, menelepon dan lain-lain.6,9
Kemandirian dalam makan dapat dipermudah dengan pemakaian
alat-alat yang telah disesuaikan, misalnya sendok/garpu dengan
pegangan yang besar, sedotan untuk minum. Pemasangan batang
26
pegangan pada dinding kamar mandi dan kamar kecil akan menambah
kemadirian sewaktu mandi, sedangkan pakaian yang lebih longgar,
dengan kancing di depan, dikombinasikan dengan teknik mengenakan
pakaian dengan memasukkan sisi yang sakit lebih dulu ke lengan
kemeja, celana panjang/pendek maupun pakaian dalam akan menambah
kemandirian dalam berpakaian.6,9
2.3.4. Gangguan Bicara Atau Komunikasi
Pelaksanaan terapi dilakukan oleh tim medik dan keluarga dan
umumnya memerlukan waktu 3 bulan. Gangguan bicara atau
komunikasi ditangani oleh speech therapist dengan cara sebagai
berikut.6,9
1. Latihan pernafasan (pre-speech training) berupa latihan nafas,
menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
2. Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata. Untuk afasia motorik, contoh gerakan
dan instruksi secara tertulis, sedangkan untuk afasia sensorik,
rangsangan suara lebih ditekankan, bicara perlahan-lahan serta
jelas.
3. Latihan bagi penderita disartri lebih ditekankan ke artikulasi
dan pengucapan kata-kata.
Sekitar 40% penderita stroke dengan kelumpuhan sebelah kanan
akan terdapat gangguan bahasa. Kelainan ini bersifat sementara dan
menetap. Bila fungsi gerak mengalami peningkatan biasanya fungsi
bahasa juga, walaupun tidak pasti sejalan. 6,9
2.3.5. Faktor Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan
melampaui suatu serial fase psikologi.
1. Fase shock
Waktu
Gejala
Program
2. Fase penolakan
Waktu
: fase akut
Gejala
: agak panik
Program
Gejala
Program
Gejala
Program
28
Indeks Barthel
29
b.
Independence
7
: independen komlit
: modified independence
2. Modified Independence
5
: supervisi
30
75 %)
3 : bantuan sedang (subyek 25-75 %)
3. Complited dependence
2 : bantuan maksimal (subyek: 25-50%)
1 : bantuan toatal (subyek 0-25 %)
Keenam kategori fungsi terdiri dari poin-poin sebagai berikut.9
1. Perawatan diri:
- Nilai maksimal 42 poin (6 aktivitas)
- Aktivitas yang dinilai adalah makan, grooming, mandi, memakai
baju bagian atas ,memakai baju bagian bawah dan pergi ke toilet
2.
Kontrol sfingter
Mobilitas
Lokomotorik
-
tangga
5.
Komunikasi
-
ekspresi
6.
Social cognition
-
31
PULSES Profile
PULSES profile dirancang untuk mengevaluasi fungsional pada
penderita penyakit kronis dan orang tua termasuk stroke. Profile ini
umumnya digunakan untuk memprediksi rehabilitasi yang potensial,
untuk mengevaluasi perkembangan penderita dan untuk membantu dalam
perencanaan program.6,9
PULSES merupakan akronim yang dibentuk dari huruf-huruf awal
subseksi instrumen. Subseksi-subseksi ini didesain untuk mengukur :1
1. Physical condition (kondisi fisik)
2. Upper Extremity (kemampuan untuk menggunakan ekstremitas
atas)
3. Lower Extremity (kemampuan untuk menggunakan ekstremitas
bawah)
4. Sensory Performance (komponen sensorik yang berhubungan
dengan komunikasi, yaitu bicara, pendengaran dan penglihatan)
5. Excretory performance (kemampuan untuk mengontrol BAB dan
BAK)
6. Social and mental status (status sosial dan status mental)
Dalam setiap subseksi, nilainya antara 1 s/d 4 (dari normal sampai
abnormal berat yang mengakibatkan ketergantungan), PULSES profile
merupakan instrumen untuk mengukur kemampuan fungsional dan telah
banyak digunakan secara luas di pusat-pusat rehabilitasi di Amerika.1
PULSES profile lebih berguna untuk mendeteksi
perubahan-
32
BAB III
KESIMPULAN
Pasien yang telah mendapat serangan stroke, intervensi rehabilitasi medis
sangat penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian mengurus diri
sendiri dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa menjadi beban bagi
keluarganya.
33
5
DAFTAR PUSTAKA
1. Widagda,
34
Rehabilitasi Medik
Semarang. 2002;3-26.
Fakultas
Kedokteran
Diponegoro.
35