Anda di halaman 1dari 26

ELFANDARI TARADIPA

04011181419006
PENDIDIKAN DOKTER UMUM 2014
Analisis Masalah
Bagaimana persyarafan wajah? (NVII)
Nervus facialis mempunyai radiks motorik dan sensorik. Nukleus motorik
mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, musculus auricularis, stapedius, venter
posterior musculus digastricus dan musculus stylohyoideus. Sedangkan nukleus
sensoris (nervus intermedius) menerima serabut-serabut pengecap dari 2/3
anterior lidah, dasar mulut dan palatum. Berikut adalah bagan perjalanan nervus
facialis.

Bagaimana meanisme keluhan makan sulit dikunyah?


Sebagian dari 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh nervus fascialis sehingga saat terjadi
gangguan pada nervus VII maka kerja lidah akan berkurang.
Bagaimana hubungan trauma dangan gejala?
Kemungkinan yang menimbulkan manifestasi klinis pada pasien adalah trauma.
Namun, jika pasien mengalami bells palsy penyebab yang paling memungkinkan
pada kasus adalah terkena udara dingin pada ma lam hari yang masuk ke dalam
foramen stilomastoideum, menyebabkan nervus di sekitar wajah mengalami
sembab lalu membesar. Pembengkakan nervus facialis mengakibatkan pasokan
darah ke nervus tersebut terhenti. Hal itu menyebabkan kematian sel sehingga

fungsi hantaran impulsnya terganggu. Akibatnya,


menggerakkan otot-otot wajah tidak dapat diteruskan..

perintah

otak

untuk

Learning Issue
A. Anatomi dan Fisiologi Nervus Fasialis

Nervus fasialis memiliki dua komponen. Komponen yang lebih besar murni
motorik dan mempersarafi otot-otot ekspresi wajah (Gambar 1). komponen ini sesuai
dengan nervus fascialis. Komponen ini disertai oleh saraf yang lebih tipis, nervus
intermedius, yang mengandung serabut aferen visceral dan somatic, serta serabut
eferen visceral (tabel 1).1
Gambar 1.
Perjalanan
perifer
nervus
fasialis1
Nama
VII. Nervus Fasialis

Komponen
(a) Eferen
brankhialis

Asal
Nucleus

Fungsi
nervus Otot-otot

fasialis

ekpresi

wajah, platisma, m.
stilohioideus,

(b) Eferen visceral

m.

Nucleus

digastrikus
salivator Glandula nasalis dan

superior

glandula lakrimalis,
salivasi,

glandula

sublingualis

dan

glandula
(c) Aferen visceral Ganglion

submandibularis
Pengecapan
(2/3

khusus
(d) Aferen somatik

genikulatum
Ganglion

anterior lidah)
Telinga luar, bagian

genikulatum

kanalis

auditorius,

permukaan eksternal
membrane
timpanika
(somatosensorik)

Saraf fasialis merupakan saraf kranial terpanjang didalam tulang, sehingga


sebagian besar kelainan nervus fasialis terletak didalam tulang temporal. Perjalanan
saraf ini dimulai dari area motorik korteks serebri yang terletak pada girus presentralis dan post-sentralis. Sinyal yang berasal dari neuron pada area motorik korteks
serebri dihantarkan melalui fasikulus-fasikulus jalur kortikobulbar menuju kapsula
interna kemudian melewati bagian atas midbrain menuju batang otak bagian bawah
untuk bersinapsis pada nukleus saraf fasialis di pons.2,3
Perjalanan saraf fasialis dimulai dari intrakranial dari area motorik korteks
serebri yang terletak pada girus pre-sentralis dan post-sentralis. Saraf fasialis
mempunyai dua nukleus yaitu nukleus superior dan inferior. Nukleus superior
dipersarafi korteks motoris secara bilateral sedangkan nukleus inferior hanya disarafi
dari satu sisi. Kedua serabut nukleus berjalan mengitari nukleus saraf abdusen lalu
meninggalkan pons bersama-sama dengan saraf vestibulo-koklearis dan intermedius
(Whrisberg) melewati sudut cerebelopontin kemudian masuk kedalam tulang
temporal melalui porus akustikus internus. Setelah berada didalam tulang temporal,
saraf fasialis akan berjalan dalam suatu saluran yang disebut kanal falopi yang
kemudian masuk ke os mastoid. Kemudian ia keluar dari tengkorak melalui foramen
stilomastoideus dan kemudian mempersarafi otot-otot wajah2,4
Saraf fasialis terdiri dari empat macam komponen, yaitu3, 8, 9, 10 :
1.

Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator

palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius
di telinga tengah.
2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius
superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga
hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua
pertiga bagian depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba
dari sebagian kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh n.trigeminus). Daerah
dipersarafi oleh lebih dari satu saraf (tumpang tindih) ini terdapat di lidah, palatum,
meatus akustikus eksterna dan bagian luar gendang telinga.
Gambar 2. Komponen nervus fasialis dan defisit
khas yang disebabkan oleh lesi pada berbagai
tempat di sepanjang perjalanannya

1. Kelumpuhan perifer pada otot-otot yang


dipersarafi oleh n.fasialis (otot ekspresi wajah),
gangguan pendengaran dan tuli dan penurunan
eksitabilitas vestibular.
2. Kelumpuhan
perifer
dan
gangguan
pengecapan, lakrimasi, dan salivasi.
3. Kelumpuhan perifer pada otot-otot ekspresi
wajah dan gangguan pengecapan serta salivasi,
dan gangguan pendengaran.
4. Kelumpuhan perifer otot-otot ekspresi wajah
dan gangguan pengecapan dan salivasi.
5. Kelumpuhan perifer otot-otot ekspresi wajah1.

Nervus fasialis propius yaitu nervus tujuh murni mempersarafi otot-otot


wajah, stapedius ditelinga tengah, otot postaurikular dan posterior digastrikus. Nervus
fasialis intermedius (Whirsberg) merupakan nervus yang lebih tipis yang membawa
saraf aferen otonom dan eferen otonom. Aferen otonom mengantar impuls dari alat
pengecap di 2/3 depan lidah. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar
melalui saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan
kemudian ke nukleus traktus solitarius. Eferen otonom datang dari nucleus
salivatorius superior yang terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari
nukleus ini berpisah di ganglion genikulatum dan diperjalanannya akan bercabang dua
yaitu ke glandula lakrimalis dan glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan
berjalan terus ke kaudal dan menyertai korda timpani serta nervus lingualis ke
ganglion submandibularis. Dari sana impuls berjalan ke glandula sublingualis dan
submandibularis yang akan merangsang salivasi.6
Nervus fasialis dibagi menjadi 6 segmen7:
1.

Intrakranial : cabang frontalis dari nervus fasialis menginervasi traktur

kortikonuklear kiri dan kanan. Sebelum nervus fasialis meninggalkan batang otak,
serabut motorik melingkar di nucleus abdusen dan membentuk genu internal saraf.
Setelah melewati batang otak, nervus fasialis memasuki porus akustikus internus
dengan nervus vestibulokoklearis.
2. Intrameatal : bersamaan dengan nervus VIII, nervus fasialis memasuki porus
akustikus internus hingga ke fundus; disana melewati anterosuperior melalui foramen
meatal. Disana tempa kanalis falopi tersempit sehingga disana saraf-saraf sering
terperangkap karena proses inflamasi.

3.

Labirin

: setelah melewati dan meninggalkan nervus pertrosal mayor, yang

juga merupakan serabut saraf yang mempersarafi glandula lakrimalis dan glandulua
mumosa nasalis. Nervus fasialis turun secara tajam di ganglion genikulatum
membentuk genu pertama.
4. Timpanik : segmen nervus fasialis berjalan horizontal melalui telinga tengah.
Melewati diatas stapes, ke aditus ad antrum didekat kanalis semisirkular. Segmen
timpanik dilapisi selunung tulang tipis.
5. Mastoid : di segmen mastoid, nervus faasialis membuat genu sekunder oleh aditus
ad antrum, membelok secara vertical kebawah membentuk sudut 90 derajat.
Kemudian menuju mastoid dan saluran bertulang ke foramen stilomastoid. Sebelum
meninggalkan foramen, nervus fasialis meninggalkan korda timpani, yang berjalan
kembali ke telinga tengah dan kemudian melewati foramen yang mengandung serabut
sensoris pengecapan.
6. Ekstrakranial
: setelah keluar dari foramen, nervus fasialis memasuki
glandula parotis.

Gambar 3. Komponen serabut nervus fasialis7


Korteks dan kapsula interna4
Respon volunter dari otot-otot wajah (misalnya, tersenyum saat mengambil
sebuah foto) muncul dari pelepasan eferen dari daerah motorik fasial korteks serebral.
Area motorik fasial terletak di gyri precentral dan postsentralis. Nervus motorik wajah
diwakili pada diagram homunculus bawah dengan dahi paling atas dan kelopak mata,
midface, hidung, dan bibir berurutan terletak lebih inferior.
Pelepasan dari area motorik wajah dilakukan melalui fasikula saluran
kortikobulbar ke kapsul internal, maka melalui otak tengah atas ke batang otak yang

lebih rendah, di mana sinaps di pontine nucleus nervus fasial. Pontine nukleus nervus
fasial dibagi menjadi bagian atas dan setengah kebawah, bilateral.
Saluran kortikobulbar dari persilangan di upper face dan berganti
menyilangkan perjalanan ke pons; saluran untuk wajah lebih rendah menyeberang
hanya sekali.
Cabang N VII
Belakang aurikular

Lokasi
Belakang auricular

Tindakan
Mendorong

telinga

Occipitofrontalis,

kebelakang
tonjolan Scalp bergerak kebelakang

occipital
Depan auricular
Diatas auricular
Occipitofrontalis,

Menarik telinga kedepan


Menaikkan telinga
tonjolan Scalp bergerak kedepan

depan
Corrugator supercilii
Temporal

Menarik

mempertemukan

alis ditengah kebawah (dahi


berkerut)
Menarik

Procerus

mempertemukan

alis ditengah kebawah (dahi

Temporal dan zygoma


Zygomatic dan buccal
Buccal

Orbicularis okuli

berkerut)
Menutup kelopak mata dan

Zygomaticus mayor
Zygomaticus minor
Levator labii superioris

kontraksi kulit sekitar mata


Mengangkat sudut mulut
Mengangkat bibir atas
Mengangkat bibir atas dan
midportion

Levator

labii

nasolabial
superioris Mengangkat

lipatan
lipatan

alaeque nasi

nasolabial medial dan ala

Risorius

nasi
Membantu senyum dengan

Buccinator

tarikan ke lateral
Menarik sudut mulut ke

Levator anguli oris

belakang dan menekan pipi


Menarik sudut mulut ke atas

Orbicularis
Nasalis, dilator naris

dan ke arah garis tengah


Menutup dan menekan bibir
Melebarkan lubang hidung

Buccal

dan

Menekan lubang hidung


Menarik sudut bibir ke

Depressor labii inferioris

bawah
Menarik bibir bawah ke

Mentalis
Platysma

bawah
Menarik kulit dagu keatas
Menarik kebawah sudut

marginal

mandibular
Marginal mandibular
Cervical

Nasalis, compressor naris


Depressor anguli oris

mulut

Refleks yang melibatkan nervus fasialis. Nukleus motorik nervus fasialis


berperan pada beberapa lengkung refleks. Refleks kornea, impuls somatosensorik
dari membran mukosa mata berjalan di nervus oftalmikus ke nukleus sensorik
prinsipalis nervi trigemini (lengkung aferen). Setelah membentuk sinaps disini,
impuls berjalan menuju nuklei nervus fasialis dan kemudian melalui nervus fasialis ke
mm. orbikularis okuli kedua sisi (lengkung eferen). Gangguan pada lengkung refleks
ini baik pada komponen aferen (nervus trigeminus) maupun pada komponen
eferennya (nervus fasialis) menghilangkan refleks kornea, yaitu sentuhan pada kornea
menginduksi terpejamnya kedua mata. Pada refleks kedip, stimulus visual yang kuat
mencetuskan kolikulus superior untuk mengirimkan impuls visual ke nucleus fasialis
di pons melalui traktus tektobulbaris, yang mengakibatkan mata segera tertutup.
Begitu pula pada refleks stapedius, impuls auditorik dihantarkan dari nukleus
dorsalis korpus trapezoideum ke nukleus fasialis dan menimbulkan kontraksi atau
relaksasi m.stapedius, tergantung pada kekuatan stimulus auditorik.1
B. Klinis Patologis Lesi yang Mengenai Distribusi Nervus Fasialis
Otot-otot dahi mendapatkan persarafan supranuklearnya dari kedua hemisfer
serebri, tetapi otot-otot ekspresi wajah lainnya hanya dipersarafi secara unilateral,
yaitu oleh korteks presentralis kontralateral (Gambar 4). jika jaras supranuklear
desendens terganggu hanya pada satu sisi, misalnya oleh infark serebri, kelumpuhan
wajah yang ditimbulkan tidak mengganggu otot-otot dahi (Gambar 5): pasien masih
dapat menaikkan alisnya dan memejamkan matanya dengan kuat. Jenis kelumpuhan
wajah ini disebut kelumpuhan n. fasialis sentral. Namun, pada lesi nuclear atau lesi
perifer (lihat dibawah) semua otot-otot ekspresi wajah pada sisi lesi menjadi lemah.
dengan demikian, seseorang dapat membedakan kelumpuhan fasialis sentral dari
kelumpuhan fasialis nuclear atau perifer melalui tampilan klinis.1

Gambar

4.

Persarafan sentral area


nukleus fasialis di batang
otak1

Gambar 5. Kelumpuhan wajah (a) kelumpuhan fasialis sentral: otot-otot dahi tidak
terkena; (b) kelumpuhan fasialis perifer: otot-otot dahi terkena bersama seluruh
bagian wajah lain pada sisi yang terkena1
Nucleus motoric nervus fasialis tidak hanya dipersarafi oleh korteks fasialis
tetapi juga oleh diensefalon, yang berperan besar pada ekspresi wajah terkait-emosi.
Input yang lebih lanjut berasal dari ganglia basalis; pada gangguan ganglia basalis
(misalnya, penyakit Parkinson), dapat terjadi hipomimia atatu amimia. Selain itu juga
terdapat berbagai sindrom diskinetik yang mengenai otot-otot ekspresi wajah dengan
jenis gerakan abnormal yang berbeda: antara lain spasme hemifasial, dyskinesia
fasialis, dan blefarospasme. Lokasi lesi penyebab sindrom ini masih belum diketahui.1
Kelumpuhan nervus fasialis idiopatik (Bells palsy). Gangguan nervus fasialis
yang paling sering ini terjadi pada sekitar 25 dari 100.000 orang pertahun.
Penyebabnya masih belum diketahui. Gangguan ini ditandai dengan paresis flasid
pada semua otot ekspresi wajah (termasuk otot dahi), serta manifestasi lain sesuai

dengan lokasi lesi. Berbagai sindrom yang terjadi akibat kerusakan saraf di dalam
kanalis fasialis, dan gambaran MRI khas yang sesuai dengan kelumpuhan nervus
fasialis idiopatik ditampilkan pada Gambar 6. Diagnosis banding penting pada kasus
kelumpuhan wajah akut, karena tidak semua kasus bersifat idiopatik: 10% kasus
terjadi akibat herpes zoster optikus, 4 % akibat otitis media, dan 2 % akibat berbagai
jenis tumor (tumor parotis, neurinoma, dan lainnya).1

Gambar 6. MRI pada seorang perempuan berusia 73 tahun dengan kelumpuhan


nervus fasialis kiri total dengan onset akut dan tidak nyeri (kelumpuhan nervus
fasialis idiopatik, Bells Palsy). (a) gambaran T1-weighted aksial pasca-kontras
menunjukkan penyangatan kontras yang jelas di sepanjang perjalanan nervus fasialis
kiri, bila dibandingkan dengan sisi kanan yang normal. (b) penyangatan kontras yang
patologis juga terlihat di sepanjang kelanjutan perjalanan nervus di dalam os.
petrosus. Kortison diberikan pada saat akut, dan kelemahan pulih total dalam waktu 3
minggu1
B. BELLS PALSY

2.1. Definisi
Kelumpuhan wajah adalah suatu bentuk kecacatan yang memberikan
dampak yang kuat pada seseorang. Kelumpuhan nervus facialis dapat
disebabkan oleh bawaan lahir (kongenital), neoplasma, trauma, infeksi,
paparan toksik ataupun penyebab iatrogenik. Yang paling sering menyebabkan
kelumpuhan unilateral pada wajah adalah Bells palsy. Bells palsy ditemukan
oleh dokter dari inggris yang bernama Charles Bell. Bells palsy didefinisikan
sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat
disfungsi nervus facialis perifer.(1)
2.2. Struktur anatomi
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
a. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m.
levator palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian
posterior dan stapedius di telinga tengah
b. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus
salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa
faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula
submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
c. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap
di dua pertiga bagian depan lidah.
d. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan
rasa raba dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh
nervus trigeminus.

Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi


seluruh otot mimik wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus
intermedius Wrisberg yang mengantarkan rasa pengecapan dari 2/3 bagian
anterior lidah dan sensasi kulit dari dinding anterior kanalis auditorius
eksterna. Serabut-serabut rasa pengecapan pertama-tama melintasi nervus
lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu masuk ke korda timpani
dimana ia membawa sensasi pengecapan melalui nervus fasialis ke nukleus
traktus solitarius. Serabut-serabut sekretomotor menginervasi kelenjar
lakrimal melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual
serta kelenjar submaksilar melalui korda timpani.
Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus
abdusens, dan serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan
melewati bagian ventrolateral nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di
bagian lateral traktus kortikospinal. Karena posisinya yang berdekatan
(jukstaposisi) pada dasar ventrikel IV, maka nervus VI dan VII dapat terkena
bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi infiltratif. Nervus fasialis masuk ke
meatus akustikus internus bersama dengan nervus akustikus lalu membelok
tajam ke depan dan ke bawah di dekat batas anterior vestibulum telinga dalam.
Pada sudut ini (genu) terletak ganglion sensoris yang disebut genikulatum
karena sangat dekat dengan genu.

Nervus fasialis berjalan melalui kanalis fasialis tepat di bawah ganglion


genikulatum untuk memberikan percabangan ke ganglion pterygopalatina,
yaitu nervus petrosus superfisial major, dan di sebelah yang lebih distal
memberi persarafan ke m. stapedius yang dihubungkan oleh korda timpani.
Lalu nervus fasialis keluar dari kranium melalui foramen stylomastoideus
kemudian melintasi kelenjar parotis dan terbagi menjadi lima cabang yang

melayani otot-otot wajah, m. stilomastoideus, platisma dan m. digastrikus


venter posterior.
2.3. Epidemiologi
Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis
fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun
1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika
Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang,
63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells palsy rata-rata 15-30 kasus
per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih
tinggi, dibanding non-diabetes. Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita
dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur
10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur
yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering
terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2
minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi
daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.
2.4. Etiologi
Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat
penekanan (kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini
sampai saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin
(misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka)
dianggap sebagai satu-satunya pemicu Bells palsy. Akan tetapi, sekarang
mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bells palsy, karena telah diidentifikasi
HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian otopsi. Murakami et
all juga

melakukan tes PCR (Polymerase-Chain Reaction) pada cairan

endoneural N.VII penderita Bells palsy berat yang menjalani pembedahan dan
menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini diperkirakan dapat
berpindah secara axonal dari saraf sensori dan menempati sel ganglion, pada
saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan menyebabkan
kerusakan local pada myelin.(2)
2.5. Patofisiologi
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi
akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen
stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral.

Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya


proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter
nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui
tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui
kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada
pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik
tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan
gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis
bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear.
Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di
jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan
daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi
dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab
terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di
dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.
Pada lesi LMN biasa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum
atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi
nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus
abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis
LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau
gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan
timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa
mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian
bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1
dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus
herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada
radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat
sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.(1)

Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari
otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra
tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata
yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa
dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air
mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala
pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus
fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi
serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius.

2.6. Gejala Klinis


Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat
didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat
bergerak. Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka
sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala
kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.(3)
a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus.

Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi.


Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi
Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi
lesi
Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi
air liur masih baik.
b. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis
fasialis).
Gejala: seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah
dan gangguan salivasi.
c. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum.
Gejala: seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu
hiperakusis.
d. Lesi setinggi ganglion genikulatum.
Gejala: seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan
gangguan kelenjar air mata (lakrimasi).
e. Lesi di porus akustikus internus.
Gangguan: seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.
Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi
foramen stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun
penyebab yang sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes
Zoster, otitis media perforata dan mastoiditis.
2.7.Blin
k reflex

S
a
m
a

dengan refleks cornea.

Afferen dari cabang N.V cabang oftalmicus dan efferen N.VII serabut
motorik.

Stimulasi saraf supraorbital2 respon :


Respon 1(R1)respon unilateral dengan latensi 10msec pada
perangsangan m.obicularis oculi ipsilateral. R1 dikonduksi melewati
pons melalui jalur oligosinaptik yang terdiri dari interneuron 1 atau 2.
R2 latensi 30 sec. Impuls afferen dikonduksi melalui traktus spinal
descenden dari N.V di pons dan MO sebelum mencapai cauda nukleus
trigeminus

Kemudian impuls kembalijalur medullaascending bilateralnukleus


fasial di pons.

Jalur uncrossed trigeminofascial ascending

menghasilkan R2 ipsilateral

dimana R2 kontralateral dihasilkan dari jalur ascending yang menyilang di


midline dari 1/3 bawah MO.

Refleks Blink berpengaruh pada struktur suprasegmental korteks


motorik, korteks area postcentral, dan ganglia basalis.

Lesi

trigeminal unilateral

Adanya keterlambatan atau tidak adanya R1 dan R2 ipsilateral dan R2


kontralateral pada stimulasi daerah sakit.

Stimulasi pada daerah yang tidak sakit

menghasilkan R1 dan R2

ipsilateral dan R2 kontralateral normal potensial.


Lesi fasial unilateral

Stimulasi daerah yang sakit keterlambatan atau tidak adanya R1 dan R2


ipsilateral tetapi R2 kontralateral normal.

Lesi pontine unilateral mempengaruhi nukleus sensori V dan/ atau lesi


interneuron pontine ke nukleus fasialis ipsilateral.

Stimulasi

daerah sakit delay atau absen R1 tapi ipsilateral dan

contralateral R2 intak.

Stimulasi daerah yang normal normal R1 dan ipsilateral dan


kontralateral R2.

Lesi di medulla traktus spinaldan nukleus V dan lesi interneuron


medulla.

Stimulasi normal R1 dan kontralateral R2 tapi delay atau absen R2


ipsilateral.

Stimulasi daerah Normal normal R1 ipsilateral dan R2 tapi delay atau


absen R2 kontralateral.

Interneuron sampai nukleus fasialis kontralateral.

Stimulasi Normal R1 dan absen atau delay R2 ipsi dan kontralateral.

Stimulasi daerah Normal hasilnya sama.

2.8.
Penegakan
Diagnosis

Diagnosis Bells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis


dan pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan
adanya parese dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak
dapat memejamkan mata dan adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan
augesia juga dapat ditemukan. Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN.
Pada Bells palsy lesinya bersifat LMN.(4)
a. Anamnesis.
Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa
bahwa mereka menderita stroke atau tumor intrakranial. Hampir semua
keluhan yang disampaikan adalah kelemahan pada salah satu sisi
wajah.
Nyeri postauricular: Hampir 50% pasien menderita nyeri di regio
mastoid. Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan
paresis, tetapi paresis muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25%
pasien.
Aliran air mata: Dua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran air
mata mereka. Ini disebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis
oculi dalam mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang
dapat mengalir hingga saccus lacrimalis dan terjadi kelebihan
cairan. Produksi air mata tidak dipercepat.
Perubahan rasa: Hanya sepertiga pasien mengeluh tentang
gangguan rasa, empat per lima pasien menunjukkan penurunan
rasa. Hal ini terjadi akibat hanya setengah bagian lidah yang
terlibat.

Mata kering.
Hyperacusis: kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada
telinga akibat peningkatan iritabilitas mekanisme neuron sensoris.
b. Pemeriksaan fisik.
Gambaran paralisis wajah mudah dikenali pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan

yang

lengkap

dan

tepat

dapat

menyingkirkan

kemungkinan penyebab lain paralisis wajah. Pikirkan etiologi lain jika


semua cabang nervus facialis tidak mengalami gangguan.
Definisi klasik Bell palsy menjelaskan tentang keterlibatan
mononeuron dari nervus facialis, meskipun nervus cranialis lain
juga dapat terlibat. Nervus facialis merupakan satu-satunya nervus
cranialis

yang

menunjukkan

gambaran

gangguan

pada

pemeriksaan fisik karena perjalanan anatomisnya dari otak ke


wajah bagian lateral.
Kelamahan dan/atau paralisis akibat gangguan pada nervus facialis
tampak sebagai kelemahan seluruh wajah (bagian atas dan bawah)
pada sisi yang diserang. Perhatikan gerakan volunter bagian atas
wajah pada sisi yang diserang.
Pada lesi supranuklear seperti stroke kortikal (neuron motorik atas;
di atas nucleus facialis di pons), dimana sepertiga atas wajah
mengalami kelemahan dan dua per tiga bagian bawahnya
mengalami

paralisis.

Musculus

orbicularis,

frontalis

dan

corrugator diinervasi secara bilateral, sehingga dapat dimengerti


mengenai pola paralisis wajah.
Lakukan pemeriksaan nervus cranialis lain: hasil pemeriksaan
biasanya normal.
Membran timpani tidak boleh mengalami inflamasi; infeksi yang
tampak meningkatkan kemungkinan adanya otitis media yang
mengalami komplikasi.
c. Pemeriksaan laboratorium.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan
diagnosis Bells palsy. Namun pemeriksaan kadar gula darah atau
HbA1c dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien
tersebut menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV
juga bisa dilakukan namun ini biasanya tidak dapat menentukan dari
mana virus tersebut berasal.
d. Pemeriksaan radiologi.

Bila dari anamneses dan pemeriksaan fisik telah mengarahkan ke


diagnose Bells palsy maka pemeriksaan radiologi tidak diperlukan
lagi, karena pasien-pasien dengan Bells palsy umumnya akan
mengalami perbaikan dalam 8-10 minggu. Bila tidak ada perbaikan
ataupun mengalami perburukan, pencitraan mungkin akan membantu.
MRI

mungkin

dapat

menunjukkan

adanya

tumor

(misalnya

Schwannoma, hemangioma, meningioma). Bila pasien memiliki


riwayat trauma maka pemeriksaan CT-Scan harus dilakukan.
2.9. Diagnosa Banding
Kondisi lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis
diantaranya tumor, infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay
Hunt syndrom), penyakit Lyme, AIDS, infeksi Tuberculosa pada mastoid
ataupun telinga tengah, Guillen Barre syndrome.
2.10. Penatalaksanaan
a. Agen antiviral.
Meskipun pada penelitian yang pernah dilakukan masih kurang
menunjukkan efektifitas obat-obat antivirus pada Bells palsy, hampir
semua ahli percaya pada etiologi virus. Penemuan genom virus disekitar
nervus fasialis memungkinkan digunakannya agen-agen antivirus pada
penatalaksanaan Bells palsy. Oleh karena itu, zat antiviral merupakan
pilihan yang logis sebagai penatalaksaan farmakologis dan sering
dianjurkan pemberiannya. Acyclovir 400 mg selama 10 hari dapat
digunakan dalam penatalaksanaan Bells palsy. Acyclovir akan berguna
jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah
replikasi virus.(5)
Nama obat

Acyclovir (Zovirax) menunjukkan aktivitas hambatan


langsung melawan HSV-1 dan HSV-2, dan sel yang terinfeksi
secara selektif.

Dosis dewasa

4000 mg/24 jam peroral selama 7-10 hari.

Dosis pediatrik

< 2 tahun : tidak dianjurkan.

Kontraindikasi
Interaksi obat

> 2 tahun : 1000 mg peroral dibagi 4 dosis selama 10 hari.


Pernah dilaporkan adanya hipersensitivitas.
Penggunaan bersama dengan probenecid atau zidovudine dapat

memperpanjang waktu paruh dan meningkatkan toksisitas


Kehamilan

acyclovir terhadap SSP.


C keamanan penggunaan selama kehamilan belum pernah

Perhatian

dilaporkan.
Hati-hati pada gagal ginjal atau bila menggunakan obat yang
bersifat nefrotoksik.

b. Kortikosteroid.
Pengobatan Bells palsy dengan menggunakan steroid masih merpakan
suatu kontroversi. Berbagai artikel penelitian telah diterbitkan mengenai
keuntungan dan kerugian pemberian steroid pada Bells palsy. Para peneliti
lebih cenderung memilih menggunakan steroid untuk memperoleh hasil
yang lebih baik. Bila telah diputuskan untuk menggunakan steroid, maka
harus segera dilakukan konsensus. Prednison dengan dosis 40-60 mg/ hari
per oral atau 1 mg/ kgBB/ hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan
selama 7 hari kemudian, dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima
setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan
pasien.
Nama obat

Prednisone (Deltasone, Orasone, Sterapred) efek farmakologis


yang berguna adalah efek antiinflamasinya, yang menurunkan

kompresi nervus facialis di canalis facialis.


Dosis dewasa
1 mg/kg/hari peroral selama 7 hari.
Dosis pediatrik Pemberian sama dengan dosis dewasa.
Kontraindikasi Pernah dilaporkan adanya hipersensitivitas; infeksi virus, jamur,
jaringan konektif, dan infeksi kulit tuberkuler; penyakit tukak
Interaksi obat

lambung; disfungsi hepatik; penyakit gastrointestinal.


Pemberian bersamaan dengan estrogen dapat menurunkan klirens
prednisone; penggunaan dengan digoksin dapat menyebabkan
toksisitas digitalis akibat hipokalemia; fenobarbital, fenitoin, dan
rifampin dapat meningkatkan metabolisme glukokortikoid
(tingkatkan dosis pemeliharaan); monitor hipokalemia bila

Kehamilan

pemberian bersama dengan obat diuretik.


B biasanya aman tetapi keuntungan obat ini dapat memperberat
resiko.

Perhatian

Penghentian pemberian glukokortikoid secara tiba-tiba dapat


menyebabkan

krisis

adrenal;

hiperglikemia,

edema,

osteonekrosis, miopati, penyakit tukak lambung, hipokalemia,


osteoporosis, euforia, psikosis, myasthenia gravis, penurunan
pertumbuhan, dan infeksi dapat muncul dengan penggunaan
bersama glukokortikoid.

c. Perawatan mata.
Mata sering tidak terlindungi pada pasien-psien dengan Bells palsy.
Sehingga pada mata beresiko terjadinya kekeringan kornea dan terpapar
benda asing. Atasi dengan pemberian air mata pengganti, lubrikan, dan
pelindung mata.
Air mata pengganti: digunakan selama pasien terbangun untuk
mengganti air mata yang kurang atau tidak ada.
Lubrikan digunakan saat sedang tidur. Dapat juga digunakan saat
terbangun jika air mata pengganti tidak cukup melindungi mata. Salah
satu kerugiannya adalah pandangan kabur selama pasien terbangun.
Kaca mata atau pelindung yang dapat melindungi mata dari jejas dan
mengurangi kekeringan dengan menurunkan jumlah udara yang
mengalami kontak langsung dengan kornea.
d. Konsultasi.
Dokter yang menangani pasien ini harus melakukan pemeriksaan lanjutan
yang ketat. Dokumentasi yang dilakukan harus mencakup kemajuan
penyembuhan pasien. Berbagai pendapat muncul mengenai perlunya
rujukan ke dokter spesialis. Indikasi untuk merujuk adalah sebagai berikut:
Ahli neurologi: bila dijumpai tanda-tanda neurologik pada
pemeriksaan fisik dan tanda-tanda yang tidak khas dari Bell palsy,
maka segera dirujuk.
Ahli penyakit mata: bila terjadi nyeri okuler yang tidak jelas atau
gambaran yang abnormal pada pemeriksaan fisik, pasien harus dirujuk
untuk pemeriksaan lanjutan.
Ahli otolaryngologi: pada pasien-pasien dengan paralisis persisten,
kelemahan otot wajah yang lama, atau kelemahan yang rekuren,
sebaiknya dirujuk.
Ahli bedah: pembedahan untuk membebaskan nervus facialis kadang
dianjurkan untuk pasien dengan Bell palsy. Pasien dengan prognosis

yang buruk setelah pemeriksaan nervus facialis atau paralisis persisten


cukup baik untuk dilakukan pembedahan.
2.11. Komplikasi
Hampir semua pasien dengan Bell palsy dapat sembuh tanpa mengalami
deformitas kosmetik, tetapi sekitar 5% mengalami gejala sisa cukup berat
yang tidak dapat diterima oleh pasien.
a. Regenerasi motorik yang tidak sempurna.
Bagian terbesar dari nervus facialis terdiri dari serabut saraf eferen
yang merangsang otot-otot ekspresi wajah. Bila bagian motorik
mengalami regenerasi yang tidak optimal, maka dapat terjadi
paresis semua atau beberapa otot wajah tersebut.
Gangguan tampak sebagai (1) inkompetensi oral, (2) epifora
(produksi air mata berlebihan), dan (3) obstruksi nasal.
b. Regenerasi sensoris yang tidak sempurna.
Dysgeusia (gangguan rasa).
Ageusia (hilang rasa).
Dysesthesia gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sesuai
dengan stimulus normal).
c. Reinervasi aberan dari nervus facialis.
Setelah gangguan konduksi neuron pada nervus facialis dimulai
dengan regenerasi dan proses perbaikan, beberapa serabut saraf
akan mengambil jalan lain dan dapat berhubungan dengan serabut
saraf di dekatnya. Rekoneksi aberan ini dapat menyebabkan jalur
neurologik yang tidak normal.
Bila terjadi gerakan volunter, biasanya akan disertai dengan
gerakan involunter (seperti gerakan menutup mata yang satu diikuti
dengan gerakan menutup mata disebelahnya). Gerakan involunter
yang menyertai gerakan volunter ini disebut synkinesis.
2.12. Prognosis
Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala
sisa. Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah:
a. Usia di atas 60 tahun.
b. Paralisis komplit.

c. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang


lumpuh.
d. Nyeri pada bagian belakang telinga.
e. Berkurangnya air mata.
Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 % penderita
sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan.
Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh
total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia 30
tahun atau kurang, hanya memiliki perbedaan peluang 10-15 persen antara
sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam
waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu
sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme hemifasial.(6)
Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding
penderita nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang
non DM. Hanya 23% kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah.
Bells palsy kambuh pada 10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang
kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis.
Daftar Pustaka
1. Monnel, K., Zachariah, S., Khoromi, S. 2009. Bells Palsy. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1146903. Accessed february 15, 2012.
2. Holland, J. Bells Palsy. Brithis Medical Journal. 2008;01;1204.
3. Ropper AH, Brown RH. Bells Palsy Disease Of The Cranial Nerve. Adams
and Victors Principles of Neurology, 8th ed. New York : McGraw Hill, 2005.
1181-1184.
4. Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis
Dasar, 5th ed. Jakarta : PT Dian Rakyat, 2005. 159-163.
5. Sjahrir, Hasan. Nervus Fasialis. Medan ;Yandira Agung, 2003.
6. Rohkamm, Reinhard. Facial Nerve Lesions. Color Atlas of Neurology 2 nd ed.
George Thieme Verlag: German, 2003. 98-99.

Anda mungkin juga menyukai