Anda di halaman 1dari 6

Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014

ISBN 978-602-14930-3-8
Purwokerto, 20 Desember2014

Pengaruh Konsumsi Makanan terhadap Perkembangan Seksualitas Sekunder


Siswa SMA di Pedesaan dan Perkotaan Karisidenan Surakarta
Istar Yuliadi*, Khotijah
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Jln. Ir. Sutami No.36A Kentingan Surakarta 57126
*Email: khotijahamk@yahoo.co.id
ABSTRAK
Pubertas merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan
munculnya karakteristik seksual sekunder dan kemampuan reproduksi seksual. Pada periode ini berbagai
perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial. Perubahan ini terjadi dengan
sangat cepat dan perubahan fisik yang menonjol adalah perkembangan tanda-tanda seksual sekunder,
terjadinya pacu tumbuh, serta perubahan perilaku dan hubungan sosial dengan lingkungannya. Berbagai teori
dikemukakan tentang awitan pubertas akan tetapi belum ada kesepakatan tentang faktor-faktor yang
menginisiasi pubertas. Faktor nutrisi merupakan salah salah satu faktor yang diyakini berperan penting dalam
perkembangan seksual sekunder. Nutrisi memainkan peran kritis pada pertemuan dari faktor biologi dan
asuhan yang memediasi perkembangan dan pertumbuhan. Penelitian ini adalah penelitian observasional
analitik dengan rancangan cross sectional. Besar sampel dalam penelitian ini sejumlah 233 siswa SMA
sekarisidenan surakarta. Sampel diambil dengan teknik random sampling. Hasil uji statistik dengan
menggunakan Mann Whitney 2 sampel independen menunjukkan ada perbedaan antara rata-rata usia
perkembangan seksualitas sekunder siswa SMA laki-laki maupun perempuan yang hidup di pedesaan dan
perkotaan dengan nilai signifikannya masing-masing 0,001 dan 0,000. Perkembangan seksualitas sekunder
pada siswa SMA laki-laki dan perempuan di perkotaan lebih dini dibanding dengan yang di pedesaan. Siswa
laki-laki yang hidup diperkotaan dengan mengkonsumsi pizza dan soda memiliki pengaruh terhadap
perkembangan seksualitas sekunder dengan nilai signifikannya 0,034. Sedangkan siswi perempuan diperkotaan
yang mengkonsumsi daging memiliki pengaruh terhadap perkembangan seksualitas sekunder dengan nilai
signifikannya 0,000. Dari penelitian disimpulkan ada pengaruh konsumsi makanan terhadap perkembangan
seksualitas sekunder
Kata kunci : pola makanan, perkembangan seksualitas sekunder.

PENDAHULUAN
Pubertas merupakan suatu tahapan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak
menjadi dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik, psikologis
maupun sosial. Perubahan fisik yang menonjol selama fase pubertas adalah perkembangan tanda-tanda
seksualitas sekunder, terjadinya pacu tumbuh, serta perubahan perilaku dan hubungan sosial dengan
lingkungannya. Faktor genetik, nutrisi, dan faktor lingkungan lainnya dianggap berperan dalam awitan pubertas.
Maturasi seksual terjadi melalui tahapan-tahapan yang teratur yang akhirnya mengantarkan anak siap dengan
fungsi fertilitasnya, laki-laki dewasa dengan spermatogenesis, sedangkan anak perempuan dengan ovulasi.
Variasi usia pubertas melibatkan 74% faktor genetik dan 26% faktor lingkungan (Jose Batubara: 2010)
Nutrisi merupakan faktor lingkungan yang mewakili berbagai bentuk pengaruh faktor lingkungan.
Nutrisi dapat secara langsung mengubah struktur gen dan memperantarai ekpresi faktor genetik dengan
menyediakan molekul tertentu yang memungkinkan gen untuk menunjukkan potensinya atau efek sasarannya
pada pertumbuhan dan perkembangan otak. Selanjutnya, nutrisi dapat mempengaruhi secara langsung ekspresi
gen pada otak. Jadi nutrisi memainkan peran kritis pada pertemuan dari faktor biologi dan asuhan yang
memediasi perkembangan dan pertumbuhan otak (Peper et al : 2009).
Remaja merupakan fase peralihan dari fase anak ke fase dewasa. Dan nutrisi memiliki peran penting
dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan fisik seseorang dan juga dalam terjadinya kematangan
fisiologinya. Perubahan pada masa remaja akan mempengaruhi kebutuhan, absorbsi, serta cara penggunaan zat
gizi tersebut. Pertumbuhan yang pesat dan masa pubertas pada remaja tergantung pada berat dan komposisi
tubuh seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa status gizi memegang peranan penting dalam menentukan status
kematangan fisiologi seseorang. Kecepatan pertumbuhan dan kebutuhan gizi bervariasi pada masing-masing
individu remaja. Ini menunjukkan bahwa dibandingkan usia, tingkat kematang seksual yang didasarkan pada
munculnya tanda seksual sekunder lebih mempunyai makna sebagai indikator dalam menentukan kebutuhan
gizi.
378

Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014
ISBN 978-602-14930-3-8
Purwokerto, 20 Desember2014
Pada perkembangan zaman seperti yang sekarang, pemenuhan gizi pada remaja tidaklah sulit. Namun
demikian, dalam pemenuhan gizi ini kontribusi zat-zat yang terkandung dalam makanan tentunya juga memiliki
peranan penting dalam mengiringi perkembangan kematangan seksual sekunder pada remaja ini. Tidak
dipungkiri bahwa pada remaja perkotaan, variasi makanan jauh lebih bervariasi dibandingkan dengan pedesaan
dan berkembangnya variasi makanan ini juga diikuti oleh zat-zat yang terdapat dalam makanan menjadi lebih
banyak, misalnya zat yang dapat merubah hormon dalam tubuh manusia agar cepat berkembang sebelum
waktunya. Namun demikian, dalam nutrisi yang dikonsumsi oleh remaja pedesaan juga tidak menutup
kemungkinan bahwa kandungan yang ada dalam makanan yang mereka konsumsi setiap hari juga sama dengan
yang ada di perkotaan.

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan perkembangan seksual sekunder
pada siswa SMA di pedesaan dengan di perkotaan dengan melihan nutrisi yang mereka konsumsi sehari-hari.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel
dalam penelitian ini adalah siswa SMA yang duduk di bangku kelas 1-3, berasal dari pedesaan dan perkotaan.
Besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 233 responden yang diambil secara acak. Inventori digunakan untuk
mengetahui kebiasaan menu makanan yang dikonsumsi sehari hari dan dihitung berdasarkan komposisi bahan
makanan yang dikonsumsi selama 1 minggu dan untuk mengetahui usia perkembangan seksualitas sekunder
pada siswa baik yang berada di pedesaan maupun diperkotaan. Analisis statistik yang digunakan adalah uji
Mann_Whitney 2 sampel independen untuk mengetahui perbedaan rata-rata usia perkembangan seksualitas
sekunder siswa SMA antara pedesaan dan perkotaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Responden dalam penelitian ini berasal dari dua tempat, sebanyak 112 orang (48,1%) diambil dari
sekolah yang di pedesaan dan sebanyak 121 responden (51,9%) diambil dari sekolah yang ada di perkotaan.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tempat
No
1

Kategori
Siswa SMA di
Pedesaan

Jenis Kelamin
laki-laki
perempuan
Sub total
2
Siswa SMA di
laki-laki
Perkotaan
perempuan
Sub total
Total
Sumber : Data Primer Penelitian 2014

Frekuensi
39
73
112
60
61
121
233

Persentase (%)
16,74
31,33
48,1
25,75
26,18
51,9
100

Dari 233 responden tersebut, sebagian besar masih duduk di bangku kelas 2. Dari segi usia, rentang
usia responden antara 13-17 tahun. Pada responden perempuan, perkembangan seksualitas sekunder yang dikaji
adalah usia munculnya tumbuh rambut sekitar alat kelamin dan ketiak, perkembangan pinggul, usia mengalami
menstruasi, perkembangan payudara, perubahan kulit dan perubahan suara yang semakin nyaring. Sedangkan
pada responden laki-laki, perkembangan seksualitas sekunder yang dikaji adalah pertumbuhan rambut sekitar
alat kelamin-ketiak-kumis-janggut, perubahan nada suara yang semakin rendah, perkembangan pundak,
pertumbuhan jakun, perubahan kulit yang semakin kasar, tumbuh jerawat dan perkembangan otot yang
menonjol.
Hasil analisis deskriptif statistik menunjukkan usia rata-rata perkembangan seksualitas sekunder pada
responden yang berada di perkotaan lebih awal muncul dibanding dengan responden yang berada di pedesaan.
Pada responden perempuan di perkotaan, perkembangan seksualitas sekunder mulai muncul pada rata-rata usia
11 tahun sedangkan pada responden perempuan di pedesaan muncul diusia rata-rata 13 tahun. Sedangkan pada
responden laki-laki, rata-rata usia mulai muncul tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder hampir sama
antara yang berada di pedesaan dengan yang ada di perkotaan, hanya berbeda dalam bulan. Meski demikin, pada
379

Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014
ISBN 978-602-14930-3-8
Purwokerto, 20 Desember2014
responden perkotaan lebih awal muncul dibanding dengan responden yang ada di pedesaan. Secara rinci, ratarata usia perkembangan seksualitas sekunder pada responden dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Rata-Rata Usia Perkembangan Seksualitas Sekunder Responden
Jenis Kelamin
Perempuan

Perkembangan Seksualitas Sekunder


Tumbuh rambut sekitar alat kelamin dan
ketiak
Pinggul semakin membesar
Terjadi menstruasi
Payudara mulai mengembang
Kulit semakin halus
Suara semakin nyaring

Laki-laki

Pertumbuhan rambut di sekitar area alat


kelamin dan ketiak, kumis, dan janggut
Perubahan nada suara menjadi semakin
rendah
Pundak semakin melebar
Tumbuh jakun
Kulit lebih kasar
Tumbuh jerawat
Otot berkembang dan menonjol
Sumber : Data Primer Penelitian 2014

Pedesaan
Mean
SD
13,178
,7700

Perkotaan
Mean
SD
12,541
1,0299

13,281
12,795
12,452
13,137
13,603

,9391
1,0924
1,3128
1,1464
1,1636

12,705
12,107
11,689
12,128
12,361

1,0582
,9448
1,5005
1,4147
1,2252

13,5789

,87754

13,2167

1,19095

13,8649

,89331

13,1780

,96885

14,2895
13,8289
14,0000
13,8421
13,8108

,94334
1,02775
,97333
1,18158
1,04725

13,6708
13,5431
13,4784
13,2042
13,5678

,85679
,91264
1,03158
1,07405
,87555

Analisis statistik deskriptif konsumsi makanan responden yang dikaji dalam penelitian ini berupa
golongan pizza-hamburger-hotdog dan sejenisnya, mie-spageti dan sejenisnya, sereal, daging ayam beserta
bentuk olahan lainnya, daging sapi beserta bentuk olahan lainnya, dan minuman bersoda. Hasil analisis statistik
deskriptif konsumsi makanan dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Rata-Rata Frekuensi Konsumsi Makanan Responden
No

Jenis Makanan yang


Dikonsumsi dalam Satu
Minggu
1
Pizza-hamburger-hotdog
2
Mie-spageti
3
Sereal
4
Daging ayam-olahan lainya
5
Daging sapi-olahan lainnya
6
Minuman bersoda
Sumber : Data Primer Penelitian 2014

Perempuan
Pedesaan
Perkotaan
Mean
SD
Mean
SD
,14
,45
,48
,57
2,12
1,24
1,51
1,07
1,04
2,07
1,39
2,25
2,40
1,42
3,33
1,82
,96
,95
1,95
1,55
,58
1,24
,70
1,19

Laki-laki
Pedesaan
Perkotaan
Mean
SD
Mean
SD
,10
,38
,62
,78
2,08
1,61
1,45 1,08
,36
,67
1,03 1,71
2,54
1,64
3,20 1,79
1,56
1,67
2,32 1,55
,90
1,17
1,28 1,20

Untuk jenis makanan pizza-hamburger-hotdog, baik pada responden perempuan maupun laki-laki,
baik yang dipedesaan maupun di perkotaan dalam seminggu hanya mengkonsumsi kurang dari dua kali.
Sedangkan jenis makanan mie-spageti dan sejenis lainnya dapat dilihat bahwa pada responden perempuan
maupun laki-laki yang ada dipedesaan justru mengkonsumsinya lebih banyak frekuensinya dari pada responden
yang ada diperkotaan yaitu lebih dari dua kali dalam seminggu. Namun demikian, jenis mie yang dikonsumsi
responden yang ada di pedesaan dan perkotaan berbeda. Untuk yang dipedesaan jenis mie yang dikonsumsi
adalah mie tradisional seperti mie ayam, sedangkan jenis mie yang dikonsumsi responden perkotaan adalah jenis
mie spageti. Untuk konsumsi daging ayam maupun bentuk olahan lainnya, pada responden perempuan yang ada
di pedesan dan perkotaan frekuensi rata-rata mereka mengkonsumsi 2-3 kali dalam seminggu, sedangkan jenis
konsumsi daging sapi dan bentuk olahan lainya, pada responden yang ada diperkotaan menunjukkan frekuensi
rata-rata konsumsinya lebih sering dibanding yang hidup dipedesaan, yaitu 1-3 kali dalam seminggu. Demikian
pula dengan konsumsi minuman yang mengandu soda, pada responden di perkotaan lebih sering frekuensi
konsumsinya dibanding yang hidup di pedesaan.
Hasil uji statistik menggunakan Mann Whitney dengan 2 sampel independen menunjukkan ada
perbedaan antara rata-rata usia perkembangan seksualitas sekunder siswa SMA laki-laki maupun perempuan
380

Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014
ISBN 978-602-14930-3-8
Purwokerto, 20 Desember2014
yang hidup di pedesaan dan perkotaan dengan nilai signifikannya masing-masing 0,001 dan 0,000.
Perkembangan seksualitas sekunder pada siswa SMA laki-laki dan perempuan di perkotaan lebih dini dibanding
dengan yang di pedesaan. Siswa laki-laki yang hidup diperkotaan dengan mengkonsumsi pizza dan soda
memiliki pengaruh terhadap perkembangan seksualitas sekunder dengan nilai signifikannya 0,034. Sedangkan
siswi perempuan diperkotaan yang mengkonsumsi daging memiliki pengaruh terhadap perkembangan
seksualitas sekunder dengan nilai signifikannya 0,000.
Pubertas merupakan suatu tahapan penting dalam proses tumbuh kembang anak menuju dewasa.
Perubahan fisik yang mencolok terjadi selama proses ini, kemudian diikuti oleh perkembangan ciri-ciri seksual
sekunder, perubahan komposisi tubuh serta perubahan maturasi tulang yang cepat, diakhiri dengan epifisis yang
tertutup serta terbentuk perawakan akhir dewasa . Berbagai teori dikemukakan tentang awitan pubertas, akan
tetapi belum ada kesepakatan tentang faktor-faktor yang menginisiasi pubertas. Faktor genetik, nutrisi, dan
faktor lingkungan lainnya dianggap berperan dalam awitan pubertas. Variasi usia pubertas melibatkan 74%
faktor genetik dan 26% faktor lingkungan.
Menurut Dellemare (2002), terdapat berbagai faktor yang dianggap berperan dalam awitan pubertas,
antara lain faktor genetik, nutrisi, dan lingkungan lainnya. Secara genetik sendiri, menurut Seminara (2003)
terdapat berbagai teori yang mengatur awitan pubertas, antara lain pengaturan oleh gen GPR54, suatu G-coupled
protein receptor. Mutasi pada gen GPR54 dapat menyebabkan terjadinya hipogonadotropik hipogonadisme
idiopatik. Frisch dan Revelle (1971) mengemukakan peran nutrisi terhadap awitan pubertas. Frisch dan Revelle
menyatakan bahwa dibutuhkan berat badan sekitar 48 kg untuk timbulnya menarke, sedangkan pada penelitian
selanjutnya dinyatakan bahwa dibutuhkan perbandingan lemak dan lean body mass tertentu untuk timbulnya
pubertas dan untuk mempertahankan kapasitas reproduksi. Cheung (2001) menjelaskan bahwa leptin, suatu
hormon yang dihasilkan di jaringan lemak (white adipose) yang mengatur kebiasaan makan dan termogenesis
diperkirakan juga berperan dalam mengatur awitan pubertas. Pada keadaan puasa kadar leptin menurun, begitu
pula dengan kadar gonadotropin. Penemuan ini menunjang hipotesis peran nutrisi dalam pengaturan pubertas.
Pada penelitian selanjutnya ternyata hal ini masih dipertanyakan karena kadar leptin tetap stabil selama pre-dan
pasca pubertas. Di samping itu terdapat berbagai faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi awitan pubertas,
seperti pertumbuhan janin intrauterin, migrasi ke negara lain, dan faktor lingkungan lainnya (Dellemare : 2002;
Engelbregt : 2000).
Nutrisi mulai mempengaruhi perkembangan otak dengan waktu dan cara yang berbeda. Sebagai
contoh, jumlah sel yang diukur berdasarkan kandungan DNA dipengaruhi oleh malnutrisi. Hampir sama, variasi
dalam asupan makanan tambahan dapat menentukan kadar neurotransmiter (serotonin, norepinefrin, dopamine,
dan asetilkolin), sedangkan variasi dalam asupan lemak esensial dan nonesensial dapat mempengaruhi susunan
struktur dari otak dan lapisan myelin. Sudah jelas bahwa bahwa pertumbuhan somatik otak dapat berjalan
normal dengan mendapatkan asupan nutrisioanal penting (seperti besi dan taurin), tetapi juga terbukti bahwa
struktur dan fungsi otak berubah secara bermakna jika nutrisi esensial yang khusus kurang selama
perkembangan (Uauy & Dangour, 2005).
Nutrisi sangat berperan dalam proses yang kompleks dari perkembangan otak. Nutrisi merupakan
faktor lingkungan yang mewakili berbagai bentuk pengaruh faktor lingkungan, nutrisi dapat secara langsung
mengubah struktur gen dan memperantarai ekpresi faktor genetik dengan menyediakan molekul tertentu yang
memungkinkan gen untuk menunjukkan potensinya atau efek sasarannya pada pertumbuhan dan perkembangan
otak. Selanjutnya, nutrisi dapat mempengaruhi secara langsung ekspresi gen pada otak.Jadi nutrisi memainkan
peran kritis pada pertemuan dari faktor biologi dan asuhan yang memediasi perkembangan dan pertumbuhan
otak (Rosales et al., 2009).
Kebutuhan gizi pada fase remaja lebih tinggi dibandingkan usia anak kecil. Namun kebutuhan gizi
pada remaja laki-laki dengan remaja perempuan tentu berbeda. Hal ini di sebabkan oleh adanya pertumbuhan
yang pesat, kematangan seksual, perubahan komposisi tubuh, mineralisasi tulang dan perubahan aktivitas fisik.
Meskipun aktivitas fisik tidak meningkat, tetapi total kebutuhan energi akan tetap meningkat akibat pembesaran
ukuran tubuh. Kebutuhan nutrisi yang meningkat pada masa anak remaja adalah energi, kalsium, besi dan zinc.
Maturasi seksual terjadi melalui tahapan-tahapan yang teratur yang akhirnya mengantarkan anak siap
dengan fungsi fertilitasnya, laki-laki dewasa dengan spermatogenesis, sedangkan anak perempuan dengan
ovulasi. Tanda awal perkembangan pubertas pada anak lelaki adalah pembesaran ukuran testis dan penipisan
kulit skrotum, kemudian diikuti oleh pigmentasi skrotum, pembesaran penis dan kemudian terlihat pertumbuhan
rambut pubis,dengan demikian, ukuran volume testis dapat juga digunakan untuk menentukan usia awitan
pubertas. Pertumbuhan ini terjadi akibat perkembangan tubulus seminiferus di bawah pengaruh stimulasi FSH.

381

Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014
ISBN 978-602-14930-3-8
Purwokerto, 20 Desember2014
Perkembangan seksualitas sekunder diakibatkan oleh perubahan sistem hormonal tubuh yang terjadi
selama proses pubertas. Perubahan hormonal akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan rambut pubis dan
menarke pada anak perempuan; pertumbuhan penis, perubahan suara, pertumbuhan rambut di lengan dan muka
pada anak laki-laki, serta terjadinya peningkatan produksi minyak tubuh, meningkatnya aktivitas kelenjar
keringat, dan timbulnya jerawat (Ducharn : 1993; Tanner : 1989). Pada anak laki-laki awal pubertas ditandai
dengan meningkatnya volume testis, ukuran testis menjadi lebih dari 3 mL, pengukuran testis dilakukan dengan
memakai alat orkidometer Prader. Pembesaran testis pada umumnya terjadi pada usia 9 tahun, kemudian diikuti
oleh pembesaran penis. Pembesaran penis terjadi bersamaan dengan pacu tumbuh. Ukuran penis dewasa dicapai
pada usia 16-17 tahun. Rambut aksila akan tumbuh setelah rambut pubis mencapai P4, sedangkan kumis dan
janggut baru tumbuh belakangan. Rambut aksila bukan merupakan petanda pubertas yang baik oleh karena
variasi yang sangat besar. Perubahan suara terjadi karena bertambah panjangnya pita suara akibat pertumbuhan
laring dan pengaruh testosteron terhadap pita suara. Perubahan suara terjadi bersamaan dengan pertumbuhan
penis, umumnya pada pertengahan pubertas. Mimpi basah atau wet dream terjadi sekitar usia 13-17 tahun,
bersamaan dengan puncak pertumbuhan tinggi badan. Pada anak perempuan awal pubertas ditandai oleh
timbulnya breast budding atau tunas payudara pada usia kira-kira 10 tahun, kemudian secara bertahap payudara
berkembang menjadi payudara dewasa pada usia 13-14 tahun. Rambut pubis mulai tumbuh pada usia 11-12
tahun dan mencapai pertumbuhan lengkap pada usia 14 tahun. Menarke terjadi dua tahun setelah awitan
pubertas, menarke terjadi pada fase akhir perkembangan pubertas yaitu sekitar 12,5 tahun. (Ducharn : 1993;
Tanner : 1989). Setelah menstruasi, tinggi badan anak hanya akan bertambah sedikit kemudian pertambahan
tinggi badan akan berhenti. Massa lemak pada perempuan meningkat pada tahap akhir pubertas, mencapai
hampir dua kali lipat massa lemak sebelum pubertas (Ducharn : 1993).

KESIMPULAN
Ada perbedaan antara rata-rata usia perkembangan seksualitas sekunder siswa SMA laki-laki maupun
perempuan antara yang hidup di pedesaan dan perkotaan dengan nilai signifikannya masing-masing 0,001 dan
0,000. Perkembangan seksualitas sekunder pada siswa SMA laki-laki dan perempuan di perkotaan lebih dini
dibanding dengan yang di pedesaan. Siswa laki-laki yang hidup diperkotaan dengan mengkonsumsi pizza dan
soda memiliki pengaruh terhadap perkembangan seksualitas sekunder dengan nilai signifikannya 0,034.
Sedangkan siswi perempuan diperkotaan yang mengkonsumsi daging memiliki pengaruh terhadap
perkembangan seksualitas sekunder dengan nilai signifikannya 0,000.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih kepada Rektor dan LPPM Universitas Sebelas maret yang telah mendanai
penelitian ini selama kurang lebih 4 bulan. Sumber dana pada penelitian ini DIPA PNBP Universitas Sebelas
Maret Surakarta tahun 2014.

DAFTAR PUSTAKA
Batubara JRL. 2010. Sari Pediatri. Volume 12 No1 bulan Juni 2010. Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSCM : Jakarta
Cheung CC, Thornton JE, Nurani SD, Clifton DK, Steiner RA. A reassessment of leptins role in triggering the
onset of puberty in the rat and mouse. Neuroendocrinology 2001;74:12-21.
Dellemarre-van de Waal HA, van Coeverden SC, Engelbert MT. Factors affecting onset of puberty. Horm Res
2002;57:15-8.
Ducharne JR, Forerst MG. Normal pubertal development. Dalam: Bertrand J, Rappaport R, Sizonenko PC,
penyunting. Pediatric Endocrinology. Edisi ke 2. Baltimore: William; 1993.h.372-86.
Engelbregt MJ, Houdijk ME, Pop Snijder C, Lips P,Dellemarre-van de Waal HA. The effect of intrauterine
growth retardation and postnatal undernutrition on onset of puberty in male and female rats. Pediat Res
2000;48:803-7.
Frisch RE, Revelle R. Height and weight at menarche and a hypothesis of menarche. Arch Dis Child
1971;46:695-701.
382

Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014
ISBN 978-602-14930-3-8
Purwokerto, 20 Desember2014
Peper Jiska S., Schnack Hugo G., Brouwer Rachel M., Van Baal G. Caroline M., Pjetri Eneda, Szekely Eszter,
Van Leeuwen Marieke, van den Berg Stephanie M., Collins D. Louis, Evans Alan C., Boomsma Dorret
I., Kahn Rene S., Pol1 Hilleke E. Hulshoff. Heritability of Regional and Global Brain Structure at the
Onset of Puberty: A Magnetic Resonance Imaging Study in 9-Year-Old Twin Pairs. Human Brain
Mapping 30:21842196.2009
Rosales Francisco J., Reznick J. Steven, Zeisel Steven H. Understanding The Role Of Nutrition In The Brain
And Behavioral Development Of Toddlers And Preschool Children: Identifying And Addressing
Methodological Barriers. Nutritional Neuroscience Vol 12 No 5. 2009
Seminara SB, Messager S, Chatzidaki EE, Trescher RR, Acierno JS, Shagoury JK,dkk. The GPR54 gene as a
regulator of puberty. N Engl J Med 2003;349:1614-27.
Tanner JM. Foetus into Man. Edisi ke-2. Inggris: Castlemead Publication,1989.
Uauy Ricardo, Dangour Alan D. 2005. Nutrition in Brain Development and Aging: Role of Essential Fatty
Acids.

383

Anda mungkin juga menyukai