Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KEGIATAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)

F5. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DAN


TIDAK MENULAR

DIARE AKUT TANPA TANDA DEHIDRASI

OLEH:
dr. Nurul Safitri

DOKTER INTERNSHIP ANGKATAN III


PERIODE 03 JUNI 2016 02 OKTOBER 2016
PUSKESMAS DHARMA RINI KABUPATEN TEMANGGUNG
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di


Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia di bawah lima tahun. Diare akut dapat didefinisikan sebagai buang air besar
lebih dari tiga kali per hari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pembagian diare menurut Depkes
meliputi diare tanpa tanda dehidrasi, dehidrasi tak berat, dan dehidrasi berat.1Diare dapat
disebabkan oleh berbagai faktor seperti psikis, faktor makanan, konstitusi, dan infeksi baik
enteral maupun parenteral. Faktor infeksi merupakan penyebab paling sering dari diare.2
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa17% dari seluruh kematian
anak di dunia disebabkan oleh diare. Sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahunnya akibat
diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Menurut laporan
Departemen Kesehatan, setiap anak mengalami diare 1,6 - 2 kali pertahun di
Indonesia.1Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan
penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42%, dan untuk golongan usia 1-4 tahun yaitu
25,2%.3Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan
didapatkan adanya peningkatan insiden diare dari tahun 2000 hingga 2010. Pada tahun 2000
terjadi penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, naik menjadi 411/1000 penduduk pada tahun
2010. Prevalensi diare klinis di Jawa Tengah dalam Riskesdas 2007 adalah sebesar 9,2%.
Survei pada tahun 2003 di Jawa Tengah didapatkan angka kesakitan diare balita sebesar
25,2% sedangkan angka kematiannya 1,2 per 1000 balita. 4 Adapun berdasar Profil Kesehatan
Kota Semarang tahun 2011, didapatkan peningkatan insiden pada anak usia dibawah lima
tahun dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011.5
Diare akibat infeksi dapat disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, virus,
dan parasit. Rotavirus diperkirakan sebagai penyebab diare cair akut pada 20% - 80% anak di
dunia, juga merupakan penyebab kematian pada 440.000 anak dengan diare per tahunnya di
seluruh dunia. Penelitian lain pada tahun 2005-2006 di Yogyakarta menunjukkan bahwa hanya
5% diare yang disebabkan oleh bakteri. Terjadinya diare pada anak tidak terlepas dari berbagai
faktor risiko.1Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain faktor umur, faktor
musim, kesehatan lingkungan, status gizi, kependudukan, tingkat pendidikan orang tua,
keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat.3

Pada umumnya pada kasus diare akut dengan pengelolaan yang tepat akan sembuh
namun sebagian kecil akan melanjut menjadi diare kronik atau komplikasi lain. Komplikasi
yang dapat terjadi adalah kehilangan air dan elektrolit, gangguan gizi, perubahan ekologi
dalam lumen usus dan perubahan mekanisme ketahanan isi usus. Kehilangan cairan dan
elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, hipokalemia, hipoglikemi, intoleransi laktosa
sekunder, kejang maupun malnutrisi energi protein. Dehidrasi terjadi bila pengeluaran air dan
elektrolit lebih banyak dibandingkan pemasukannya.Keadaan dehidrasi sering disertai
penurunan jumlah cairan ekstraseluler (hipovolemik) yang kemudian diikuti pula dengan
gangguan perfusi jaringan akibat hipoksia. Keadaan ini akan menambah berat asidosis
metabolik dan dapat memberikan gangguan kesadaran. Penyebab utama kematian karena diare
adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya. Penyebab kematian
lain yang penting adalah kekurangan gizi dan infeksi yang serius.6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian diare

Diare adalah frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali perhari atau lebih dari
biasanya, disertai perubahan konsistensi feses menjadi lembek atau cair dengan atau tanpa
lendir dan darah. Pada bayi yang masih minum ASI secara eksklusif untuk definisi diare
adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang
menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya dan dapat menyebabkan penurunan
berat badan pada bayi. 1
Berdasarkan lamanya, diare dapat dibedakan menjadi diare akut dan diare persisten.
Diare cair akut adalah buang air besar lembek atau cair dan tanpa darah dengan frekuensi
lebih dari 3 kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14
hari. Diare persisten merupakan diare yang mula-mula bersifat akut tapi berlangsung lebih
dari 14 hari dengan sebab infeksi, dapat berupa diare cair ataupun disentri. Diare persisten
tidak boleh disamakan dengan diare kronik, yakni diare intermiten yang berlangsung lama
dengan penyebab non infeksi (misal sensitif gluten atau gangguan metabolisme yang
menurun).2

B.

Etiologi diare
1. Faktor makanan
Penyebab diare non infeksi yang paling sering, dikarenakan makanan terkontaminasi
toksin bakteri/tercampur bahan kimia toksik, perubahan susunan makanan yang
mendadak, susunan makanan yang tidak sesuai dengan umur bayi, atau alergi terhadap
susu maupun protein tertentu.5,6
2. Faktor infeksi
Penyebab diare yang paling sering. Infeksi dapat berupa infeksi parenteral maupun
enteral. Infeksi parenteral merupakan infeksi diluar usus seperti infeksi saluran nafas,
infeksi saluran kencing, campak dll. Infeksi ini dapat mempengaruhi jalur susunan saraf
vegetatif sehingga bermanifestasi sebagai diare pada saluran cerna. Infeksi enteral
merupakan infeksi yang berasal dari dalam usus.1
Tabel 1. Agen etiologi diare anak2
Etiologi

Contoh

Virus

Hepatitis A, Noroviruses (dan golongan calicivirus


lainnya), Rotavirus, golongan virus lainnya
(astroviruses, adenoviruses, parvoviruses)

Bakteri

Bacillus anthracis, B. cereus, B. cereus, Brucella


abortus, B. melitensis, B. suis, Campylobacter
jejuni, Clostridium botulinum, C. perfringens,
Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) and other
Shiga toxinproducing E. coli (STEC),
Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Listeria
monocytogenes, Salmonella spp, Shigella spp,
Staphylococcus aureus, Vibrio cholera, V.
parahaemolyticus,
V.
vulnificus,
Yersinia
enterocolytica and Y. Pseudotuberculosis

Parasit

Angiostrongylus cantonensis, Cryptosporidium,


Cyclospora cayetanensis, Entamoeba histolytica

Jamur

Candida spp, zygomycosis

Penelitian yang dilakukan di 6 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar


55% kasus diare akut pada balita disebabkan oleh rotavirus. Virus seperti rotavirus
menginvasi dan berkembang biak di dalam epitel vili usus halus, menyebabkan
kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti
oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya
belum baik.2 Ujung villi usus halus memiliki fungsi digestif dengan menghasilkan enzim
disakaridase, dan fungsi absorbsi berupa transport air, elektrolit melalui transport asam
amino dan glukosa co-transport. 1
Kerusakan pada villi ini menyebabkan absorbsi garam dan air berkurang,
ketidakseimbangan dalam rasio absorbsi-sekresi cairan intestinal, defek transpor akibat
efek toksin protein virus, dan berkurangnya aktivitas enzim disakaridase menyebabkan
malabsorbsi karbohidrat kompleks, khususnya laktosa.Selanjutnya, cairan dan makanan
yang tidak terserap atau tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan
terjadi hiperperistalik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap

terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotic dari penyerapan air dan
nutrient yang tidak sempurna.9
Masa inkubasi infeksi rotavirus kurang dari 48 jam, rata-rata berlangsung 1-7 hari,
dan disertai demam subfebris, muntah, dan diikuti dengan diare cair yang sering. Gejala
ini muncul pada 50-60 % kasus.1
Sedangkan untuk infeksi bakteri menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme,
yaitu penempelan mukosa usus, pengeluaran toksin, dan invasi mukosa usus.3,4Diare
pada amoeba (amebiasis) didahului dengan kontak antara stadium trofozoit E.
histolyticadengan sel epitel kolon. Selanjutnya invasi amoeba ke dalam jaringan ektra
sel terjadi melalui sistein proteinase yang melisiskan matriks protein ekstra sel sehingga
mempermudah invasi trofozoit ke jaringan submukosa. Stadium trofozoit bersarang di
submukosa dan membuat kerusakan yang lebih luas, akibatnya terjadi luka yang disebut
ulkus ameba.Dengan peristaltik usus, stadium trofozoit dikeluarkan bersama isi ulkus ke
rongga usus kemudian menyerang lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan
bersama tinja.Tinja itu disebut tinja disentri yaitu tinja yang bercampur lendir dan darah.
Pada disentri basiler, atau Shigellosis, adalah infeksi usus yang disebabkan oleh
Shigella. Shigellosis dapat menyebabkan 3 bentuk diare yaitu : (1) diare klasik dengan
tinja konsistensi lembek disertai darah, mukus, dan pus, (2) watery diarrhea dan (3)
kombinasi keduanya. Masa inkubasi adalah 2-4 hari atau bisa lebih lama sampai dengan
1 minggu.Oleh seorang yang sehat diperlukan 200 kuman untuk menyebabkan sakit.
Kuman masuk dan berada di usus halus menuju terminal ileum dan kolon, melekat pada
permukaan mukosa dan menembus lapisan epitel kemudian berkembang biak di dalam
lapisan mukosa. Berikutnya adalah terjadi reaksi peradangan yang hebat yang
menyebabkan terlepasnya sel-sel dan timbulnya tukak pada permukaan mukosa usus.
Jarang terjadi organisme menembus dinding usus dan menyebar ke bagian tubuh yang
lain.
3. Faktor konstitusi
Kondisi saluran cerna dimana dijumpai intoleransi laktosa, malabsorbsi lemak dan
intoleransi protein. Malabsorbsi merupakan abnormalitas transportasi mukosa akibat

substansi spesifik sehingga terjadi ekskresi feses dari nutrisi yang dicerna. Hal ini dapat
terjadi pada gangguan pancreas, empedu dan usus (kerusakan mukosa usus, gangguan
motilitas usus, perubahan ekologi bakteri usus, tindakan post operatif usus). Di samping
itu malabsorbsi dapat terjadi akibat gangguan metabolisme kongenital, malnutrisi
(kwashiokor, marasmus), defisiensi imunitas dan faktor emosi.4,5
4. Faktor psikis
Depresi dan stres emosional melalui susunan saraf vegetatif dapat mengganggu saluran
cerna. Diare karena faktor psikis jarang pada bayi dan anak kecil, sehingga
kemungkinan diare karena faktor psikis pada penderita ini dapat disingkirkan.6

C.

Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstraintestinal. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan
muntah.Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik,
dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan kematian bila tidak diobati dengan
tepat.4
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain:
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia,
hepatitis, peritonitis, dan septik trombophlebitis. 2
Bila terdapat panas dapat dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri
perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rectum
menunjukkan terkenanya usus besar.1
Gejala khas disentri basiler adalah defekasi sedikit-sedikit, terus-menerus, sakit perut
kolik, tenesmus, muntah-muntah.Suhu badan tinggi, sakit perut dirasakan disebelah
kiri.Tinja biasanya encer, berlendir, warna kemerah-merahan, atau lendir bening, dan
berdarah.Pada pemeriksaan mikroskopis tinja dijumpai leukosit, eritrosit, dan sel
makrofag.Penyembuhan spontan dapat terjadi dalam 2-7 hari terutama pada penderita

dewasa yang sehat sebelumnya, sedangkan pada penderita yang sangat muda atau tua dan
juga pada penderita dengan gizi buruk penyakit ini akan berlangsung lama.
Penilaian klinis diare akut pada anak dikategorikan sesuai dengan UKK
Gastrohepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebagai berikut:
Tabel 3. Kriteria penetuan derajat dehidrasi1
Kategor
i
Tanda
dan
Gejala

Rencana
Terapi

D.

Tanpa Dehidrasi

Dehidrasi Tidak
Berat

Dua atau lebih dari


tanda berikut ini:
Tidak ada tanda
gejala yang cukup
untuk
mengelompokkan
dalam dehidrasi
berar atau tak berat

Dua atau lebih dari


tanda berikut ini:
Gelisah
Mata cowong
Kehausan atau
sangat haus
Cubitan kulit
kembali dengan
lambat

Rencana Terapi A

Rencana Terapi B

Dehidrasi Berat
Dua atau lebih dari
tanda berikut ini:
Letargi atau
penurunan
kesadaran
Mata cowong
Tidak bisa minum
atau malas minum
Cubitan kulit perut
kembali dengan
sangat lambat ( 2
detik)
Rencana Terapi C

Penatalaksanaan diare
Protokol penanganan diare yang ditetapkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
dilakukan berdasarkan kategori/tipe diare yang menyerang pasien.1
Pada pasien diare akut tanpa tanda dehidrasi, penanganan yang dilakukan adalah penanganan
dengan rencana terapi A:

RENCANA TERAPI A
Menggunakan cara ini untuk mengajari ibu:
a. Meneruskan mengobati anak diare di rumah
b. Memberikan terapi awal bila terkena diare
Menerangkan empat cara terapi diare di rumah:
1) Memberi cairan lebih banyak dari biasanya untuk mencegah dehidrasi
a. Menggunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit, makanan
yang cair (seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang gunakan
larutan oralit untuk anak, seperti dijelaskan di bawah (catatan: jika anak
berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik
diberi oralit dan air matang daripada makanan cair)
b. Memberikan larutan ini sebanyak anak mau, memberikan jumlah larutan
oralit seperti di bawah
c. Meneruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti
2) Memberi suplementasi zinc
Memberi suplementasi zinc selama 10-14 hari berturut-turut walaupun anak telah
sembuh dari diare. Dapat diberikan dengan cara dikunyah untuk anak yang lebih
besar atau dilarutkan dalam air matang, oralit, atau ASI untuk bayi:
a. Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) perhari
b. Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) perhari
3) Memberi anak makanan untuk mencegah kurang gizi
a. Meneruskan ASI
b. Bila anak tidak mendapatkan ASI berikan susu yang biasa diberikan. Untuk
anak kurang dari 6 bulan dan tidak mendapatkan ASI dapat diberikan susu
c. Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapatkan makanan padat:
1) Memberikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan,
sayur, daging, atau ikan. Menambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak
sayur tiap porsi
2) Memberikan sari buah atau pisang halus untuk menambahkan kalium
3) Memberikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk
makanan dengan baik
4) Membujuk anak untuk makan, memberikan makanan sedikitnya 6 kali
sehari
5) Memberikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan
porsi makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu
d. Membawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3
hari atau menderita sebagai berikut:
1) BAB cair lebih sering
2) Muntah terus menerus
3) Rasa haus yang nyata
4) Makan atau minum sangat sedikit
5) Timbul demam
6) BAB disertai darah
e. Anak harus diberi oralit di rumah apabila:

1) Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C


2) Tidak dapat kembali lagi kepada petugas kesehatan bila diare memburuk
3) Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke petugas
kesehatan merupakan kebijakan pemerintah
Formula oralit baru standar WHO:
Tabel 4. Oralit formula baru WHO
ORS osmolaritas terkurang

Konposisi
(dalam gram /liter)

Glukosa anhidrat
Natrium klorida

13.5
2.6

Kalium klorida

1.5

Trisodium sitrat dihidrat

2.9

Berat total

20.5

Ketentuan memberikan oralit:


1) Memberikan ibu 2 bungkus oralit formula baru.
2) Melarutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk
persediaan 24 jam.
3) Memberikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan
ketentuan sebagai berikut:
Anak < 2 tahun: memberikan 50-100 ml tiap kali buang air besar
Anak > 2 tahun: memberikan 100-200 ml tiap kali buang air besar
4) Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa
larutan itu harus dibuang
Menunjukkan pada ibu cara memberikan oralit:
1) Memberikan satu sendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun
2) Memberikan beberapa teguk dari gelas untuk anak yang lebih besar
3) Apabila anak muntah, menunggu 10 menit, kemudian memberikan cairan lebih
lama (misalkan satu sendok tiap 2-3 menit)
4) Apabila diare berlanjut setelah oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan
cairan lain seperti dijelaskan pada cara pertama atau kembali kepada petugas
kesehatan untuk mendapatkan tambahan oralit
Cara membuat oralit :
1. Sediakan 1 gelas (200 ml) air yang telah dimasak
2. Masukkan 1 bungkus oralit ke dalam gelas
3. Aduk sampai larut dan benar
Pada diare dengan dehidrasi tidak berat, penatalaksanaan diare dilakukan dengan Rencana
Terapi B:

RENCANA TERAPI B
Pada dehidrasi tidak berat, cairan rehidrasi oral diberikan dengan pemantauan yang
dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Mengukur jumlah rehidrasi oral
yang akan diberikan selama 4 jam pertama:
Tabel 5. Jumlah cairan rehidrasi oral 4-6 jam pertama
Umur

> 4 bulan

4-12 bulan

12 bulan 2 tahun

2-5 tahun

Berat
Badan

< 6 kg

6 - < 10 kg

10 - < 12 kg

12-19 kg

Dalam
ml

200-400

400-700

700-900

900-1400

Jika anak minta minum lagi, berikan.


a. Menunjukkan kepada orang tua bagaimana cara memberikan rehidrasi oral
1) Memberikan minum sedikit demi sedikit
2) Jika anak muntah, menunggu 10 menit lalu melanjutkan kembali rehidrasi
oral pelan-pelan
3) Melanjutkan ASI kapanpun anak meminta
b. Setelah 4 jam:
1) Menilai ulang derajat dehidrasi anak
2) Menentukan tatalaksana yang tepat untuk melanjutkan terapi
3) Mulai memberi makan anak di klinik
c. Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B:
1) Menunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di
rumah
2) Memberikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan
dalam Rencana Terapi A
3) Menjelaskan 4 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di
rumah:
1) Memberikan cairan intravena segera. Bila
a. Memberikan
anak lebih
cairan
daripada
biasanya
penderita
bisabanyak
minum,
berikan
oralit
sewaktu
b. Membericairan
tablet zinc
IV dimulai. Memberi Ringer Laktat (atau
normal untuk
salin, mencegah
atau ringer
asetat
c. Membericairan
anak makanan
kurang
gizibila RL
tidak
tersedia)
100ml/kgBB,
sebagai
berikut:
d. Memberi tahu kapan anak harus dibawa kembali kepada petugas
Pemberian
kesehatan
Kemudian
Umur
pertama
70ml/kgBB
Pada diare dengan dehidrasi berat, penatalaksanaan diare
dilakukan
dengan
Rencana Terapi C:
30ml/kgBB
(mengikuti tanda panah pada gambar)
TIDAK

Bayi <1tahun

1 jam*

5 jam

Anak 1-5 tahun

30 menit*

2.5 jam

*Mengulngi lagi apabila denyut nadi masih


lemah atau tidak teraba
Apakah saudara
dapat
menggunakan
cairan intravena

YA

2) Menilai kembali setiap 1-2 jam. Apabila


rehidrasi belum tercapai, percepat tetesan
intravena.
3) Memberikan
oralit
(5ml/kgBB/jam)
bila
penderita bisa minum, biasanya setelah 3-4 jam
pada bayi atau 1-2 jam pada anak
4) Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak,
menilai kembali penderita menggunakan tabel
penilaian. Kemudian memilih rencana terapi

Adakah terapi IV
terdekat (dalam
30menit)?

TIDA
K

TDK

Apakah saudara
dapat
menggunakan pipa
nasogastrik/
orogastrik untuk

E.

1) Mengirim penderita untuk terapi intravena


2) Apabila penderita bisa minum, sediakan oralit
dan tunjukkan cara memberikannya selama
di perjalanan
1) Memulai rehidrasi dengan oralit melalui pipa
nasogastrik/orogastrik. Memberikan
20ml/kg/jam selama 6 jam (total 120ml/kg)
2) Menilai keadaan anak setiap 1-2jam:
a. Apabila muntah atau perut kembung,
YA
berikan cairan lebih lambat
b. Apabila rehidrasi tidak tercapai setelah
3 jam, merujuk untuk terapi intravena
3) Setelah 6 jam, menilai kembali dan memilih
Segera
merujuk
anak
untuk
rehidrasi
rencana
terapi
yang
sesuai
(A, B,melalui
atau C)
nasogastrik/orogastrik atau intravena

YA

Promotif dan preventif


Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, hal ini dapat terlihat
dengan masih tingginya angka kesakitan penyakit diare, walaupun pada tahun 2010
mengalami sedikit penurunan dibanding tahun 2006. Disamping itu, diare masih merupakan
penyebab kematian utama pada bayi dan balita, hal ini sangat disayangkan mengingat
pengobatan diare tidak terlalu sulit. Sesuai rekomendasi WHO/UNICEF dan IADI, sejak
tahun 2008 Kemenkes RI memperbaharui tatalaksana diare yang dikenal dengan LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare) sebagai salah satu strategi dalam pengendalian
penyakit diare di Indonesia. Lintas Diare meliputi pemberian oralit, Zinc selama 10 hari,
teruskan pemberian ASI dan makanan, antibiotik selektif serta nasihat bagi ibu/pengasuh.
Untuk menurunkan angka kematian anak akibat diare, salah satu upaya adalah perlunya
penerapan tatalaksana diare yang benar di sarana kesehatan. Untuk itu diperlukan sosialisasi

lintas diare yang berkesinambungan dan tersedianya panduan tatalaksana diare untuk petugas
kesehatan.3
Studi WHO membuktikan bahwa pemberian zinc dapat mengurangi durasi diare akut
sebesar 25% dan mengurangi durasi diare persisten sebanyak 29%. Masyarakat telah
mengenal oralit sebagai obat diare sejak tahun 1970, sedangkan penggunaan zinc sebagai
obat baru dalam tatalaksana diare belum banyak dikenal sehingga perlu disosialisasikan. 1
Pada pasien ini, dilakukan upaya promotif dan preventif baik kepada anak dan keluarga
yang tinggal bersama anak meliputi edukasi mengenai penyakit diare serta cara-cara yang
dapat dilakukan dalam rangka pencegahan dan penatalaksanaan penyakit tersebut serta
pemberian leaflet mengenai diare dan cara cuci tangan yang baik.
1. Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa
air saja dengan frekuensi yang lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu
hari
2. Cara penularan diare melalui cara fecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang
tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak langsung melalui lalat
(5F = faeces, flies, food, fluid, finger)
3. Faktor risiko terjadinya diare adalah:
e.
Faktor perilaku:
- Tidak memberikan ASI ekslusif, memberikan MPASI terlalu dini akan mempercepat
-

kontak bayi terhadap kuman


Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare karena

sangat sulit untuk membersihkan botol susu


Tidak menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/makan,

setelah BAB, dan setelah membersihkan BAB anak


- Penyimpanan makanan tidak higienis
f.
Faktor lingkungan
- Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan MCK
- Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
Di samping faktor risiko tersebut di atas ada beberapa faktor dari penderita yang dapat
meningkatkan kecenderungan untuk terjadi diare, antara lain: kurang gizi / malnutrisi,
penyakit imunodefisiensi, penderita campak.
1

Etiologi terjadinya diare umumnya infeksi dari golongan virus, bakteri, parasit, dan
selain itu bisa disebabkan dari keracunan makanan, malabsorbsi, serta diare yang terkait
dengan pemberian antibiotik yang tidak tepat.

Prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE, yang meliputi:

Rehidrasi menggunakan oralit


Berikan oralit segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengobati dehidrasi sebagai
pengganti cairan dan elektrolit yang terbuang saat diare. Oralit juga terbukti dapat
mengurangi volume tinja dan mengurangi mual muntah.

Zinc selama 14 hari berturut-turut


Berikan obat zinc sekali sehari selama 14 hari berturut-turut meskipun diare sudah
berhenti untuk mempercepat kesembuhan, mengurangi parahnya diare, dan mencegah
kambuhnya diare selama 2-3 bulan ke depan. Zinc tersedia di puskesmas, apotek, dan
rumah sakit dalam bentuk tablet, bubuk dalam sachet, dan sirup dalam botol.

Teruskan pemberian ASI dan makanan


Memberikan makanan kepada balita selama diare akan membantu anak tetap kuat dan
tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang terkena diare jika tidak
diberikan asupan makanan yang sesuai umur bisa menyebabkan anak kurang gizi
sehingga mudah terserang diare kembali. Bagi ibu yang masih menyusui bayinya,
diharapkan untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif selama masa penyembuhan
diare. Untuk anak berusia 6 bulan ke atas tingkatkan pemberian MPASI dan makanan
keluarga untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan ekstra tetap dilanjutkan selama
2 minggu setelah diare berhenti untuk membantu pemulihan berat badan anak.

Antibiotik selektif
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada diare berdarah dan kolera. Pemberian antibiotik
yang tidak tepat akan memperpanjang lamanya diare dan mempercepat resistensi kuman
terhadap antibiotik.

Nasihat kepada orang tua/pengasuh


Orang tua / pengasuh diharapkan segera kembali ke petugas kesehatan / Puskesmas bila
terdapat tanda bahaya yang berupa demam, tinja berdarah, muntah berulang, makan atau
minum sedikit, sangat haus, dan diare makin sering.

BAB III
PERMASALAHAN
2.1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. AP
Umur
: 1 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat
: Nglarangan, RT 01 RW 04, Jampirejo
Agama
: Islam
2.2. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama : mencret
Sejak 1 hari sebelum datang ke puskesmas, anak mencret (+) 10x/ hari, @ 1/8
gelas belimbing, cair (+), warna kuning, ampas sedikit (+), bau asam (-), nyemprot (+),
lendir (-), darah (-), anus kemerahan (-). Anak muntah (-), demam tinggi (-). Buang air
kecil tidak ada keluhan, frekuensi lebih dari 4 kali sehari, lancar warna kuning
jernih, tidak menangis waktu kencing. Kemudian, anak dibawa ke bidan,
mendapatkan 2 macam obat sirup, akan tetapi tidak didapatkan perbaikan. Anak
tidak tampak lemah, tampak kehausan, mata tidak cowong, anak minum dengan banyak.
BAK terakhir 1 jam sebelum datang ke puskesmas, warna kuning jernih.

Menurut ibu, anak tidak menggunakan empeng, riwayat berganti susu disangkal,
memakan makanan pedas/terlalu asam serta makanan basi/rusak disangkal. Anak belum
memiliki kebiasaan jajan. Anak minum air susu ibu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Morbili
Pertusis
Varisela
Difteri
Malaria
Tetanus
Angina
Pneumoni
Bronkhitis
Demam berdarah dengue
Campak

Umur
-

Diare
Disentri Basiler
Disentri Amuba
Tifus Abdominalis
Cacingan
Operasi
Gegar otak
Patah tulang
Reaksi obat

Umur
-

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Tidak ada anggota keluarga sakit seperti ini


Riwayat alergi dalam keluarga disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah anak pertama. Ayah penderita bekerja sebagai buruh dengan penghasilan ratarata Rp 1.300.000,00/bulan. Ibu penderita tidak bekerja. Jumlah tanggungan 2 orang. Biaya
pengobatan ditanggung oleh JKN BPJS. Kesan: sosial ekonomi cukup.
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 3 Agustus 2016 di poli anak :
a. Riwayat Pemeliharaan post-natal
Anak dibawa ke bidan untuk mendapatkan imunisasi, anak dalam keadaan
sehat.
b. Riwayat kontrasepsi
Ibu pasien tidak menggunakan KB
c. Riwayat Imunisasi
BCG

: 1x (usia 1 bulan), scar (+) di lengan kanan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia di puskesmas

d. Riwayat Makan dan Minum anak


0 sekarang : ASI semau anak 10x sehari @ 15-30 menit
Kesan : ASI ekslusif, kualitas cukup, dan kuantitas makanan cukup.
Seorang anak laki-laki, umur 1 bulan, Berat Badan (BB) : 4,5 kg, Panjang Badan (PB) :
55 cm, LK : 37 cm
Keadaan umum : sadar, aktif, rewel, tanda dehidrasi (-): gelisah (-), mata cekung (-/-),
air mata (+/+), tampak kehausan (-), nutrisi cukup.
Tanda vital

: Denyut jantung : 116 x / menit


Frekuensi nadi : reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 24x / menit, reguler
Suhu

: 36,5C axilla

Status Internus :
Kepala

: lingkar kepala 37 cm, mesosefal

Rambut

: warna hitam dan tidak mudah dicabut

Ubun-ubun besar : belum menutup, tidak cekung


Turgor

: kembali cepat

Mata

: cekung (-/-), air mata (+/+), konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)

Telinga

: nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan retroaurikuler (-/-), nyeri tarik (-/-)
discharge (-/-), serumen (-/-)

Hidung

: nafas cuping (-), discharge (-/-), mukosa hiperemis (-/-), choncha


hipertrofi (-/-)

Bibir

: sianosis (-), kering (-)

Mukosa

: sianosis (-), kering (-)

Mulut

: sianosis (-), kering (-)

Lidah

: kotor (-), hiperemis (-), tremor (-)

Gigi-geligi

: karies (-)

Tenggorok

: sulit dinilai

Leher

: pembesaran kelenjar getah bening (-/-)

Toraks

Pulmo
Inspeksi

: simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-).

Palpasi

: stem fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi

: sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi

: suara dasar

: vesikuler (+/+) normal

suara tambahan: wheezing (-/-), ronkhi (-/-), hantaran (-/-)

Vesikuler

Vesikuler

Vesikuler

Cor
Inspeksi

: iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: iktus kordis teraba di sela iga IV 2 cm medial linea medioclavicularis


sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar, thrill(-)

Perkusi

: konfigurasi jantung sulit dievaluasi

Auskultasi

: suara jantung I dan II normal, irama reguler, gallop (-), bising (-).

Abdomen

Inspeksi

: datar, venektasi (-).

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), turgor kulit kembali cepat <2 ,


Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba (S0)

Ekstremitas :

superior

inferior

Edema

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Petechiae

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

<2/<2

<2/<2

Waktu pengisian kapiler

Refleks fisiologis

+N/+N

+N/+N

Refleks patologis

-/-

-/-

normotonus

normotonus

Tonus
Genital

: laki-laki dalam batas normal, hiperemis (-), tak tampak kelainan


kongenital, fimosis (-)

Perianal

: ekskoriasi (+), hiperemis (-)

2.4. PEMERIKSAAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan.
2.5. DIAGNOSA KERJA
Diare cair akut tanpa tanda dehidrasi
DD/ Diare osmotik
DD/ Diare rotavirus
DD/ Intoleransi laktosa
Diare Sekretorik
DD/ Infeksi
- Bakterial
DD/ - ETEC
- Jamur
- Cholera

BAB IV
RENCANA PEMECAHAN MASALAH
Assessment: Diare cair akut tanpa tanda dehidrasi
DD/ Diare osmotik
DD/ diare rotavirus
DD/ Intoleransi laktosa
Diare Sekretorik
DD/ Infeksi
- Bakterial
DD/ - ETEC
- Jamur
- Cholera
Rencana diagnosis : Subjektif: Objektif
Rencana terapi

:-

: - Suplementasi Zinc 1 x 10 mg / 24 jam


- Oralit 50-100 cc / tiap mencret atau muntah

BAB V
MONITORING DAN EDUKASI
Rencana monitoring

- Pengawasan keadaan umum


- Frekuensi, jumlah, dan konsistensi feses

- Tanda dehidrasi: rewel, kehausan, tanda-tanda mata cekung, turgor kulit lambat, mulut
kering
- Tanda syok : akral dingin, pucat, nadi tak teraba
Rencana Edukasi

- Menjelaskan pada orang tua mengenai perlunya menjaga kebersihan diri dan alat-alat
makan atau minum dengan cara cuci tangan sebelum memberi makan anak, menggunakan
alat-alat makan yang sudah dicuci bersih dengan air bersih yang mengalir.
- Mengedukasi orang tua pasien mengenai cara pemberian oralit pada anak dan diberikan 50
100 cc tiap kali muntah/ mencret, diberikan satu sendok teh tiap 1-2 menit sampai habis,
jika anak muntah maka dihentikan, tunggu + 10 menit lalu dilanjutkan lagi tetapi lebih
lambat misalnya sesendok tiap 2-3 menit.
- Menjelaskan kepada keluarga mengenai tanda-tanda dehidrasi seperti rewel, kehausan,
mata cekung, menangis tidak keluar air mata, bibir kering. sehingga bila tampak tandatanda tersebut pada anaknya agar segera dibawa ke Rumah Sakit atau poliklinik terdekat.
- Selalu menggunakan air bersih dan air yang sudah dimasak matang untuk minum.
- Bila anak buang air besar harus segera dibersihkan dengan air dan ganti dengan celana
yang bersih, bila tinja mengotori perlak segera bersihkan dan ganti dengan perlak yang
bersih.
- Menjelaskan kepada orang tua bahwa tablet zinc harus dikonsumsi hingga 10-14 hari
sekalipun nantinya diare sudah sembuh agar pemulihan saluran cerna lebih cepat dan
mengurangi kekambuhan diare lagi di kemudian hari.
-Memberitahukan kepada Ibu pasien agar tetap ke posyandu setiap bulan untuk memantau
perkembangan dan pertumbuhan anak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Juffrie M, Mulyani NS. Modul Pelatihan Diare UKK Gastro-Hepatologi IDAI;2009


2. Sudigbia I. Pengantar Diare Akut Anak. Semarang: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; 1991: 1-63.

3. Subagyo B, Santoso NB. Diare Akut. In: Juffrie M, Soenarto Sri SY, Oswari Y, Arief S,
Rosalina I, Mulyani N, editors. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI, 2010; p. 87-115

4. Bambang S, Nurtjahjo BS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1: Diare Akut. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010; h.87-118.
5. Sinthamurniwaty. Faktor-faktor Risiko Kejadian Diare Akut pada Balita (Studi Kasus di
Kabupaten Semarang) [Tesis]. Semarang (Indonesia): Pascasarjana Universitas Diponegoro;
2006 [cited 2013, juli 28]
6. Febrika N. Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) pada Anak
Usia 0-24 Bulan dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Purwodadi
Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Tahun 2010 [Laporan Ilmiah]. Surakarta
(Indonesia): Universitas Muhammadiyah; 2010 [cited 2013 Jul 28].
7. Zulfiqar AB. Acute Gastroenteritis in Children. Dalam: Nelson Textbook of Pediatrics
Eighteenth Edition. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editor; 2008.
8. Guntur. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare Rotavirus Akut [Tesis}.
Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008.
9. Aisyah F. Hubungan Antara Pengetahuan dan Tindakan Ibu dalam Pencegahan Diare
dengan Kejadian Diare pada Anak Taman Kanak-kana di Wilayah Kerja Puskesmas
Medokan Ayu Surabaya [Skripsi]. Surabaya: Universitas Airlangga; 2009 [cited 2013 Jul
28]

Komentar/Feedback

Temanggung, 18 Agustus 2016

Mengetahui,
Pendamping Dokter Internship

Peserta

dr. Novelia Dian Trenggonowati


NIP. 19621104 199010 2001

dr. Nurul Safitri

Anda mungkin juga menyukai