Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN ILMU ANASTESI

REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

FEBRUARI 2016

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Novi Riyadhah Masum


1102100078
SUPERVISOR :
dr. Abdul Muthalib, Sp.An, M. Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK


BAGIAN ILMU ANASTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :
Nama

: Novi Riyadhah Masum

NIM

: 110 210 0078

Judul Referat

: Terapi Cairan dan Elektrolit

Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Anastesi.

Makassar,

Februari 2016

SUPERVISOR PEMBIMBING

dr. Abdul Muthalib, Sp.An, M. Kes

DAFTAR ISI
Sampul

.........................................................................................

Lembar Pengesahan

.........................................................................................

Daftar Isi

.........................................................................................

BAB I. Pendahuluan

.........................................................................................

BAB II. Pembahasan

.........................................................................................

II.1

Cairan Tubuh dan Elektrolit ............................................................................

II.2

Pergerakan Cairan Tubuh

............................................................................

12

II.3

Keseimbangan Cairan Tubuh dan Elektrolit ...................................................

13

II.4

Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

.......................................

14

II.5

Pemberian Terapi Cairan dan Elektrolit

......................................

20

II.6

Teknik Pemberian

.......................................................................................

24

II.7

Jenis Cairan

......................................................................................

24

BAB III. Penutup

......................................................................................

34

Daftar Pustaka

......................................................................................

35

BAB I
PENDAHULUAN
Sebagian besar tubuh manusia terdiri atas cairan. Jumlah cairan pada setiap individu
berbeda-beda tergantung usia dan jenis kelamin serta banyaknya lemak di dalam tubuh.
Melalui makanan dan minuman, tubuh mendapatkan air, elektrolit, serta nutrien-nutrien
lainnya. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang masuk setara dengan jumlah yang
keluar. Pengeluaran cairan dan elektrolit dari tubuh dapat berupa urin, tinja, keringat,dan uap
air pada saat bernapas.
Agar fungsi sel dapat berlangsung normal, komposisi cairan ini harus relative konstan.
Keseimbangan yang dinamis atau homeostasis dari air, elektrolit, dan keseimbangan asambasa dalam tubuh dipelihara melalui mekanisme faal kompleks yang melibatkan banyak
sistem tubuh. Gangguan volume cairan adalah suatu keadaan ketika individu beresiko
mengalami penurunan, peningkatan, atau perpindahan cepat dari satu kelainan cairan
intravaskuler, interstisial dan intraseluler. Keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko mengalami kelebihan cairan intraseluler atau interstisial. Dari pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa kebutuhan cairan sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup.1
Terapi cairan dibutuhkan bila tubuh tidak mampu memenuhi kebutuhan air, elektrolit
serta zat-zat makanan ke dalam tubuh secara oral misalnya pada saat pasien harus berpuasa
lama, karena pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia
berat, mual muntah dan lain-lain. Dengan terapi cairan kebutuhan akan air dan elektrolit akan
terpenuhi.
Tujuan pemberian cairan dan elektrolit adalah mengganti atau mempertahankan
volume cairan intravascular, interstisial, dan intraselular; mempertahankan keseimbangan air,
elektrolit, dan komponen darah; atau mempertahankan kadar protein darah. Selain itu
pemberian cairan juga bertujuan untuk mempertahankan beban pra-jantung (bebanpreload)
serta curah jantung (cardiac output). Dengan demikian, oksigenasi dan perfusi jaringan dapat
menjamin keseimbangan metabolisme sel.

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 CAIRAN TUBUH DAN ELEKTROLIT
Tubuh kita terdiri dari 2 komponen yakni cairan dan jaringan, dimana 40% dari berat
tubuh kita terdiri dari soft tissue dan60% dari berat tubuh kita adalah air. Cairan tubuh
dipisahkan oleh membran sel sehingga ada yang terdapat di dalam sel (intraseluler) yang
berjumlah 40% dan ada yang terdapat diluar sel (ekstraseluler) yang berjumlah 20%. Cairan
ekstraseluler terdiri atas cairan interstitial yaitu cairan yang berada di ruang antar sel
berjumlah 15% dan plasma darah yang hanya berjumlah 5%. Selain itu juga dikenal cairan
antar sel khusus disebut cairan transeluler misalnya, cairan cerebrospinal, cairan persendian,
cairan peritoneum, cairan pleura, dan lain-lain. Membran yang memisahkan kompartemen
tersebut bersifat permeabel terhadap air. Pergerakan cairan antar kompartemen ditentukan
oleh tekanan osmosis dari cairan tersebut. Pergerakan terjadi sampai osmolalitas cairan pada
masing-masing kompartemen menjadi sama. Osmolalitas dikontrol oleh intake cairan dan
regulasi eksresi air oleh ginjal. 1,2

Diagram 1. Distribusi Cairan Tubuh2

Cairan intraselular. Cairan yang terkandung di dalam sel disebut cairan intraselular.
Pada orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular
(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram),
sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.2
Cairan ekstraselular. Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular.
Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan
ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan
sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg. Cairan ekstraselular dibagi
menjadi: 2
1. Cairan Interstitial. Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial,
sekitar 11 - 12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
Relatif terhadap ukuran tubuh, dengan volume sekitar 2x lipat pada bayi baru lahir
dibandingkan orang dewasa.
2. Cairan Intravaskular. Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (misal
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5 6 L dimana 3 L nya
adalah plasma, sisanya ialah sel darah merah, sel darah putih dan platelet.
3. Cairan Transeluler. Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu
seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran
pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi
cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.
Elektrolit merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan
anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen). Cairan intraseluler
terutama mengandung elektrolit berupa ion-ion Kalium, Magnesium, dan Fosfat. Cairan
ekstraseluler mengandung terutama Natrium dan Klorida. Cairan interstitial dan plasma
keduanya merupakan cairan ekstraseluler, tetapi di dalam interstitial tidak mengandung
protein. Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama
maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak
mencerminkan komposisi cairan intraseluler.1,3

Gambar 1. Komposisi elektrolit kompartemen cairan tubuh (dalam mEq/liter) 3

a. Natrium (NA+).
Sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan didalam
mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter. Kadar natrium
dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah.
Kebutuhan natrium per hari pada orang dewasa adalah 2-4 mEq/kgBB. Ekresi natrium
dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan
setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).1
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke
dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare)
sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan
natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium
dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari
dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan
sirkulasi.1,3

Penatalaksanaan hipernatremia Perkiraan kehilangan air dapat diketahui dengan


pengukuran kadar Natrium plasma dan berat badan dengan rumus :
Defisit air = ( Na+ terukur / 140 x BB x 0,6 )
(BB x 0,6)

contoh kasus : seorang pasien laki laki umur 25 th, BB = 75 kg datang dengan keluhan
tangan selalu bergetar, riwayat menggunakan obat diuretik untuk mengurangi tekanan darah
yang dialami nya saat ini. Pemeriksaan elektrolit didapatkan kadar Natrium 170 mEq/L.
Penyelesaian : air tubuh sekarang : 0,6 x 75 kg = 45 L
Air tubuh yang dikehendaki : Na yang diukur x air tubuh sekarang/ Na serum = ( 170/140 x
0,6 x 75 ) = 54,6 L
Defisit air = 54,6 45 = 9,6 L
24 jam pertama = 4800 x 15/60 x 24 = 50 tetes/menit
24 jam kedua = 2400 x 15/60 x 24 = 25 tetes/menit
24 jam ketiga = 2400 x 15/60 x 24 = 25 tetes/menit
Setengah jumlah defisit cairan harus masuk dalam 24 jam pertama, dan sisa defisit dikoreksi
dalam 1 atau 2 hari untuk menghindari edema serebral. Cairan yang bisa diberikan adalah
dextrose 5 %, atau Nacl 0,45 %.
Bagi pasien dengan hipernatremia tanpa kekurangan volume (volume depletion)
diberikan glukosa 5%. Penyebab terbesar dari hipernatremia adalah hipovolemia dan
pemberian cairan intravena akan memperbaiki kadar elektrolit dan air. Cairan isotonik adalah
yang terpenting untuk mengatasi kekurangan cairan karena cairan ini menjadi relatif
hipotonik pada keadaan hipernatremia sehingga jumlah cairan juga terkoreksi. Terapi cairan
harus dilakukan dalam waktu 48-72 jam untuk mencegah edema serebral.
Penatalaksanaan keadaan akut hiponatremia ditangani secara emergensi dan perlu
intervensi cepat dengan larutan hipertonik. Terapi koreksi terhadap hiponatremia secara cepat
masih kontroversi sebab perubahan elektrolit tiba-tiba dapat menyebabkan myelinosis pontin
serebral sehingga rawan terjadi paralisis koma dan kematian. Hubungan antara sindrom ini
dengan peningkatan plasma natrium belum disepakati, hanya perlu diwaspadai. Kadar
8

natrium dalam plasma dikembalikan pada kisaran 125 mmol/L. Penentuan kadar natrium
berdasarkan rumus :
Na+ yang dibutuhkan = (Na+ yang diinginkan -Na+ terukur) x BB x 0,6
Contoh kasus : seorang pasien laki laki umur 25 th, BB = 46 kg datang dengan keluhan mual
dan muntah sejak 3 hari lalu, disertai keram-keram pada otot-ototnya. Pasien memiliki
penyakit ginjal saat ini, pemeriksaan Lab : Natrium 112 Meq/L.
Penyelesaian : Na yang dibutuhkan : (Na yang diinginkan Na terukur) x BB x 0,6
= (122-112) x 46 x 0,6= 276 mEq/L
500 ml Nacl 3% mengandung Natrium 513 mEq/L = 276 x 500/ 513 = 270 ml, 270 x 15/24 x
60 = 3 tetes/menit
Atau bisa menggunakan rumus : Na infus - Na serum/ TBW + 1
TBW : 0,6 x 46 = 27,6 L
513 112/ 27,6 +1= 14,02, jadi 1 L Nacl 3 % akan meningkatkan kadar Na sebesar 14,02
mEq/L
Masukan koreksi dalam 5 jam pertama 5 mEq/L= 5/14,02 L =0,356 , 356 ml, 356/5 : 71,2
ml/jam , atau 18 tetes/menit. Dan 19 jam kemudian, 356/19 = 18 ml/jam, Atau 5 tetes/menit.
Cairan yang bisa diberikan : Nacl 3 %, atau Nacl 5%.
Pada kondisi akut kurang dari 24 jam dan simptomatik, berikan terapi secara agresif. Jangan
naikan natrium> 12 mEq/ 24 jam. Jika kronis, terapi berlahan, kecepatan koreksi harus lambat
0,5 1 mEq/L/jam. Bisa memakai furosemid jika tipe hiponatremia hipervolemik.
b. Kalium (K+)
Merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di
dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar
53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah
kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar kalium plasma 3,5 - 5,0 mEq/liter,
kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.2
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler.
Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
9

Fungsi Kalium ialah merangsang saraf-otot, menghantarkan impuls listrik, pembentukan sel,
dll. Pada keadaan hypokalemia dapat menyebabkan keletihan otot, lemas, kembung, ileus
paralitik, gangguan irama jantung. 1,2
Untuk terapi hiperkalemia dapat diberikan satu di antara beberapa alternatif di bawah ini:
1. Kalsium glukonas 10 % 10 ml i.v, dapat diulang 2 kali dengan interval 5 menit, di
bolus perlahan selama 10 menit.
2. Glukosa 50 g ( 0.5- 1.0 g /kg ) ditambah insulin 10 unit ( 0.3 unit g /kg ) per syringe
pump. Atau 5 -10 unit insulin diberikan dengan 1 ampul dextrose 50% IV selama 5
menit.
3. Natrium bikarbonat 1.5-2.0 mmol/ kg iv diberi selama 30 menit.
Contoh kasus : pasien laki-laki umur 56 th BB 50 kg, datang dengan keluhan jantung
berdebar-debar sejak 2 hari lalu, pasien memiliki riwayat penyakit ginjal. Pemeriksaan
Laboratorium didapatkan hasil : Kalium 7,2 mEq/L.
Penyelesaian : kalium > 5,5 mEq/L

Hiperkalemia

Bolus Kalsium Glukonat 10% 10 ml IV selama 10 menit, pantau kadar kalium 4-6 jam
setelahnya, kemudian pasang EKG kontinyu.
Cairan infus yang dipakai Nacl 0,9%, atau dextrose 5%.
Pada kasus dengan hipokalemia gambaran klinis yang dpat ditemui adalah kelemahan
otot, arefleksia, hipotensi ortostatik, dan penurunan motilitas saluran cerna sehingga dapat
menyebabkan ileus. Untuk terapi ipokalemia dapat menggunakan rumus :
Kalium yang dibutuhkan = (4-kalium terukur) x BB x 0,25
Contoh kasus : pasien perempuan umur 45 th, BB 40 kg datang dengan keluhan lemah
pada otot-ototnya setelah 4 hari yang lalu mengalami diare, pasien juga mengeluhkan
pusing setelah duduk lalu berdiri, dari pemeriksaan Labaoratorium didapatkan kadar
Kalium 2,0 mEq/L.
Penyelesaian : (4-2) x 40 x 0,25 = 20 mEq/L. 1 flacon KCL mengandung 25 mEq/L
dalam 25 ml. Jadi 20 x 25 ml / 25 mEq/L = 20 ml KCL. Pantau kalium dalam 4-6 jam,
jika ada kelainan EKG, dianjurkan untuk memasang EKG kontinyu. Pemberian Kalium
melalui vena perifer harus diencerkan karena dapat mengakibatkan nyeri dan sklerosis
vena. Sebaiknya pengencerak kalium diberikan bersama dengan Nacl 0,9 %, jangan
10

diencerkan bersama dextrose 5 % karena akan menstimulasi pengeluaran insulin. Koreksi


hipokalemi juga dapat menggunakan skema berikut :
Hipokale
mi
>2,4 mEq/L tanpa
disertai kelaianan
EKG
K diberikan
dengan
Kecepatan 10
-20 mEq/L/jam

<2mEq/L
dengan
kelaianan EKG
K diberikan
dengan
Kecepatan 40
mEq/L/jam

Pantau Kalium
4-6 jam,
kontrol EKG

Gambar 1. Skema penatalaksanaan hipokalemia.5


c. Kalsium (Ca++).
Didapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat
faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya
tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar
paratiroid, tiroid, testis, ovarium, dan hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi
dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.2
d. Magnesium (Mg++).
Ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan +10 mg/hari.
Dikeluarkan lewat urine dan faeces.2
Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan
tidak bermuatan listrik , seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.2

11

Gambar 2. Susunan Kimia Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler2

II.2 PERGERAKAN CAIRAN


Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi sedangkan
mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme
transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang
memerlukan ATP.
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara: 1
1. Osmosis. Adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel
(permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih
tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air,
sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran
semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui
zat terlarut misalnya protein. Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L.
Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa
5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik
(akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.
12

2. Difusi Adalah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh
darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi
tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
3. Pompa Natrium Kalium. Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang
memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa
ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah
keadaan hiperosmolar di dalam sel.
II.3 KESEIMBANGAN CAIRAN TUBUH
Untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit agar berada dalam batasbatas normal maka tubuh akan melakukan mekanisme homeostatisnya. Fungsi ini dilakukan
oleh ginjal, adrenal, kelenjar hipofise, dan paru-paru.
Dengan makan dan minum tubuh kita mendapat air, elektrolit, karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan lain-lainnya. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang masuk
dan keluar lewat air kemih, tinja, keringat dan uap air pernafasan dapat diperkirakan seperti
pada tabel berikut:

Masukan (ml/24jam)
Tampak

Keluaran (ml/24jam)

Tidak

Tampak

Tampak

Tidak
Tampak

Minum

1200

Urine

1200

Makan

1000

Tinja

100

300

Keringat

800

Paru

400

1200

1300

Hasil
oksidasi

Total

1200

1300

Tabel 1. Jumlah masukan dan keluaran cairan dalam 24 jam.


Pengeluaran air melalui kulit dan paru akan meningkat pada keadaan berikut:

13

1. Pernafasan meningkat (hiperventilasi)


2. Demam (+ 12 % setiap kenaikan suhu 1o C)
3. Bekerja atau aktivitas yang meningkat.
4. Luka bakar.
5. Udara luar yang kering dan panas.
II.4 GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Di dalam tubuh seorang yang sehat volume cairan tubuh dan komponen kimia dari
cairan tubuh selalu berada dalam kondisi dan batas yang nyaman. Dalam kondisi normal
intake cairan sesuai dengan kehilangan cairan tubuh yang terjadi. Kondisi sakit dapat
menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus
dikendalikan berada di otak, sedangkan rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi
intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan darah,perdarahan
yang mengakibatkan penurunan volume darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi
bersama dengan sensasi haus walaupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan
segera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh tractus gastrointestinal.
Kekurangan cairan pada ruang intravaskular mengakibatkan perfusi menjadi tidak
baik dan oksigenasi jaringan tidak cukup. Berkurangnya volume cairan tersebut
mengakibatkan tekanan pada pembuluh darah menjadi berkurang. Parameter fisik yang
menunjukkan status perfusi adalah denyut jantung, intensitas pulsus, capillary refill time
(CRT), warna membran mukosa, dan temperatur rektal. Kebanyakan yang mengalami
kekurangan cairan intravaskular (perfusi jelek) juga mengalami kekurangan cairan
ekstravaskular. Sehingga cairan kristaloid harus diberikan secara simultan pada saat
pemberian koloid yang digunakan untuk memperbaiki kekurangan cairan intravaskular.1,3
Kekurangan cairan pada ruang ekstravaskular (interstisial dan intraselular)
menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi adalah kehilangan air tubuh yang sering diikuti oleh
kehilangan elektrolit dan perubahan keseimbangan asam-basa di dalam tubuh. Kehilangan air
dan elektrolit, terutama kehilangan natrium, akan mengancam kehidupan, karena natrium
berperan untuk mempertahankan tekanan osmotik plasma dan volume cairan yang
bersirkulasi.3
Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, antara
lain :2
14

a. Umur : Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan
berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anakanak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa.
Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan
fungsi ginjal atau jantung.
b. Iklim : Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya
rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat.
Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan
sampai dengan 5 L per hari.
c. Diet : Diet seseorang berpengaruh terhadap intake cairan dan elektrolit. Ketika intake
nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum
albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam
proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
d. Stress: Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan
glikogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila
berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
e. Kondisi Sakit : Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh, misalnya :
f. Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL. Penggantian
cairan yang ideal adalah dengan yang komposisinya terdekat dengan cairan yang hilang,
darah atau plasma. Untuk resusitasi inisial pada pasien dengan syok hipovolemik,
penggunaan larutan garam fisiologis atau ringer laktat adalah umum, tetapi harus diingat
bahwa cairan ini cepat keluar dari sirkulasi ke kompartemen lain. Plasma ekspander
memiliki berat molekul yng relatif tinggi sehingga dapat bertahan dalam pembuluh darah.
Larutan ini dapat digunakan pada perdarahan hebat untuk mengurang kebutuhan transfusi
darah, tetapi larutan ini tidak dapat mengaangkut oksigen. Pada perdarahan hebat transfusi
darah sangat penting.
g. Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh.
h. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake
cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
i. Tindakan Medis : Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.

15

j. Pengobatan : Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada


kondisi cairan dan elektrolit tubuh.
k. Pembedahan : Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama
pembedahan. Kehilangan bisa bersifat sensible atau insensible. Peningkatan insesible
losses dari kulit dan paru-paru mungkin akan menimbulkan manifestasi klinis berupa
demam atau hiperventilasi. Normal insesibel losses adalah 0,5/kgBB/jam untuk
peningkatan satu derajat temperatur.
Kehilangan cairan mungkin terjadi akibat tindakan seperti suction nasogastrik,
pemberian laksatif, dan obstruksi pada lumen usus. Walaupun komposisi cairan hasil sekresi
gastrointestinal bervariasi, tetapi penggantian cairan tetap menggunakan saline 0,9% dengan
13-26 mmol L-1 kalium dalam KCl. Jika kehilangan cairan banyak (>1000 ml perhari), maka
harus diambil sampel cairan yang cukup untuk kemudian dikirim ke laboratorium untuk
dilakukan analisis biokimia sehingga penggantian cairan dan elektrolit dapat menjadi lebih
rasional.
Kehilangan cairan dari tempat dilakukannya operasi merupakan penyebab tersering
hilangnya cairan pada pasien bedah. Cairan seperti plasma banyak terdapat disekitar daerah
luka,yang volumenya sesuai dengan tingkat keparahan trauma. Cairan ini biasanya disebut
third space loss karena cairan merembes kedaerah yang proses metabolismenya masih
normal. Walaupun demikian kehilangan cairan ini tidak mudah untuk dikenali, karena
rembesan cairan ini akan direabsorbsi dalam 48-72 jam.
Muntah dapat menyebakan tubuh kehilangan banyak air dan elektrolit dan dapat
menimbulkan dehidrasi yang mengancam kehidupan. Kehilangan cairan oleh muntah adalah
kehilangan asam klorida dapat menimbulkan alkalosis metabolik hipokloremi, gangguan
keseimbangan natrium dan air, hipokalemi. 1,2
Diare adalah penyebab utama kehilangan air dan elektrolit. Di samping menyebabkan
kehilangan natrium yang dapat menyebabkan hipovolemi, kehilangan air yang dapat
menyebabkan dehidrasi, diare juga mengakibatkan kehilangan bikarbonat sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya asidosis metabolik dan kehilangan K yang dapat menyebabkan
hipokalemi. Tubuh dapat mengkompensasi kehilangan banyak air dan elektrolit selama diare,
sepanjang pemasukan secara normal dapat dipertahankan. Jika pemasukan air dan pakan
terbatas, dehidrasi akan terjadi dengan cepat.4

16

Dehidrasi berarti kekurangan atau defisit air saja tetapi dalam praktek keadaan ini
hampir tidak pernah ditemukan, sebab setiap keadaan dehidrasi, selain kehilangan air juga
senantiasa disertai dengan kehilangan elektrolit utamanya ion natrium. Jadi dehidrasi berarti
defisit air dan elektrolit. Secara anatomis dehidrasi berarti defisit cairan ekstraseluler
utamanya cairan interstisiel yang pada gilirannya diikuti dengan berkurangnya cairan
intravaskuler. Oleh karena cairan interstisiel merupakan bantalan dari jaringan dan mukosa,
maka gejala yang menonjol akibat defisit cairan interstisiel adalah gangguan kulit dan
mukosa dengan gejala : turgor kulit yang jelek, mata cekung, ubun-ubun cekung (pada bayi
dan anak), mukosa bibir dan kornea kering. 3 Dehidrasi dibagi menjadi ringan, sedang, dan
berat. Kriteria yang dipakai untuk menentukan tingkat keparahan dehidrasi adalah:
1. Mild

: Kehilangan 4% berat badan (rata-rata 3 L pada 70 kg BB) terdapat

penurunan turgor kulit,mata cekung, mukosa kering.


2. Moderate

: Kehilangan 5-8% dari berat badan (rata-rata 4-6 L pada 70 kgBB)

terdapat oliguria,hipotensi orthostatik dan takikardia.


3. Severe

: Kehilangan cairan 8-12% (rata-rata 7 L pada 70 kgBB) ditemukan

oliguria dan sudah terdapat gangguan fungsi kardiovaskuler.


4. Syok

: kehilangan cairan lebih dari 12%, ditemukan gejala klinis akral

dingin, CRT > 2 detik, tekanan darah sistol < 90 mmHg, tekanan nadi < 20 mmHg,
oligouria sampai pada anuria.
Contoh kasus : seorang laki-laki 32 th masuk kerumah sakit dengan keluhan diare sejak 3
hari lalu, frekuensi 6 kali/hari, disertai mual dan muntah isi makanan dan cairan, frekuensi
5 kali sehari. Demam ada, suhu 38,0 C. Pasien malas untuk makan dan minum,BAK
lancar biasa kesan kurang. Dari pemeriksaan fisik didapatkan : BB 60 kg, tanda vital : TD
100/60 mmHg, Nadi 110 x/menit, Pernapasan 24 kali menit, mata cekung, bibir kering,
turgor kulit menurun. Pemeriksaan Lab : natrium 120 mEq/L. Prakiraan kehilangan cairan
6% dari berat badan. Diagnosis : Dehidrasi hipotonik derajat sedang.
Jawaban : kehilangan cairan = 6/100 x 60 = 3,6 Liter.
Kebutuhan Cairan Rumatan : 4 x 10 = 40
2 x 10 = 20
1 x 40 = 40, jumlahnya = 100 ml/jam, 2400 ml/hari.
Defisit cairan : dehidrasi sedang = 100 x 60 = 6000 ml
Kebutuhan Natrium = (130-120) x 60 x 0,6 = 360 mEq/L
17

Dalam Nacl 3 % = 360/513 x 500 = 350 ml


Kebutuhan total Cairan dalam 24 jam : 2400 + 6000 + 350 ml = 8750 ml
8 jam pertama setengah dari kebutuhan cairan harus terpenuhi : 4375 x 15/ 8 x 60 =
137 tetes/menit,
16 jam kedua setengah dari kebutuhan cairan, : 4375 x 15/ 16 x 60 = 68 tetes/menit.
cairan yang diberikan Nacl 0,45 % + dextrose 4%. Nacl 3 % 350 ml.
Selanjutnya, jika defisit cairan interstisiel diikuti dengan defisit cairan intravaskuler
maka gejala selain gangguan kulit dan mukosa juga disertai dengan gangguan hemodinamik .
Gejala gangguan hemodinamik berupa : hipotensi, takikardi, vena-vena mengkerut (kolaps),
capillary refilled time memanjang, oliguria, syok (renjatan).3
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan
organ-organ di dalam tubuh. Syok juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang
mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah yang
bersirkulasi secara efektif. Keadaan tubuh yang mengalami syok terjadi penurunan perfusi
jaringan, terhambatnya pengiriman oksigen, dan kekacauan metabolisme sel sehingga
produksi energi oleh sel tidak memadai. Apabila sel tidak dapat menghasilkan energi secara
adekuat, maka sel tidak akan berfungsi dengan baik sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan disfungsi dan kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat menimbulkan
kematian.4
Pada syok yang kurang parah, kompensasi tubuh dapat berupa peningkatan laju
jantung dan konstriksi pembuluh darah perifer (keduanya secara refleks), sehingga hal
tersebut dapat memelihara tahanan perifer dan aliran darah ke organ-organ vital. Ketika syok
bertambah parah, kompensasi ini akan gagal.4

18

Gambar 4. Derajat kehilangan darah pada syok hipovolemik.


Contoh kasus : pasien laki-laki umur 35 th dengan BB sekitar 50 kg, datang ke UGD
RS Salewangang Maros dengan perdarahan pada bagian paha kanan akibat kecelakaan motor
yang terjadi sekitar 2 jam yang lalu, tampak celana pasien dengan lumuran darah yang
banyak. Dari pemeriksaan fisis didapatkan GCS 13 TD 90/70 mmHg, Nadi 120 kali/menit,
Pernapasan 33 kali/menit, suhu axilla 36,4 C. Konjunctiva anemis, Akral dingin, pucat, CRT
4 detik. Dengan fraktur terbuka os femur dextra.
Penyelesaian :
Bebaskan jalan napas
O2 sungkup sederhana 6 LPM
Bebat tekan luka terbuka
Infus 2 line
EBV : 50 x 70 = 3500 ml
Dari pemeriksaan fisik dan tanda klinis kehilangan darah yang dialami pasien
diperkirakan sebanyak 2000 ml, jadi kehilangan darah sudah >40%, syok hipovolemik derajat
4. 2000 ml harus diganti dengan cepat, untuk cairan awal dapat kita berikan kristaloid, Nacl
0,9% atau RL 3:1 dengan jumlah perdarahan. Atau untuk awal bolus 1-2 liter kristaloid,
evaluasi tanda vital jika tidak ada perbaikan dapat diberikan cairan koloid dan transfusi darah.
Cairan koloid 1:1 dengan jumlah kehilangan darah . aplikasi pada pasien ini dapat kita
berikan 6 kolf kristoloid dan 2 kolf koloid misal HES. Transfusi darah diberikan jika HB < 8

19

g/dl atau dengan terapi cairan masih belum memberikan respon yang adekuat, misal saturasi
O2, Tekanan Darah, Nadi dan urin output.
Rumus transfusi darah : (Hb yang diinginkan-Hb sekarang) x BB x 3
Misal Hb pasien 5 g/dl. Maka :(8-5) x 50 x 3= 450 ml , 1 bag PRC 250 ml jadi
dibutuhkan 2 bag PRC.
II.5 PEMBERIAN TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batasbatas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)
secara intravena.4
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan
sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan
yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.

Diagram 2. Tujuan Terapi Cairan3

Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh
atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya
pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian
infus Normal Salin , Ringer Asetat, atau Ringer Laktat sebanyak 20 ml/kgBB selama 30 60
menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2 3 L dalam 10 menit.
Pemberian larutan plasma ekspander dapat dilakukan pada luka bakar, syok
hemoragik, syok kardiogenik. Koloid dapat berupa gelatin (hemaksel, gelafunin, gelafusin),
polimer dextrose (dextran 40, dextran 70), atau turunan kanji (hes,ekspafusin). Hal yang perlu
diperhatikan dalam resusitasi cairan adalah : monitoring ketat sangat diperlukan pada 24 jam
20

pertama untuk mengetahui apakah resusitasi cairan yang dilakukan cukup atau tidak. Tekanan
darah, nadi, dan terutama produksi urine (0,5 1 ml/kgBB/jam) merupakan parameter yang
obyektif.1,3
Terapi cairan rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.
Terapi cairan rumatan diberikan dengan kecepatan 80ml/jam. Orang dewasa rata-rata
membutuhkan cairan 30-50 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/hari dan
K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat
pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru
atau dikenal dengan insensible water losses.
Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu:
a. 4ml/kg/jam untuk 10 kg pertama.
b. 2ml/kg/jam untuk 10 kg kedua.
c. 1ml/kg/jam tambahan untuk sisa berat badan.
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat
atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga
mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran + salin, Ringers dextrose, dll.
Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi
cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga
dextrose tidak berperan dalam hipovolemi.1
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena kadar
yang berlebihan atau kekurangan akan menimbulkan efek samping. Umumnya infus
konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KAEN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.1
Pada penderita yang menjalani operasi, baik karena penyakitnya itu atau karena adanya
pembedahan, terjadi perubahan-perubahan fisiologis tubuh antara lain :
1. Peningkatan rangsang simpatis, yang menimbulkan peninggian sekresi katekolamin
dan menyebabkan takikardia, konstriksi pembuluh darah, peninggian kadar gula darah
yang berlansung 2-3 hari.
2. Rangsang terhadap kelenjer hipofise :
a. Bagian anterior : menimbulkan sekresi growth hormon yang mengakibatkan
kenaikan kadar gula darah, dan sekresi ACTH yang merangsang kelenjer
adrenal untuk mengeluarkan aldosteron.

21

b. Bagian posterior

: menimbulkan sekresi ADH yang mengakibatkan retensi

air.
3. Peningkatan sekresi aldosteron karena :
a. stimulasi ACTH
b. berkurangnya volume ekstraseluler
keadaan ini berlangsung selama 2-4 hari
4. Terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dan kalori karena peningkatan metabolisme.
Prinsip yang paling penting dari terapi cairan adalah volume dan komposisi cairan
yang diberikan harus mendekati cairan tubuh yang hilang. Kehilaangan akut (seperti pada
perdarahan) harus diganti dengan segera, sementara pada kehilangan cairan kronis (sepert
pada dehidrasi dan malnutrisi) lebih banyak faktor yang harus diperhatikan karena infus
yang cepat dapat menyebabkan gagal jantung yang fatal.
1.

Penatalaksanaan pra bedah


Kebutuhan cairan basal (rutin, rumatan) pada seseorang adalah sesuai dengan aturan
Holiday Segar sistem 4-2-1 pada anak-anak, dan kebutuhan cairan 30-50 ml/kgBB pada
orang dewasa. Kebutuhan natrium (1,5 mEq/kgBB/hari) dilarutkan dalam 2,64 L kebutuhan
cairan sehari-hari, demikian juga kebutuhan kalium sebesar 100 mEq/kgBb/hari. Walau
demikian konsentrasi kalium harus dibatasi bila cairan akan diberikan secara intravena
melalui kapiler karena iritasi kimia dapat terjadi karena konsentrasi kalium yang tinggi.
Banyaknya glukosa yang diperlukan otak dan sel darah merah sedikitnya 2 mg/kgBB/menit.
Bila karbohidrat tidak tersedia, gikogenolisis dan glukoneogenesisi dari asam amino
menyediakan glukosa yang dibutuhkan, tetapi meningkatkan katabolisma protein.
Dapat pula ditemukan gangguan air dan elektrolit karena pemasukan yang kurang,
muntah, pengisapan isi lambung, fistula enterokutan, atau adanya penumpukan cairan pada
rongga ketiga misalnya pada peritonitis, ileus obstruksi. Defisit cairan ekstraseluler yang
terjadi dapat diduga dengan berat ringannya dehidrasi yang terjadi. Untuk mengatasi
keadaan ini digunakan cairan elektrolit (NaCl 0,9% atau ringer laktat).
Cara pemberian 1 jam pertama 40 ml/kgBB selanjutnya kecepatan pemberian
diturunkan sesuai dengan keadaan kardiovaskular. Tanda rehidrasi telah tercapai dengan
adanya prodoksi urin 0,5-1 ml/kgBB/jam.

22

2.

Penatalaksanaan selama pembedahan


Pada pemberian cairan selama pembedahan harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Kekurangan cairan pra bedah
2. Kebutuhan untuk pemeliharaan
3. Bertambahnya insensibel loss karena suhu kamar bedah yang tinggi dan hiperventilasi
4. Terjadinya translokasi cairan pada daerah operasi ke dalam ruang ketiga dan intersisial
5. Terjadinya perdarahan
Defisit cairan karena puasa, setengahnya diberikan pada 1 jam pertama,
seperempatnya pada jam kedua, dan seperempatnya lagi pada jam ketiga. Banyaknya air
yang hilang karena translokasi selama pembedahan tergantung dari jenis operasinya.
a. Operasi

dengan

trauma

minimal

(misalnya

operasi

plastik)

kebutuhan

pemeliharaannya 4 ml/kgBb/jam
b. Operasi dengan trauma sedang (operasi ekstremitas, appendektomi tanpa peritonitis)
kebutuhan pemeliharaanya 6 ml/kgBb/jam
c. Operasi dengan trauma besar (reseksi usus, radikal mastektomi) kebutuhan
pemeliharaanya 8 ml/kgBb/jam
Pada prinsipnya kecepatan pemberian cairan selama pembedahan adalah dapat
menjamin tekanan darah stabil tanpa menggunakan obat vasokonstriktor dengan produksi
urin 0,5-1 ml/kgBb/jam.
Perdarahan pada pembedahan tidak selalu perlu transfusi. Untuk perdarahan dibawah
20% dari volume darah total pada dewasa cukup diganti dengan cairan infusyang komposisi
elektrolitnya kira-kira sama dengan komposisi elektrolit serummisalnya dengan ringer
laktat atau riner asetat. Untuk bayi dan anak perdarahan diatas 10% volume darah baru
diperlukan transfusi dimana :
1. volume darah bayi dan anak 80 ml/kgBB
2. volume darah dewasa pria 75 ml/kgBB
3. volume darah dewasa wanita 70 ml/kgBB
3. Penatalaksanaan pascabedah
Pengaruh hormonal yang masih menetap beberapa hari pasca bedah dan
mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit tubuh harus diperhatikandalam
23

menentukan terapi cairan tersebut. Bila penderita sudah dapat atau boleh minum harus
secepatnya diberikan peroral. Apabila penderita tidak dapat atau tidak boleh peroral maka
pemberian secara parenteral diteruskan. Air diberikan sesuai dengan pengeluaran yang
ada (urin dan insensibel loss). Masuknya kembali cairan dari ruang ketiga dan intersisial
ke dalam cairan ekstrasel yang berfungsi terjadi secara bertahap dalam 5-6 haridan pada
penderita tanpa gangguan fungsi jantung atau ginjal, hal ini tidak mempengaruhi
keseimbangan air dan elektrolit.
II.6 TEKNIK PEMBERIAN
Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu singkat dapat digunakan pembuluh vena
di punggung tangan, sekitar pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah cubiti. Pada anak
kecil dan bayi sering digunakan daerah punggung kai, depan mata kaki dalam, atau di kepala.
Pada bayi baru lahir dapat digunakan vena umbilikalis.
Penggunaan jarum antikarat atau kateter plastik trombogenik pada vena perifer
biasanya perlu diganti setiap 1-3 hari untuk menghindari infeksi dan macetnya tetesan.
II.7 JENIS CAIRAN
Cairan Hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka
cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel
yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci
darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi)
dengan ketoasidosis diabetik.1

24

Gambar 6. Distribusi volume cairan hipotonik


Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam
pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa
2,5%.1
Cairan Isotonik
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari
komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien
yang mengalamihipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus
menurun). Memiliki risikoterjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit
gagal jantung kongestif danhipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan
normal saline/larutan garamfisiologis (NaCl 0,9%).1

Gambar 7. Distribusi volume cairan isotonik

25

Cairan Hipertonik
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan
elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan
darah, meningkatkanproduksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairanhipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose
5%+Ringer-Lactate, Dextrose5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

Gambar 8.

Gambar 9.

Gambar 8.9.10. distribusi cairan hipertonik alami dan sintetik.


Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:1
1. Kristaloid
Larutan kristaloid adalah bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah
volume cairan (volume expanders) kedalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat,
dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Larutan air dengan elektrolit
dan atau dextrose, tidak mengandung molekul besar, diameter kurang dari 1nm. Kristaloid
dalam waktu singkat sebagian besar akan keluar dari intravaskuler, sehingga volume yang

26

diberikan harus lebih banyak (3-4 kali) dari volume darah yang hilang. Cairan ini
mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). 2,5
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap
pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok
anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila
diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti
pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. 2,5
Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit. Ekspansi
cairan dari ruang intravaskuler ke interstitial berlangsung selama 30 60 menit sesudah
infus dan akan keluar dalam 24 48 jam sebagai urine. Secara umum kristaloid
digunakan untuk meningkatkan volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan
intrasel.2,5
Cairan kristaloid adalah larutan berbahan dasar air dengan molekul kecil sehingga
membran kapiler permeabel terhadap cairan tersebut. Cairan kristaloid dapat mengganti
dan mempertahankan volume cairan ekstraselular. Oleh karena 75 80% cairan kristaloid
yang diberikan secara IV menuju ruang ekstravaskular dalam satu jam, maka cairan
kristaloid sangat diperlukan untuk rehidrasi interstisial. Karena perbedaan sifat antara
koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel
dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit
cairan di ruang interstitiel. 2,5
Konsentrasi natrium dan glukosa pada kristaloid menentukan osmolalitas larutan.
Pada kebanyakan situasi kritis, cairan kristaloid isotonis pengganti elektrolit yang
seimbang, seperti cairan Ringer laktat, digunakan untuk mengganti elektrolit dan buffer
pada konsentrasi khas cairan ekstraseluler. Larutan Ringer Laktat merupakan
cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan
walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami
metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering
digunakan adalah NaCl 0,9% tetapi tidak seimbang dalam hal elektrolit dan buffer.
tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik
(delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat
plasma akibat peningkatan klorida. 5

27

Cairan kristaliod dalam volume besar yang diberikan dengan cepat secara IV
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik intravascular dan penurunan COP dengan
cepat. Hal tersebut mengakibatkan ekstravasasi ke interstisial.5

Tabel 2. Komposisi Cairan Kristaloid2

Pada suatu penelitian (Heugman et al - 1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam


jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema
perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan
luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Menurut penelitian lainnya
(Mills dkk -1967) ditemukan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan
timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat
menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intracranial.2
a. Ringers Lactate (RL)
Merupakan cairan paling siologisjika diperlukan volume besar. Banyak
digunakan sebagai terapi cairan pengganti (resusitasi atau replacement therapy),
misalnya pada : syok hipovolemik, diare, trauma dan luka bakar. Laktat dalam RL
akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk memperbaiki keadaan, misal
asidosis metabolik.Kalium dalam RL tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari, apalagi
untuk kasus desit kalium.Tidak mengandung glukosa, sehingga sebagai cairan
rumatan (maintenance) harus ditambah glukosa untuk mencegah ketosis. Pemberian
maksimal 2000 ml per hari.
b. NaCl 0,9 % ( Normal saline)
28

Pemberian maksimal 1500 ml per hari. Dipakai sebagai cairan resusitasi


(replacement therapy ), terutama pada kasus:
1. Kadar Na+ rendah.
2. Jika RL tidak cocok (alkalosis, retensi K+).
3. Cairan terpilih untuk trauma kepala.
4. Untuk mengencerkan eritosit sebelum transfusi.
Mempunyai kekurangan:
1. Tidak mengandung HCO3
2. Tidak mengandung K+
3. Kadar Na+ dan Cl relatif tinggi, sehingga dapat terjadi asidosis hiperkloremia,
asidosis dilusional, dan hipernatremia
c. Dekstrosa 5 %
Dipergunakan sebagai cairan rumatan (maintenance) pada pasien dengan
pembatasan asupan natrium atau sebagai cairan pengganti pada pure water decit.
Penggunaan perioperative :
1. Berlangsungnya metabolisme.
2. Menyediakan kebutuhan air.
3. Mencegah hipoglikemi.
4. Mempertahankan protein yang ada ; dibutuhkan minimal 100g karbohidrat
untuk mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh.
5. Menurunkan kadar asam lemak bebas dan keton.
6. Mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200 g karbohidrat.
Dekstrosa 5 % tidak boleh diberikan pada pasien trauma kepala (neuro-trauma)
karena dekstrosa dan air akan berpindah secara bebas kedalam sel otak. Di dalam sel
otak (intraseluler), dekstrosa akan dimetabolisme yang akan menyebabkan edema
otak.
2. Koloid
Golongan Koloid ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak
akan keluar dari membrane kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka
sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute
atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai
berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung
bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler, diameter 1 100
29

nm. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama
pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat
dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar). 2,5

Tabel 3. Cairan Koloid2

Secara umum koloid dipergunakan untuk:


1. Resusitasi cairan pada penderita dengan defisit cairan berat (syok hemoragik)
sebelum transfusi tersedia.
2. Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat, misalnya pada luka bakar.
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match. Berdasarkan
pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:1
a. Koloid alami.

30

Fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan
cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh virus
hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%)
juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali terdapat
dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian
infus dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.
b. Koloid Sintesis.
Tidak mempunyai sifat-sifat seperti albumin dalam hal efek onkotik menetap
ataupun sebagai alat pengangkut hormone, obat-obatan, asam lemak, bilirubin, logam,
enzim, dll.
Pengganti plasma sintetik yang ideal sebaiknya :
1. Iso-onkotik-isotonik.
2. Memiliki efek volume yang sedang dan dapat diperkirakan waktu paruhnya dalam
intravascular.
3. Tidak meningkatkan viskositas plasma.
4. Dapat diekskresikan ginjal atau dipecah dengan cepat tanpa penyimpanan intrasel.
5. Tidak memiliki aktivitas farmakologis yang merugikan selain efek volume.
6. Tidak memiliki efek samping atau infeksi tertentu.
7. Tidak mahal dan dapat disimpan dalam suhu ruangan untuk jangka panjang.
Efek yang tidak disukai pada pemakaian koloid ialah resiko terjadinya reaksi
alergi dan anafilaksis ; menetap dijaringan dan metabolism yang tidak lengkap ; efek
pada hemostatic ; gagal ginjal akut ; masalah pada waktu cross match, kelebihan
(overload) volume.1
Saat ini terdapat larutan koloid sintetik berupa dextran, hidrosietilstarches HES
dan gelatin. Biasanya larutan koloid ini dilarutkan dalam larutan isotonic 0,9%, tapi
dapat pula dalam larutan hipotonik, hypertonik, atau balans larutan elektrolit isotonic.1
Dextran. Merupakan glukopolisakarida netral dengan BM yang tinggi.
Berasal dari sukrosa eksraselular dan dihasilkan secaraenzimatik oleh bakteri
Leukonostok mesenteroides atau dextranicum, yang enjadi katalisator ikatan 1,6glikosidik monomer glukosa.1

31

Segera setelah diinfuskan, sebagian besar molekul dekstran dengan BM


<50.000

Da

akan

diekskresikan

ginjal.

Sisanya

disimpan

dalam

system

retikuloendotelial dan dipecah perlahan menjadi CO2 dan air.1


Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000. Walaupun Dextran 70 merupakan
volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40
mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan
kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang
dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan
fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20
ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran
40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat
dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.1,3
Hydroxylethyl Starch (Heta starch).Bahan dasar pembentuk HES adalah
amilopektin, polimer glukosa dengan banyak cabang, diperoleh dari lilin jagung atau
tepung kentang. Struktur yang banyak cabang ini membuat HES sebagai sintetik
pertama dengan konfigurasi globular yang mirip dengan koloid albumin alami. HES
memiliki viskositas yang jauh lebih rendah daripada dextran atau gelatin, tetapi tidak
serendah viskositas albumin.1
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500
ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari
dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase (jarang). Low
molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan
berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang
besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggukoagulasi maka Penta
starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.1,3
Keuntungan HES :
1. Menyumpal kebocoran ( sealing effect )
2. Memiliki efek antiinamasi, dengan cara menghambat produksi
mediator inamasi NF-Kappa , sehingga dapat digunakan pada
kasus inamasi (sepsis )
32

Gelatin. Diperoleh dari kolagen sapi dan disediakan dalam larutan


polidispersif setelah melalui berbagai modifikasi kimia. Proses denaturasi dan
hidroksilasi kolagen alam menghasilkan fraksi polipeptida. Sediaan gelatinyang ada
mengandung baik oksipoligelatin, poligelin (polipeptida polymerase yang berikatan
dengan urea) atau gelatin polisuksinat. Suksinilasi menimbulkan pelebaran struktur
molekul, yang pada akhirnya akan meningkatkan efek volume bila dibandingkan
gelatin yang tidak disuksinilasikan dengan masssa molekul yang sama.1,3
Gelatin merupakan larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan
berat molekul rata-rata 30.000 - 35.000 D. Efek volume (70-80%) dan durasi ekspansi
volume (2 3 jam) terbatas dan tidak dapat dibandingkan dengan dekstran atau HES.
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat. Walaupun
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan urea linked
gelatin.3
Dari tabel berikut dapat dilihat perbedaan antara kristaloid dan koloid.

Keuntungan

Kerugian

Kristaloid

Koloid

Murah
volume intravaskular
Dipilih untuk penanganan
awal resusitasi cairan pada
trauma atau perdarahan
Mengisi
volume
intravaskular dengan cepat
Mengisi kekosongan ruang
ke-3
Menurunkan tekanan
osmotik

Bertahan
lebih
lama
di
intravaskular
Mempertahankan tekanan onkotik
plasma
Memerlukan volume yang lebih
sedikit
Edema perifer minimal
Menurunkan TIK

Mahal
Dapat menimbulkan koagulopati
Pada kebocoran kapiler, cairan
Menimbulkan edema perifer
pindah ke interstitial
Kejadian edema pulmonal Mengencerkan faktor pembekuan
meningkat
dan trombosit
Memerlukan volume yang adhesiv trombosit
lebih banyak
Bisa menimbulkan reaksi
Efeknya sementara
anafilaktik dengan dekstran

Dapat menyumbat tubulus renal


dan RES di hepar
Tabel 4. Perbandingan keuntungan dan kerugian cairan kristaloid dan koloid.

33

BAB III
PENUTUP
Tubuh mengandung 60% air dari total berat tubuhnya. Cairan tubuh didalamnya
terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel, sehingga
amat penting dalam menunjang kehidupan.Terapi cairan dan elektrolit ialah tindakan untuk
memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas batas fisiologis dengan cairan infus
kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena.

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Dobson Michael,dan dharma aji. Terapi Cairan. Penuntun Praktis Anastesi. Jakarta :
published by the World Health Organization.
2. Pt Otsuka Indonesia. Pedoman Cairan Infus. Edisi Revisi VII. 2007
3. Dewangga Ario, Vicky Sumarki Budipramana. Kebutuhan Optimal Cairan Ringer Laktat
untuk Resusitasi Terbatas (Permissive Hypotension) pada Syok Perdarahan Berat yang
Menimbulkan Kenaikan Laktat Darah Paling Minimal The Optimum Need of Ringer
Lactat Fluid for Limited Resusitation (Permissive Hypotension) in Heavy Bleeding Shock
wich Causes the Most Minimum Increase of Blood Lactate. Journal of Emergency.
Departemen/SMF Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Airlangga/RSUD Dr. Soetomo
Surabaya : Vol. 1. No. 1 Desember 2011.
4. Kolecki, Paul.MD. Shock Hypovolemic. 2005. www.emedicine.com en.erg/topic532.htm
5. Graber A mark. Terapi Cairan, elektrolit dan metabolik. Edisis 3. 2010.

35

Anda mungkin juga menyukai