Anda di halaman 1dari 5

Paresthesia adalah salah satu jenis nyeri neuropatik yang timbul sebagai sensasi spontan maupun

sensasi abnormal. Permasalahan nya adalah anomali parastesi yang bisa terjadi di mana saja di
sepanjang jalan sensorik saraf perifer hingga korteks sensorik. Paresthesia sering digambarkan
sebagai nyeri atau sensasai seperti ditusuk tusuk jarum.
Paresthesia jenis tertentu dapat dilihat pada sistem saraf pusat (SSP) sebagai bentuk : kejang
fokal sensorik dengan lesi kortikal, nyeri spontan pada sindrom

talamus, atau munculnya

paresthesia bawah bagian punggung atau lengan selama leher fleksi (Lhermitte) pada pasien
dengan multiple sclerosis (MS) atau gangguan servikal sumsum tulang belakang. Tingkat cedera
tulang belakang dapat menyebabkan munculnya sensasi seperti diikat, kesadaran yang berubah
samar-samar pada sensasi sekitar perut. kerusakan akar saraf atau lesi perifer yang terisolasi
dapat menyebabkan paresthesia, namun parestesia paling intens dan mengganggu disebabkan
oleh beberapa neuropati perifer simetris (Polineuropati).

Paresthesia bisa bersifat sementara (setelah kaki ditekuk) dan tidak terkait dengan kelainan
neurologis; Namun, jika paresthesia tidak bersifat sementara, adanya sistem sensorik abnormal
harus dipertimbangkan.

PATOFISIOLOGI PARASTESI

Eksperimen microneurografi pada manusia telah menunjukkan bahwa paresthesia merupakan


hasil aktivitas menyimpang dari neuron mechanosensitive, tetapi sedikit yang diketahui tentang
mekanisme molekuler yang mendasari sensasi yang abnormal ini. Hydroxy-sanshool (sanshool),
yang merupakan tanaman alami alkalymide mampu menginduksi mati rasa dan parestesia kuat
pada manusia,

digunakan untuk memberikan informasi tentang mekanisme seluler dan

molekuler yang mendasari parestesia. Hampir 52% dari neuron pada akar ganglion dorsal sangat
sensitif dengan pemberian sanshool secara in vitro (pelebaran diameter, mengaktifkan
mekanoreseptor terhadap sentuhan cahaya). Saraf lingual, dan neuron dari tanduk dorsal
mengkonfirmasi bahwa sanshool tidak mengaktifkan reseptor sentuhan cahaya. Menariknya,

ditemukan bahwa sanshool mungkin membedakan antara subtipe serat mechanosensitive.


Penggunaan saraf kulit-saphena untuk mengkonfirmasi serabut saraf aferen primer secara ex
vivo menunjukkan bahwa sanshool mesensitasi subtipe mechanoreceptors spesifik pada kulit.
Sanshool secara potensial mengaktivasi semua serat rambut D-ultrasensitif dan, pada tingkat
lebih rendah, populasi unik serat AB yang sensitive terhadap tekanan dan serat C kecepatan
konduksi rendah. Dalam semua jenis serat, sanshool meningkatkan potensial penyebaran,
mengingatkan pada aktivitas serat bermielin yang diamtai dari subyek manusia yang mengalami
parestesia. Selain itu, sanshool yang menimbulkan perilaku menghindari, berbeda dari yang
membangkitkan perilaku nyeri dan konsisten dengan aktivasi kuat dari mechanoreceptors
ambang rendah. Selain itu, telah dibuktikan bahwa sanshool adalah alat yang berharga untuk
menggambarkan fungsi subtipe neuron mechanosensitive. Dengan demikian, sebagian besar
serat yang diaktifkan oleh sanshool adalah neuron AB dan neuron rambut-D yang terlibat dalam
mendeteksi sentuhan cahaya daripada rangsangan berbahaya.
Namun, ada bagian dari serat C yang memberikan respon terhadap sanshool. Dalam kumpulan
serat, sanshool menimbulkan pola penyebaran potensial aksi. Penyebaran yang paling umum
terjadi di antara serat C dan rambut serat D-sanshoolsensitive, terjadi pada 73 dan 26% pada
serat yang sensitif terhadap sanshool. Serat AB besar yang termyelinisasi kurang emnunjukkan
penyebaran karena hanya satu serat RA-AB yang terangsang, dan tidak ada serat SA-AB yang
terangsang. Menariknya, adaptasi cepat terjadi pada serat rambut-D dan adaptasi lambat pada
serat C yang ditunjukkan dengan pola penyebaran yang memisah
Aaptasi cepat serat rambut D (dan serat AD- AB) dalam menyebarkan potensial aksi secara cepat
dan dengan interval pendek, sementara adaptasi lambat pada serat C serat memiliki durasi yang
lebih lama dalam menyebarkan potensial aksi. Akibatnya, rata-rata jumlah potensial aksi per
meledak jauh lebih tinggi dalam serat C daripada serat D atau serat AD-AB. Sanshool adalah
agen farmakologis pertama kali yang dapat membedakan antara himpunan bagian dari neuron
mechanosensory yang sering menyebabkan kesemutan paresthesia pada pasien. Di antara serat
A, hampir semua serat aferen D penuh dengan rangsangan sanshool yang, saat nosisptor
adrenomedulin (AM) tidak sensitif dalam merespon. Serat rambut-D aferen adalah yang paling

sensitif dari semua mechanoreceptors, dengan batas mekanik rendah serat rambut D-rambut juga
terlibat dalam neuropati diabetes perifer, yang sering menyebabkan parestesia pada pasien

Sanshool activates rapidly adapting mylinated more better than slowly adapting
fibers. Spontaneous activity in rapidly adapting myelinated fibers has been
implicated in both injury- and disease-evoked paresthesia, as well as in post
ischemic paresthesia; however, the exact neuronal subtypes that mediate tingling
paresthesia have not been characterize. A subset of slowly adapting A fibers also
responded to sanshool, two findings support the idea that the sanshool-sensitive
slowly adapting A fibers are SA-II type skin stretch sensors. First, the proportion of
sanshool-sensitive slowly adapting A fibers (36%) is consistent with the proportion
of SA-II type skin stretch sensors. Second, the sanshool-sensitive SA- A fibers were
approximately fivefold less sensitive to sustained force than the sanshoolinsensitive population. Sanshool activated a unique subset of C fibers that has an
intrinsically slower conduction velocity than other C fibers. Previous studies of
tingling paresthesia in humans have failed to report aberrant activity of A or C
fibers. However, this may be attributable to technical difficulties in recording from
patients experiencing tingling paresthesia.
Sansol mengaktivasi secara cepat serat yang termyelinisasi dengan lebih baik
daripada serat yang mengadaptasi secara lambat. Aktivitas spontan pada serat
bermielin yang beradaptasi cepat, telah diimplikasikan pada kerusakan jaringan dan
penyakit yang ditimbulkan oleh paresthesia, seperti pada post parastesia iskemik,
namun subtype neron yang memediasi parastesia belum teridentifikasi. Sebuah
kelompok serat A yang beradaptasi lambat juga berespon terhadap sanshool., dua
penemuan mensupport gagasan bahwa serabut A yang memiliki sensitivitas lambat
terhadap sanshool adalah tipe SA-II sensor regang kulit
Knowing that sanshool elicits tingling paresthesia through selective activation of
mechanosensitive somatosensory neurons. Also, sanshool consumption fails to elicit
the nocifensive responses of nose rubbing and wiping that are commonly observed
after consumption of capsaicin or mustard oil (our unpublished observations). Thus,
sanshool evoked behaviors is more likely to be resulted from tingling paresthesia
rather than painful irritation and this is consistent with the activation pattern of A
and A fibers by sanshool, as well as with results from human psychophysical
studies demonstrating that sanshool does not elicit pain sensations. Although
sanshool also activates a subset of C fibers, it is unclear whether these C fibers
actually transmit pain signals. Several studies have demonstrated the existence of
C fibers that transmit information other than pain, such as the study by who
demonstrates the existence of unmyelinated C fibers that code for pleasant touch
sensations in humans. In addition, C fibers that transmit sensations of brushing and
itch have also been reported. Specific labeling of neurons that express a massrelated Gprotein- coupled receptor, MrgprB4, revealed a unique subpopulation of C
fibers that specifically innervate the skin but not the viscera. These fibers are
hypothesized to function as touch receptors rather than nociceptors.
Common among all subtypes of sanshool-sensitive fibers is the presence of action
potential bursting, which we observed in 29% of fibers. Bursting is also associated
with tingling paresthesia. Microelectrode recordings show robust bursting of sensory
afferents in normal human subjects experiencing tingling paresthesia. Neuronal
recordings from patients suffering from activity-dependent tingling paresthesia
showed that robust bursting of myelinated, rapidly adapting mechanoreceptors

increased with the degree of paresthesia. Also, it was found in a rat models of
diabetic neuropathy, robust bursting of medium-diameter fibers increased in
diabetic neurons compared with wild-type neurons. Bursting is exhibited by many
neurons within the CNS, as well as some peripheral neurons. In the peripheral
nervous system, bursting has been described in trigeminal afferents in the
brainstem that are thought to play a key role in the central pattern generator circuit
regulating mastication in rodents.
In addition, neuronal recordings from patients suffering from activity-dependent
tingling paresthesia showed robust bursting of myelinated, rapidly adapting
mechanoreceptors that increased with the degree of paresthesia. Finally, in rat
models of diabetic neuropathy, robust bursting of medium-diameter fibers increased
in diabetic neurons compared with wild-type neurons. It has been demonstrated
that sanshool-evoked fiber responses are of similar prevalence and amplitude in the
presence or absence of TRPA1 and TRPV1 selective antagonists. These data suggest
that neither TRPA1 nor TRPV1 mediate the excitatory effects of sanshool. Sanshool
may act directly on two pore potassium channel (KCNK) in sensory neurons as well
as in keratinocytes, which are known to modulate sensory neuron function to induce
tingling paresthesia, and that is because in somatosensory neurons, expression and
electrophysiological studies show the presence of KCNK18 channels. And expression
of KCNK3 and KCNK9 have not been demonstrated. However, KCNK3 and KCNK9 are
expressed by keratinocytes in the skinBursting in trigeminal neurons has been
linked to the activity of Kv1 channels . Characterization of sanshool-sensitive
mechanoreceptors represents an essential first step in identifying the cellular and
molecular mechanisms underlying tingling paresthesia that accompanies peripheral
neuropathy and injury

Anda mungkin juga menyukai