PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteomielitis adalah suatu penyakit kuno yang menimbulkan penyakit yang
terus-menerus dan dapat menimbulkan kekambuhan. Hal ini telah di-diagnosa
pada fosil manusia pada jaman Neolithic dan telah diuraikan oleh banyak para
penulis kuno termasuk Hippocrates. Istilah osteomyelitis menandai infeksi /
peradangan sumsum tulang (pada akhiran 'myelitis'), tetapi yang akan digunakan
di sini adalah untuk menandai adanya infeksi manapun yang mengenai tulang,
sekalipun terbatas pada korteks ( kadang-kadang dinamakan osteitis).
Infeksi jaringan tulang disebut sebagai osteomielitis, dan dapat timbul akut
atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik
maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Pada anak-anak infeksi
tulang seringkali timbul sebagai komplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain
seperti infeksi faring (faringitis), telinga (otitis media) dan kulit (impetigo).
Bakterinya antaralain Staphylococcus aureus, Streptococcus, Haemophylus
influenzae berpindah melalui aliran darah menuju metafisis tulang didekat
lempeng pertumbuhan dimana darah mengalir ke dalam sinusoid. Akibat
perkembang-biakan bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat peradangan yang
terbatas ini akan terasa nyeri dan terdapat nyeri tekan.
Perlu sekali mendiagnosis osteomielitis ini sedini mungkin, terutama pada
anak-anak, sehingga pengobatan dengan antibiotika dapat dimulai, dan perawatan
pembedahan yang sesuai dapat dilakukan dengan pencegahan penyebaran infeksi
yang masih terlokalisasi dan untuk mencegah jangan sampai seluruh tulang
mengalami kerusakan yang dapat menimbulkan kelumpuhan. Diagnosis yang
salah pada anak-anak yang menderita osteomielitis dapat mengakibatkan
keterlambatan dalam memberikan pengobatan yang memadai. Pada orang
dewasa, osteomilitis juga dapat diawali oleh bakteri dalam aliran darah, namun
biasanya akibat kontaminasi jaringan saat cedera atau saat operasi.
Osteomielitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani
dengan baik. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, osteomielitis sangat
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
: Ny. T
: 42 tahun
: Perempuan
: Pringgabaya
2
Agama
Status
Pendidikan
Pekerjaan
RM
MRS tanggal
: Islam
: Menikah
: SD
: IRT
: 342441
: 8-6-2016
B. ANAMNESA
Keluhan Utama : Ulkus pada telapak kaki kiri timbul sejak 1 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Raden Soejono Selong dengan keluhan
adanya Ulkus pada telapak kaki kiri yang dirasakan sejak 1 minggu yang lalu.
Keluhan ini sudah 3 kali dirasakakan pasien. Sebelumnya 1 tahun yang lalu
pasien juga mengeluh hal serupa. Ulkus pada kaki pasien tampak kotor dan bau.
Menurut keterengan pasien menderita Diabetes sejak 5 tahun yang lalu, dan
pasien rajin mengontrolkan penyakitnya setiap bulan. Pasien juga mengatakan
pengobatan diabetes militusnya menggunakan injeksi insulin sejak 3 tahun yang
lalu.
Selain itu, pasien juga mengeluh pusing (+), mata berkunang-kunang(+),
keluhan mual dan muntah disangkal pasien.
disangkal.
Riwayat alergi obat pasien tidak tahu
Riwayat operasi tidak pernah
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit.
Kesadaran/GCS : Compos mentis/E4V5M6.
Tekanan Darah : 160/100 mmHg.
Nadi
: 80 kali per menit (reguler, kuat angkat cukup)
Pernafasan
: 20 kali per menit
Suhu
: 37,o C (Axilla)
Status Lokalis
Kepala :
Ekspresi wajah : normal.
Bentuk dan ukuran : normal.
Rambut : normal.
Udema (-).
Malar rash (-).
Parese N VII (-).
Hiperpigmentasi (-).
Nyeri tekan kepala (-).
Mata :
Simetris.
Alis : normal.
Exopthalmus (-/-).
Ptosis (-/-).
Nystagmus (-/-).
Strabismus (-/-).
Udema palpebra (-/-).
Konjungtiva: anemia (-/-), hiperemia (-/-).
Sclera: icterus (-/-), hyperemia (-/-), pterygium (-/-).
Pupil : isokor, bulat, miosis (-/-), midriasis (-/-).
Kornea : normal.
Lensa : normal, katarak (-/-).
Pergerakan bola mata ke segala arah : normal
Telinga :
Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan.
Lubang telinga : normal, secret (-/-).
Nyeri tekan (-/-).
Peradangan pada telinga (-)
Pendengaran : normal.
Mulut :
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-).
- Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan
Hidung :
Simetris, deviasi septum (-/-).
Napas cuping hidung (-/-).
Perdarahan (-/-), secret (-/-).
Penciuman normal.
di
pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-).
Gigi : caries (-)
Mukosa : normal.
Leher :
Simetris (-).
Kaku kuduk (-).
Scrofuloderma (-).
Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-).
Trakea : di tengah.
JVP : R+2 cm. (Tidak Meningkat)
Pembesaran thyroid (-).
Thorax
Pulmo :
Inspeksi :
- Bentuk: simetris.
- Ukuran: normal
- Pergerakan dinding dada : simetris. Retraksi (-)
- Permukaan dada : petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider nevi (-),
vena kolateral (-), massa (-), sikatrik (-) hiperpigmentasi (-).
- Fossa supraclavicula dan fossa infraclavicula : cekungan simetris
- Fossa jugularis: trakea di tengah.
- Tipe pernapasan torakoabdominal, frekuensi napas 20 kali per menit.
Palpasi :
- Posisi mediastinum : trakea digaris tengah
- Pergerakan dinding dada : simetris
- Nyeri tekan (-), edema (-), krepitasi (-).
Perkusi :
- Sonor (+/+)
- Nyeri ketok (-)
- Batas paru jantung
a.
b.
Cor :
Inspeksi: Iktus cordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus cordis teraba ICS V midklavikula line sinistra, thriil (-).
Perkusi : - batas kanan jantung : ICS II parasternal line dextra.
- batas pinggang jantung : ICS III parasternal line sinistra.
- batas kiri jantung : ICS V midklavikula line sinistra.
Auskultasi : S1S2 Single, reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi :
-
Turgor : normal.
Tonus : normal.
Nyeri tekan (-)
diregio epigastrium
Hepar/lien/renal tidak teraba.
Perkusi :
- Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen
- Redup beralih (-)
- Nyeri ketok (-)
Akral hangat
Deformitas
Edema
Sianosis
Ptekie
Clubbing finger
Eritema palmaris
CRT <2 detik
Superior
dextra
+
Sinistra
+
Inferior
Dextra
+
sinistra
+
Columna Vertebra :
Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-).
Genitourinaria : Tidak dievaluasi.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
10
BAB III
11
TINJAUAN PUSTAKA
a) Histologi Tulang
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari komponen seluler
dan nonseluler. Komponen seluler terdiri dari tiga jenis sel : osteoblast, osteosit, dan
osteoclast. Osteoblast berfungsi mensintesis matriks organis tulang. Osteoblast yang
berasal dari sel mesenkim membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosit melalui suatu proses yang
disebut osifikasi. Dalam keadaan aktif, osteoblast berbentuk kuboid dan
sitoplasmanya basofilik. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid,
osteoblast menyekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang berguna dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase
alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian kadar fosfatase alkali di dalam
darah dapat menjadi indikator yang baik untuk tingkat pembentukan tulang setelah
mengalami patah tulang atau metastase kanker ke tulang. Bila aktifitasnya menurun,
bentuknya lebih pipih dan basofilik sitoplasmanya berkurang.
Osteosit yang berasal dari osteoblast yang terbenam dalam matriks adalah selsel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi
melalui tulang yang padat. Osteosit akan menempati lakuna dan akan saling
berhubungan dengan prosesus protoplasmanya dengan menempati kanalikuli dan
membentuk nexus.
Osteoclast adalah sel berukuran besar, dapat bergerak, dan sitoplasmanya
bercabang-cabang kepucatan serta banyak mengandung inti. Sel ini memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini juga menghasilkan enzimenzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan
mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. Komponen
nonselular utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks organik
(kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam kristal
(hidroksi-apatit) yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.
Matriks organik tulang disebut sebagai osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah
12
kolagen tipe
I
yang
kaku
dan
memberikan
daya
rentang
tinggi pada
tulang.
Permukaan
luar
dan
jaringan
dalam
tulang
dilapisi oleh jaringan pengikat yang disebut periosteum disebelah luar dan endosteum
disebelah dalam. Periosteum terdiri dari dua lapisan. Lapisan luar adalah stratum
fibrosum yang terdiri dari
jaringan pengikat, pembuluh darah, dan saraf. Lapisan dalam adalah stratum
germinativum yang banyak mengandung sel pipih yang dapat berdiferensiasi menjadi
osteoblast; dan serabut elastis serta kolagen yang tersusun longgar. Serabut kolagen
periosteum yang menembus matriks tulang dan berfungsi mengikatkan periosteum ke
tulang disebut serabut Sharpey. Endosteum ke arah luar bersifat osteogenik dan ke
arah dalam bersifat hemopoetik (Tim Laboratorium Histologi FK UNS, 2009).
13
Pada jaringan tulang dewasa terdapat sebuah sistem yang disebut sistem
Havers. Sistem Havers terdiri atas kanal Havers dan lamela-lamela yang
mengelilinginya. Kanal Havers dilapisi oleh endosteum dan diisi oleh pembuluh
darah, saraf, dan jaringan pengikat longgar. Diantara lamela terdapat lekukan yang
berisi osteosit yang saling berhubungan dengan kanalikuli. Kanal Havers
berhubungan dengan rongga sumsum tulang melalui kanal Volkman (Tim
Laboratorium Histologi FK UNS, 2008).
Hampir semua tulang berongga di bagian tengahnya. Jaringan tulang dapat
berbentuk anyaman atau lamelar. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat saat
pertumbuhan cepat, seperti saat perkembangan janin atau sesudah fraktur; selanjutnya
akan digantikan tulang dewasa yang berbentuk lamelar. Pada orang dewasa, tulang
anyaman ditemukan pada insersi ligamentum atau tendon. Tulang lamelar terdapat di
seluruh tubuh orang dewasa yang tersusun dari lempengan mineral yang sangat padat,
dan bukan suatu massa kristal padat. Pola susunan ini melengkapi tulang dengan
kekuatan yang besar (Price dan Wilson, 2006).
2)
3)
4)
14
5)
15
tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel
yang dapat berproliferasi dan berperan pada proses pertumbuhan tulang (Price dan
Wilson, 2006).
Jaringan tulang merupakan jaringan yang vaskuler. Tulang mendapat suplai
makanan dari arteri nutrisium yang masuk ke dalam foramen nutrisium pada diafisis
tulang panjang. Pada umumnya sebuah tulang hanya memiliki satu pasang arteri dan
vena nutrisium, namun beberapa tulang seperti femur, mempunyai arteri dan vena
nutrsium lebih dari satu. Pembuluh darah pada metafisis memvaskularisasi
permukaan dalam diafisis dimana disitu merupakan tempat kartilago digantikan oleh
jaringan tulang. Pembuluh darah pada periosteum memvaskularisasi bagian
superfisial dari osteon. Pada saat osifikasi endokondral, cabang dari pembuluh darah
ini mencapai daerah epifisis guna menyediakan nutrisi untuk pusat osifikasi sekunder
(Price dan Wilson, 2006).
Pada periosteum juga terdapat pembuluh limfe dan saraf sensoris. Pembuluh
limfe mencapai osteon melalui saluran perforasi. Saraf sensoris mencapai korteks
bersama arteri nutrisium untuk menginervasi endosteum, substansia spongiosa, dan
epifisis. Karena kaya akan saraf sensoris, maka biasanya jika terjadi kerusakan pada
tulang rasanya akan sakit sekali (Price dan Wilson, 2006).
16
OSTEOMYELITIS
A. Definisi
Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang
dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik. Dalam
kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis adalah radang tulang yang
disebabkan oleh organism piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat
menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang,
melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan periosteum.
B. Epidemiologi
Osteomielitis secara umum di USA prevalensinya 1 per 5000 anak, pada neonatal
prevalensinya 1 per 1000. Insidensi yang dilaporkan pada pasien dengan sickle cell
0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah pasien terkena cedera luka terbuka pada
kaki lebih tinggi yakni 16% (30-40% pasien dengan diabetes). Di negara berkembang
angka penderita osteomielitis meningkat, dimana hal ini dipengaruhi oleh
keterbatasan peralatan medis maupun bedah yang belum memadai.
Frekuensi kejadian pada laki-laki lebih tinggi daripada wanita yakni 2:1. Angka
kejadian pada laki-laki dapat terlihat dalam berbagai umur. Beberapa faktor yang
meningkatkan insidensi pada laki-laki yaitu faktor trauma yang berhubungan dengan
17
aktivitas fisik sehari-hari yang merupakan predisposisi dari cedera tulang. Insidensi
osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk.
Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal
ke jaringan lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi kronis, dengan
rasa nyeri dan kecacatan; amputasi ekstremitas yang terlibat; infeksi umum; atau
sepsis. Sebanyak10-15% pasien dengan osteomielitis vertebral mengembangkan
temuan neurologis atau kompresi corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak
dengan osteomielitis tulang panjang dapat berkembang menjadi trombosis vena
dalam
(DVT).
Perkembangan
DVT
juga dapat
menjadi
penanda adanya
C.
Klasifikasi
Osteomielitis hematogenik akut.
Osteomielitis akut hematogen merupakan infeksi serius yang biasanya terjadi
pada tulang yang sedang tumbuh. Penyakit ini disebut sebagai osteomielitis
primer karena kuman penyebab infeksi masuk ke tubuh secara langsung dari
infeksi lokal di daerah orofaring, telinga, gigi, atau kulit secara hematogen.
Berbeda dengan osteomielitis primer, infeksi osteomielitis sekunder berasal
dari infeksi kronik jaringan yang lebih superfisial seperti ulkus dekubitum,
ulkus morbus hensen ulkus tropikum, akibat fraktur terbuka yang mengalami
infeksi berkepanjangan, atau dari infeksi akibat pemasangan protesis sendi.
Pada awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang
panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan
menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus yang menghalangi aliran darah
lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut mengalami iskemi dan
nekrosis. Bila terapi tidak memadai, osteolisis akan terus berlangsung
sehingga kuman dapat menyebar keluar ke sendi dan sirkulasi sistemik dan
18
19
20
21
bersifat
patogen.
Bakteri
Bayi
baru
lahir (kurang
dari 4 bulan): S.
4
tahun): Streptococcus
dan
2) Osteomielitis langsung
E. Patogenesis
Patogenesis dari osteomielitis telah dieksplorasi pada berbagai hewan
percobaan; pada studi ini ditemukan bahwa tulang yang normal sangat tahan
terhadap infeksi, yang hanya bisa terjadi sebagian besar diakibatkan oleh inokulum,
trauma, atau adanya benda asing. Kuman bisa masuk tulang dengan berbagai cara,
termasuk beberapa cara dibawah ini :
a) Melalui aliran darah.
Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya, dari pneumonia atau infeksi
saluran kemih dapat masuk melalui aliran darah ke tempat yang melemah
di tulang. Pada anak-anak, osteomielitis paling umum terjadi di daerah yang
lebih lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan,di kedua ujung tulang
panjang pada lengan dan kaki.
22
23
Onset cepat
Adanya riwayat episode bakterimia akut
Diduga berhubungan dengan insufisiensi pembuluh darah disampingnya
Edema lokal, eritema dan nyeri
Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.
3. Osteomielitis kronik
Ulkus yang tidak sembuh
Drainase saluran sinus
Kelelahan kronik
Rasa tidak nyaman
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Demam (terdapat pada 50% dari neonates)
Edema
Teraba hangat
Fluktuasi
Penurunan dalam penggunaan ekstremitas (misalnya ketidakmampuan dalam
berjalan jika tungkai bawah yang terlibat atau terdapat pseudoparalisis
anggota badan pada neonatus).
Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.
Drainase saluran sinus (biasanya ditamukan pada stadium lanjut atau jika
terjadi infeksi kronis).
25
G. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya pergeseran ke
kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear.
Tingkat C-reaktif protein biasanya tinggi dan nonspesifik; penelitian ini
mungkin lebih berguna daripada laju endapan darah (LED) karena
menunjukan adanya peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya
meningkat (90%), namun, temuan ini secara klinis tidak spesifik. CRP dan
LED memiliki peran terbatas dalam menentukan osteomielitis kronis
seringkali didapatkan hasil yang normal.
b. Kultur
Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak berkorelasi
dengan bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan memiliki penggunaan
yang terbatas. Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien
dengan osteomielitis hematogen. Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin
menghalangi kebutuhan untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk mengisolasi
organisme. Kultur tulang dari biopsi atau aspirasi memiliki hasil
diagnostik sekitar 77% pada semua studi.
c. Radiografi
Bukti radiografi dari osteomielitis akut pertama kali diusulkan oleh adanya
edema jaringan lunak pada 3-5 hari setelah terinfeksi. Perubahan tulang tidak
terlihat untuk 14-21 hari dan pada awalnya bermanifestasi sebagai elevasi
periosteal diikuti oleh lucencies kortikal atau meduler. Dengan 28 hari, 90%
pasien menunjukkan beberapa kelainan. Sekitar 40-50% kehilangan fokus
tulang yang menyebabkan terdeteksinya lucency pada film biasa.
Foto polos
Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan
radiograf. Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang
mengawali destruksi cancellous bone. Seiring berkembangnya infeksi,
26
reaksi periosteal akan tampak, dan area destruksi pada korteks tulang
tampak lebih jelas. Osteomielitis kronik diidentifikasi dengan adanya
detruksi tulang yang masif dan adanya involukrum, yang membungkus
fokus sklerotik dari tulang yang nekrotik yaitu sequestrum.
Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf
kecuali apabila terdapat oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila
terdapat infeksi yang menghasilkan udara yang menyebabkan terjadinya
gas gangrene. Udara pada jaringan lumak ini dapat dilihat sebagai area
radiolusen, analog dengan udara usus pada foto abdomen.
27
d. MRI
MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis. Penelitian
telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan radiografi
polos, CT,dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai pencitraan pilihan.
Sensitivitas berkisar antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET)
scanning memiliki akurasi yang mirip dengan MRI.
e. CT scan
CT scan dapat
menggambarkan kalsifikasi abnormal,pengerasan,
dan
kelainan intracortical. Hal ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin
untuk mendiagnosis osteomyelitis tetapi sering menjadi pilihan pencitraan
ketika MRI tidak tersedia.
f. Ultrasonografi
28
I. Penatalaksanaan
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian
antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena
Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang
dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka
diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang
terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit
dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi
dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian
antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk
29
memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang
persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin
memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive Protein
(CRP) Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai respon
adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan proses
dimana tubuh memberikan respon terhadap injury . Jumlah CRP akan meningkat
tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses inflamasi
sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat dijadikan
petanda untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan penelitian,
pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat dibandingkan
pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anak-anak yang sulit
untuk mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk pemeriksaan LED.
Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah.
Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan
memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak
sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya
nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat
terjadi radang. Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan(35 mm/jam),
menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi terutama yang
disertai dengan kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih termasuk
pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila dilakukan
secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit
seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang cepat
menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan sebelumnya
menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun dibandingkan
sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.
Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:
Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik dan
penting untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7 jam setelah
inflamasi)
30
Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi
perbaikan sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara
lambat sesuai dengan waktu paruhnya.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang
terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan
daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi
antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan adjuvan
terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum
secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus
dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi
cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi
dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.Pada
beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya tindakan
terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah
dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan
aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada
infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya
fraktur patologis.
Adanaya sequester.
Adanya abses.
Rasa sakit yang hebat.
Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma
Epidermoid).
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang
tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian
hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan
31
mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8
hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah
kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian
memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong
eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik untuk
melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat;
mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh:
J.
1.
2.
3.
4.
Timbulnya resistensi
5.
6.
7.
Kesalahan diagnostik
8.
Abses tulang
32
Bakteremia
Fraktur
Selulitis
BAB IV
33
ANALISA KASUS
Dari hasil anamnesis pada pasien yang didapatkan bahwa keluhan adanya
ulkus pada telapak kaki kiri yang dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan
ini sudah 3 kali dirasakakan pasien. Sebelumnya 1 tahun yang lalu pasien juga
mengeluh hal serupa. Ulkus pada kaki pasien tampak kotor dan bau. Menurut
keterengan pasien menderita Diabetes sejak 5 tahun yang lalu, dan pasien rajin
mengontrolkan penyakitnya setiap bulan. Pasien juga mengatakan pengobatan
diabetes militusnya menggunakan injeksi insulin sejak 3 tahun yang lalu.
Dari pemeriksaan tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 80x per menit,
pernapasan 20x per menit, suhu axilla 370C. Pada pemeriksaan didapatkan pasien
tampak lemah. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan ulkus pada telapak kaki
kiri dan pemeriksaan rontgen didapatkan densitas meningkat pada kalkaneus.
Diagnosis Osteomyelitis pedis sinistra ec ulkus diabetikum dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis dan atau riwayat penyakit sebelumnya, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
PENEGAKAN DIAGNOSA
Osteomyelitis pedis sinistra ec ulkus diabetikum
PROGNOSIS
Dubia ad bonam (Cenderung Sembuh/Membaik) bila ditangani dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
34
35