Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

KESUSASTRAAN DAN PEMBELAJARAN SASTRA

Oleh
1. Anung Anindita Parwaningtiyas NIM 0202516020
2. Fajar Arifianto
NIM 0202516040
3. M. Harsa Bahtiar
NIM 0202516043
Rombel Reguler B

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

A. PENDEKATAN SASTRA BERDASARKAN TEORI A. TEEUW


Pada abad ke-19 ilmu sastra terutama terarah pada penelitian sejarah sastra. Tetapi ini
tidak berarti bahwa ilmu sastra yang bersifat kesejahteraan itu hanya seragam dan semacam.
Empat pendekatan yang utama, masing-masing dengan variannya:
1)

Karya sastra dan penulisnya ditempatkan dalam rangka yang disediakan oleh ilmu
sejarah umum. Satu varian pendekatan ini yang cukup menonjol mempergunakan
kerangka universal sejarah kebudayaan (universal berarti Eropa), sehingga sastra
dibagi-bagi dalam periode menurut gambaran sejarah kebudayaan Barat misalnya
dengan membedakan sastra Barok, Rasionalisme, Romantik. Pendekatan ini
melampaui batas bahasa dan bangsa individual. Pada abad ke-19 sejarah makin
bersifat sejarah nasional, dalam varian sejarah sastra yang bersifat nasional diambil
kerangka sejarah kebudayaan umum, dalam wujud nasional khas, kerangka sejarah

politik nasional.
2) Pendekatan yang mengambil kerangka karya atau tokoh agung, atau gabungan dua
kriteria ini. Contohnya dalam buku Kalangwan tulisan Profesor Zoetmulder (1974)
yang berjudul The Rmyana; Arjunawiwaha, gubahan Mpu Kanwa; Mpu Sedah dan
Mpu Panuluh. Pedekatan ini mudah dan praktis, juga untuk tujuan pengajaran, tetapi
belum dapat disebut sejarah sastra yang sesuai dengan sifat khusus objek
3)

penelitiannya.
Pedekatan lain yang pada abad ke-19 sangat populer dan membawa hasil yang gilanggemilang adalah dalam bahasa Jerman Stoffgeschichte yaitu penelitian sejarah bahanbahan dengan penelusuran sumber-sumber. Pendekatan sejarah sastra ini memusatkan
perhatian pada motif atau tema yang tedapat dalam karya sepanjang zaman. Pokok
dalam penelitian sejarah sastra yaitu ditelusuri asal-usul dan perkembangan serta
pemanfaatan anasir tertentu. Empat pendekatan utama terhadap ilmu sastra bandingan,

tentang pemerincian kemungkinan penelitian menurut pendapat ini:


a) Relations: analogies and influences.
b) Movements and trends (gerakan dan aliran).
c) Genres and forms (jenis dan wujud sastra yang khas).
d) Motives, types, themes.
4) Pendekatan keempat yang khas, yang lebih memperhatikan asal-usul karya sastra
yaitu sejarah sastra yang mengambil sebagai kriteria utama untuk penahapan sejarah
pengaruh asing yang berturut-turut dapat ditelusuri pada perkembangan sastra
tertentu. Dibidang sastra se-Indonesia belum ada sebuah buku yang sungguh bersifat

sejarah sastra, demikian pula belum ada penulisan sejarah tentang sastra Indonesia
modern yang sungguh ilmiah dam memuaskan dari segi teori sastra.
B. PENDEKATAN SASTRA BERDASARKAN TEORI RENE WELLEK DAN
AUSTIN WARREN
Berdasarkan pendapat Rene Wellek dan Austin Warren, studi sastra
dibagi

menjadi

dua

pendekatan,

yaitu

pendekatan

ekstrinsik

dan

pendekatan intrinsik. Pendekatan ekstrinsik mencakup (1) sastra dan


biografi, (2) sastra dan psikologi, (3) sastra dan masyarakat, dan (4) sastra
dan pemikiran.
Pendekatan dengan metode ekstrinsik tidak terbatas pada studi
sastra lama, tetapi juga dapat diterapkan pada kesusastraan modern.
Karya sastra dihubungkan dengan hal yang ada di luarnya. Jadi istilah
historis tidak mengacu pada sastra lama, tetapi berkaitan dengan
perubahan waktu suatu permasalahan sejarah. Kadang- kadang
ekstrinsik hanya mengaitkan sastra dengan konteks sosialnya atau
dengan

perkembangan

sebelumnya

saja,

tetapi

kadang-kadang

sasarannya lebih jauh, melacak sebab musabab pertumbuhan sastra, dari


segi asal usulnya. Meskipun demikian, studi sebab-akibat tidak dapat
menggantikan telaah, kritik dan penilaian terhadap karya sastra. Antara
sebab dan akibat sukar di tarik garis lurus, hasil konkret dari sebab-sebab
ekstrinsik ini yakni karya seni selalu bersifat tak terduga.
Faktor-faktor sejarah dan lingkungan memang bisa dianggap ikut
membentuk karya sastra, tetapi permasalahan yang nyata baru terlihat
jika sudah menilai, membandingkan, dan memilah-milah setiap faktor
yang di duga menentukan karya seni. Sejauh mana faktor-faktor luar
dianggap menentukan produksi sastra sastra dan sejauh mana metode
ekstrinsik dianggap mampu mengukur pengaruh luar tersebut bergantung
dari pendekatan yang dipakai. Di antara sekian macam pendekatan
ekstrinsik, metode terbaik adalah yang mengaitkan karya sastra dengan
latar belakang keseluruhan. Selanjutnya, kita perlu menimbang-nimbang
faktor-faktor mana yang paling penting, lalu mencari kaitan metodemetode yang ada dengan studi ergosentrik, yakni studi yang terpusat

pada karya sastra itu sendiri.Untuk lebih memperjelas cakupan studi


sastra melalui pendekatan ekstrinsik, berikut penjelasannya.
1) Sastra dan Biografi
Biografi hanya bernilai

sejauh

memberi

masukan

tentang

penciptaan karya sastra,biografi dapat juga dianggap sebagai studi


yang sistematis tentang psikologi pengarang dan proses kreatif,
biografi juga bisa berbentuk fakta biasa, hubungan karya dan hidup
pengarang tidak dapat dijelaskan dengan pertalian sebab-akibat
yang sederhana,biografi memiliki kerangka yang dapat membantu
dalam

mempelajari

masalah

pertumbuhan,

kedewasaan,

dan

merosotnya kreativitas pengarang.


2) Sastra dan Psikologi.
Psikologi pengarang dan proses kreatif sering dipakai dalam
mempelajari

sastra,

tetapi

sebaiknya

asal-usul

dan

proses

penciptaan sastra tidak dijadikan pegangan untuk memberikan


penilaian. Psikologi dapat menjelaskan proses kreatif. Psikologi
dalam sastra dapat dihubungkan dengan jiwa.
3) Sastra dan Masyarakat.
Sastra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa, sastra
menyajikan kehidupan. Kehidupan sebagian besar terdiri dari
kenyataan sosial. Sastra mempunyai fungsi sosial atau manfaat
yang tidak sepenuhnya bersifat pribadi,tetapi penelitian yang
menyangkut sastra dan masyarakat biasanya dikaitkan dengan
situasi tertentu atau dengan sistem politik, ekonomi, dan sosial
tertentu.
4) Sastra dan Pemikiran.
Sastra sering dilihat sebagai suatu bentuk filsafat atau sebagai
pemikiran yang terbungkus dalam bentuk khusus. Jadi, sastra
dianalisis untuk mengungkapkan pemikiran-pemikiran hebat.
Sedangkan pendekatan dengan menggunakan metode intrinsik
mencakup beberapa macam yaitu (1) sastra dan seni,

(2) modus

keberadaan karya sastra, (3) efoni, irama, dan mantra, (4) gaya dan
stilistika, (5) citra, metafora, simbol, dan mitos, (6) sifat dan ragam fiksi
naratif, (7) genre sastra, (8) penilaian, (9) sejarah sastra.

1) Sastra Dan Seni


Hubungan sastra dengan seni rupa dan seni musik sangat beragam
dan rumit. Penyair pasti mempunyai teori dan selera tersendiri
mengenai lukisan dan pelukisan, muncul pula sekelompok ilmuwan
sejarah seni ( Erwin Panofsky , Fritz Saxl, dan lain-lain) yang
mempelajari

makna

simbolik

dan

konseptual

karya

seni

( iconology) ,dan mereka juga sering mempelajari kaitan seni dan


sastra .Karya sastra sering menghasilkan efek yang sama dengan
efek sebuah lukisan atau menghasilkan efek musical. Ada kalanya
puisi menjadi mirip pantun , istilah mirip pantun (sculpturesque )
hanya berfungsi sebagai metafora yang kabur jika ditetapkan pada
puisi, misalnya puisi

Landor atau Gautier atau Heredia. Maksud

istilah tadi yaitu puisi itu menyampaikan kesan yang sama dengan
kesan yang ditampilkan sebuah puisi Yunani. Kesejajaran sastra dan
seni sering membuat orang merasa bahwa lukisan dan puisi tertentu
menghasilkan suasana hati yang sama. Salah satu pendekatan lain
adalah dengan mencari maksud dan teori seniman penciptanya.
Pendekatan yang lebih bermanfaat dari pendekatan melalui maksud
pengarang adalah perbandingan karya seni berdasarkan latar social
dan budaya yang sama.Pendekatan utama untuk membandingkan
beberapa cabang seni adalah analisis objek seni yang konkret.
2) Modus keberadaan karya sastra
Sastra bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan aspirasi
terhadap teks. Tulisan-tulisan Richards dalam bukunya Practical
Criticism menunjukkan betapa banyak yang dapat dilakukakan
melalui analisis kebiasaan membaca, dan bagaimana pengajar
yang baik dapat memanfatkan pendekatan-pendekatan yang salah.
Karya sastra adalah jumlah keseluruhan pengalaman masa lampau
dan pengalaman yang mungkin terjadi. Puisi hanya merupakan
suatu penyebab potensial dari pengalaman. Batasan yang dikaitkan
dengan

alam

pikiran

cenderung

gagal

karena

tidak

memperhitungkan ciri-ciri normatif puisi dan kemungkinan salah


interpretasi.
3) Efoni, Irama, dan Mantra

Karya sastra adalah urutan bunyi yang menghasilkan makna. Ada


dua macam unsur bunyi , yaitu unsur bunyi yang melekat dan
terkait. Kualitas yang melekat ini merupakan dasar untuk efek
musical atau efoni, sedangkan unsur

bunyi yang terikat yang

merupakan dasar irama dan mantra.


4) Gaya Dan Stilistika
Karya satra hanyalah seleksi dari beberapa bagian dari suatu
bahasa tertentu . F.W. Bateson mengemukakan bahwa sastra adalah
bagian dari sejarah umum bahasa dan sangat tergantung padanya.
Dalam tesisnya dia berkata : pengaruh zaman pada sebuah puisi
tidak

dapat

dilihat

dari

penyairnya,

tapi

dari

bahasa

yang

dipakainya. Sitilisika tidak dapat diterapkan dengan baik tanpa


dasar linguistic yang kuat, karena salah satu perhatian utamanya
adalah kontras system bahasa karya sastra dengan penggunaan
bahasa pada zamannya , manfaat stilistika yang sepenuhnya
bersifat estetis .
5) Citra, Metafora, Simbol, dan Mitos
Pencitraan adalah topik yang termasuk dalam bidang psikologi dan
studi sastra. Dalam psikologi, kata citra berarti reproduksi mental,
suatu ingatan masa lalu yang berarti reproduksi mental, suatu
ingatan masa lalu yang bersifat indriawi dan berdasarkan persepsi
dan tidak selalu bersifat visual.
6) Sifat dan Ragam Fiksi Naratif
Teori dan kritik sastra yang membahas novel jauh lebih sedikit dan
lebih rendah mutunya dibandingkan dengan teori dan kritik puisi.
Puisi adalah bentuk sastra yang paling awal , sedangkan prosa baru
muncul kemudian. Struktur naratif sebuah drama,

dongeng atau

novel secara tradisional disebut alur ( plot) , alur ( atau struktur


naratif ) itu sendiri terbentuk atas sejumlah struktur naratif yang
lebih Kecil .
7) Genre Sastra
Teori genre adalah suatu prinsip keteraturan: sastra dan sejarah
sastra

diklasifikasi tidak berdasarkan

waktu atau tempat.Genre

harus diluhat sebagai pengelompokan karya sastra yang secara


teoretis didasarkan pada bentuk luar dan bentuk dalam .
8) Penilaian

Konsep tentang kemurnian adalah salah satu unsur analisis yang


menentukan suatu karya sastra atau bukan sastra, bukanlah unsurunsurnya, melainkan bagaimana unsur-unsur itu disatukan dalam
fungsi.

Karya

sastra

adalah

sebuah

objek

estetis,yang

membangkitkan pengamatan estetis. Perbedaan yang dilihat adalah


antara penilaian yang terbuka dan penilaian tersirat istilah ini tidak
boleh disalahartikan sebagai penilaian sadar dan tidak sadar.
9) Sejarah Sastra
Kebanyakan sejarah sastra adalah sejarah sosial atau sejarah
pemikiran dengan mengambil contoh karya sastra atau impresi dan
penilaian atas beberapa karya sastra yang diatur kurang lebih
secara kronologis. Sebuah karya sastra tidak akan bersifat tetap
sepanjang sejarah. Memang ada suatu identitas mendasar dari
strukturnya yang tetap sama sepanjang zaman, tetapi struktur ini
bersifat dinamis. Struktur itu berubah sepanjang sejarah ketika
melalui pikiran pembaca, kritikus, dan sesama seniman.
1) PENDEKATAN, MODEL, STRATEGI, METODE, TEKNIK
PEMBELAJARAN SASTRA
1. PENDEKATAN PEMBELAJARAN SASTRA
Dalam pembelajaran modern sekarang ini, yang lebih dipentingkan bagaimana
mengaktifkan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran secara mandiri, yaitu
melalui kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada penemuan (discovery) dan pencarian
(inquiry). Kegiatan pembelajaran dengan melalui pendekatan ini memiliki dampak positif yang
meliputi:
1) Dapat membangkitkan potensi intelektual siswa karena seorang hanya dapat belajar dan
mengembangkan pikirannya jika menggunakan potensi intelektualnya untuk berpikir.
2) Peserta didik yang semula memperoleh extrinsic reward dalam keberhasilan belajar
(seperti mendapat nilai baik dari pengajar) dalam pendekatan inquiry ini dapat
memperoleh instrinsic reward. Diyakini bahwa jika seorang peserta didik berhasil
mengadakan kegiatan mencari sendiri, maka ia akan memperoleh kepuasan untuk dirinya
sendiri.
3) Peserta didik dapat mempelajari heuristik (mengelola pesan atau informasi) dari
penemuan (discovery), artinya bahwa cara untuk mempelajari teknik penemuan ialah

dengan jalan memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengadakan penelitian
sendiri.
4) Dapat menyebabkan ingatan bertahan lama sampai terinternalisasi pada diri peserta didik.
Selain beberapa hal di atas, motivasi lain yang mendorong penggunaan pendekatan
inquiry dalam proses pembelajaran adalah karena proses pembelajaran pada hakikatnya adalah
suatu proses yang (a) berpusat pada peserta didik (student centered) artinya peserta didiklah
yang harus memproses pengetahuan dan berperan aktif mencari dan menemukan sendiri
pengetahuannya, (b) dapat membentuk konsep diri positif, karena peserta didik dilatih untuk
bersifat terbuka, sabar, dan kreatif dalam proses perolehan pengalaman dan pengetahuan, (c)
dapat meningkatkan derajat pengharapan peserta didik, karena melalui pengalaman penelitian
yang secara mandiri, (d) dapat mencegah terjadinya verbalisme, mengingat pendekatan ini
menekankan pada penemuan sendiri, dan (e) memungkinkan peserta didik sebagai subjek
belajar, yaitu dapat menstimulasikan dan mengakomodasikan informasi mental seperti tindakan
belajar yang sebenarnya (Mohamad, 2011:31-32).
2. MODEL PEMBELAJARAN SASTRA
Beberapa model yang dikembangkan adalah model pembelajaran
sastra yang diadopsi dari model Stratta, model induktif, model analisis,
model sinektik, model bermain peran, model sosiodrama, dan model
simulasi. Berikut ini dipaparkan beberapa contoh model pembelajaran
bersastra secara ilustratif.
1) Model Stratta
Model ini diciptakan oleh Leslie Stratta. Terdapat tiga tahapan di dalam
pembelajaran bersastra dengan model Stratta, yakni:
a) tahap penjelajahan (misalnya, mengajukan pertanyaan atas
karya

yang

akan

diapresiasi

kemudian

menjawabnya

berdasarkan perkiraan pribadi);


b) tahap interpretasi (membandingkan kesamaan dan perbedaan
antara yang ada dalam karya dengan jawaban sendiri); serta
c) tahap re-kreasi penciptaan kembali (melisankan puisi, prosa,
atau

drama

mengevaluasi).
Contoh Model Stratta

yang

telah

diapresiasi

dan

yang

lain

Sejalan

dengan

pendekatan

pembelajaran

kontekstual

yang

dirancang agar siswa mampu membangun pemahaman sendiri secara


aktif, kreatif, dan produktif, stimulasi harus dapat membangun kembali
pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
a) saat akan membangun kompetensi menulis puisi, misalnya, guru
dapat meminta siswa mengidentifikasi peristiwa yang pernah
diindranya (dilihat, didengar, dirasakan, dicium, diraba), catatan
pribadinya, atau cerita yang pernah dibacanya; serta
b) melakukan

investigasi,

eksplorasi,

atau

discovery

untuk

memperoleh beragam cara pandang atas pengalaman awalnya,


misalnya observasi ke pasar, panti jompo atau panti asuhan;
wawancara dengan tokoh yang relevan; dan lain-lain.
2) Model Induktif
Model ini diciptakan oleh Hilda Taba. Model Taba sangat dekat gaya
penalaran

induktif.

Di

samping

itu,

model

ini

juga

merupakan

pengejawantahan dari teori belajar kontruktif dan inkuiri. Model ini


diorientasikan kepada pembelajaran berorientasi pemrosesan informasi.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
a)

Pembentukan konsep (mendata, mengklasifikasi, memberi nama)


terhadap karya yang diapresiasi;

b)

Analisis

konsep

(menafsirkan,

membandingkan,

menggeneralisasikan); serta
c)

Penerapan prinsip (menganalisis masalah baru, membuat hipotesis,


menjawab hipotesis, memeriksa hipotesis) dan dapat diakhiri melalui
penciptaan karya baru.

Contoh Model Induktif


a) melalui pembelajaran membaca intensif prosa (cerpen atau novel),
misalnya, guru dapat membuat simulasi berupa mengamati bacaan,
baik berkenaan dengan judul, pengarang, daftar isi, dan lain-lain;
b) berdasarkan hasil pengamatan, guru dapat meminta siswa untuk
membuat daftar pertanyaan tentang kira-kira isi yang ada di dalam
prosa tersebut;
c) siswa menjawab sendiri pertanyaan itu sebagai jawaban sementara
(hipotesis);
d) untuk membuktikan apakah hipotesis itu benar atau tidak, guru
meminta

siswa

untuk

membuktikannya

melalui

membaca

keseluruhan prosa sambil membandingkan dengan jawabannya;


serta
e) langkah terakhir adalah siswa menarik kesimpulan atas pembuktian
itu.

Kemudian,

menyajikan

sintesisnya

diikuti

dengan

diskusi

antarsiswa lainnya.
3) Model Analisis
Pencipta model analisis adalah S.H. Burton. Model ini menekankan
pada proses analisis terhadap sesuatu, kemudian menentukan unsurunsur yang dianalisisnya.
Strategi yang digunakan di kelas melalui model ini ditempuh melalui tiga
tahapan, yakni:
a) membaca untuk mendapatkan kesan pertama. Kesan ini akan
berbeda antarindividu. Penyebabnya, pengalaman awal individu pun
berbeda-beda;
b) menganalisis untuk mendapatkan kesan objektif. Kesan beragam
yang pertama muncul dapat diarahkan kepada kesan objektif
setelah secara menyeluruh dilakukan analisis; serta
c) menanggapi untuk mendapatkan sintesis atas kedua kesan di awal.
Kesan-kesan tersebut memiliki nilai yang amat tinggi. Perpaduan
antara dua kesan itulah yang akan melahirkan pengalaman baru
bagi siswa.
4) Model Sinektik

Pencipta model Sinektik adalah William J. Gordon. Orientasi utama dari


model

ini

adalah

pembentukan

kreativitas

pada

siswa.

Gordon

menggunakan tiga jenis proses kreatif, yakni:


a) analogi langsung (mengandaikan siswa menjadi pengarang);
b) analogi personal (membandingkan pengalaman pengarang dengan
pengalaman siswa); serta
c) analogi kempaan (membandingkan cara pengarang dengan cara
siswa dalam menyelesaikan masalah).
Contoh Model Sinektik
Pada setiap akhir pemelajaran, siswa distimulasi untuk merasakan,
membayangkan, memikirkan hal-hal yang telah dipelajarinya.
Misalnya, melalui pertanyaan Apa yang kamu rasakan setelah
mempelajari bab tertentu?, Apa yang terbayang dalam diri kamu jika
mampu menulis cerpen?, Apakah kamu juga terdorong untuk mulai
membaca

beragam

bacaan?,

Mengapa

saya

menyukai

itu?,

Bagaimana agar saya bisa mengirimkan tulisan ke media massa?, dan


lain-lain.
Jawaban-jawaban itu kemudian dirangkai dalam satu tulisan, baik
berupa simpulan, saran, pendapat, dan sebagainya.
5) Model Bermain Peran
Pencipta model bermain peran adalah Torrance. Model ini amat mirip
dengan pementasa drama sederhana. Namun, peran di dalam bermain
peran diambil dari kehidupan nyata, bukan kehidupan imajinasi.
a) memotivasi kelompok
b) pemilihan pemain
c) penyiapan pengamat
d) penyiapan tahap dan peran
e) pemeranan
f) diskusi dan evaluasi (tahap I)
g) pemeranan ulang
h) diskusi dan evaluasi (tahap II)
i) pembagian pengalaman dan generalisasi.
Contoh Model Bermain Peran

a) Misalnya, salah seorang siswa di dalam kelompok belajar


berperan

menjadi

mendengarkan

pembaca

sambil

cerita.

mencatat

Siswa

lainnya

hal-hal

penting

berkenaan dengan cerita, seperti apa, siapa, kapan, di


mana, mengapa, atau bagaimana.
b) Untuk guru, wacana bahan mendengarkan dongeng di
dalam buku pelajaran dapat direkam kemudian siswa
mendengarkan rekaman tersebut.
c) Melalui pembelajaran pementasan drama, misalnya, guru
dapat

menstimulasi

siswa

melalui

kelompok

untuk

melakukan brainstorming (curah gagasan) intrakelompok


tentang naskah drama yang akan dipentaskan.
d) Di samping itu, mereka juga akan belajar membentuk
suatu organisasi dalam menciptakan kerja sama.
6) Model Sosiodrama
Jika bermain peran yang diutamakan pemeranan, sosiodrama lebih
mementingkan aspek sosial (problem dan tantangan). Berikut ini
langkah-langkahnya.
a)

Menetapkan masalah

b)

Mendeskripsikan situasi masalah

c)

Pemilihan pemain

d)

Penjelasan dan pemanasan untuk aktor dan pengamat

e)

Memerankan situasi tertentu

f)

Memotong adegan

g)

Mendiskusikan dan menganalisis situasi lakuan dan gagasan yang


dihasilkan

h)

Implementasi gagasan baru.

7) Model Simulasi
Model simulasi sebenarnya tidak asing lagi buat kita. Hampir semua
profesi

memerlukan

dan

selalu

menggunakannya.

Tujuan

dari

penggunaan model ini adalah untuk memberikan kemungkinan kepada


siswa agar menguasai suatu keterampilan melalui latihan dalam situasi
tiruan. Langkah-langkah penerapan di dalam pembelajaran adalah

sebagai berikut.
a)

pemilihan situasi, masalah, atau permainan yang cocok sehingga


tujuan tercapai

b)

pengorganisasi kegiatan

c)

persiapan dalam pelaksanaan tugas

d)

pemberian stimulasi secara jelas

e)

diskusi kegiatan simulasi dengan pelaku

f)

pemilihan peran

g)

persiapan pemeranan

h)

mengawasi kegiatan

i)

penyampaian saran

j)

penilaian

Contoh Model Simulasi


a) Strategi peniruan (the master copy) dapat digunakan di
dalam pembelajaran menulis cerita pendek. Misalnya,
guru dapat memberikan contoh cerpen Datangnya dan
Perginya dalam Robohnya Surau Kami karya Navis.
b) Mula-mula siswa membaca cerpen, membuat bagan tokoh
cerpen, mengidentifikasi waktu dan tempat kejadian,
membuat ilustrasi visual setiap tokoh cerpen, menentukan
apa yang dipermasalahkan, dan sebagainya.
c) Siswa diminta mengganti tokoh dengan tokoh-tokoh
dalam

kehidupan

sehari-harinya,

membuat

bagan

hubungan antartokoh jika berbeda dengan bagan tokoh


cerpen yang dibacanya, mengganti waktu dan tempat
kejadian, mengganti permasalahan sesuai dengan yang
dialami siswa, dan sebagainya.
d) Menguraikan rancangan secara naratif.
Demikianlah
pembelajaran

hal-hal
bersastra.

mengenai
Tentulah

pengembangan
para

guru

berhak

model
untuk

menerjemahkan paparan ini sesuai dengan keprofesinalan masingmasing sehingga menjadi lebih kreatif lagi dan pembelajaran
bersastra akan semakin efektif, menyenangkan, dan bermakna bagi

siswa. Secara administratif mungkin guru bahasa Indonesia menjadi


pegawai diknas, depag, atau yayasan, tetapi mereka adalah guruguru

profesional.

Oleh

karena

itu,

dapat

ditegaskan

bahwa

membelajarkan sastra yang memberi tahu adalah pembelajaran


sastra yang biasa; pembelajaran sastra yang menjelaskan adalah
pembelajaran

sastra

yang

baik;

pembelajaran

sastra

yang

mendemonstrasikan adalah pembelajaran sastra yang lebih baik;


tetapi yang terbaik adalah pembelajaran sastra yang menginspirasi.
3. STRATEGI PEMBELAJARAN SASTRA
Menurut Wena (2011:5), strategi pembelajaran adalah cara-cara yang berbeda untuk
mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda. Strategi
pembelajaran PAILKEM merupakan salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam kegiatan
pembelajaran. PAILKEM merupakan sinonim dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan,
Kreatif, Efektif, dan Menarik (Mohamad, 2011:10-16).
1)

Pembelajaran yang Aktif Aktif dalam strategi ini adalah memosisikan guru sebagai
orang yang menciptakan suasana belajar yang kondusif atau sebagai fasilitator dalam
belajar, sementara siswa sebagai peserta belajar yang harus aktif.

2)

Pembelajaran yang Inovatif Inovatif disini, guru tidak saja tergantung dari materi
pembelajaran yang ada pada buku, tetapi dapat mengimplementasikan hal-hal baru yang
menurut guru sangat cocok dan relevan dengan masalah yang sedang dipelajari siswa.

3)

Pembelajaran yang Menggunakan Lingkungan Konsep pembelajaran ini berangkat


dari belajar kontekstual dengan lebih mengedepankan bahwa hal yang perlu dipelajari
terlebih dahulu oleh siswa adalah apa yang ada pada lingkungannya.

4)

Pembelajaran yang Kreatif Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan


belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.

5)

Pembelajaran yang Efektif Segala pertimbangan dalam strategi ini menyangkut


tujuan yang disusun berdasarkan kemampuan siswa, pemilihan materi yang benar-benar
menunjang tujuan, penetapan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa,
penggunaan media yang pas serta evaluasi yang tertuju pada tujuan yang telah
ditetapkan, pada akhirnya tetap terpulang pada bagaimana peran seorang guru dalam
mengelola proses pembelajaran.

6)

Pembelajaran yang Menarik Inti dari strategi pembelajaran yang menarik terletak
pada bagaimana memberikan pelayanan kepada siswa sebab posisi siswa jika diibaratkan
dalam sebuah perusahaan, maka siswa merupakan pelanggan yang perlu dilayani dengan
baik.

4. METODE PEMBELAJARAN SASTRA


Pembelajaran sastra dilaksanakan dengan pengutamaan pada kegiatan apresiasi sastra.
Hal itu menyarankan agar siswa diperkenalkan atau dipertemukan dengan karya sastra secara
langsung dan sebanyak-banyaknya. Karya-karya sastra itu tentu sudah dipilih oleh guru
dengan berbagai pertimbangan, di antaranya pertimbangan faktor usia, bahasa, kematangan
jiwa, dan prioritas.
Metode Imersi (Immersion Method) yang ditawarkan di sini berangkat dari pandangan
bahwa dalam pelaksanaan kegiatan apresiasi sastra (pembelajaran sastra) siswa layaknya
dibenamkan ke dalam sesuatu atau dibenami sesuatu. Siswa dibenamkan ke dalam sebuah
dunia yang sarat dengan aneka ragam karya sastra ditambah pengetahuan sastra). Dapat juga
dikatakan bahwa siswa dibenami dengan beronggok-onggok karya sastra (Sumaryadi, 2008).

5. TEKNIK PEMBELAJARAN SASTRA


1) Teknik Latih-Tubi
Teknik latih tubi adalah aktivitas pengulangan fakta-fakta atau kecakapan yang dipelajari.
Tujuannya untuk mencapai taraf penguasaan kemahiran disamping menjamin kekekalannya.
Ini sesuai digunakan untuk pengajaran Bahasa Indonesia. Boleh digunakan untuk mencapai
suatu kemahiran seperti kemahiran menyebut perkataan, kata-kata atau mengingat fakta-fakta
penting.
Melalui teknik ini pelajar akan mengalami proses mendengar, melihat, memikirkan
maksud perkataan-perkataan serta tugasnya dalam situasi yang penggunaan perkataanperkataan itu. Berasakan pengajaran bahasa dengar dan sebut (audiolingual) yang biasanya
digunakan dalam pengajaran bahasa kedua. Mengikut teknik ini, perhatian akan diberikan
kepada 5 aspek kebolehan menggunakan bahasa yaitu :
a Sebutan (accent), yaitu menyebut patah-patah perkataan atau sukukata dengan betul
b

termasuk intonasi yang membawa makna dalam suatu situasi.


Tata bahasa (grammar), yaitu penggunaan bahasa yang tepat mengikut hukum-hukum

bahasa dari semua aspek.


Perbendaharaan kata (vocabulary), yaitu meluaskannya dengan penggunaan imbuhan
yang sesuai mengikut konteksnya dalam situasi tertentu.

Kefasihan (fluency), yaitu menggunakan perkataan dan lain-lain dengan cara spontan

tanpa memikirkan apakah maksudnya.


Kepahaman (comprehension), yaitu latihan memahami soal dan memberikan jawaban

yang wajar.
2) Teknik Simulasi
Simulasi ditakrifkan sebagai satu situasi yang diwujudkan hampir menyerupai keadaan
sebenarnya yang memerlukan pelajar berinteraksi bersama berdasarkan peranan masingmasing untuk membuat keputusan menyelesaikan masalah, isu atau tugas semula. Melalui
teknik ini para pelajar dapat menggunakan kemahiran belajar seperti mengumpulkan
maklumat, menjalankan temuramah dengan individu tertentu dan mencatat isi-isi penting.
Dalam proses ini pelajar digalakan untuk memberi pendapat, cadangan, membuat
keputusan dan menyelesaikan masalah berdasarkan peranan yang dipertanggungjawabkan.
Memberi peluang kepada pelajar mengalami sendiri situasi dan masalah. Melalui teknik ini
berbagai kemahiran dapat digabungkan dan ditingkatkan terutama dalam kemahiran lisan
membaca dan menulis.
3) Teknik Bermain Peran
Bermain peran bermaksud melakonkan suatu situasi atau masalah atau peristiwa yang
dianggap penting. Pelajar diberi peranan dan bertindak sebagai watak-watak yang ditentukan
dalam satu situasi yang disediakan.
4) Teknik Bercerita
Latihan pemahaman, perluasan perbendaharaan kata dan tatabahasa dapat disampaikan.
Dapat meningkatkan penguasaan kemahiran mendengar, bertutur, membaca dan menulis
dikalangan pelajar. Perhatian perlu diberi kepada teknik persembahan, suara, gerak laku, dan
kawalan mata.
5) Teknik Perbincangan
Teknik perbincangan didefinisikan sebagai satu aktivitas mengeluarkan dan mengulas
pendapat tentang sesuatu tajuk. Teknik perbincangan adalah satu aktivitas pengajaran dan
pembelajaran berbentuk perbuatan dan dilakukan dikalangan pelajar dibawah intruksi dan
kawalan seorang guru. Melibatkan aktivitas perbincangan antara pelajar secara bekerjasama
dalam mengeluarkan pandangan masing-masing mengenai sesuatu perkara.
6) Teknik Perbahasaan
Bahasa ialah pengucapan ketika menyokong atau mengembangkan suatu pendirian
dengan alasan yang logis dan ide yang tersusun. Teknik perbahasan ini sesuai untuk diajarkan
kepada semua tingkat pelajar di sekolah menengah.

DAFTAR PUSTAKA
Teeuw Andries, Sastra dan Ilmu Sastra, Jakarta: Pustaka Jaya, 1988
Wellek Rene dan Austin Warren 1989, Teori kesusastraan, PT.Gramedia
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai