Anda di halaman 1dari 9

POLITIK HUKUM DALAM

PERENCANAAN PEMBANGUNAN
HUKUM DI INDONESIA
Oleh :
Ali Dahwir, SH., MH1
ABSTRAK
Hukum merupakan pengatur dan petunjuk
dalam
kehidupan
bermasyarakat
(levensvoorschriten) sehingga hukum akan selalu
sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat itu
sendiri. Hukum disebut-sebut sebagai is a tools
and engineering societys, dengan demikian
hukum adalah instrumen yang tepat untuk
mengatur, memaksa, dan menegakkan keadilan
dan
kebenaran
di
masyarakat.
Politik
pembangunan hukum sangat berfpengaruh besar
terhadap sistem hukum yang ada, oleh karena itu
diperlukan politik hukum yang lebih baik, yang
bersifat nasional Indonesia, bercorak khas
Indonesia dengan segala kebinnekaan rakyat
Indonesia, yang telah terkonkritisasi dalam silasila Pancasila yang merupakan ground norm
Indonesia. Pancasila harus dijadikan sebagai
landasan filosofis dalam rangka politik hukum
dalam pembangunan hukum di Indonesia.
Kata Kunci: Politik Hukum dan Perencanaan
Pembangunan Hukum

A. Pendahuluan
Hukum
tidak
steril
dari
subsistem kemasyarakatan lainnya.
Politik kerap kali melakukan intervensi
atas pembuatan dan pelaksanaan
hukum, sehingga muncul pertangaan
tentang subsistem mana antara hukum
dan politik yang dalam kenyataannya
lebih suprematif.2 Dalam kenyataannya
memang sulit untuk ditentukan mana
yang lebih suprematif, karena antara
hukum dan politik dua sisi yang asaling
berkaitan dan saling mempengaruhi.
Disamping itu perlu juga dikemukakan
bahwa kualifikasi tentang konfigurasi
politik dan karakter produk hukum
tidak bisa di identifikasi secara mutlak,
sebab dalam kenyataannya tidak ada

satu negarapun yang sepenuhnya


demogratis atau sepenuhnya otoriter.
Dalam negara yang demogratis
untuk menentukan arah kebijakan
melalui
keinginan
masyarakat,
berdasarkan perwakilannya. Perwakilan
tersebut ditentukan dengan mekanisme
politik, sehingga tidak dapat disalahkan
ketika ada anggapan bahwa produk
hukum negara yang demogratis sarat
dengan nilai-nilai politik. Hanya saja
yang menjadi pertanyaannya adalah
mana yang lebih berpengaruh apakah
hukum yang mempengaruhi politik atau
politik yang mempengaruhi hukum.
Nilai yang dalam bahasa Inggris
disebut value termasuk pengertian
filsafat. Menilai berarti menimbang,
yaitu
kegiatan
manusia
menghubungkan
sesuatu
dengan
sesuatu untuk selanjutnya mengambil
keputusan. Nilai merupakan konkitisasi
dari sesuatu yang dianggap baik
sehingga diikuti oleh manusia dan
buruk sehingga dihindari oleh manusia.
Keputusan
nilai
dapat
mengatakan: berguna atau tidak
berguna :benar atau baik, religius atau
tidak religius. Hal ini dihubungkan
dengan unsur-unsur yang ada pada
manusia, yaitu jasmani, cipta, rasa,
karsa dan kepercayaan.3 Pernyataan ini
mewujudkan, bahwa masalah nilai
berkaitan erat dengan masalah manusia
yang menjadi subyek nilai tersebut.
Artinya, baik buruknya nilai sesuatu
sangat tergantung kepada manusia yang
melakukan penilaian terhadap sesuatu
itu. Menurut A.P. Sugiarto, ada dua
faktor yang mempengaruhi penilitian
manusia terhadap sesuatu, pertama,
faktor subyektif yang bersumber pada
diri sendiri meliputi kondisi sosial

Ali Dahwir, SH., MH, Dosen Tetap


Fakultas Hukum Universitas Palembang
2
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum
di Indonesia, Pustaka LP3ES Indonesia,
Jakarta, 1998, hal. 1

Dardji Darmodihadjo, Sumber dari


Segala Sumber Hukum (Suatu Tinjauan dari
segi Filsafat), Universitas Brawidjaja Malang,
1976, hal. 14

Volume 10 Nomor. I Bulan Januari, Tahun 2016

budaya, lingkungan dalam arti luas dan


lain-lain.4
Dengan demikian dapat saja
sesuatu itu bernilai buruk (tidak baik)
bagi manusia yang lain. Contoh
konkretnya
mengenai
(nilai)
individualism bagi bangsa yang
berpaham liberal, individulisme. Bagi
nilai luhur (baik), tetapi bangsa yang
berpaham kebersamaan, individualisme
merupakan nilai buruk. Jika uraian
diatas dikaitkan dengan nilai sebagai
dasar hukum politik hukum, maka yang
dimaksud dengan nilai sebagai dasar
hukum politik hukum adalah nilai luhur
atau nilai baik yang berguna bagi upaya
mewujudkan politik hukum sebagai
salah satu usaha rasional untuk
melaksanakan perlindungan masyarakat
untuk
mencapai
tujuan
utama
kesejahteraan masyarakat.
Tujuan lain dari hukum tersebut
adalah rasa keadilan. Konsep keadilan
memang bukanlah sesuatu yang mudah,
karena keadilan mempunyai banyak
dimensi
tergantung
siapa
yang
memaknai
keadilan
tersebut.
Pemikiran-pemikiran yang mewarnai
cita rasa keadilan dalam hukum
memunculkan berbagai macam tujuan
hukum yang berkembang dari masa lalu
hingga kini yang lebih mengarah kearah
yang
lebih
rasional.5
Namun
perkembangan tersebut kerasionalannya
hanya kepada pihak tertentu saja
sementara
terhadap
pihak
lain
sepertinya tetap masih terlupakan dan
terabaikan.
Penjelasan
Undang-undang
Dasar 1945 dengan tegas menyebutkan
bahwa Indonesia adalah Negara Hukum
4

AP. Sugiarto, Filsafat Hukum dan


Idiologi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989,
hal. 2
5
Syaiful Bakhri, Pengaruh Alran-Aliran
Falsafat Pemidanaan Dalam pembentukan
Hukum Pidana Nasional, Jurnal Hukum Ius
Quia Iustum, No. 1. Vol. 18 Januari 2011,
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2011,
hal. 137

(Rechtstaat)
dan
bukan
negara
kekuasaan
(Machtstaat).
Dengan
keberadaannya sebagai negara hukum
ada beberapa konsekuensi yang melekat
padanya,
sebagaimana
yang
dikemukakan oleh Philipus M.Hadjon,
bahwa konsepsi rechtstaat maupun
kosepsi the rule law, menempatkan hak
asasi manusia sebagai salah satu ciri
khas pada negara yang disebut
rechtstaat atau menjunjung tinggi the
rule of law, bagi suatu negara
demograsi pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia
merupakan salah satu ukuran tentang
baik buruknya suatu pemerintahan.6
Dalam era reformasi upaya
perwujudan sistem hukum nasional
terus dilanjutkan mencakup beberapa
hal. Pertama, pembangunan substansi
hukum, baik hukum tertulis maupun
hukum tidak tertulis telah mempunyai
mekanisme untuk membentuk hukum
nasional yang lebih baik sesuai dengan
kebutuhan pembangunan dan aspirasi
masyarakat. Kedua, penyempurnaan
struktur hukum yang lebih efektif terus
dilanjutkan. Ketiga, pelibatan seluruh
komponen
masyarakat
yang
mempunyai kesadaran hukum tinggi
untuk mendukung pembentukan sistem
hukum nasional yang dicita-citakan.
Hal ini dapat dilaksanakan melalui
politik hukum.
Politik
hukum
adalah
pernyataan kehendak dari pemerintah
negara mengenai hukum yang berlaku
di wilayahnya dan ke arah mana hukum
itu akan dikembangkan.7 Fungsi hukum
sebagai alat politik dapat dipahami
bahwa sistem hukum di Indonesia
peraturan
perundang-undangan
merupakan produk bersama DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat) dengan
6

Philipus M. Hadjon, Perlindungan


Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu,
Surabaya, 1987, hal. 21.
7
J.B. Daliyo, dkk, Pengantar Hukum
Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa, PT.
Prenhallindo, Jakarta, 2001, hal. 6

Volume 10 Nomor. I Bulan Januari, Tahun 2016

pemerintah sehingga antara hukum dan


politik amat susah dipisahkan. Hukum
dimaksud adalah berkaitan langsung
dengan negara. Namun demikian,
hukum sebagai alat politik tidak dapat
berlaku secara universal, sebab tidak
semua hukum diproduksi oleh DPR
bersama pemerintah.8
Menurut
Abdul
Hakim
Nusantara, politik hukum merupakan
legal polcy yang akan atau telah
dilaksanakan secara nasional yang
dilakukan oleh pemerintah Indonesia
yang meliputi: pertama, pembangunan
hukum yang berintikan pembuatan dan
pembaruan terhadap materi-materi
hukum agar dapat sesuai dengan
kebutuhan; kedua, pelaksanaan hukum
yang telah ada termasuk penegasan
fungsi lembaga dan pembinaan para
penegak hukum.9
Tugas
hukum
nasional
Indonesia ialah menumbuhkan dan
memelihara penyelenggaraan keadilan
sosial sekaligus melindungi keadilan
sosial yang telah dicapai. Dengan
demikian dapat dinayatakan bahwa
politik
hukum
adalah
untuk
kesejahteraan rakyat, bukan rakyat
untuk peraturan hukum.
Pancasila sebagai dasar hukum
nasional (ground norm) berfungsi
sebagai
patokan/ukuran
sekaligus
sebagai tujuan hukum nasional
Indonesia.
Pancasila merupakan pandangan
hidup bangsa Indonesia yang dijadikan
dasar negara Republik Indonesia,
merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur
bangsa yang digali dan diambil dari
bangsa Indonesia sendiri. Sebagai
kristalisasi nilai-nilai yang merupakan
dasar dan pedoman yang tertinggi.
Pancasila bukanlah merupakan peluang
yang kaku dan mati, melainkan
8

Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum,


Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 29
9
Abdul Hakim Nusantara dalam Moh.
Mahfud MD, Politik Hukum Indonesia, Pustaka
LP3ES Indonesia, Jakarta, 2010, hal. 9

sebaliknya membuka peluang kepada


kita yang datang menyusul kemudian
untuk
mengembangkan
dan
menjabarkan pelaksanaannya sesuai
dengan keadaan dan perkembangan
dinamis.
Oleh karena itu, penjabaran dan
pengembangan Pancasila sesuai dengan
semangat
Pancasila,
diperlukan
semangat yang kreatif dan dinamis.
Pancasila tidak mungkin dikembangkan
dan dijabarkan secara kaku dan
dogmatis, karena Pancasila itu secara
sengaja membatasi diri pada aturanaturan pokok belaka. Pancasila
memerlukan keikutsertaan segenap
komponen
bangsa
dalam
menyumbangkan gagasan dan upaya
agar nilai-nilainya itu tetap hidup segar
sepanjang zaman.
B. Permasalahan
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah
Bagaimanakan
idealnya
politik
pembangunan hukum di Indonesia?
C. Metode Penelitan
Penelitian ini termasuk penelitian
normatif bersifat eksplanatoris dengan
pendekatan filsafat hukum, sosiologi
hukum, pendekatan perundang-undangan,
dan pendekatan sejarah hukum.
Bahan hukum yang telah dikumpul
dianalisis secara deskriptif-kualitatif.
Setelah diperoleh gambaran yang jelas,
maka akan disimpulkan dengan metode
induksi dan metode deduksi.
D. Pembahasan
Program perencanaan hukum
ditujukan
untuk
menciptakan
persamaan persepsi dari seluruh pelaku
pembangunan
hukum
dalam
menghadapi berbagai isu strategis dan
global yang secara cepat perlu
diantipasi
agar
penegakan
dan
kepastian hukum tetap berjalan secara
berkesinambungan. Dengan program
ini
diharapkan
akan
dihasilkan

Volume 10 Nomor. I Bulan Januari, Tahun 2016

kebijakan/materi hukum yang sesuai


dengan aspirasi masyarakat, baik pada
saat ini maupun masa mendatang,
mengandung
perlindungan
dan
penghormatan terhadap hak asasi
manusia serta mempunyai daya laku
yang efektif dalam masyarakat secara
keseluruhan.
Sedangkan
program
pembentukan hukum dimaksudkan
untuk menciptakan berbagai perangkat
peraturan perundang-undangan dan
yurisprudensi yang akan menjadi
landasan hukum untuk berperilaku
tertib dalam rangka menyelenggarakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Pembentukan peraturan
perundang-undangan dilakukan melalui
proses
yang
benar
dengan
memperhatikan
tertib
perundangundangan serta asas umum peraturan
perundang-undangan yang baik.
Salah satu karakteristik utama
suatu sistem hukum, adalah melekat
pada organisasi tertentu. Dalam konteks
negara, sistem hukum selalu memiliki
ciri nasional yang berbeda dengan
negara yang lain. Antara sistem hukum
nasional satu negara dengan negara
lainnya selalu terdapat perbedaan yang
dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pertama
dari sisi bagaimana kedudukan hukum
dalam penyelenggaraan negara dan
kedua adalah dari sisi materi
hukumnya.10
Demikian
pula
untuk
menentukan pembangunan hukum
Indonesia, harus sesuai dengan
bangunan negara Indonesia yang
berideologi Pancasila serta berdasarkan
UUD 1945. Pembukaan UUD 1945
sebagai bagian yang berisi kesepakatan
bangsa tentang cita-cita dan nilai dasar
bernegara
menegaskan
bahwa
kemerdekaan kebangsaan Indonesia
10

Dikutip dari Makalah, M. Akil


Mochtar, Visi Pembangunan Sistem Hukum
Indonesia, Bahan disampaikan pada Rakernas
KNPI, 28 Juni 2008

disusun dalam suatu Undang-Undang


Dasar Negara Indonesia. Hal itu
menjadi landasan yang kuat bahwa
kemerdekaan
bangsa
dan
penyelenggaraan
negara
harus
didasarkan pada aturan hukum yang
bersumber pada konstitusi sebagai
hukum tertinggi.
Namun demikian harus pula
dipahami bahwa sistem hukum di
Indonesia bukan dibuat dan ditegakkan
untuk hukum itu sendiri. Hukum dibuat
dan ditegakkan adalah untuk manusia
dan masyarakat Indonesia, untuk
mewujudkan kehidupan bersama sesuai
dengan nilai dan cita-cita bersama.
Oleh karena itu hukum harus dibuat
sesuai dengan dasar falsafati negara,
yaitu Pancasila, dan untuk mencapai
cita-cita kemerdekaan. Alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 menyatakan
bahwa
Undang-Undang
Dasar
Negara harus menjadi dasar dari
susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa; Kemanusiaan yang adil
dan beradab; Persatuan Indonesia;
Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/perwakilan;
dan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Selain itu, sistem hukum
nasional harus dipahami sebagai
pranata untuk menjalankan tujuan
pembentukan negara, yaitu melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah
Indonesia;
memajukan
kesejahteraan umum; mencerdaskan
kehidupan
bangsa;
dan
ikut
melaksanakan
ketertiban
dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
Dengan demikian, keseluruhan
ketentuan dalam UUD 1945 harus
dipahami sebagai satu kesatuan untuk
mewujudkan pemerintahan negara yang
menjalankan
tugas-tugas
tersebut

Volume 10 Nomor. I Bulan Januari, Tahun 2016

berdasarkan
nilai-nilai
Pancasila.
Ketentuan UUD 1945 pada prinsipnya
berisi tiga materi utama, yaitu identitas
negara, pengaturan tentang organisasi
negara, serta hak asasi manusia dan hak
konstitusional warga negara baik
sebagai individu maupun masyarakat
yang harus dilindungi, dihormati,
dipenuhi,
dan
dimajukan
oleh
organisasi negara.
Oleh karena itu, sistem hukum
Indonesia
yang
dibangun
dan
dijalankan berdasarkan UUD 1945
sebagai
hukum
tertinggi
harus
merupakan penjabaran dan upaya
operasionalisasi ketentuan dalam UUD
1945 demi tercapainya tujuan negara
sesuai dengan dasar Pancasila. Dengan
mengingat bahwa hukum sebagai satu
kesatuan sistem yang kompleks terdiri
dari berbagai elemen yang saling
terkait, pembangunan sistem hukum
juga
harus
direncanakan
dan
dilaksanakan secara komprehensif,
meliputi seluruh unsur dan elemen
hukum, serta terkait dengan aspek lain
dari
kehidupan
berbangsa
dan
bernegara.
Pada masa Orde Baru, dikenal
adanya Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) yang memuat rencana
kebijakan selama lima tahun, termasuk
di bidang hukum. Namun seiring
dengan perubahan kedudukan MPR dan
ketatanegaraan, GBHN tidal lagi
dikenal dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Sebagai gantinya, telah
ditetapkan Undang-Undang Nomor 17
tahun
2007
tentang
Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025. Dengan bentuk
hukum
undang-undang,
rencana
pembangunan itu telah dibuat melalui
mekanisme legislasi yang demokratis
oleh DPR bersama-sama pemerintah.
Oleh karena itu perencanaan
tersebutlah yang harus menjadi acuan
dalam menentukan visi, misi, dan
rencana pembangunan sistem hukum

Indonesia sampai tahun 2025. Visi


pembangunan nasional tahun 20052025 yang ditetapkan adalah Indonesia
yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur.
Di bidang hukum, misi yang diemban
adalah
mewujudkan
masyarakat
demokratis berlandaskan hukum. Misi
tersebut ditujukan untuk memantapkan
kelembagaan demokrasi yang lebih
kokoh memperkuat peran masyarakat
sipil;
memperkuat
kualitas
desentralisasi dan otonomi daerah;
menjamin pengembangan media dan
kebebasan
media
dalam
mengomunikasikan
kepentingan
masyarakat;
serta
melakukan
pembenahan struktur hukum dan
meningkatkan budaya hukum dan
menegakkan hukum secara adil,
konsekuen, tidak diskriminatif, dan
memihak pada rakyat kecil.
Visi Indonesia di bidang hukum
adalah terwujudnya Indonesia yang
demokratis, berlandaskan hukum dan
keadilan. Ukuran tercapainya visi
tersebut
adalah
(1)
terciptanya
supremasi hukum dan penegakkan hakhak asasi manusia yang bersumber pada
Pancasila dan UUD 1945 serta
tertatanya sistem hukum nasional yang
mencerminkan kebenaran, keadilan,
akomodatif, dan aspiratif; dan (2)
terciptanya penegakan hukum tanpa
memandang kedudukan, pangkat, dan
jabatan seseorang demi supremasi
hukum dan terciptanya penghormatan
pada hak-hak asasi manusia.
Pembangunan materi hukum
diarahkan
untuk
melanjutkan
pembaruan produk hukum untuk
menggantikan peraturan perundangundangan warisan kolonial yang
mencerminkan nilai-nilai sosial dan
kepentingan masyarakat Indonesia serta
mampu
mendorong
tumbuhnya
kreativitas dan melibatkan masyarakat
untuk
mendukung
pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan nasional yang bersumber

Volume 10 Nomor. I Bulan Januari, Tahun 2016

pada Pancasila dan Undang Undang


Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun
1945,
yang
mencakup
perencanaan hukum, pembentukan
hukum, penelitian dan pengembangan
hukum.
Di sisi lain, perundangundangan yang baru juga harus mampu
mengisi
kekurangan/
kekosongan
hukum sebagai pengarah dinamika
lingkungan strategis yang sangat cepat
berubah. Perencanaan hukum sebagai
bagian dari pembangunan materi
hukum harus diselenggarakan dengan
memerhatikan berbagai aspek yang
memengaruhi,
baik
di
dalam
masyarakat sendiri maupun dalam
pergaulan masyarakat internasional
yang dilakukan secara terpadu dan
meliputi semua bidang pembangunan
sehingga
produk
hukum
yang
dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan
kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara serta dapat mengantisipasi
perkembangan zaman.
Pembentukan
hukum
diselenggarakan melalui proses terpadu
dan demokratis berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945, sehingga menghasilkan
produk hukum beserta peraturan
pelaksanaan yang dapat diaplikasikan
secara efektif dengan didukung oleh
penelitian dan pengembangan hukum
yang didasarkan pada aspirasi dan
kebutuhan masyarakat. Penelitian dan
pengembangan hukum diarahkan pada
semua aspek kehidupan sehingga
hukum nasional selalu dapat mengikuti
perkembangan
dan
dinamika
pembangunan yang sesuai dengan
aspirasi masyarakat, baik kebutuhan
saat ini maupun masa depan. Untuk
meningkatkan kualitas penelitian dan
pengembangan hukum diperlukan kerja
sama dengan berbagai komponen
lembaga terkait, baik di dalam maupun
di luar negeri.
Pembangunan struktur hukum
diarahkan untuk memantapkan dan

mengefektifkan berbagai organisasi dan


lembaga hukum, profesi hukum, dan
badan peradilan sehingga aparatur
hukum mampu melaksanakan tugas dan
kewajibannya
secara
profesional.
Kualitas
dan
kemampuan
profesionalisme
aparatur
hukum
dikembangkan
melalui
sistem
pendidikan dan pelatihan dengan
kurikulum yang akomodatif terhadap
setiap perkembangan pembangunan
serta pengembangan sikap aparatur
hukum
yang
menunjung
tinggi
kejujuran, kebenaran, keterbukaan dan
keadilan, bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme, serta bertanggung jawab
dalam bentuk perilaku yang teladan.
Aparatur hukum dalam melaksanakan
tugas
dan kewajibannya
secara
profesional perlu didukung oleh sarana
dan prasarana hukum yang memadai
serta diperbaiki kesejahteraannya agar
di dalam melaksanakan tugas dan
kewajiban aparatur hukum dapat
berjalan dengan baik dan terhindar dari
pengaruh dan intervensi pihak-pihak
dalam bentuk korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Penerapan
dan
penegakan
hukum dan hak asasi manusia
dilaksanakan secara tegas, lugas,
profesional, dan tidak diskriminatif
dengan
tetap
berdasarkan
pada
penghormatan terhadap hak asasi
manusia, keadilan, dan kebenaran,
terutama
dalam
penyelidikan,
penyidikan, dan persidangan yang
transparan dan terbuka dalam rangka
mewujudkan tertib sosial dan disiplin
sosial sehingga dapat mendukung
pembangunan serta memantapkan
stabilitas nasional yang mantap dan
dinamis.
Peningkatan
perwujudan
masyarakat yang mempunyai kesadaran
hukum yang tinggi terus ditingkatkan
dengan lebih memberikan akses
terhadap segala informasi yang
dibutuhkan oleh masyarakat, dan akses

Volume 10 Nomor. I Bulan Januari, Tahun 2016

kepada masyarakat terhadap pelibatan


dalam berbagai proses pengambilan
keputusan pelaksanaan pembangunan
nasional sehingga setiap anggota
masyarakat menyadari dan menghayati
hak dan kewajibannya sebagai warga
negara. Akibatnya, akan terbentuk
perilaku warga negara Indonesia yang
mempunyai rasa memiliki dan taat
hukum.
Peningkatan
perwujudan
masyarakat yang mempunyai kesadaran
hukum yang tinggi harus didukung oleh
pelayanan dan bantuan hukum dengan
biaya yang terjangkau, proses yang
tidak berbelit, dan penetapan putusan
yang mencerminkan rasa keadilan.
Untuk melaksanakan visi dan
program jangka panjang tersebut, telah
ditentukan prioritas jangka menengah
berdasarkan urgensi permasalahan.
Pada 2005-2009, sasaran prioritas di
bidang hukum adalah (1) meningkatnya
keadilan dan penegakan hukum; (2)
terciptanya landasan hukum untuk
memperkuat kelembagaan demokrasi;
(3) meningkatnya kesetaraan gender di
berbagai bidang pembangunan; (4)
terciptanya landasan bagi upaya
penegakan supremasi hukum dan
penegakan hak-hak asasi manusia yang
bersumber pada Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; dan (5)
tertatanya sistem hukum nasional.
Sasaran prioritas pembangunan
jangka menengah kedua di bidang
hukum adalah untuk periode 20102014, yaitu (1) meningkatnya kesadaran
dan penegakan hukum; (2) tercapainya
konsolidasi
penegakan
supremasi
hukum dan penegakan hak asasi
manusia; serta (3) kelanjutan penataan
sistem hukum nasional. Sejalan dengan
itu, kehidupan bangsa yang lebih
demokratis semakin terwujud ditandai
dengan
membaiknya
pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah serta
kuatnya peran masyarakat sipil dan
partai politik dalam kehidupan bangsa.

Agenda pembangunan sistem


hukum Indonesia di masa yang akan
datang tentu harus berpijak pada
rencana pembangunan jangka panjang
yang telah disusun sehingga merupakan
satu
kesatuan
sistem
yang
berkelanjutan. Namun demikian, dalam
penentuannya juga harus dilakukan
dengan mengevaluasi keberhasilan dan
kegagalan tahapan pembangunan sistem
hukum yang telah dilakukan.
Pada aspek substansi hukum,
berbagai
peraturan
perundangundangan perlu segera dilakukan
penyesuaian
baik
dengan
cara
membentuk aturan yang baru maupun
melalui perubahan. Hingga saat ini,
masih terdapat lebih dari 300 produk
hukum zaman kolonial yang berlaku,
yang tentunya sudah tidak sesuai lagi
dengan
semangat
zaman
dan
perkembangan masyarakat. Apalagi
dengan adanya Perubahan UUD 1945
yang meliputi hampir keseluruhan
materi UUD 1945. Di dalam UUD 1945
pasca perubahan terdapat amanat
pembentukan undang-undang untuk
melaksanakan ketentuan konstitusional,
yang meliputi 22 butir ketentuan yang
menyatakan diatur dengan undangundang atau diatur lebih lanjut
dengan undang-undang, 11 butir
ketentuan yang menyatakan diatur
dalam undangundang atau diatur
lebih lanjut dalam undang-undang, dan
6
butir
ketentuan
menyatakan
ditetapkan dengan undang-undang.
Bidang-bidang
hukum
yang
memerlukan
pembentukan
dan
pembaruan
tersebut
dapat
dikelompokkan menurut bidang-bidang
yang dibutuhkan, meliputi bidang (1)
politik dan pemerintahan; (2) ekonomi
dan dunia usaha; (3) kesejahteraan
sosial dan budaya; dan (4) penataan
sistem dan aparatur hukum.
Selain itu, berdasarkan evaluasi
terhadap pembentukan hukum yang
telah dilakukan, perlu dilakukan

Volume 10 Nomor. I Bulan Januari, Tahun 2016

perbaikan pada proses legislasi


sehingga sesuai dengan prioritas yang
merupakan penjabaran dari politik
hukum nasional. Peraturan perundangundangan yang harus dibahas terlebih
dahulu dan diselesaikan adalah yang
memang merupakan prioritas karena
hal
itu
menunjukkan
bahwa
keberadaannya
sudah
sangat
dibutuhkan masyarakat. Aspek lain
yang patut diperhatikan adalah bahwa
penyusunan peraturan perundangundangan
harus
dilandasi
oleh
pertimbangan filosofis, yuridis, dan
sosiologis. Oleh karena itu syarat
penyusunan naskah akademik yang
berkualitas harus benar-benar dipatuhi
dalam penyusunan produk hukum.
Di bidang aparatur hukum
kepercayaan masyarakat sudah mulai
tumbuh
dengan
adanya
upaya
pemberantasan KKN yang terus
menerus. Namun demikian, masih
terdapat banyak ruang atau unit
organisasi penegak hukum yang belum
banyak mengalami perubahan. Upaya
reformasi telah dimulai di lingkungan
Kepolisian dan Mahkamah Agung. Hal
itu
perlu
ditingkatkan
secara
komprehensif baik dari sisi personel
atau aparatur, sistem kinerja, serta
kelembagaan. Selain itu reformasi juga
harus menyentuh ke segenap aktor yang
terlibat
dalam pelaksanaan dan
penegakan hukum, yaitu kejaksaan,
advokat, dan notaris yang selama ini
belum banyak berubah.
Untuk meningkatkan kesadaran
dan ketaatan hukum masyarakat, dua
hal penting yang menjadi agenda besar
adalah penyediaan informasi hukum
dan adanya ketauladanan dari aparat
penegak hukum dan tokoh masyarakat.
Walaupun terdapat fiksi hukum
ketidaktahuan hukum bukan merupakan
alasan pemaaf karena setiap orang
dianggap tahu aturan hukum, namun
fakta
menunjukkan
bahwa
ketidaktahuan hukum menentukan

apakah suatu aturan hukum akan


dipatuhi atau tidak. Penyediaan
informasi hukum akan memberikan
sumbangan yang sangat besar terhadap
pendidikan
kesadaran
hukum
masyarakat. Tersedianya informasi
hukum juga memberikan jaminan akses
masyarakat terhadap keadilan yang
menjadi tujuan hukum itu sendiri.
E. Kesimpulan
Politik pembangunan hukum di
Indonesia di masa mendatang harus
berpijak pada rencana pembangunan
jangka panjang yang telah disusun
sehingga merupakan satu kesatuan
sistem yang berkelanjutan, yang
berdasarkan pada Pancasila sebagai
kristalisasi nilai-nilai yang baik bagi
rakyat Indonesia yang dijadikan sebagai
lansan
filosofis
bernegara
dan
UUD1945 sebagi hukum dasar yang
mengatur tentang bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim Nusantara dalam Moh. Mahfud
MD, Politik Hukum Indonesia, Pustaka
LP3ES Indonesia, Jakarta, 2010
Adolf Huala, Aspek-aspek Negara Dalam
Hukum Internasional: Cetakan Ketiga
Edisi Revisi , Rajawali Pers, Jakarta,
2002
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum,
Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis,
Cet. II, Penerbit Gunung Agung,
Jakarta, 2002
Ahmad Zaenal Fanani, Nomorsatukan
Keadilan, www.badilag.net,
AP. Sugiarto, Filsafat Hukum dan Idiologi,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989
Bappenas, Pembenahan Sistem dan Politik
Hukum, http://www.google.com
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum
Perspektif Historis, (diterjemahkan oleh
Raisul
Muttaqien)
Nuansa
dan
Nusamedia, Bandung, 2004
Daniel S. Lev, Hukum Dan Politik di
Indonesia,
Kesinambungan
dan
Perubahan, Cet I, LP3S, Jakarta, 1990
Dardji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokokpokok Filsafat Hukum. Apa dan

Volume 10 Nomor. I Bulan Januari, Tahun 2016

Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia,


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995
Dardji Darmodihadjo, Sumber dari Segala
Sumber Hukum (Suatu Tinjauan dari
segi Filsafat), Universitas Brawidjaja
Malang, 1976
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris
Gultom, Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatan, Antara Norma dan Realita,
Rineka Cipta, Jakarta, 2006
J.B. Daliyo, dkk, Pengantar Hukum
Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa,
PT. Prenhallindo, Jakarta, 2001
Hamdan Zoelva, Hukum dan Politik dalam
Sistem
Hukum Indonesia,
http://hamdanzoelva.wordpress.com
Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum
(Perspektif Ilmu Sosial), Nusamedia,
Bandung, 2011
Lili Rasyidi & Ira Rasyidi, Pengantar
Filsafat dan Teori Hukum, Cet. ke
VIII, PT Citra Adtya Bakti, Bandung
2001
M. Akil Mochtar, Visi Pembangunan Sistem
Hukum Indonesia, Bahan disampaikan
pada Rakernas KNPI, 28 Juni 2008
Mieke
Komar,
dll,
Mochtar
Kusumaatmadja:
Pendidik
dan
Negarawan, Kumpulan Karya Tulis
Menghormati 70 Tahun Prof. DR.
Mochtar Kusumaatmadja, SH, LLM,
Alumni, Bandung, 1999
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu
Politik, Cet. ke 27, PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2005
Moerdiono, Perjalanan Sejarah Bangsa
Sejak
Proklamasi
17-8-1945,
Departemen Penerangan Penerbitan,
dan Mass Media DPP Golkar, Jakarta
1985
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim,
Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar
Bakti, Jakarta 1988
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di
Indonesia, Pustaka LP3ES Indonesia,
Jakarta, 1998
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief
Shidarta, Pengantar Ilmu Hukum:
Suatu Pengenalan Pertama Ruang
Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum(edisi
pertama), Alumni, Bandung, 2000

Munir Fuady, Teori Negara Hukum


Modern (Rehctstaat), Refika Aditama,
Bandung 2009
Muntoha, Demograsi dan Negara Hukum,
Jurnal Hukum Ius Quia Iustium No. 3
Vol. 16 Juli 2009, Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta, 2009
Notonagoro, Pancasila secara Ilmiah
Populer, Penerbit Pantjuran Tudjuh,
Jakarta, 1975
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2000
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Rajawali Pers, Jakarta, 2002
Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu
Pengantar, (Edisi Baru Keempat
Cetakan Keduabelas), Rajawali Pers,
Jakarta, 1990
Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah,
Sosiologi Hukum dalam Masyarakat,
Rajawali Pers, 1980
Syaiful Bakhri, Pengaruh Alran-Aliran
Falsafat
Pemidanaan
Dalam
pembentukan Hukum Pidana Nasional,
Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 1.
Vol. 18 Januari 2011, Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta, 2011
Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam
lintasan
sejarah,
cet
VIII,
(diterjemahkan
oleh
Muhammad
Radjab), Kanisius, Yogyakarta, 1995
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum
Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu,
Surabaya, 1987
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar
Grafika, Jakarta, 2006

Volume 10 Nomor. I Bulan Januari, Tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai