Anda di halaman 1dari 20

http://id.wikipedia.

org/wiki/Talasemia
http://thalasemia.org/
http://www.zorafm.com/2013/05/talkshow-gerakan-memutus-mata-rantaipenurunan-penyakit-thalassemia-kota-bandung/

Talasemia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Thalassaemia
Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal

ICD-10

D56.

ICD-9

282.4

MedlinePlus

eMedicine

MeSH

000587

ped/2229 radio/686

D013789

Pola penurunan sifat genetik pada penderita talasemia.

Talasemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang
diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesiadan Italia.[rujukan?] Enam sampai
sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa genpenyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah,
kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat
(carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan bebas talasemia[1]. Sebagian besar penderita talasemia adalah
anak-anak usia 0 hingga 18 tahun.
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Klasifikasi talasemia
1.1 Talasemia alfa

1.1.1 Delesi pada empat rantai alfa

1.1.2 Delesi pada tiga rantai alfa

1.1.3 Delesi pada dua rantai alfa

1.1.4 Delesi pada satu rantai alfa


1.2 Talasemia beta

2 Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria

3 Uji talasemia pra-kelahiran

4 Pencegahan dan pengobatan

5 Referensi

6 Pranala luar

Klasifikasi talasemia[sunting]
Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga
produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan
pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut. Berdasarkan
dasar klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu talasemia alfa, beta, dan delta.

Talasemia alfa[sunting]
Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan ini berkaitan dengan
delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai
beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai
beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri
memiliki beberapa jenis[2].

Delesi pada empat rantai alfa[sunting]


Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts. Gejalanya dapat berupa ikterus,
pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini
akan mati beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandungan pada minggu
ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80-90%
Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.

Delesi pada tiga rantai alfa[sunting]


Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer. Dengan banyak
terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit
dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.

Delesi pada dua rantai alfa[sunting]


Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2 dan
peningkatan dari HbH.

Delesi pada satu rantai alfa[sunting]


Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal.

Talasemia beta[sunting]
Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu
talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi.
Mungkin saja pada awal kelahirannya, anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan
mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna
kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat
fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe)[3]. Salah
satu ciri fisik dari penderita talasemia adalah kelainan tulang yang berupa tulang pipi masuk ke dalam dan

batang hidung menonjol (disebut gacies cooley), penonjolan dahi dan jarak kedua mata menjadi lebih jauh,
serta tulang menjadi lemah dan keropos[4].

Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria[sunting]


Walaupun sepintas talasemia terlihat merugikan, penelitian menunjukkan kemungkinan bahwa pembawa
sifat talasemia diuntungkan dengan memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap malaria. Hal tersebut juga
menjelaskan tingginya jumlah karier di Indonesia. Secara teoritis, evolusi pembawa sifat talasemia dapat
bertahan hidup lebih baik di daerah endemi malaria seperti di Indonesia[5].

Uji talasemia pra-kelahiran[sunting]


Wanita hamil yang mempunyai risiko mengandung bayi talasemia dapat melakukan uji untuk melihat
apakan bayinya akan mederita talasemia atau tidak. Di Indonesia, uji ini dapat dilakukan di Yayasan
Geneka Lembaga Eijkman di Jakarta. Uji ini melihat komposisi gen-gen yang mengkode Hb.

Pencegahan dan pengobatan[sunting]


Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu menjalani tes darah,
baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang
untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan
donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia memerlukan perawatan yang rutin,
seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya 12 gr/dL dan
menjalani pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh.
Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk
fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Dua cara yang dapat ditempuh
untuk mengobati tasalemia adalah transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem
cell)[6]. Pada 2008, di Spanyol, seorang bayi di implan secara selektif agar menjadi pengobatan untuk
saudaranya yang menderita talasemia. Anak tersebut lahir dari embrio yang diseleksi agar bebas dari
talasemia sebelum dilakukan implantasi secara Fertilisasi in vitro. Suplai darah plasenta yang
immunokompatibel disimpan untuk transplantasi saudaranya. Transplantasi tersebut tergolong sukses.
[7]

Pada 2009, sekelompok dokter dan spesialis di Chennai danCoimbatore mencatatkan pengobatan

sukses talasemia pada seorang anak menggunakan darah plasenta dari saudaranya. [8]

Referensi[sunting]

1.

^ Susan A. Orshan (2007). Maternity, Newborn, and Women's Health Nursing: Comprehensive
Care Across the Life Span. Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 978-0-7817-4254-2.

2.

^ Anupam Sachdeva, M. R. Lokeshwar (2006). Hemoglobinopathies. Jaypee Brothers Medical


Publisher. ISBN 81-8061-669-X.

3.

^ Robert S. Hillman, Kenneth A. Ault, Henry M. Rinder (2005). Hematology in clinical practice:
a guide to diagnosis and management. McGraw-Hill Professional. ISBN 978-0-07-144035-6.

4.

^ Howard A. Pearson, M.D., Lauren C. Berman, M.S.W., Allen C. Crocker, M.D.


(1997). "Thalassemia Intermedia: A Region I Conference". THE GENETIC RESOURCE 11 (2).

5.

^ Martin H. Steinberg (2001). Disorders of hemoglobin: genetics, pathophysiology, and clinical


management. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-63266-9.

6.

^ Suraksha Agrawal (2003). "Stem Cell Transplantation in Thalassemia". Int J Hum


Genet 3 (4): 205208.

7.

^ Spanish Baby Engineered To Cure Brother

8.

^ His sister's keeper: Brother's blood is boon of life, Times of India, 17 September 2009

Talasemia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Thalassaemia
Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal

ICD-10

D56.

ICD-9

282.4

MedlinePlus

eMedicine

MeSH

000587

ped/2229 radio/686

D013789

Pola penurunan sifat genetik pada penderita talasemia.

Talasemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang
diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesiadan Italia.[rujukan?] Enam sampai
sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa genpenyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah,
kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat
(carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan bebas talasemia[1]. Sebagian besar penderita talasemia adalah
anak-anak usia 0 hingga 18 tahun.
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Klasifikasi talasemia
1.1 Talasemia alfa

1.1.1 Delesi pada empat rantai alfa

1.1.2 Delesi pada tiga rantai alfa

1.1.3 Delesi pada dua rantai alfa

1.1.4 Delesi pada satu rantai alfa

1.2 Talasemia beta

2 Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria

3 Uji talasemia pra-kelahiran

4 Pencegahan dan pengobatan

5 Referensi

6 Pranala luar

Klasifikasi talasemia[sunting]
Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga
produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan
pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut. Berdasarkan
dasar klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu talasemia alfa, beta, dan delta.

Talasemia alfa[sunting]
Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan ini berkaitan dengan
delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai
beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai
beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri
memiliki beberapa jenis[2].

Delesi pada empat rantai alfa[sunting]


Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts. Gejalanya dapat berupa ikterus,
pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini
akan mati beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandungan pada minggu
ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80-90%
Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.

Delesi pada tiga rantai alfa[sunting]

Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer. Dengan banyak
terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit
dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.

Delesi pada dua rantai alfa[sunting]


Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2 dan
peningkatan dari HbH.

Delesi pada satu rantai alfa[sunting]


Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal.

Talasemia beta[sunting]
Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu
talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi.
Mungkin saja pada awal kelahirannya, anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan
mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna
kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat
fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe)[3]. Salah
satu ciri fisik dari penderita talasemia adalah kelainan tulang yang berupa tulang pipi masuk ke dalam dan
batang hidung menonjol (disebut gacies cooley), penonjolan dahi dan jarak kedua mata menjadi lebih jauh,
serta tulang menjadi lemah dan keropos[4].

Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria[sunting]


Walaupun sepintas talasemia terlihat merugikan, penelitian menunjukkan kemungkinan bahwa pembawa
sifat talasemia diuntungkan dengan memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap malaria. Hal tersebut juga
menjelaskan tingginya jumlah karier di Indonesia. Secara teoritis, evolusi pembawa sifat talasemia dapat
bertahan hidup lebih baik di daerah endemi malaria seperti di Indonesia[5].

Uji talasemia pra-kelahiran[sunting]


Wanita hamil yang mempunyai risiko mengandung bayi talasemia dapat melakukan uji untuk melihat
apakan bayinya akan mederita talasemia atau tidak. Di Indonesia, uji ini dapat dilakukan di Yayasan
Geneka Lembaga Eijkman di Jakarta. Uji ini melihat komposisi gen-gen yang mengkode Hb.

Pencegahan dan pengobatan[sunting]


Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu menjalani tes darah,
baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang
untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan
donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia memerlukan perawatan yang rutin,
seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya 12 gr/dL dan
menjalani pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh.
Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk
fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Dua cara yang dapat ditempuh
untuk mengobati tasalemia adalah transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem
cell)[6]. Pada 2008, di Spanyol, seorang bayi di implan secara selektif agar menjadi pengobatan untuk
saudaranya yang menderita talasemia. Anak tersebut lahir dari embrio yang diseleksi agar bebas dari
talasemia sebelum dilakukan implantasi secara Fertilisasi in vitro. Suplai darah plasenta yang
immunokompatibel disimpan untuk transplantasi saudaranya. Transplantasi tersebut tergolong sukses.
[7]

Pada 2009, sekelompok dokter dan spesialis di Chennai danCoimbatore mencatatkan pengobatan

sukses talasemia pada seorang anak menggunakan darah plasenta dari saudaranya. [8]

Referensi[sunting]
1.

^ Susan A. Orshan (2007). Maternity, Newborn, and Women's Health Nursing: Comprehensive
Care Across the Life Span. Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 978-0-7817-4254-2.

2.

^ Anupam Sachdeva, M. R. Lokeshwar (2006). Hemoglobinopathies. Jaypee Brothers Medical


Publisher. ISBN 81-8061-669-X.

3.

^ Robert S. Hillman, Kenneth A. Ault, Henry M. Rinder (2005). Hematology in clinical practice:
a guide to diagnosis and management. McGraw-Hill Professional. ISBN 978-0-07-144035-6.

4.

^ Howard A. Pearson, M.D., Lauren C. Berman, M.S.W., Allen C. Crocker, M.D.


(1997). "Thalassemia Intermedia: A Region I Conference". THE GENETIC RESOURCE 11 (2).

5.

^ Martin H. Steinberg (2001). Disorders of hemoglobin: genetics, pathophysiology, and clinical


management. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-63266-9.

6.

^ Suraksha Agrawal (2003). "Stem Cell Transplantation in Thalassemia". Int J Hum


Genet 3 (4): 205208.

7.

^ Spanish Baby Engineered To Cure Brother

8.

^ His sister's keeper: Brother's blood is boon of life, Times of India, 17 September 2009

Talasemia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Thalassaemia
Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal

ICD-10

D56.

ICD-9

282.4

MedlinePlus

eMedicine

MeSH

000587

ped/2229 radio/686

D013789

Pola penurunan sifat genetik pada penderita talasemia.

Talasemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang
diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesiadan Italia.[rujukan?] Enam sampai
sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa genpenyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah,
kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat
(carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan bebas talasemia[1]. Sebagian besar penderita talasemia adalah
anak-anak usia 0 hingga 18 tahun.
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Klasifikasi talasemia
1.1 Talasemia alfa

1.1.1 Delesi pada empat rantai alfa

1.1.2 Delesi pada tiga rantai alfa

1.1.3 Delesi pada dua rantai alfa

1.1.4 Delesi pada satu rantai alfa


1.2 Talasemia beta

2 Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria

3 Uji talasemia pra-kelahiran

4 Pencegahan dan pengobatan

5 Referensi

6 Pranala luar

Klasifikasi talasemia[sunting]
Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga
produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan
pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut. Berdasarkan
dasar klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu talasemia alfa, beta, dan delta.

Talasemia alfa[sunting]
Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan ini berkaitan dengan
delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai
beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai
beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri
memiliki beberapa jenis[2].

Delesi pada empat rantai alfa[sunting]


Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts. Gejalanya dapat berupa ikterus,
pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini
akan mati beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandungan pada minggu
ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80-90%
Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.

Delesi pada tiga rantai alfa[sunting]


Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer. Dengan banyak
terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit
dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.

Delesi pada dua rantai alfa[sunting]


Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2 dan
peningkatan dari HbH.

Delesi pada satu rantai alfa[sunting]


Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal.

Talasemia beta[sunting]
Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu
talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi.
Mungkin saja pada awal kelahirannya, anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan
mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna
kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat
fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe)[3]. Salah
satu ciri fisik dari penderita talasemia adalah kelainan tulang yang berupa tulang pipi masuk ke dalam dan

batang hidung menonjol (disebut gacies cooley), penonjolan dahi dan jarak kedua mata menjadi lebih jauh,
serta tulang menjadi lemah dan keropos[4].

Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria[sunting]


Walaupun sepintas talasemia terlihat merugikan, penelitian menunjukkan kemungkinan bahwa pembawa
sifat talasemia diuntungkan dengan memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap malaria. Hal tersebut juga
menjelaskan tingginya jumlah karier di Indonesia. Secara teoritis, evolusi pembawa sifat talasemia dapat
bertahan hidup lebih baik di daerah endemi malaria seperti di Indonesia[5].

Uji talasemia pra-kelahiran[sunting]


Wanita hamil yang mempunyai risiko mengandung bayi talasemia dapat melakukan uji untuk melihat
apakan bayinya akan mederita talasemia atau tidak. Di Indonesia, uji ini dapat dilakukan di Yayasan
Geneka Lembaga Eijkman di Jakarta. Uji ini melihat komposisi gen-gen yang mengkode Hb.

Pencegahan dan pengobatan[sunting]


Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu menjalani tes darah,
baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang
untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan
donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia memerlukan perawatan yang rutin,
seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya 12 gr/dL dan
menjalani pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh.
Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk
fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Dua cara yang dapat ditempuh
untuk mengobati tasalemia adalah transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem
cell)[6]. Pada 2008, di Spanyol, seorang bayi di implan secara selektif agar menjadi pengobatan untuk
saudaranya yang menderita talasemia. Anak tersebut lahir dari embrio yang diseleksi agar bebas dari
talasemia sebelum dilakukan implantasi secara Fertilisasi in vitro. Suplai darah plasenta yang
immunokompatibel disimpan untuk transplantasi saudaranya. Transplantasi tersebut tergolong sukses.
[7]

Pada 2009, sekelompok dokter dan spesialis di Chennai danCoimbatore mencatatkan pengobatan

sukses talasemia pada seorang anak menggunakan darah plasenta dari saudaranya. [8]

Referensi[sunting]

1.

^ Susan A. Orshan (2007). Maternity, Newborn, and Women's Health Nursing: Comprehensive
Care Across the Life Span. Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 978-0-7817-4254-2.

2.

^ Anupam Sachdeva, M. R. Lokeshwar (2006). Hemoglobinopathies. Jaypee Brothers Medical


Publisher. ISBN 81-8061-669-X.

3.

^ Robert S. Hillman, Kenneth A. Ault, Henry M. Rinder (2005). Hematology in clinical practice:
a guide to diagnosis and management. McGraw-Hill Professional. ISBN 978-0-07-144035-6.

4.

^ Howard A. Pearson, M.D., Lauren C. Berman, M.S.W., Allen C. Crocker, M.D.


(1997). "Thalassemia Intermedia: A Region I Conference". THE GENETIC RESOURCE 11 (2).

5.

^ Martin H. Steinberg (2001). Disorders of hemoglobin: genetics, pathophysiology, and clinical


management. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-63266-9.

6.

^ Suraksha Agrawal (2003). "Stem Cell Transplantation in Thalassemia". Int J Hum


Genet 3 (4): 205208.

7.

^ Spanish Baby Engineered To Cure Brother

8.

^ His sister's keeper: Brother's blood is boon of life, Times of India, 17 September 2009

Talasemia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Thalassaemia
Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal

ICD-10

D56.

ICD-9

282.4

MedlinePlus

000587

eMedicine

MeSH

ped/2229 radio/686

D013789

Pola penurunan sifat genetik pada penderita talasemia.

Talasemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang
diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesiadan Italia.[rujukan?] Enam sampai
sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa genpenyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah,
kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat
(carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan bebas talasemia[1]. Sebagian besar penderita talasemia adalah
anak-anak usia 0 hingga 18 tahun.
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Klasifikasi talasemia
1.1 Talasemia alfa

1.1.1 Delesi pada empat rantai alfa

1.1.2 Delesi pada tiga rantai alfa

1.1.3 Delesi pada dua rantai alfa

1.1.4 Delesi pada satu rantai alfa

1.2 Talasemia beta

2 Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria

3 Uji talasemia pra-kelahiran

4 Pencegahan dan pengobatan

5 Referensi

6 Pranala luar

Klasifikasi talasemia[sunting]
Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga
produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan
pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut. Berdasarkan
dasar klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu talasemia alfa, beta, dan delta.

Talasemia alfa[sunting]
Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan ini berkaitan dengan
delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai
beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai
beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri
memiliki beberapa jenis[2].

Delesi pada empat rantai alfa[sunting]


Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts. Gejalanya dapat berupa ikterus,
pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini
akan mati beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandungan pada minggu
ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80-90%
Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.

Delesi pada tiga rantai alfa[sunting]

Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer. Dengan banyak
terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit
dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.

Delesi pada dua rantai alfa[sunting]


Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2 dan
peningkatan dari HbH.

Delesi pada satu rantai alfa[sunting]


Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal.

Talasemia beta[sunting]
Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu
talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi.
Mungkin saja pada awal kelahirannya, anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan
mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna
kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat
fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe)[3]. Salah
satu ciri fisik dari penderita talasemia adalah kelainan tulang yang berupa tulang pipi masuk ke dalam dan
batang hidung menonjol (disebut gacies cooley), penonjolan dahi dan jarak kedua mata menjadi lebih jauh,
serta tulang menjadi lemah dan keropos[4].

Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria[sunting]


Walaupun sepintas talasemia terlihat merugikan, penelitian menunjukkan kemungkinan bahwa pembawa
sifat talasemia diuntungkan dengan memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap malaria. Hal tersebut juga
menjelaskan tingginya jumlah karier di Indonesia. Secara teoritis, evolusi pembawa sifat talasemia dapat
bertahan hidup lebih baik di daerah endemi malaria seperti di Indonesia[5].

Uji talasemia pra-kelahiran[sunting]


Wanita hamil yang mempunyai risiko mengandung bayi talasemia dapat melakukan uji untuk melihat
apakan bayinya akan mederita talasemia atau tidak. Di Indonesia, uji ini dapat dilakukan di Yayasan
Geneka Lembaga Eijkman di Jakarta. Uji ini melihat komposisi gen-gen yang mengkode Hb.

Pencegahan dan pengobatan[sunting]


Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu menjalani tes darah,
baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang
untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan
donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia memerlukan perawatan yang rutin,
seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya 12 gr/dL dan
menjalani pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh.
Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk
fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Dua cara yang dapat ditempuh
untuk mengobati tasalemia adalah transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem
cell)[6]. Pada 2008, di Spanyol, seorang bayi di implan secara selektif agar menjadi pengobatan untuk
saudaranya yang menderita talasemia. Anak tersebut lahir dari embrio yang diseleksi agar bebas dari
talasemia sebelum dilakukan implantasi secara Fertilisasi in vitro. Suplai darah plasenta yang
immunokompatibel disimpan untuk transplantasi saudaranya. Transplantasi tersebut tergolong sukses.
[7]

Pada 2009, sekelompok dokter dan spesialis di Chennai danCoimbatore mencatatkan pengobatan

sukses talasemia pada seorang anak menggunakan darah plasenta dari saudaranya. [8]

Referensi[sunting]
1.

^ Susan A. Orshan (2007). Maternity, Newborn, and Women's Health Nursing: Comprehensive
Care Across the Life Span. Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 978-0-7817-4254-2.

2.

^ Anupam Sachdeva, M. R. Lokeshwar (2006). Hemoglobinopathies. Jaypee Brothers Medical


Publisher. ISBN 81-8061-669-X.

3.

^ Robert S. Hillman, Kenneth A. Ault, Henry M. Rinder (2005). Hematology in clinical practice:
a guide to diagnosis and management. McGraw-Hill Professional. ISBN 978-0-07-144035-6.

4.

^ Howard A. Pearson, M.D., Lauren C. Berman, M.S.W., Allen C. Crocker, M.D.


(1997). "Thalassemia Intermedia: A Region I Conference". THE GENETIC RESOURCE 11 (2).

5.

^ Martin H. Steinberg (2001). Disorders of hemoglobin: genetics, pathophysiology, and clinical


management. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-63266-9.

6.

^ Suraksha Agrawal (2003). "Stem Cell Transplantation in Thalassemia". Int J Hum


Genet 3 (4): 205208.

7.

^ Spanish Baby Engineered To Cure Brother

8.

^ His sister's keeper: Brother's blood is boon of life, Times of India, 17 September 2009

Talkshow : 30 Mei 2013


Gerakan Memutus Mata Rantai Penurunan Penyakit Thalassemia Kota
Bandung
Bersama Ibu Hj. Nani Suryani
1.Thalassemia adalah : a.penyakit keturunan yang diakibatkan oleh
perkawinan
pasangan
pembawa
sifat/gen
Thalassemia
yang
menyebabkan kelainan pembentukan sel darah merah sehingga sel darah
merah berumur pendek.b.Belum bisa diobati, sehingga untuk
mempertahankan hidupnya, penderita Thalassemia memerlukan transfusi
darah setiap bulannya seumur hidupnya.2.Tahun 2012 jumlah penderita di
Bandung tercatat sekitar 250 orang, Jawa Barat tercatat sekitar 2.000
orang. Secara Nasional lebih dari 5.000 orang. Angka ini terus bergerak
naik secara signifikan, walau setiap bulannya selalu ada penderita yang
meninggal. Lebih dari 80% penderita berasal dari keluarga tidak
mampu.3.Menurut WHO, bila tidak dicegah maka pertumbuhan penderita
Thalassemia di Indonesia mencapai sekitar 3.000 orang dan Jawa Barat
500 orang setiap tahunnya.4.Biaya perawatan seorang penderita
thalassemia minimal Rp 8 Juta Per Orang Per Bulan, sehingga Biaya
perawatan untuk daerah Jawa Barat sekitar: Rp 170 Milyar/Tahun dan akan
bertambah Rp 50 Milyar/Tahun. Nasional sekitar: Rp 500 Milyar/Tahun dan
bertambah Rp 300 Milyar/Tahun 5.Penyakit ini menjadi kontraprodukti f
bagi tujuan perkawinan, tercermin dari penelitian yang mengatakan
bahwa hampir 100% Keluarga dan Penderita penderita Thalassemia
mengalami kelelahan mental yang sangat, yang akhirnya membuat
produktivitas keluarga terganggu : a.Penderita sukar bergaul secara
normal dengan masyarakat sekitar dan sukar mendapatkan pekerjaan,
b.Keluarga sukar menjadi harmonis karena saling menyalahkan dan
adanya beban sosial dan ekonomi yang berat dalam mengurus anak
penderita Thalassemia, tingkat perceraian tingi c.Kepala Keluarga apatis
dan tidak bergairah untuk mencari nafkah karena selalu kehabisan biaya
untuk perawatan, d.Istri yang terpaksa harus mundur dari lingkungan
pekerjaan dan sosial karena harus mengurus anak penderita Thalassemia.
6.Jampelthas (Jaminan Pelayanan Thalassemia) adalah bukti kepedulian
pemerintah atas penderitaan penderita Thalassemia dan orang tuanya.
Dengan adanya Jampelthas maka penderita mendapatkan jaminan dari
pemerintah untuk mendapatkan pelayanan perawatan penyakit
Thalassemia secara gratis. 7.Walaupun begitu, yang paling penting
dilakukan saat ini adalah upaya pencegahan untuk memutus mata rantai

penurunan thalassemia secara sistematis dan berkesinambungan untuk


mencegah lahirnya bayi baru Thalassemia, karena : a.Thalassemia
menjadi kontraproduktif bagi tujuan perkawinan, jika dibiarkan bisa
menjadi bencana sosial bagi masyarakat yang akan menghalangi
tercapainya tujuan pembangunan bangsa dan negara. b.Penanganan
penyakit Thalassemia akan menyerap anggaran pemerintah yang sangat
besar dan akan terus membesar yang dikhawatirkan akan mengurangi
alokasi anggaran bagi sektor lain. c.Penyakit Thalassemia, walau belum
dapat diobati, tetapi bisa dicegah dengan cara menghindari perkawinan
atara dua orang pembawa gen/sifat Thalassemia. Satu-satunya cara untuk
mengetahui seseorang pembawa sifat Thalassemia atau bukan adalah
dengan cara melakukan pemeriksaan darah atau Skrining Thalassemia.
d.Saatnya bagi kita untuk bersama-sama menjadi Sahabat Thalassemia
guna memutus mata rantai penurunan penyakit Thalassemia, dengan
cara : pahami apa itu Thalassemia, lakukan Skrining Thalassemia
hindari perkawinan antar sesama pembawa sifat Thalassemia. e.Sahabat
Thalassemia adalah anak-anak bangsa yang : bertanggung jawab
terhadap masa depan diri sendiri, pasangan, keluarga dan bangsa
Indonesia, dengan cara : berpikir rasional bukan emosional dan bertindak
antisipatif, bukan reaktif. 8.Dengan menjadi Sahabat Thalassemia kita
pastikan bersama-sama, dengan langkah nyata, masa depan anak-anak
bangsa, masyarakat Kota Bandung, rakyat Jawa Barat, dan Bangsa
Indonesia yang sehat dan berkualitas.

Anda mungkin juga menyukai