BAB I...................................................................................................... 2
A.
Latar Belakang.................................................................................. 2
B.
Tujuan............................................................................................. 3
BAB II..................................................................................................... 4
A.
B.
2.
E.
Re-evaluasi penderita.................................................................21
F.
BAB III.................................................................................................. 23
A.
Kesimpulan.................................................................................... 23
B.
Saran............................................................................................ 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan
tugas yang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem
Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini
(early) karena trauma yang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga
beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena trauma, immediate,
terjadi
saat
trauma.
Perawatan
kritis,
intensif,
ditujukan
untuk
menghambat resiko kecacatan dan bahkan kematian. Hal ini bisa saja
terjadi karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa
minggu setelah trauma tidak mendapatkan penanganan yang optimal.
Berdasarkan kasus diatas, penilaian awal merupakan salah satu item
kegawatdaruratan yang sangat mutlak harus dilakukan untuk mengurangi
resiko kecacatan, bahkan kematian. Pada penelitian Canadian selama 5
tahun yang diakui oleh unit trauma, 96,3% mendukung terjadinya trauma
tumpul, sisanya 3,7% cedera dengan mekanisme penetrasi. Penyebab
trauma tumpul berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas (70%), bunuh
diri (10%), jatuh (8%), pembunuhan (7%), dan lain-lain (5%). Banyak
kejadian tersebut yang akhirnya menuju kedalam kegawatdaruratan.
Berdasarkan penelitian diatas, seorang tenaga kesehatan harus mampu
melakukan tindakan medis yang tepat dan cepat untuk mengatasinya.
Melalui protocol-protokol yang berlaku, seorang tenaga kesehatan harus
mampu melakukan penilaian awal, sehingga mampu memberikan tindakan
yang tepat sesuai dengan tujuan penilaian awal. Tujuan penilaian awal
adalah untuk menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera / kelainan
pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur
kecepatan dan efisiensi tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai.
Oleh karena itu tenaga medis, khususnya dalam system pelayanan tanggap
darurat harus mengenal konsep penilaian awal untuk meningkatkan
keberhasilan penanganan kasus gawat darurat.
B. Tujuan
1. Umum
Mahasiswa dapat menangani kasus trauma secara umum dengan
cepat dan tepat serta mampu melakukan penilaian dan pengelolaan
awal penderita trauma.
2. Khusus
a. Dapat menyebutkan dan mengetahui masalah yang
mengancam pada penderita trauma dengan cepat dan tepat.
b. Dapat menyebutkan dan memahami konsep pada initial
assessment yaitu primary survey dan resusitasi serta
secondary survey secara berurutan.
c. Dapat melakukan penanganan penderita trauma secara
berurutan sesuai konsep initial assessment
d. Dapat menentukan rujukan rumah sakit yang tepat untuk
penananganan definitif.
BAB II
LANDASAN TEORI
penderita
dan
beratnya
perlukaan
pembunuh tercepat)
Breathing dan ventilasi
Circulation dengan kontrol perdarahan
Disability: status neurologis dan nilai GCS
Exposure/environmental: buka baju penderita tapi cegah hipotermi
a) Menjaga airway dengan kontrol servikal
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas,
namun harus diingat bahwa kebanyakan usaha untuk
memperbaiki jalan nafas akan menyebabkan gerakan pada
leher. Karena itu apabila ada kemungkinan fraktur servikal
harus dilakukan dengan kontrol servikal. Kemungkinan
patahnya tulang servikal diduga bila ada:
1) Trauma kapitis, terutama apabila ada penurunan kesadaran
2) Adanya luka karena trauma tumpul kranial dari klavikula
3) Setiap multi trauma (trauma pada 2 region tubuh atau
lebih)
4) Juga harus waspada kemungkinan patah servikal bila
biomekanik trauma mendukung (mislnya ditabrak dari
belakang).
Karena itu langkah selanjutnya adalah:
1) Pertahankan posisi kepala
2) Pasang colar servical
3) Pasang diatas long spine board
jangan
udaara
membatu
pernafasan
adalah
dengan
hipovolemia,
sampai
terbukti
sebaaliknya.
Dengan
terdapat
pada
keadaaan
yang
tidak
hipovolemia. Sebaliknya wajah pucat keabuabuan dan kulit ekstermitas yang pucat dan dingin
Rongga thoraks
Rongga abdomen
Fraktur pelvis
10
Syok
hemoragic
pada
orang
dewasa
tidak
luar.
Turniket
(tourniquet)
jarang
3) Perbaikan volume
11
Cairan
ini
harus
dihangatkan
untuk
abdomen,
pelvis,
tulang
panjang
dan
evaluasi
respon
penderita
terhadap
tetesan
tetesan
12
non
hemoragic
(paling
sering
kardiogenik).
d) Disability
perdarahan intrakranial dapat menyebabkan kematian
dengan sangat cepat (the patient who talks and lies),
sehingga diperlukan evaluasi keadaan neurologis secara
cepat. Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil.
1) GCS (Glasgow Coma Scale):
GCS adalah sistem skoring yang sederhana dan
dapatmeramal kesudahann (outcome) penderita.
Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan
oksigenasi atau dan penurunan perfusi keotak atau
disebabkan perlukaan pada otak sendiri. perubahan
kesadaran akan dapat mengganggu airway serta
breathing yang seharusnya sudah diatasi terlebih
dahulu. Jangan lupa bahwa alkohol dan obat obatan
dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita.
Penurunan tingkat GCS yang lebih dari satu (2 atau
lebih) harus sangat diwaspadai.
2) Pupil
Nilai adakah perubahan pupil. Pupil yang tidak
sama besar (anisokori) kemungiinan menandakan
adanya suatu resimata intrakarnial (perdarahan).
Perlu diingat bahwa lesi biasanya (tidak selalu!)
akan terjadi pada sisi pupil yang melebar.
3) Resusitasi
13
log
roll
untuk
mengetahui
sumber
perdarahan.
f) Folley chateter/kateter urine
Pemakaian kateter urin dan
lambung
harus
yang
peka
untuk
menilai
keadaan
hemodinamik penderita.
Catatan: urin penderita dewasa 1/2cc/kgBB/jam,anak
1cc/kgBB/jam,bayi 2cc/kgBB/jam.
Kateter urin jangan dipakai bila ada dugaan ruptur
uretra yang ditandai oleh :
- Adanya darah dilubang uretra di bagian luar
(OUE/Orifisium Uretra External)
14
Hematom di skrotum
Pada colok dubur prostat letak tinggi atau tidak
teraba.
Dengan demikian maka pemasangan kateter urin tidak
boleh dilakukan sebelum colok dubur (khusus pada
penderita traum).
g) gastric tube/ kateter lambung
Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi
lambung dan menjegah muntah. Isi lambung yang pekat
akan
mengakibatkan
NGT
tidak
berfungsi,
dipasang
melalui
mulut
untuk
mencagah
(sekaligus
i) Foto rontgen
Pemakaian foto rontgen harus selektif, dan jangan
mengganggu proses resusitasi. Pada penderita dengan
trauma tumpul harus dilakukan 3 foto rutin:
- Servikal
- Toraks (AP)
15
Pervis (AP)
Foto servikal AP harus terlihat ketujuh ruas tulang
servikal apabila tidak terlihat harus dengan menarik
kedua
bahu
kearah
kaudal,
ataupun
dengan
swimmers view.
16
17
4. Toraks
Pemeriksaan dilakukan dengan luck listen- feel .inspeksi
dinding dada bagian depan samping dan belakang untuk adanya
trauma tumpul atau tajam pemakaian otot pernafasan tambahan dan
ekspamsi toraks bilateral. Auskultasi pada bagian depan untuk
bising nafas (bilateral) dan bising jantung. Palpasi seluruh dinding
dada untuk adanya trauma tajam atau tumpul, emfisema subkutan,
nyeri tekan dan krepitasi. Perkusi untuk adanya hipersonar dan
keredupan. Ingat bahwa setiap cidera dibawah puting susu ada
kemungkinan cidera intra abdominal pula.
5. Abdomen
Cidera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis,misalnya
pada keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur
vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak akan nyeri perutnya
dan gejala defans otot dan nyeri tekan/ lepas tidak ada). Infeksi
abdomen bagian depan dan belakang untuk adanya trauma tajam,
tumpul dan adanya perdarahan internal. Auskultasi bising usus,
perkusi abdomen untuk mendapatkan nyeri lepas (ringan). Palpasi
abdomen untuk nyeri tekan ,defans ,muskuler, ngeri lepas yang
jelas, atau uterus yang hamil. Bila ragu-ragu akan adanya
perdarahan intra-abdominal dapat dilakukan pemeriksaan DPL
(diagnostic peritoneal lavage), ataupun USG (ultra-sonography).
Ingat bahwa pada perforasi organ berlumen misalnya usus halus
gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera, karena itu
memerlukan re-evaluasi berulang-kali.
Pengelolaan: Transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan.
6. Pelvis
Cedera pada pelvis yang berat,akan nampak pada pemeriksaan fisik
(pelvis menjadi tidak stabil). Pada cedera berat ini kemungkinan
penderita akan masuk dalam keadaan syok, yang aharus segera
diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk kontrol
perdarahan dari fraktur pelvis.
7. Ekstermitas
18
Pemeriksaan
dilakukan
denganlook-feel-move.
Pada
saat
denyut
nadi
distal
dari
fraktur
pada
saat
E. Re-evaluasi penderita
Penilaian ualang penderita dengan mencatat, melaporkan setiap
perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
Monitoring dari tanda vital dan jumlah urin mutlak dilakukan. Jangan
lakukan pemeriksaan yang tidak perlu apabila penderita akan dirujuk
ke RS lainnya.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Initial assessment merupakan rangkain penilaian gawat darurat secara
cepat dan tepat serta tidak membuat penyakit tambahan (do not futher
ham). Rentang gawat darurat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu; pre
rumah sakit, rumah sakit dan setelah rumah sakit.
20
B. Saran
Makalah yang telah disusun ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu
diharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi
sempurnanya makalah ini.
21