Anda di halaman 1dari 45

TUGAS KESEHATAN MATRA I

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG KEDOKTERAN
KEPOLISIAN ( PASAL 6 J DAN K )

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK V
HADISTIA ZAHRA (1310711083)
ALAL FITROH

(1310711087)

OCY LEVY

(1310711091)

ETRIYANA M.

(1310711092)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
TAHUN AJARAN 2016/2017

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmatnya, sehingga penulis dapat meneyelesaikan makalah yang berjudul PERATURAN
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011
TENTANG KEDOKTERAN KEPOLISIAN ( PASAL 6 J DAN K ) dengan tepat waktu.
Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah Kesehatan Matra I.
Alasan penulis membahas makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang Kedokteran Kepolisian khususnya Kedokteran Lalu Lintas dan Hukum
Kesehatan.

Suka dan duka penulis rasakan dalam proses penyusunan makalah. Pengalaman,
mencari referensi dan banyak membaca menjadi tantangan sekaligus motivasi penulis untuk
menuntaskan makalah ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada Dosen Mata Kuliah Kesehatan
Matra I, atas bimbingannya dan materi yang diberikan. Kepada seluruh keluarga penulis atas
segenap dukungannya. Dan kepada setiap orang yang membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.Penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari sempurna.
Penulis mengharapkan bimbingan baik berupa saran dan kritik yang membangun, guna
penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan
enambah kualitas sumber daya manusia serta berguna bagi keluarga dan masyarakat secara
keseluruhan. Terimakasih.
Jakarta, Agustus 2016
Kelompok V
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........

DAFTAR ISI ..

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH ..........................
1.2 PERUMUSAN MASALAH ...
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.3.1 TUJUAN UMUM ....
1.3.2 TUJUAN KHUSUS..
1.4 METODELOGI PENULISAN...
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN .....

4
5
6
6
7
7

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kedokteran Lalu Lintas, antara lain:
A. Komunikasi, informasi dan edukasi tentang keselamatan lalu lintas.............
B. Pemeriksaan kesehatan calon pengemudi dan pengemudi............................ ........
C. Penanggulangan gawat darurat kecelakaan lalu lintas...........................................
2.2 Hukum Kesehatan, antara lain:
A. Penanganan sengketa medik dan kesehatan.
B. Penyusunan aturan internal rumah sakit (hospital by-laws)...
C. Bioetika kedokteran..
D. Perdagangan gelap organ tubuh manusia (Illegal organ trafficking).

8
11
16
27
37
38
39

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN

45

3.2 SARAN

45

DAFTAR PUSTAKA

46

BAB I
PENDAHULUAN
3

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Kematian yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas banyak terjadi di dunia. Tidak
hanya di dunia, salah satu faktor terbesar kematian di Indonesia juga disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas. Data WHO pada tahun 2010 menunjukkan bahwa terjadi kurang
lebihnya 1,24 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Selain itu, pada data
yang sama juga menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 5 dunia setelah China,
India, Nigeria, dan Brazil dengan angka 42.434 kematian akibat kecelakaan lalu lintas.
Hal ini juga sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dari negara tersebut, dimana pada
negara berpenghasilan rendah dan menengah presentase tingginya kematian akibat
kecelakaan lalu lintas berada pada laju 20,1 per 100.000 penduduk (WHO, 2010).
Tingginya tingkat kendaraan bermotor tanpa berkembangnya aturan berkendara yang
benar merupakan faktor yang berperan pada tingginya angka kematian akibat kecelakaan
lalu lintas. Tren terbaru menunjukkan bahwa peningkatan angka kematian akan terus
meningkat di negara berkembang dan mengindikasikan penyebab kematian nomor 5 pada
tahun 2030 (WHO, 2013).
Profesi dokter berkewajiban membantu melakukan pemeriksaan-pemeriksaan
terhadap korban kecelakaan baik itu korban hidup atau korban tewas saat diminta oleh
petugas hukum yang berwenang, seorang dokter yang masih menjalankan tugas
profesinya sebagai dokter umum atau dokter ahli, dapat diminta bantuannya secara
tertulis oleh petugas penegak hukum.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah
upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan
pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.
Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendirisendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan
mengenai hal-hal yang memengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain. Pasal 1 butir
(1) Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentgang kesehatan menyatakan yang disebut
sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan
Indonesia(PERHUKI), adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung
dengan pemeliharaan / pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini menyangkut hak

dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima
pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala
aspeknya, organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medik, ilmu pengetahuan
kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya. Hukum kedokteran
merupakan bagian dari hukum kesehatan, yaitu yang menyangkut asuhan / pelayanan
kedokteran (medical care / sevice).
Tujuan hukum Kesehatan pada intinya adalah menciptakan tatanan masyarakat yang
tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban didalam
masyarakat

diharapkan

kepentingan

manusia

akan

terpenuhi

dan

terlindungi

(Mertokusumo, 1986). Dengan demikian jelas terlihat bahwa tujuan hukum kesehatanpun
tidak akan banyak menyimpang dari tujuan umum hukum. Hal ini dilihat dari bidang
kesehatan sendiri yang mencakup aspek sosial dan kemasyarakatan dimana banyak
kepentingan harus dapat diakomodir dengan baik.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perumusan permasalahan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Kedokteran Lalu Lintas, antara lain:
A. Hal-hal apa saja yang di bahas mengenai komunikasi, informasi dan edukasi
tentang keselamatan lalu lintas ?
B. Hal-hal apa saja yang di bahas mengenai pemeriksaan kesehatan calon pengemudi
dan pengemudi ?
C. Hal-hal apa saja yang di bahas mengenai penanggulangan gawat darurat
kecelakaan lalu lintas ?

2. Hukum Kesehatan, antara lain:


A. Hal-hal apa saja yang di bahas mengenai penanganan sengketa medik dan
kesehatan ?
B. Hal-hal apa saja yang di bahas mengenai penyusunan aturan internal rumah sakit
(hospital by-laws) ?
C. Hal-hal apa saja yang di bahas mengenai bioetika kedokteran; dan
D. Hal-hal apa saja yang di bahas mengenai perdagangan gelap organ tubuh manusia
(Illegal organ trafficking) ?
5

1.3 TUJUAN PENULISAN


A. Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu berfikir kritis dan analisis dalam memahami PERATURAN
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN
2011 TENTANG KEDOKTERAN KEPOLISIAN terutama pasal 6 J (Kedokteran
Lalu Lintas) dan 6 K (Hukum Kesehatan).
B. Tujuan Khusus :

1. Mahasiswa memahami hal-hal yang di bahas mengenai komunikasi, informasi dan


edukasi tentang keselamatan lalu lintas
2. Mahasiswa memahami hal-hal yang di bahas mengenai pemeriksaan kesehatan
calon pengemudi dan pengemudi
3. Mahasiswa memahami hal-hal yang di bahas mengenai penanggulangan gawat
darurat kecelakaan lalu lintas
4. Mahasiswa memahami hal-hal yang di bahas mengenai penanganan sengketa
medik dan kesehatan
5. Mahasiswa memahami hal-hal yang di bahas mengenai penyusunan aturan internal
rumah sakit (hospital by-laws)
6. Mahasiswa memahami hal-hal yang di bahas mengenai bioetika kedokteran
7. Mahasiswa memahami hal-hal yang di bahas mengenai perdagangan gelap organ
tubuh manusia (Illegal organ trafficking)
1.4 METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan
penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur
yang ada, baik di perpustakaan maupun internet.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini terdiri dari tiga bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut :
Bab I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan
Bab II : Pembahasan terdiri dari Pembahasan Kedokteran Lalu Lintas, antara lain: 1.
komunikasi, informasi dan edukasi tentang keselamatan lalu lintas 2.pemeriksaan
kesehatan calon pengemudi dan pengemudi dan 3. penanggulangan gawat darurat
kecelakaan lalu lintas. Dan Pembahasan Hukum Kesehatan, antara lain: 1.penanganan
sengketa medik dan kesehatan. 2.penyusunan aturan internal rumah sakit (hospital by-

laws) 3.bioetika kedokteran dan 4.perdagangan gelap organ tubuh manusia (Illegal organ
trafficking);
Bab III : Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB II
PEMBAHASAN
2.1KEDOKTERAN LALU LINTAS
A. KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI TENTANG

KESELAMATAN LALU LINTAS


1. Pengertian
Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan.
Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas adalah sekumpulan subsistem yang
saling berhubungan dengan melalui penggabungan, pemrosesan, penyimpanan, dan
pendistribusian data yang terkait dengan penyelenggaraan Lalu Lintas.
Keselamatan Lalu Lintas adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari
risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan,
Jalan, dan/ atau lingkungan.

Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkat elektronik yang


menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk
mengatur Lalu Lintas orang dan /atau Kendaraan di persimpangan atau pada ruas
Jalan.
Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan Jalan atau di atas
permukaan Jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis
membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk
mengarahkan arus Lalu Lintas dan membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas.
Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang,
huruf, angka, kalimat, dan/ atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan,
larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan.
Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan
tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang
mengakibatkan korban manusia dan/ atau kerugian harta benda.
2. Pengembangan sistem informasi dan komunikasi lalu lintas
Meliputi sistem terstruktur, jaringan informasi, jaringan komunikasi dan pusat data di
antaranya :
1.
Perencanaan
2.
Perumusan
3.
Pemantauan
4.
Pengawasan
5.
Pengendalian
6.
Informasi gografi
7.
Informasi gangguan jalan
8.
Pendeteksian arus lalu lintas
9.
Pengenalan tanda nomor kendaraan bermotor
10. Pengidentifikasian kendaraan bermotor di ruang lalu lintas
3.

Keselamatan lalu lintas


Keselamatan lalu lintas bertujuan untuk menurunkan korban kecelakaan lalu-lintas di
jalan. Jumlah korban kecelakaan lalu lintas jauh lebih tinggi dari kecelakaan transportasi
laut, kereta api dan udara.
Keselamatan lalu lintas merupakan suatu program untuk menurunkan angka
kecelakaan beserta seluruh akibatnya, karena kecelakaan mengakibatkan pemiskinan
terhadap keluarga korban kecelakaan

4.

Program Keselamatan Lalu Lintas


a) Pengembangan sistem pangkalan data kecelakaan lalu lintas yang mudah diakses oleh
instansi pemerintah, akademisi atau pun masyarakat sebagai masukan dalam
mempersiapkan langkah peningkatan keselamatan lalu lintas.
8

b) Melakukan koordinasi antar instansi dalam rangka meningkatkan keselamatan lalu


lintas
c) Menciptakan

suatu

sumber

pendanaan

keselamatan

lalu

lintas

yang

berkesinambungan
d) Merencanakan dan merekayasa langkah-langkah untuk meningkatkan keselamatan
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)
5.

lalu lintas
Melakukan perbaikan terhadap lokasi-lokasi rawan kecelakaan
Ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pendidikan keselamatan bagi anak sekolah
Meningkatkan kualitas pengemudi
Melakukan program penyuluhan keselamatan
Meningkatkan standar keselamatan kendaraan
Penyempurnaan peraturan perundangan lalu lintas dan angkutan jalan
Peningkatan pelaksanaan penegakan hukum
Pengembangan sistem pertolongan pertama pada kecelakaan
Pengembangan penelitian keselamatan jalan

Edukasi tentang keselamatan lalu lintas


Sebagian besar kejadian kecelakaan lalu lintas diakibatkan karena faktor manusia,
sehingga langkah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam berlalu lintas,
khususnya pengguna sistem lalu lintas dapat dilakukan melalui:
a) Pendidikan mulai berlalu lintas sejak seorang anak masuk sekolah taman kanak-kanak
b) Penyuluhan melalui media masa
c) Pusat Pendidikan Keselamatan Lalu Lintas (PPKL)
d) Perbaikan peraturan perundangan (Tata cara mengemudi) dan
e) Penegakan hokum
f) Teknologi kendaraan bermotor senantiasa ditingkatkan oleh industri kendaraan
bermotor untuk meningkatkan keselamatan para penggunanya seperti:
Teknologi keselamatan aktif
o

Sistem rem anti-macet (ABS)

Sistem kontrol traksi (TCS)

Sistem kontrol rem elektronik (EBD)

Sistem pembantu penglihatan malam hari (Night Vision)

Sistem peringatan jarak antar kendaraan


9

Teknologi keselamatan pasif


o

Kabin dengan rigiditas tinggi

Kantong udara

Setir dan dashboard depan

Pintu samping

Bawah dashboard
Sabuk keselamatan

Pemberi tensi awal

Pembatas beban
Sandaran kepala aktif

Lalu lintas

Zebra cross

Pelambatan lalu lintas

pembatasan kecepatan

Jalur lambat/cepat

Trotoar

B. PEMERIKSAAN KESEHATAN CALON PENGEMUDI DAN PENGEMUDI


1. Pendahuluan
Sebagian besar penyebab kecelakaan lalu lintas adalah faktor pengemudi
(86,8%), dan ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan, kondisi kesehatan, serta sikap
dan perilaku

pengemudi

(misalnya

kebiasaan

mengkonsumsi

alkohol,

jamu

kuat, minuman suplemen, bahkan narkoba (ganja/ekstasi/sabu). Salah satu cara untuk
mengendalikan angka kecelakaan lalu lintas adalah dengan memeriksakan kondisi
kesehatan pengemudi sebelum mulai bekerja. Pemeriksaan kesehatan pekerja
transportasi darat, khususnya pada pengemudi bertujuan untuk dapat mengukur
kondisi kesehatan supaya dapat menentukan kelaikan kerja dan kembali bekerja. Hal
10

ini dilakukan bukan hanya untuk meningkatkan keselamatan kerja di bidang


transportasi, namun dapat meningkatkan produktivitas kerja.
Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi (PERDOKI) pada tahun 2011
telah menyusun Konsensus Nasional Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Pengemudi
yang memuat secara lengkap panel-panel pemeriksaan kesehatan bagi pengemudi.
Hasil pemeriksaan kesehatan pengemudi dikeluarkan dalam bentuk laporan
berupa sertifikat medis, yang dikeluarkan pada waktu pemeriksaan kesehatan
prakerja, periodik, atau khusus; atau juga dapat berupa work permit yang dikeluarkan
secara harian. Sertifikat kesehatan ini dikeluarkan oleh dokter, yaitu:
Dokter (umum) yang telah mengikuti dan memiliki sertifikat hiperkes dan
keselamatan kerja,
Dokter Magister Kedokteran Kerja (MKK),
Dokter Spesialis Okupasi (SpOk).
Tulisan ini akan membahas sebagian dari panel-panel pemeriksaan fisik
pada pengemudi, yaitu panel pemeriksaan mata, yang juga merupakan salah satu
prasyarat terpenting untuk dapat mengemudikan kendaraan. Terdapat 8 komponen
pokok pemeriksaan mata yang perlu diperiksa pada seorang pengemudi. Ada pun
komponen-komponen pemeriksaan mata yang akan dibahas adalah mengenai
pemeriksaan:
1. Tajam penglihatan (visual acuity).
2. Pergerakan bola mata.
3. Lapangan pandang penglihatan.
4. Kemampuan persepsi warna.
5. Waktu reaksi visual.
6. Ketahanan terhadap kesilauan.
7. Penglihatan malam (night vision).
8. Persepsi kedalaman.
2. Persyaratan Umum Pengemudi
A. Persyaratan Usia
Usia minimal untuk pengemudi kendaraan penumpang dan perorangan
(pemohon SIM A dan SIM C) adalah 17 tahun. Usia minimal untuk pengemudi
kendaraan penumpang dan barang perorangan dengan jumlah berat yang
diperbolehkan (JBB) lebih dari 3.500 kg (pemohon SIM B I) adalah 20 tahun. Usia
11

minimal untuk pengemudi kendaraan alat berat, kendaraan penarik atau kendaraan
bermotor dengan menarik kereta gandengan lebih dari 1.000 kg (pemohon SIM B II)
adalah 21 tahun.
B. Persyaratan Fisik
1. Anggota badan lengkap
Sebagai pengemudi kendaraan
badan, terutama

lengan

untuk mengoperasikan

tangan
peralatan

umum,
dan
di

diperlukan

tungkai
dalam

kelengkapan

kaki.

Dalam

kendaraan

anggota

mengemudi,

diperlukan

fungsi

menggenggam yang baik, gerakan fleksi-ekstensi yang normal, serta fungsi


tungkai/kaki untuk dapat menginjak pedal dengan baik. Hal demikian diperlukan
karena desain kendaraan yang dipasarkan di Indonesia saat ini diperuntukkan bagi
orang dengan tangan dan kaki yang lengkap, kecuali dibuat dengan desain khusus
atau pesanan tertentu.
2. Kemampuan penglihatan yang baik
Pengemudi atau operator kendaraan

alat

berat

sangat

tergantung

pada

kemampuan penglihatannya. Kemampuan penglihatan seorang pengemudi dapat


dinilai dari segi ketajaman penglihatan, pergerakan bola mata, lapangan pandang,
persepsi warna,

waktu

reaksi

visual,

ketahanan

terhadap

kesilauan,

kemampuanpenglihatan malam (night vision) dan persepsi ruang (stereoscopic


vision) .
3. Kemampuan pendengaran yang baik
Seorang pengemudi harus memiliki kemampuan pendengaran yang cukup
untuk bereaksi terhadap suara yang timbul di luar maupun di dalam kendaraannya.
Pada pemeriksaan

audiogram,

ambang

dengar

rata-rata

(average

hearing

thresholdlevel) pada frekuensi 500 4000 Hz tidak boleh melebihi 40 dB. Bila
ambang dengar rata-rata lebih dari 40 dB, maka harus dibantu dengan alat bantu
dengar.
4. Kondisi psikis yang baik
Seorang pengemudi haruslah mempunyai motivasi yang baik, artinya ia
harus mengetahui tujuannya memasuki lalu lintas. Dari segi intelegensia,
seorang pengemudi harus mampu menyesuaikan diri terhadap situasi yang ada.
Selain itu, seorang pengemudi harus mengerti bahwa selama mengemudikan
kendaraan, terjadi suatu proses belajar yang berkesinambungan; ia harus belajar
sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan keterampilan mengemudikan
kendaraan, kebiasaan, dan kepandaian berlalu lintas dari waktu ke waktu. Yang
terakhir, seorang pengemudi harus mempunyai emosi yang baik. Lingkungan lalu
lintas mampu

merangsang

tanggapan

emosional

pengemudi,

sehingga
12

yang bersangkutan

dituntut

kematangan

emosi

dan

tanggapan

tertentu

untuk mempertahankan batas kecepatan dan mengikuti garis jalur yang ada.
C. Pemeriksaan Kesehatan Mata Pada Pengemudi
Pemeriksaan kesehatan mata pada (calon) pengemudi bersifat penapisan atau
skrining (screening), di mana pemeriksaan kesehatan dilakukan pada orang yang
asimptomatik untuk menentukan adanya kelainan atau gangguan kesehatan, sehingga
dapat dilakukan pemeriksaan diagnostik lanjutan agar diagnosis dini dapat
ditegakkan. Berbeda dengan pemeriksaan yang bersifat diagnostik lanjutan, di mana
dilakukan pada orang yang diduga memiliki kelainan, pemeriksaan tersebut
bertujuan untuk menegakkan diagnosis pada orang yang tersangka menderita
kelainan atau gangguan tertentu. Oleh karena perbedaan tujuan tersebut, maka
pemeriksaan skrining dan pemeriksaaan diagnostik berbeda dalam hal sensitivitas
dan spesifisitasnya. Sensitivitas memperlihatkan kemampuan suatu alat pemeriksaan
untuk mendeteksi penyakit pada seorang subyek, sedangkan spesifisitas menunjuk
pada kemampuan
Berikut ini adalah beberapa persyaratan umum bagi suatu instrumen agar layak
disebut sebagai alat skrining, di samping mempunyai angka sensitivitas dan
spesifitas tertentu:
1. Instrumen pemeriksaan haruslah tersedia di Indonesia.
2. Mudah dioperasikan, minimal oleh para dokter umum.
3. Mempunyai mobilitas yang tinggi, mudah dibawa ke mana-mana, dan dapat
dipakai pada pemeriksaan kesehatan di lapangan.
4. Relatif murah dan terjangkau.
Khususnya bagi pemerksaan skrining mata pada seorang (calon) pengemudi,
terdapat delapan komponen pemeriksaan sesuai dengan Konsensus Nasional
Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Pengemudi. Tabel berikut menjelaskan masingmasing jenis pemeriksaan mata beserta instrumen pemeriksaan terpilih.
Tabel 1. Komponen Pemeriksaan Mata
Jenis Pemeriksaan

Instrumen Pemeriksaan

Tajam penglihatan (visual acuity)

Snellen Chart

Pergerakan bola mata

Pemeriksaan Fisik

Lapangan pandang

Kampimetri

13

Persepsi warna

Buku Ishihara

Waktu reaksi visual Tes

Lakassidaya

Ketahanan terhadap kesilauan

Pemeriksaan Fisik (tidak adanya katarak)

Penglihatan malam (night vision)

Tes adaptasi gelap dan tes adaptasi terang

Persepsi kedalaman

Buku TNO Stereotest

3. Kesimpulan
Terdapat 8 komponen pokok pemeriksaan mata yang perlu diperiksa pada
seorang (calon) pengemudi, sesuai Konsensus Nasional Pedoman Pemeriksaan
Kesehatan Pengemudi yang disusun oleh PERDOKI. Berikut adalah ringkasan
masing-masing pemeriksaan:
1. Pemeriksaan

vajam

penglihatan

(visual

acuity)

menggunakan

instrumen pemeriksaan Snellen Chart. Standar Visus minimal untuk seorang


pengemudi adalah 6/9 pada satu mata dan 6/12 pada mata lainnya (dengan/tanpa
koreksimaksimal).
2.

Pemeriksaan

pergerakan

bola

mata

dilakukan

bersamaan

dengan

pemeriksaan fisik oleh dokter. Apabila dijumpai gangguan pergerakan bola mata,
seperti pada strabismus, parese N. III, stroke, dll., dan adanya riwayat diplopia,
maka subyek tidak disarankan untuk mengemudikan kendaraan.
3.

Pemeriksaan lapangan pandang penglihatan menggunakan instrument

Campimeter.
Standar lapangan pandang horisontal minimal untuk seorang pengemudi
adalah 120o. Beberapa peneliti di Eropa mengusulkan persyaratan lapangan
pandang vertikal sebesar 40o sebagai tambahan persyaratan.
4.

Pemeriksaan persepsi warna (buta warna) menggunakan instrumen Kartu

Ishihara.Seorang penderita buta warna total tidak diperbolehkan mengemudi


karena ketidakmampuannya melihat warna lampu lalu lintas, lampu rem, dan
memarkir kendaraan di malam hari.
5.

Pemeriksaan waktu reaksi visual menggunakan instrumen Reaction Timer

L77 Lakassidaya.

Seorang

pengemudi

yang

waktu

reaksinya

mengalami

perpanjangan sebaiknya tidak diperbolehkan mengemudi pada hari saat diperiksa,


karena sangat mungkin bahwasanya yang bersangkutan sedang mengalami

14

kelelahan

sehingga berpotensi

mengakibatkan

hilangnya

daya

konsentrasi

maksimal.
6.

Ketahanan terhadap kesilauan dapat dilakukan sewaktu pemeriksaan tajam

penglihatan oleh Snellen Chart, ataupun pada pemeriksaan fisik oleh dokter,
yaitu mencari ada atau tidaknya katarak. Adanya katarak dapat diketahui
dari pemeriksaan visus dengan tambahan pinhole (gangguan visus yang tidak
dapat dikoreksi pinhole), dan adanya kekeruhan lensa pada pemeriksaan fisik mata
oleh dokter.
7.

Penglihatan malam (night vision). Dapat dilakukan secara sederhana dengan

bantuan Kartu Snellen atau Kartu Baca Jaeger. Tes adaptasi gelap (dari
tempat terang ke tempat gelap) nilai normalnya 20 detik, sedangkan tes adaptasi
terang (dari tempat gelap ke tempat terang), nilai normalnya 5 detik
8.

Pemeriksaan

persepsi

kedalaman

ruang

menggunakan

instrumen

pemeriksaan Kartu TNO. Untuk saat ini, masih belum ada standar baku batasan
stereoakuitas minimal untuk (calon) pengemudi. Namun Departemen Ilmu
Kesehatan Mata FKUI-RSCM mengusulkan batasan 120 detik busur bagi
pengemudi kendaraan umum, dan batasan 60 detik busur bagi pengemudi
kendaraan dan alat berat.

C. PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT KECELAKAAN LALU LINTAS


1. PENGERTIAN
PPGD ( Penanggulangan Penderita Gawat Darurat ) Suatu pertolongan yang
cepat dan tepat untuk mencegah kematian maupun kecatatan. Penderita Gawat
Darurat yaitu penderita yang mendadak berada dalam keadaan gawat dan terancam
nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya. Contoh : AMI, Fraktur terbuka, trauma kepala.
Penderita Gawat Tidak Darurat yaitu penderita yang memerlukan pertolongan
segera tetapi tidak terancam jiwanya/menimbulkan kecacatan bila tidak
mendapatkan pertolongan segera, misalnya kanker stadium lanjut.

15

Penderita Darurat Tidak Gawat yaitu penderita akibat musibah yang datang
tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka
sayat dangkal.
Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat yaitu penderita yang menderita penyakit
yang tidak mengancam jiwa/kecacatan, Misalnya pasien dengan DM terkontrol,
flu, maag dan sebagainya.

2. PENYEBAB GAWAT DARURAT

Kecelakaan (Accident) : Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai


factor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehinga menimbulkan
cedera (fisik, mental, sosial)

Cedera Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.


Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
Tempat kejadian
o kecelakaan lalu lintas
o kecelakaan di lingkungan rumah tangga
o kecelakaan di lingkungan pekerjaan
o kecelakaan di sekolah
o kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tepat
rekreasi, perbelanjaan, di arena olah raga dan lain-lain
Mekanisme kejadian
o Tertumbuk
o Jatuh
o Terpotong
o tercekik oleh benda asing
16

o tersengat
o terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun listrik atau
radiasi.
Waktu kejadian
o Waktu perjalanan (traveling/trasport time)
o Waktu bekerja
o waktu sekolah
o waktu bermain dan lain- lain

Bencana Peristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan
atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia. kerugian
harta benda, kerusakan Iingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum
serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongan dan
bantuan.

3. TUJUAN PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD)

Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat
darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalarn masyarakat
sebagaimana mestinya.

Mencegah kerusakan yang lebih luas

Mencegah terjadinya infeksi

Mencegah rasa sakit pada korban

Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh


penanganan yang Iebih memadai.

4. PRINSIP PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT

Kecepatan menemukan penderita gawat darurat

17

Kecepatan meminta pertolongan

Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan ditempat kejadian, dalam


perjalanan kerumah sakit, dan pertolongan selanjutnya secara mantap di
Puskesmas atau rumah sakit.

5. TRIAGE
Tindakan memilah-milah korban sesuai dengan tingkat kegawatannya untuk
memperoleh prioritas tindakan. Pembagian golongan pada musibah masal/
bencana :

Gawat darurat merah Kelompok pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan
gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota
badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya

Gawat tidak darurat putih Kelompok pasien berada dalam keadaan gawat
tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.

Tidak gawat, darurat kuning Kelompok pasien akibat musibah yang datang
tiba-tiba, tetapi tidak mngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka
sayat dangkal.

Tidak gawat, tidak darurat hijau, Kelompok pasien yang tidak luka dan tidak
memerlukan intervensi medic.

Meninggal hitam

6. PERTOLONGAN PERTAMA PENANGANAN DARURAT / PERTOLONGAN


PERTAMA GAWAT DARURAT

Menguasai cara meminta bantuan pertolongan (call for help)


Telpon ambulans setelah melakukan pertolongan pertama, tetapi jika 2 orang
atau lebih, minta tolong ke orang lain untuk menelepon sembari Anda
memberi pertolongan. Ketika meminta tolong orang lain memanggilkan
ambulans, jangan teriak tanpa arah. Teriaklah pada satu orang yang spesifik,
lebih baik orang yang pertama kali Anda lihat. Teriakan tanpa arah hanya akan
membuat mereka bingung.

18

Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru)


Cek Kesadaran : Saat menemukan seseorang tergeletak dengan kondisi seperti
tak sadar diri, segera lakukan pengecekan kesadaran. Cara paling mudah
adalah dengan menepuk bahu pasien, sambil menanyakan identitas dirinya.
Misal, menanyakan siapa namanya. Jika pasien menjawab, maka kondisinya
masih sadar.
Cari Bantuan : Kalau rangsangan nyeri tak juga membuat pasien sadar, segera
cari bantuan. Teriak minta bantuan, atau telepon Ambulans atau RS setempat,
segera minta bantuan.
Cek Napas : Langkah selanjutnya pastikan pernapasan pasien. Dekatkan
telinga ke wajah pasien. Rasakan hembusan napas, dengarkan suara napas,
bahkan suara dengkuran pasien. Suara-suara tersebut menandakan pasien
masih bernapas.

Hindari dari bahaya baru lainnya.

Cegah kematian dan kecacatan : ABC

Airway control (jalan nafas) : apakah jalan udara (pernapasan) terbuka atau
terhalang? (oleh debu, air, atau darah kering).
o Penilaian: pastikan korban tidak sadar
Dengan cara menyentuh atau menggoyangkan secara halus dan berteriak
memanggil. Hati-hati pada korban trauma (kecelakaan) pada kepala dan leher.
Kesalahan pergerakan akan menyebabkan kelumpuhan otot pernafasan.
Apabila korban sadar (dapat bicara) berarti tidak ada masalah dengan jari
nafasnya.
Sumbatan nafas:
Total; sulit bernafas, memegangi leher
Parsial: seperti ngorok, mengi, kumur.
Dalam beberapa kasus dimana korban tidak ada respon.lidah menjadi
penyebab dari tersumbatnya jalan nafas, karena pada saat kehilangan
19

kesadaran otot-otot akan lumpuh termasuk otot dasar lidah akan jatuh ke
belakang sehingga jalan nafas tertutup
o Bila penderita tidak sadar mintalaha bantuan orang terdekat dalam melakukan
melakukan pertolongan
o Posisi korban untuk melakukan RJP yang efektif, korban harus terlentang dan
berada pada permukaan yang keras;
o Buka jalan nafas
Untuk membuka jalan nafas, kepala korban diposisikan ekstensi (tengadah
kepala) untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh lidah. Benda asing atau
sisa muntahan yang terlihat dalam mulut harus segera disingkirkan secara
cepat dan seksama.
Teknik mempertahankan jalan napas
Pada penderita dengan kasus henti napas maka tindakan untuk membebaskan
jalan napas dan memberikan ventilasi harus segera dulakukan.
a. Chin lift maneuver
Empat jari salah satu tangan diletakan di bawah rahang , ibu jari di atas dagu,
kemudian secara hati-hati diangkat ke depan,manuver ini tidak boleh
menyebabkan posisi kepala hiperekstensi. Bila perlu ibu jari digunakan untuk
membuka mulut atau bibir.
b. Jaw thrust
Mendorong angulus mandibula kanan dan kiri ke depan dengan jari-jari kedua
tangan sehingga gigi bawah berada di depan gigi atas, kedua ibu jari membuka
mulut dan kedua telapak tangan menempel pada kedua pipi penderita untuk
imobilisasi kepala. Tindakan jaw thrust, buka mulut dan head tilt disebut triple
airway manuver.

20

Breathing support (bantuan pernafasan)


Penilaian: tentukan korban tidak bernafas
Penolong mendekatkan telinganya diatas mulut dan hidung korban dan
kemudian terus mempertahankan jalan nafas lalu memperhatikan dada korban.
Penolong harus:
a) Melihat gerakan dada naik turun;
b) Mendengarkan udara keluar pada waktu ekspirasi;
c) Merasakan adanya aliran udara.
Pertolongan pernafasan buatan
a) Dari mulut ke mulut;
b) Dari mulut kehidung.
Teknik pemberian nafas buatan
1) Respon konstan;
2) Minta bantuan;
3) Buka jalan nafas;
4) LDR 3-5menit;
5) Jika tidak bernafas, beri 2-5 kali;
6) Periksa nadi carotis 5-10 detik;
7) Jika nadi berdenyut, lanjutkan pemberian nafas buatan.
Circulation support (pemeriksaan nadi)
Tentukan adanya denyut nadi dan menghentikan perdarahan besar. Henti
jantung ditandai dengan adanya denyut nadi pada arteri besar dari korban yang

21

tidak sadar. Pemeriksaan nadi dilakukan dengan cara meraba secara lembut
arteri carotis.
Secara umum dapat dikatakan bila jantung berhenti berdenyut, maka
pernafasan akan langsung mengikuti, namun keadaan ini tidak berlaku
sebaliknya. Seseorang akan mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung
yang masih berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti
jantung karena kekurangan oksigen.

Melakukan teknik mengontrol perdarahan


pendarahan adalah rusaknya dinding pembuluh darah yang di akibatkan oleh
luka paksa atau penyakit sehingga darah keluar dari tubuh melalui luka, seperti
luka robek, luka sayatan, luka tusuk dan lain-lain.
Jenis Perdarahan
Perdarahan dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

Perdarahan luar (terbuka), pendarahan yang dapat dilihat dengan jelas dengan
adanya darah yang keluar dari luka. Luka ini berada di permukaan luar kulit
atau bagian tubuh.Untuk membantu memperkirakan berapa banyak darah yang
telah keluar dari tubuh penderita, hal yang dipakai adalah keluhan korban dan
tanda vital. Bila keluhan korban sudah mengarah ke gejala dan tanda syok
seperti yang dibahas dalam topik ini maka penolong wajib mencurigai bahwa
kehilangan darah terjadi dalam jumlah yang cukup banyak. Perawatan untuk
Perdarahan luar, antara lain:
o Tekanan Langsung
o Elevasi
o Titik Tekan
o Immobilisasi

22

Perdarahan dalam (tertutup), pendarahan ini tidak tampak terlihat dan


darahpun tidak keluar banyak dari luka, ciri-ciri pendarahan dalam seperti
memar. Perdarahan dalam dapat berkisar dari skala kecil hingga yang
mengancam jiwa penderita. Kehilangan darah tidak dapat diamati pada
perdarahan dalam.
Gejala dan Tanda
Beberapa tanda perdarahan dalam dapat diidentifikasi. Beberapa adalah sbb.:
o Batuk darah berwarna merah muda
o Memuntahkan darah berwarna gelap (seperti ampas kopi)
o Terdapat memar
o Bagian Abdomen terasa lunak.

Perawatan Perdarahan
Perlindungan terhadap infeksi pada penanganan perdarahan :
23

a) Pakai APD agar tidak terkena darah atau cairan tubuh korban.
b) Jangan menyentuh mulut, hidung, mata, makanan sewaktu memberi perawatan
c) Cucilah tangan segera setelah selesai merawat
d) Dekontaminasi atau buang bahan yang sudah ternoda dengan darah atau cairan
tubuh korban.
Pada perdarahan besar:
a) Jangan buang waktu mencari penutup luka
b) Tekan langsung dengan tangan (sebaiknya menggunakan sarung tangan) atau
dengan bahan lain.
c) Bila tidak berhenti maka tinggikan bagian tersebut lebih tinggi dari jantung
(hanya pada alat gerak), bila masih belum berhenti maka lakukan penekanan
pada titik-titik tekan.
d) Pertahankan dan tekan cukup kuat.
e) Pasang pembalutan penekan
Pada perdarahan ringan atau terkendali :
a) Gunakan tekanan langsung dengan penutup luka
b) Tekan sampai perdarahan terkendali
c) Pertahankan penutup luka dan balut
d) Sebaiknya jangan melepas penutup luka atau balutan pertama
Perdarahan dalam atau curiga ada perdarahan dalam
a) Baringkan dan istirahatkan penderita
b) Buka jalan napas dan pertahankan
c) Periksa berkala pernapasan dan denyut nadi
d) Perawatan syok bila terjadi syok atau diduga akan menjadi syok
e) Jangan beri makan dan minum

24

f) Rawatlah cedera berat lainnya bila ada


g) Rujuk ke fasilitas kesehatan

Melakukan perawatan Patah Tulang


patah tulang adalah ketika kekuatan yang diberikan terhadap tulang lebih kuat
dari tulang dapat menanggung, sehingga dapat mengganggu struktur, kekuatan
tulang, dan menyebabkan rasa sakit, hilangnya fungsi dan kadang-kadang
pendarahan dan cedera di sekitar lokasi.
Gejala patah tulang
Gejala pada patah tulang bervariasi, maka terlebih dahulu kota mengetahui
gelaja tersebut, antara lain:

o Sakit pada area anggota badan


o Pembengkakan;
o Memar;
o kelainan bentuk;
o Ketidakmampuan untuk menggunakan anggota badan.
Jenis patah tulang
Jenis patah tulang memiliki karakter yang berbeda-beda. Ada sebagian korban
patah tulang kaki sampai bagian anggota tulangnya menembus kulit akibat
benturan yang sangat keras. Jenis patah tulang ,antara lain:
o patah Tertutup (sederhana) patah tulang tidak menembus kulit;
o patah Terbuka (gabungan) patah tulang menonjol keluar melalui kulit, atau
luka mengarah ke situs fraktur. Infeksi dan perdarahan eksternal lebih
mungkin.

25

Pertolongan pertama untuk patah tulang


Tindakan Pertolongan pertama untuk patah tulang dengan cara immobilising
(membatasi gerakan) daerah luka. Penyangga dapat digunakan untuk ini.
Kontrol perdarahan eksternal. Pecah yang rumit di mana anggota tubuh sangat
cacat mungkin perlu disesuaikan sebelum pembidaian hanya paramedis atau
staf medis harus melakukan hal ini. Terapi dengan kondisi yang darurat,
penolong pertama harus bisa melakukan tindakan pertolongan pertama pada
korban. Alat yang digunakan pada pertolongan patah tulang, antara lain:
1. mitela: sebagai pengikat dan penutup luka

2. bidai: sebagai penyangga anggota tulang yang patah

26

2.2

HUKUM KESEHATAN
A. PENANGANAN SENGKETA MEDIK DAN KESEHATAN
Ada dua jenis hubungan hukum antara pasien dan dokter dalam pelayanan
kesehatan, yaitu :
o hubungan karena terjadinya kontrak terapeutik
diawali dengan perjanjian (tidak tertulis) sehingga kehendak kedua belah
pihak diasumsikan terakomodasi pada saat kesepakatan tercapai. Kesepakatan
yang dicapai antara lain berupa persetujuan tindakan medis atau malah
penolakan pada sebuah rencana tindakan medis.
o hubungan karena adanya peraturan-perundangan
Hubungan karena peraturan-perundangan biasanya muncul karena
kewajiban yang dibebankan kepada dokter karena profesinya tanpa perlu
dimintakan persetujuan pasien.
Kedua hubungan tersebut melahirkan tanggung jawab hukum, tanggung jawab
profesi dan tanggung jawab etika dari seorang dokter. Seorang dokter atau
dokter gigi yang melakukan pelanggaran dapat saja dituntut dalam beberapa
pengadilan, misalnya dalam bidang hukum ada pengadilan perdata, pengadilan
pidana dan pengadilan administratif.
Bagaian yang sangat esensial dalam hubungan kontrak terapeutik
adalah komunikasi. Informasi yang lengkap dari pasien. Informasi ini
diperlukan dokter untuk kepentingan asosiasi dalam temuan dalam rangka
menegakkan diagnosa dan merancang pengobatan. Sementara itu informasi
lengkap dari dokter diperlukan pasien untuk menentukan persetujuannya
dalam tindakan medis yang memenuhi standar. Dasar adanya kewajiban dokter
adalah adanya hubungan kontraktual profesional antara tenaga medis dengan
pasiennya, yang menimbulkan kewajiban umum dan kewajiban profesional
bagi tenaga medis tersebut. Kewajiban profesional diuraikan di dalam sumpah
profesi, aturan etik profesi, berbagai standar pelayanan, dan berbagai prosedur
operasional. Seperti diketahui untuk dapat memperoleh kualifikasi sebagai
dokter, setiap orang harus memiliki suatu kompetensi tertentu di bidang medik
27

dengan tingkat yang tertentu pula, sesuai dengan kompetensi yang harus
dicapainya selama menjalani pendidikan kedokterannya. Tingkat kompetensi
tersebut bukanlah tingkat terendah dan bukan pula tingkat tertinggi dalam
kualifikasi tenaga medis yang sama, melainkan kompetensi yang rata-rata
(reasonable competence) dalam populasi dokter. Banyak ahli berpandangan
bahwa hubungan pelayanan kesehatan adalah hubungan atas dasar
kepercayaan.
Ketua Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (Indonesia Health Law
Society) berupaya semaksimal mungkin menyembuhkan penyakit yang
dideritanya. Pasien juga percaya bahwa dokter akan berupaya semaksimal
mungkin

selain

menyembuhkan

penyakitnya

juga

akan

mengurangi

penderitaannya. Besarnya kepercayaan yang terbangun dalam pandangan


publik inilah yang seringkali berbuah kekecewaan ketika harapan tidak
terwujud, dan inilah jalan melahirkan konflik atau sengketa. Biasanya
pemicunya adalah ketika kekecewaan tersebut tidak di sertai komunikasi yang
efektif. Jadi sekali lagi komunikasi adalah kata kunci dalam sebab-musabab
sebuah konflik atau sengketa. Secara hukum hubungan antara dokter dan
pasien berlangsung sebagai hubungan biomedis aktif-pasif. Hubungan ini
adalah hubungan pelayanan kesehatan. (ahli lain menyebutnya sebagai
hubungan medik). walaupun didasarkan pada keahlian khusus, komunikasi
yang buruk dari dokter tetap membuka dan memberi celah munculnya ketidak
puasan pasien. Oleh karena hubungan dokter pasien merupakan hubungan
antar manusia, seyogyanya hubungan itu merupakan hubungan yang
mendekati persamaan hak antar manusia. Dahulu bila ada masalah atau terjadi
perbedaan pandangan antara pasien/keluarga pasien dengan dokter atau rumah
sakit, dokter cenderung menyalahkan pasien atau dokter hampir selalu berada
dalam posisi yang benar. Dalam berbagai teori hal ini disebut sebagai
hubungan paternalistik. Namun dalam 25 tahun terakhir, para ahli hukum
kesehatan merobah konsep ini dengan paradigma baru yang menggambarkan
hubungan yang equal antara dokter dan pasien. Dalam konsep ini pasien
memiliki hak untuk menerima atau menolak apa yang dilakukan oleh dokter/
rumah sakit atas dirinya. Juga pasien berhak atas informasi yang lengkap, luas
dan benar tentang penyakit yang dideritanya, rencana rencana dokter yang
28

akan dilakukan, resiko-resiko yang akan dihadapi bahkan juga perbandingan


dengan metode atau bentuk tindakan medis yang lain.
Hubungan medik dan hubungan hukum antara dokter dan pasien adalah
hubungan yang obyeknya pemeliharaan kesehatan pada umumnya dan
pelayanan kesehatan pada khususnya. Dalam melaksanakan hubungan antara
dokter dan pasien, pelaksanaan hubungan antara keduanya selalu diatur
dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi keharmonisan dalam
pelaksanaannya.

Seorang dokter mungkin saja telah bersikap dan

berkomunikasi dengan baik, membuat keputusan medik dengan cemerlang


dan/atau telah melakukan tindakan diagnostik dan terapi yang sesuai standar,
namun kesemuanya tidak akan memiliki arti dalam pembelaannya apabila
tidak ada rekam medis yang baik. Rekam medis yang baik adalah rekam
medis yang memuat semua informasi yang dibutuhkan, baik yang diperoleh
dari pasien, pemikiran dokter, pemeriksaan dan tindakan dokter, komunikasi
antar tenaga medis / kesehatan, informed consent, dan lain-lain, serta
informasi lain yang dapat menjadi bukti di kemudian hari yang disusun
secara berurutan kronologis. Rekam medis dapat digunakan sebagai alat
pembuktian adanya kelalaian medis, namun juga dapat digunakan untuk
membuktikan bahwa seluruh proses penanganan dan tindakan medis yang
dilakukan dokter dan tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional atau berarti bahwa kelalaian medis tersebut
tidak terjadi.
Menurut Hariyani S (2005), konflik adalah sebuah situasi dimana dua pihak
atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan. Sebuah konflik berubah
atau berkembang menjadi sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan
telah menyatakan rasa tidak puasnya atau keprihatinannya baik secara
langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau
kepada pihak lain. Jadi konflik dapat berubah atau berlanjut menjadi
sengketa, yang berarti pula bahwa sebuah konflik yang tidak terselesaikan
akan berubah menjadi sengketa.
a. Pengertian sengketa medik

29

Sengketa Medik adalah sengketa yang terjadi antara pasien atau keluarga
pasien dengan tenaga kesehatan atau antara pasien dengan rumah sakit / fasilitas
kesehatan.
Biasanya yang dipersengketakan adalah hasil atau hasil akhir pelayanan
kesehatan dengan tidak memperhatikan atau mengabaikan prosesnya. Padahal
dalam hukum kesehatan diakui bahwa tenaga kesehatan atau pelaksana pelayanan
kesehatan saat memberikan pelayanan hanya bertanggung jawab atas proses atau
upaya

yang

dilakukan

(Inspanning Verbintennis) dan tidak menjamin/

menggaransi hasil akhir (Resultalte Verbintennis).


Dalam Pasal 66, :Undang-undang Nomor Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran Ayat (1): Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya
dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia. 4 Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Pasal 66 ayat (1) tersebut, secara implisit dikatakan bahwa sengketa medik adalah
sengketa yang terjadi karena kepentingan pasien dirugikan oleh tindakan dokter
atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran. Dengan demikian maka
sengketa medik merupakan sengketa yang terjadi antara pengguna pelayanan
medik dengan pelaku pelayanan medik dalam hal ini antara pasien dan dokter
berikut sarana kesehatan. Seringkali respon yang individualistik dari tubuh pasien
dan komplikasi yang tidak terduga setelah dilakukannya tindakan medik
merupakan faktor yang menyebabkan timbulnya kejadian yang tidak diinginkan,
walaupun tindakan medik dan pemeriksaan penunjang sudah dilakukan sesuai
prosedur standar.
b. Penyebab sengketa medic
Sengketa yang terjadi antara dokter dengan pasien biasanya disebabkan oleh
kurangnya informasi dari dokter, padahal informasi mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan tindakan medis yang dilakukan oleh dokter merupakan hak
pasien, hal tersebut terjadi karena pola paternalistik yang masih melekat dalam
hubungan tersebut.

30

Terkadang harapan pasien untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang


dideritanya tidak terpenuhi dan bisa jadi justru memperparah kondisi tubuhnya,
bahkan dapat menimbulkan kematian. Pasien atau keluarganya kemudian
menganggap bahwa mungkin telah terjadi suatu kelalaian medik atau yang oleh
media disebut dengan malpraktek medik.
c. Akibat sengketa medic
Biasanya pengaduan dilakukan oleh pasien atau keluarga pasien ke instansi
kepolisian dan juga ke media massa. Akibatnya sudah dapat diduga pers
menghukum tenaga kesehatan mendahului pengadilan dan menjadikan tenaga
kesehatan sebagai bulan-bulanan, yang tidak jarang merusak reputasi nama dan
juga karir tenaga kesehatan ini. Sementara itu pengaduan ke kepolisian baik di
tingkat Polsek, Polres maupun Polda diterima dan diproses seperti layaknya
sebuah perkara pidana.
Menggeser kasus perdata ke ranah pidana, penggunaan pasal yang tidak
konsisten, kesulitan dalam pembuktian fakta hukum serta keterbatasan
pemahaman terhadap seluk beluk medis oleh para penegak hukum di hampir
setiap tingkatan menjadikan sengketa medik terancam terjadinya disparitas
pidana. Kenyataan dilapangan tenaga kesehatan (khususnya dokter / dokter gigi)
yang ingin menjaga reputasinya dan tidak ingin berperkara cenderung berdamai
namun karena belum diatur dalam sebuah sistim yang terstruktur baik, seringkali
dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan berubah menjadi
perbuatan yang tidak terpuji seperti suap-menyuap dan gratifikasi.
Bagi pihak dokter atau sarana pelayanan kesehatan, penyelesaian sengketa
medik melalui pengadilan / secara litigasi berarti mempertaruhkan reputasi yang
telah dicapainya dengan susah payah, dan dapat menyebabkan kehilangan nama
baik. Meskipun belum diputus bersalah atau bahkan putusan akhir dinyatakan
tidak bersalah, nama baik dokter atau sarana pelayanan kesehatan sudah terkesan
jelek karena sudah secara terbuka di media diberitakan telah diduga melakukan
kesalahan dan akan menjadi stigma yang jelek pula dalam masyarakat yang pada
gilirannya menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap dokter atau
sarana pelayanan kesehatan tersebut akan turun.
d. Penanganan sengketa medic
31

Penyelesaian sengketa yang dianggap ideal bagi para pihak adalah


penyelesaian yang melibatkan para pihak secara langsung sehingga memungkinkan
dialog terbuka, dengan demikian keputusan bersama kemungkinan besar dapat
tercapai. Disamping itu karena pertemuan para pihak bersifat tertutup maka akan
memberikan perasaan nyaman, aman kapada para pihak yang terlibat sehingga
kekhawatiran terbukanya rahasia dan nama baik yang sangat dibutuhkan oleh
dokter maupun sarana pelayanan kesehatan dapat dihindari.
e. Dimensi hukum sengketa medik dalam pelayanan kesehatan
Bila kita berbicara sengketa medik dalam pelayanan kesehatan ada dua hal
yang perlu mendapat perhatian serius karena kedua memberikan konsekwensi
hukum yang menuntut pertanggungan jawab dokter sebagai tenaga kesehatan dan
atau rumah sakit/klinik sebagai fasilitas kesehatan.
f. Kelalaian Medik
Kelalaian medik adalah sebuah sikap atau tindakan yang dilakukan oleh
dokter/dokter gigi atau tenaga kesehatan lainnya yang merugikan pasien.
Menurut kepustakaan ada beberapa pandangan tentang kelalaian medik.
Secara umum kelalaian medik dimaknai sebagai melakukan sesuatu yang tidak
semestinya dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.
Pendapat lain juga mengatakan kelalaian adalah tidak melakukan sesuatu apa
yang seorang yang wajar yang berdasarkan pertimbangan biasa yang umumnya
mengatur peristiwa manusia, akan melakukan, atau telah melakukan sesuatu yang
wajar dan hati-hati justru tidak akan melakukan. Pandangan lain menyatakan
kelalaian adalah suatu kegagalan untuk bersikap hati-hati yang secara wajar
dilakukan dalam ukuran umum.
Menurut Oemar Seno Adji, voorportaal (pintu muka) untuk dapat menentukan
ada tidaknya malpraktik medik, khususnya dalam hal unsur kelalaian.
1. Adanya kecermatan (zorgvuldigheid), artinya seorang dokter mempunyai
kemampuan yang normal, suatu zorgvuldigheid yang biasa, dengan hubungan
yang wajar dalam tujuan merawat (pasien).

32

2. Adanya diagnosis dan terapi, artinya perbuatan-perbuatan ini dilakukan dokter


yang sangat tergantung dari ilmu pengetahuan yang ia miliki, kemampuan yang
wajar dan pengalaman yang ada.
3. Standard profesi medis yang mengambil ukuran:
a. Dokter memiliki kemampuan rata-rata (average).
b. Equal category and condition (kategori dan keadaan yang sama).
Seperti dijelaskan dalam tinjauan malpraktik medik dan kelalaian medik
sebelumnya, perkara dugaan kelalaian medik di negara common law memakai
pendekatan tort, dimana secara hukum lebih banyak menggunakan pendekatan
hukum perdata. Hal ini berbeda dengan sistem hukum di Indonesia yang
menempatkan perkara dugaan kelalaian medik sebagai pelanggaran etika
profesi, disiplin profesi ataupun hukum pada umumnya baik perdata maupun
pidana,

sebagaimana

Agus

Purwadianto

mengatakan

bahwa

Risiko

pengobatan yang tidak diinginkan dalam proses pengobatan dapat terjadi


karena empat hal, yaitu: Dokter yang mengobati melakukan praktik di bawah
standar profesi, melanggar etik, melanggar disiplin, dan melanggar hukum.
Berikut adalah pasal-pasal KUHP yang memungkinkan dikenakan kepada
dokter dan diindikasikan sebagai tindakan pidana adalah:
Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
Pasal 359 KUHP yaitu karena kesalahannya menyebabkan orang mati.

Pasal 360 KUHP yaitu karena kesalahannya menyebabkan orang luka


berat.

Pasal 361 KUHP yaitu karena kesalahannya dalam melakukan suatu


jabatan atau pekerjaannya hingga menyebabkan mati atau luka berat akan
dihukum lebih berat.
Pasal 322 KUHP tentang pelanggaran rahasia kedokteran.
Pasal 346, 347, 348 KUHP yang berkenaan dengan abortus provocatus.
Pasal 344 KUHP tentang euthanasia.
33

Pasal 304 KUHP sebagai pembiaran.


Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban seperti yang disebutkan pada pasal 51 UU No.
29/2004, yaitu :

o memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar


prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
o merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian
atau kemampuan yang baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan;
o merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia;
o melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila
ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
o menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.
4. PEMBIARAN MEDIK
Pembiaran medik secara umum belum di kenal secara luas di kalangan
masyarakat baik itu profesi hukum, pembiaran medik merupakan salah satu
tindakan kedokteran dimana dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak
sesuai standar prosedur yang berlaku, adapun dapat dikatakan pembiaran
medik adalah suatu tindakan dokter tidak sungguh-sungguh atau tidak
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan berbagai alasan yang
terkait dengan sistem pelayanan kesehatan.
Pembiaran medik ini sering kali terjadi di rumah sakit terlebih khusus bagi
masyarakat atau pasien miskin dengan alasan harus memenuhi beberapa syarat
administrasi, pembiaran medik juga sering terjadi pada Instalasi Gawat
Darurat (IGD) atau Unit Gawat Darurat (UGD) setiap pasien yang masuk ke
unit tersebut seringkali tidak diberikan pelayanan yang memadai sehingga
dapat terjadi pembiaran, dalam hal tersebut, dokter atau tenaga kesehatan yang
bertugas di unit tersebut harus bertanggung jawab, dalam pertanggung jawab
34

tersebut juga tidak lepas dari peran rumah sakit yang melaksanakan pelayanan
kesehatan. Kasus pembiaran medik yang berdampak pada kecacatan atau
kematian kepada pasien menimbulkan dampak hukum yang sangat besar,
namun begitu karena ketidaktahuan atau kurang pahamnya pasien dalam
sistem pelayanan kesehatan menjadi suatu hal yang biasa saja.
Dalam sistem hukum Indonesia pembiaran medik secara umum belum
tercantum secara jelas namun dalam hal 8 yang demikian dapat diasumsikan
ke dalam beberapa peraturan perundangundangan yang ada misalnya :
1. KUHPerdata Dalam pasal 1366 KUHPerdata, bahwa setiap orang bertanggung jawab

tidak saja untuk kerugian yang disebabakan perbuatannya tetapi juga untuk kerugian
yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya, dalam asumsi pasal tersebut
kelalaian adalah merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang bertugas di rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien
tentunya merupakan tanggung jawabnya, jika terjadi pembiaran medik bahwa karena
hal-hal yang berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang mengabaikan pasien dengan
alasan tertentu misalnya karena tidak ada biaya, atau penjaminnya, sehingga
mengakibatkan terjadinya kecacatan dan kematian bagi pasien, maka tenaga
kesehatan dapat di gugat perdata dalam hal kelalaian dari tugas dan tanggung
jawabannya yang seharusnya dikerjakan.
2. KUHP Pasal 304 KUHP, Sengaja menempatkan atau membiarkan seseorang dalam

keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya, dia wajib
memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu. Dalam hal
demikian, tenaga kesehatan dengan sengaja membiarkan pasien yang masuk di rumah
sakit dan membutuhkan perawatan namun dengan kelalaiannya membiarkan pasien
sehingga pasien mengalami kecacatan dan atau kematian, maka tenaga kesehatan
tersebut dapat dituntut melakukan suatu tindakan kejahatan pidana, berkaitan dengan
kenyataan yang mempunyai arti dibidang pidana, antara lain apakah tindakan, atau
perbuatan dan sebab-akibat yang terjadi tersebut memenuhi kualifikasi suatu
kejahatan atau tidak. Berkaitan dengan kenyataan yang dapat dijadikan perkara pidana
yang artinya bahwa ada korban yang terancam atau dibahayakan jiwanya dan apakah
kejadian tersebut murni karena faktor manusia dan bukan alam.

35

3. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang No. 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan dalam ketentuan pidana tidak secara jelas mengatur
tentang tindak pidana kesehatan. Pasal 190 menyebutkan pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada
fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan
pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 (ayat 2) di pidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,-.
Dalam hal pasal ini tidak dengan secara tegas hanya mengatur tentang ketentuan
pidana yang terjadi di unit gawat darurat tetapi tidak dengan pasien umum yang
berada di rumah sakit, untuk pembiaran medik ini bisa terjadi pada unit gawat darurat
ataupun untuk pelayanan umum karena pembiaran medik terjadi pada pasien yang
kurang mampu.
Penyelesaian sengketa medik dalam hal pembiaran medik yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan di rumah sakit dapat di selesaikan dengan beberapa penuntutan, baik secara
pidana maupun secara perdata namun dalam perjalanan perkembangan hukum
kesehatan tidak menutup kemungkinan penyelesaian sengketa medik dapat
diselesaikan melalui mediasi medis, atau kalau memang harus di selesaikan di tingkat
pengadilan maka sangat dibutuhkan suatu pengadilan umum yang hakim-hakimnya
sebaiknya hakim yang memahami secara khusus tentang kesehatan atau telah dilatih
khusus untuk penyelesaian sengketa medik.

B. PENYUSUNAN ATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BY-LAW)


1. DEFINISI
Hospital bylaws berasal dari dua buah kata yaitu hospital(rumah sakit) dan bylaws
(peraturan setempat atau internal). Kata bylaws itu sendiri sering ditulis dengan berbagai
macam cara, antara lain bylew, by-law atau bye-law. Berdasarkan hal tersebut maka
hospital bylaws diterjemahkan menjadi PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT.
Peraturan Internal (Hospital By laws)adalah aturan dasar yang mengatur tata cara
penyelenggaraan rumah sakit meliputi peraturan internal korporasi dan peraturan internal
staf medis. Mengingat bahwa terminologi peraturan internal rumah sakit bukan berasal
36

dari indonesia dan sulit dicari, maka perlu dirujuk referensi yng authoritative dalam
bidang hukum dan bidang perumah sakitan. Pembuatn definisi peraturan internal rumah
sakit haruslah ekstra hati-hhati karena menyangkut sebuah produk hukum yang spesifik.

2. Tujuan
1. Memberikan pelayanan prima dan profesional berdasarkan standar yang ditetapkan.
a)

Menyelenggarakan pelayanan yang bermutu memuaskan dan professional

b)

berdasarkan standar yang ditetapkan.


Agar rumah sakit dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan peraturaninternal

rumah sakit.
c)
Mengembangankan penelitian dasar dan terapan untuk meningkatkan mutu
d)

pelayanan.
Menggalang dan mengembangkan kemitraan dengan berbagai pihak untuk menjalin

jaringan kerjasama yang saling menguntungkan.


e) Mewujudkan tingkat kepuasan konsumer baik internal maupun eksternal secara
optimal.
f) Memberdayakan seluruh potensi sumber daya yang ada di rumah sakit.
2. Menjadi rumah sakit islami yang mampu mewujudkan fungsinya sebagai pelayanan
pendidikan dan penelitian, serta mampu memberikan manfaat untuk masyarakat.
3. Program
Adapun Program-program indikatif sebagai berikut :
a)
b)
c)
d)

Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit .


Pengembangan layanan kesehatan .
Mengoptimalkan standar sarana dan prasarana rumah sakit .
Mengoptimalkan pemasaran rumah sakit .

4. Persyaratan dan Tata Cara Penyusunan Peraturan Internal Staf Medis


a) Seleksi dan penapisan terhadap dokter/dokter gigi yang akan bekerja di rumah sakit
b) Penetapan kewenagan klinis (clinical previledges) bagi masing-masing dokter/dokter
gigi yang bekerja di rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit. Tenaga dokter/dokter
gigi yang diterima bekerja dirumah sakit, harus sesuai dengan sertifikasi , registrasi,
perizinan, kompetensi, pengalaman, keterampilan, kesehatan, dan perilaku etikanya.
c) Pemantauan dan pengamatan , bahwa dokter yang diberikan kewenangan klinis (clinical
previledges) seperti yang ditetapkan memang benar-benar melakukan tindakan medik
dalam batas-batas izin yang diberikan kepadanya.

37

d) Sanksi terhadap dokter yang diputuskan melanggar disiplin. Atau berperilaku tidak baik,
yang memberikan pelayanan medis dan atau tindakan medis yang tidak sesuai dengan
izin yang diberikan, yang tidak sesuai dengan standar pelayanan yang secara profesional
tidak kompeten atau tidak kompten lagi, atau yang melanggar ketentuan-ketentuan
dalam medical staff by laws.
C. BIOETIKA KEDOKTERAN\

1. Definisi
Bioetika merupakan istilah yang relatif baru dan terbentuk dari dua kata
Yunani (bios = hidup dan ethos = adat istiadat atau moral), yang secara harfiah
berarti etika hidup.Bioetika dapat dilukiskan sebagai ilmu pengetahuan untuk
mempertahankan hidup dan terpusat pada penggunaan ilmu-ilmu biologis untuk
memperbaiki mutu hidup. Dalam arti yang lebih luas, bioetika adalah penerapan
etika dalam ilmu-ilmu biologis, obat, pemeliharaan kesehatan dan bidang- bidang
terkait.
Perkembanan yg begitu pesat dibidang biologi dan ilmu kedokteran membuat
etika kedokteran tidak mampu lagi menampung keseluruhan permasalahan yang
berkaitam dengan kehidupan. Etika kedokteran berbicara tentang bidanh medis dan
profesi dan kedokteran. Terutama hubungan dokter dengan pasien, keluarga,
masyarakat dan teman sejawat .
2. ETIKA KEDOKTERAN Kamus Besar B.Indonesia DEPDIKBUD/1998, etika adalah :
a) Ilmu tentang apa yang baik, dan apa yang buruk, serta tentang hak dan kewajiban
moral.
b) Kumpulan / seperangkat azas atau nila yang berkenaan dengan akhlak.
c) Nilai yang benar dan salah yang diamati suatu golongan atau masyarakat. Sedangkan
menurut Kamus Kedokteran (Ramli dan Pamuncak tahun 1997),

etika adalah

pengetahuan tentang perilaku yang benar dalam satu profesi.

D. PERDAGANGAN GELAP ORGAN TUBUH MANUSIA (ILEGAL ORGAN


TRAFFICING)
38

A. Definisi
Jual/beli

organ

tubuh

manusia

adalah

tindakan

untuk

memindahkan

ataumentranplantasikan bagian organ tubuh manusia yang dilakukan karena


kemauansendiri atau adanya paksaan dari pihak lain untuk memperoleh keuntungan,
UU Kesehatan mengatur adanya larangan memperjualbelikan organ tubuh
manusiadengan alasan apapun. Jual/beli organ tubuh manusia dikategorikan sebagai
tindak pidana transnasional oleh PBB.
B. Undang undang
Pasal 64 ayat (3) berbunyi organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan
dengan dalih apapun. Pasal 192 menyatakan bahwa:Setiap orang dengan sengaja
memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apapun seperti tercantum
dalam pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan
denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
C. Tujuan
eksploitasi yang merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk memproleh
keuntungan yang salah satunya adalah mentranplantasi organ tubuh dan jaringan
manusia
D. 5 Negara Pelaku Kejahatan Penjualan Organ TubuhManusia
Moldova
Moldova adalah salah satu negara yang terkenal sebagai tempat perampasan organ
tubuh. Jumlah penduduk dari Moldova hanya kurang lebih 3 juta sedangkan
pemerintah sendiri sepertinya tidak peduli dengan tindakan perampasan organ tubuh
tersebut. Sudah banyak orang yang menjadi korban pembunuhan akibat ginjal, hati,
para-paru, jantung, dan usus kecilnya diambil oleh sekelompok orang yang tidak
bertanggung jawab. Dilaporkan bahwa 10 persen perdagangan ginjal di seluruh dunia
berasal dari Moldova.
Cina
Cina adalah salah satu negara yang membolehkan perampasan organs tubuh. Pada
tahun 1984, Cina memperkenalkan sebuah hukum baru, Undang-Undang Mengenai
Pemanfaatan Mayat dan Organ Tubuh Mayat Tahanan yang Dieksekusi. Sejak
undang-undang ini diumumkan, banyak orang yang datang ke Cina dan memesan
organ tubuh tertentu di sana. Bahkan, para dokter di sana bisa mengatakan berapa usia
organ tubuh yang Anda pesan sebelum organ tersebut Anda terima. Beberapa
peristiwa terakhir, Cina mengeluarkan kebijakan agar rumah sakit membatasi
transplantasi terhadap orang asing dan lebih mengutamakan orang-orang Cina sendiri.

39

Pakistan
Dengan adanya masalah kemiskinan yang meluas. Banyak orang yang kesulitan
mendapatkan uang sehingga mereka kesulitan untuk melunasi utang-utang mereka.
Aset terbesar dan satu-satunya milik mereka adalah ginjal mereka yang dihargai
hanya sekitar US3000 atau kurang lebih 25 juta. Pada tahun 1994, Pakistan
mengumumkan Undang-Undang Transplantasi Organ-Organ Tubuh. Bagaimana pun,
dalam undang-udang tersebut terdapat banyak masalah yang memungkinkan orangorang yang berada di luar garis keluarga menyumbangkan organ-organ mereka dan
mereka mendapatkan kompensasi untuk itu.
India
Lingkaran perdagangan organ-organ tubuh manusia di India sudah berlangsung
selama 12 tahun, termasuk skandal yang terjadi pada tahun 2004 yang lalu.
Dilaporkan bahwa Komisi Kuasa Transplantasi yang bertugas untuk mencegah
terjadinya perdagangan organ tubuh manusia telah bekerja sama dengan para broker
penjual ginjal. Mereka mengklaim bahwa mereka bisa menyelamatkan nyawa dan
akan lebih baik bagi mereka untuk bekerja sama dengan broker tersebut daripada
melawan mereka. Banyak broker, rumah sakit, dan dokter yang sudah tertangkap di
India.
Mozambique
diyakini menjadi salah satu negara utama tempat penjualan organ tubuh
manusia.Organ tubuh yang paling banyak diperjualbelikan adalah ginjal. Hukum di
Afrika Selatan melarang penjualan organ tubuh manusia. Namun, pemerintah
memberikan wewenang khusus kepada direktur medis rumah sakit dan ahli patologi.
Hal ini memungkinkan mereka untuk melakukan penggantian organ-organ tubuh
manusia dari orang-orang atau tubuh yang tidak dikenal untuk kepentingan medis.
E. Dampak positif Perdagangan Organ Tubuh
a. Mampu menyelamatkan nyawa orang lain yang menderita gagal organ / kerusakan
organ.
b. Membuat resipien mengatasi keterbatasannya (kornea mata, ligamen, tulang).
c. Membuat penampilan resipien lebih indah (rambut, kuping, kulit).
d. Meningkatkan ekonomi suatu kelompok (mafia perdagangan organ) dan negara.
e. Mendapat imbalan materi yang banyak dan secara instan kepada pendonor.
F. Dampak Negatif Perdagangan Organ Tubuh
a. Melanggar hak asazi manusia (HAM).
b. Perdagangan organ tubuh merupakan human trafficking dan termasuk kejahatan
transnasional oleh PBB.
c. Tereksploitasinya manusia.
d. Banyak terjadi di negara- negara ketiga dan negara- negara yang sedang konflik

40

e. Menghilangkan nyawa pendonor, hal ini dikarenakan rata-rata rumah sakit yang
memprakasai perdagangan organ, jarang memiliki fasilitas yang memadai.
f. Seringnya terjadi ketidak-cocokan organ yang diterima resipien.
g. Membuat pendonor tidak mampu hidup normal.
h. Banyaknya kasus pencurian organ tubuh baik untuk orang yang masih hidup
maupun mayat.
i. Imbalan materi yang diterima pendonor kadang tidak sesuai dan dibawah harga
normal.
j. Bermunculan kelompok kelompok / mafia pencuri organ tubuh.
G. Organ dan jaringan tubuh manusia yang Diperdagangkan
a. Rambut
Rambut yang baik untuk bahan dalam hair-extension industry banyak berasal
dari India karena biasanya rambut dari India sangat panjang dan dirawat dengan
bahan alami tanpa merusak rambut tersebut.
b. Korneamata
Kornea mata merupakan organ tubuh manusia yang relatif lebih mudah
ditransplantasikan dan relatif lebih mudah juga diangkut melewati batas-batas
negara menuju negara-negara yang membutuhkan. Di Amerika sendiri kebutuhan
terhadap kornea mata sangat tinggi dan donor sangat sedikit sehingga Amerika
merupakan pengimpor kornea mata yang cukup besar di dunia. Seorang mantan
ahli bedah China bersaksi di depan Kongres AS bahwa ia telah memanen ratusan
kornea (bersama dengan ginjal dan kulit) dari tahanan yang dieksekusi di China.
Meskipun

PBB

telah

mencoba

untuk

mengakhiri

perdagangan

organ

internasional, namun sejauh ini pasar global tetap tidak bisa dikendalikan..
c. Jantung
Pasar gelap untuk tranplantasi jantung hampir tidak ada karena dalam
melakukan transplantasi dibutuhkan keahlian kedokteran yang sangat tinggi dan
mungkin saja organ jantung yang diperoleh belum tentu cocok dengan mereka
yang membutuhkan. Di Arab Saudi terdapat pasar gelap untuk melakukan
transplantasi jantung, namun hampir tidak ada bukti untuk menguatkan dugaan
tersebut.
d. Hati
Transplantasi hati bisa dilakukan dengan menggunakan donor hidup. Metode
ini lebih sulit karena tim dokter harus memastikan kondisi si pendonor nyaman
dan memastikan kondisinya 100 persen kembali sehat. Hati pendonor diambil
sebagian dan didonorkan kepada yang sakit. Nah dengan kondisi seperti ini, tidak
bisa sembarang orang menjadi donor sehingga jumlah pendonor sangat sedikit.
Di pasar gelap, hati dari para tawanan di penjara China yang dieksekusi
41

merupakan sumber yang penting. Di Philippina juga bisa diperoleh dari beberapa
masyarakat yang ekonominya rendah dan membutuhkan uang.
e. Ginjal
Ginjal juga termasuk organ yang bisa diperdagangkan. Selain cara ilegal,
ginjal juga dapat diperoleh dengan legal dari para pedonor hidup.
f. Kulit
Jika kulit terbakar atau luka kulit sangat mudah meninggalkan lubang di
tubuh, dan tidak bisa diatasi dengan menjahitnya, tak ada pilihan lain selain
menutupnya dengan kulit yang lain, yang tentunya juga berasal dari manusia.
Namun tidak banyak manusia yang masih hidup mendonorkan kulitnya.
Akibatnya untuk kulit ini tidak ada pilihan lain diambil dari mayat, mungkin
melalui rumah pemakaman seperti ligamen dan tulang. Namun demikian
cangkok kulit ini tidak selalu berhasil karena mungkin saja menimbulkan infeksi
bagi tubuh.
g. Kerangka
Ekspor organ tubuh manusia sejatinya dilarang sejak lama, paling tidak
semenjak tahun 1985. Namun masih banyak saja yang melakukan bisnis ini
karena keuntungan yang sangat besar.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
42

keselamatan lalu lintas adalah keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko
kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan, Jalan, dan/
atau lingkungan. komunikasi lalu lintas merupakan sekumpulan subsistem yang saling
berhubungan

dengan

melalui

penggabungan,

pemrosesan,

penyimpanan,

dan

pendistribusian data yang terkait dengan penyelenggaraan Lalu Lintas. Untuk Poltabes
agar lebih meningkatkan upaya edukasi, terhadap pengendara agara tidak melakukan
pelanggaran.
Peraturan Internal (Hospital By laws) merupakan aturan dasar yang mengatur tata
cara penyelenggaraan rumah sakit meliputi peraturan internal korporasi dan peraturan
internal staf medis, bertujuan untuk agar rumah sakit dapat mengetahui apa yang
dimaksud dengan peraturan internal rumah sakit.
Pasal 64 ayat (3) jual/beli organ tubuh manusia adalah perbuatan yang melanggar
hukum dengan cara mengambil organ tubuh seseorang tanpa sepengetahuan korban yang
dilakukan dengan cara merekrut, membawa, dan mengirim korban ke negara tujuan yang
dilakukan oleh seseorang dan/atau sekelompok orang terorganisir untuk memperoleh
keuntungan materiil.
3.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan pada pihak universitas , pemerintah, kepolisian dan
orang tua dalam berlalu lintas :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat seberapa kuat hubungan
pengetahuan, sikap, dan perilaku keselamatan lalu lintas.
2. Melakukan penikitan yang sama pada anak usia sekolah yang sudah memiliki Surat
Izin pengemudi.
3. Kepolisian memperketat peraturan lalu lintas dan memberika sanksi hukum untuk
pengendara yang melanggar peraturan lalu lintas agar pengguna jalan lebih tertib
berlalu lintas sehingga angka kejsadian kecelakaan lalu lintas dapat berkurang.
4. Bagi PERDOKI, dan khususnya Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia,
perlu dilakukan

penyempurnaan

Konsensus

Nasional

Pedoman

Pemeriksaan

Kesehatan Pengemudi, mengingat bahwa ada beberapa hal yang luput dari perhatian.
Hal-hal yang perlu ditambahkan keterangannya antara lain:
Perlunya dilakukan pembagian lebih lanjut antara persyaratan kemampuan
penglihatan

bagi

pengemudi

kendaraan

umum

sesuai

SIM-nya.

Selain

untuk memperjelas kriteria-kriteria batasan, juga untuk meningkatkan keselamatan


bagi pengemudi kendaraan dan alat berat.
Perlunya ditambahkan persyaratan lapangan pandang vertikal, aturan bagi penderita
katarak

untuk

mengemudi

di

malam

hari,

dan

batasan

tajam
43

penglihatan stereoskopis bagi pengemudi yang tentunya disesuaikan dengan SIM


dan jenis kendaraan yang ada
Saran untuk penyusun Peraturan Internal (Hospital By laws) :
1. Harus mengetahui peraturan tata cara rumah sakit.
2. Tahu apa yang dimaksud dengan peraturan internal rumah sakit
Saran jual/beli organ tubuh manusia :
1. Pemerintah Indonesia dengan negara-negara lain dapat melakukan kerjasama untuk
mencegah, memberantas, dan menghukum adanya pelaku jual/beli organ tubuh
manusia yang sudah melintasi batas wilayah negara dan harus mempunyai saluransaluran komunikasi di setiap negara-negara yang melakukan kerjasama guna
memberantas praktek jual/beli organ tubuh manusia yang dilakukan dengan
memberikan informasi kepada pemerintah Indonesia ataupun sebaliknya ke negara
lain yang diduga terjadi kasus jual/beli organ tubuh manusia.
2. Peran masyarakat diharapkan juga untuk ikut bersama memberantas jual/beli
organ tubuh manusia dengan tidak melakukan jual/beli oragn tubuh dengan alasan
apapun baik atas kesadaran sendiri atau karena adanya paksaan.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi 2008, Rineka Cipta, Jakarta,
2010
Ariestandi Irmansyah, Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi, Graha Ilmu
Yogyakarta, 2013
Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 2011
http://home.utah.edu/~mda9899/cprpics.html
http://kebijakankesehatanindonesia.net/sites/default/files/file/2011/M%20Nasser.pdf
44

http://www.pertamedikasentul.co.id/rspsc-updates/artikel/detail/emergency-igd/7
World Health Day: Road safety is no accident![1]

BPS, Jumlah Kecelakaan, Koban Mati, Luka Berat, Luka Ringan, dan Kerugian
Materi yang Diderita Tahun 1992-2008,[2]

Asian Development Bank, Pedoman Keselamatan Jalan Untuk Kawasan Asia Pasifik,
Diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan Darat, 2002

PERDOKI. Konsensus Nasional Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Pengemudi


Jakarta; 2011.

Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2011.

American Optometric Association. Color vision deficiency; www.aoa.org.


Ilyas S. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2005.
Canadian Medical Association. CMA driver's guide. 7th ed.; 2012
Kolb H, Nelson R, Fernandez E, Jones B. The organization of the retina and
visual system; www.webvision.med.utah.edu. [Online].; 2016 [cited 2016
Nopember 1. Available from: http://webvision.med.utah.edu/book/.
http://jdih.baliprov.go.id/uploads/produk/2015/pergub-25-2015.pdf
http://manajemenrumahsakit.net/download/Hospital-Bylaws.pdf

45

Anda mungkin juga menyukai