BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Garam merupakan unsur penting dan umum dalam makanan olahan.
Penggunaan garam dalam makanan olahan memerlukan standar khusus, sehingga
dikenal standar garam industri, garam konsumsi. Garam merupakan komuditas
yang tidak bisa harus selalu tersedia di pasar ( Nur et.al, 2013). Garam di
Indonesia dan negara-negara tropis umumnya diproduksi dengan menggunakan
sistem kristalisasi total yang menghasilkan garam dengan kualitas dan
kuantitas yang rendah.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk
menghasilkan dan berswasembada garam. Namun demikian, selama ini jumlah
produksi garam yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan garam dalam
negeri. Secara umum, garam merujuk pada suatu senyawa kimia dengan nama
Sodium Klorida atau Natrium Klorida (NaCl). Garam merupakan salah satu
kebutuhan pelengkap untuk pangan dan sumber elektrolit bagi tubuh manusia
(Purbani, 2000 dalam Lutfi dan Bagus, 2011).
Produksi garam rakyat baik petambak pugar maupun petambak non pugar
menggunakan air laut untuk memproduksi garam. Garam rakyat yang dikenal
dengan nama garam krosok. Garam rakyat ini masih mengandung zat pengotor
seperti logam berat, dan kandungan NaCl dan Yodium masih dibawah standar.
Untuk memisahkan unsur pengotor dalam garam sering dilakukan pencucian oleh
masyarakat secara alami di tambak-tambak garam. Kualitas garam nasional
menurut laporan kurang memenuhi syarat sebagai garam konsumsi karena
kandungan NaCl nya masih sangat kurang sangat dari yang disyaratkan. Selain
itu, masih rendahnya kualitas kebersihan garam untuk dikonsumsi ( Mahdi 2009
dalam Nur 2013).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Garam
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal
yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar natrium klorida
(>80%) serta senyawa lainnya seperti magnesium klorida, magnesium sulfat,
kalsium klorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopis
yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 8010C. Garam natrium klorida untuk
keperluan masak dan biasanya diperkaya dengan unsure iodin (dengan
menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) yang merupakan padatan Kristal berwarna
putih, berasa asin, tidak higroskopis dan apabila mengandung MgCl2 menjadi
berasa agak pahit dan Higroskopis (Subhan, 2014).
Metode yang umum dilakukan di negara tropis, termasuk Indonesia, yaitu sistem
kristalisasi total air laut. Prinsip utama metode ini adalah kristalisasi garam dari
air laut dengan menggunakan sinar matahari untuk menguapkan air laut. Metode
ini memerlukan tiga kolam utama, yaitu kolam penampungan air laut, kolam
pemekatan, dan kolam kristalisasi (Noviani, 2007 dalam Lutfi dan Bagus, 2011).
Keberhasilan metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti sinar matahari,
suhu, dan kelembapan udara serta kecepatan angin. Rendemen yang diperoleh dari
metode ini sangat rendah, yaitu sekitar 3% NaCl dari bahan baku air laut yang
pada tiga bidang, yaitu bahan pangan, industry (sebagai bahan baku maupun
bahan bantu), dan bahan pengawet (Prasetyaningsih, 2008 dalam Lutfi dan Bagus,
2011). Garam berfungsi sebagai pengawet, penambah cita rasa, maupun untuk
memperbaiki penampilan dan tekstur daging ikan. Industri pengolahan tradisional
yang memanfaatkan garam misalnya industri pengolahan ikan asin, ikan pindang,
dan produk ikan fermentasi. Sedangkan industri pengolahan modern biasanya
memanfaatkan garam untuk pembuatan produk surimi dan diversifikasi produk
olahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Nur . M. 2013. Pengayaan Yodium dan Kadar NaCl pada Garam Krosok menjadi
Garam Konsumsi standar SNI. Jurnal Sains dan Matematika Vol. 21 (1):
1-6
Luthfi Assadad Dan Bagus Sediadi Bandol Utomo. 2011. Pemanfaatan Garam
Dalam Industri Pengolahan Produk Perikanan Peneliti Pada Balai Besar
Riset Pengolahan Produk Dan Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan.
Squalen Vol. 6 (1)
Subhan . 2014. Analisis Kandungan Iodium Dalam Garam Butiran Konsumsi
Yang Beredar Di Pasaran Kota Ambon. Jurnal Fikratuna. 6(2)