Disusun oleh :
Vicky Novitasari
01.211.6549
Pembimbing :
dr. H. Firdaus Novi H., Sp.B
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015HALAMAN PENGESAHAN
Nama
Vicky Novitasari
NIM
012116549
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Tingkat
Bagian
Ilmu Bedah
Judul
Pembimbing,
MASALAH KLINIK
Sekitar 300.000 orang menjalani operasi usus buntu setiap tahun di Negara Inggris, dengan
perkiraan angka kejadian insiden apendisitis berkisar dari 7 sampai 14%, atas dasar jenis
kelamin, harapan hidup, dan presisi dengan yang diagnosis yang telah dikonfirmasi.1,2 Setelah
diperhitungkan untuk appendektomi pada pasien yang tidak memiliki usus buntu (disebut
appendiktomi negatif), banyak yang telah menggunakan angka dari appendiktomi sebagai
pengganti untuk angka kejadian appendisitis. Meskipun insiden dari appendiktomi mirip pada
pria dan wanita, pria memiliki insiden appendicitis yang lebih tinggi.3
Penggunaan alat pencitraan yang canggih dan laparoskopi mungkin telah meningkatkan jumlah
pasien yang terdiagnosis,4 beberapa dari mereka mungkin mengalami gejala yang menghilang
tanpa appendiktomi atau mungkin tidak pernah berkembang menjadi appendisitis secara klinis.3
Overdiagnosis yang menyatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya dibuktikan
dengan melakukan uji coba5 pada pasien dengan nyeri perut non-specific yang secara acak
diminta untuk dilakukan laparoskopi atau hanya menunggu dan mengamati perubahan.
Apendisitis diidentifikasi sekitar 30% pada pasien dalam kelompok yang menjalani laparoskopi
dibandingkan dengan kurang dari 6% dari pasien dalam kelompok observasi, temuan yang
mempertanyakan pentingnya secara klinis dari kasus yang diidentifikasi dengan cara
laparoskopi.
PATOFISIOLOGI
AREAS OF UNCERTAINTY
Sebuah keraguan utama dalam pengelolaan
apendisitis adalah apakah operasi
apendiktomi yang dibutuhkan atau apakah
antibiotik saja, dengan apendiktomi
dilakukan hanya jika apendisitis tidak
sembuh (strategi antibiotik sebagai lini
pertama), adalah alternatif alasan wajar.
Pengobatan radang usus buntu dengan
strategi antibiotic sebagai lini pertama
adalah metode jaman dulu, digunakan untuk
pasien yang mengalami proses inflamasi
lambat, dengan phlegmon dan mungkin
abses. Saat ini, antibiotik intra vena
diberikan pada pasien, dan drainase abses
dilakukan setelah beberapa hari untuk
menghindari penyulit30 yang berpotensi
menimbulkan komplikasi sehingga
dilakukan ileocecectomy atau ileostomi.
Sukses dengan metode terapi antibiotik
tunggal yang diberikan pada Personil
Angkatan Laut dengan apendisitis sementara
mereka berada di laut (dan tidak memiliki
akses ke ruang operasi) mendukung strategi
ini untuk diterapkan pada pasien dengan
apendisitis tanpa komplikasi.31
Uji coba selanjutnya, beberapa uji
coba acak32-37 membandingkan metode
apendiktomi dan strategi antibiotic (dengan
apendiktomi jika ada indikasi) untuk
apendisitis tanpa komplikasi dan
menunjukkan bahwa sebagian besar pasien
dalam kelompok strategi antibiotik pertama
mampu menghindari dilakukannya
PEDOMAN
American College of Surgeons,42
perkumpulan bedah saluran pencernaan,43
dan Organisasi tingkat Dunia untuk
Emergency Surgery44 semua
menggambarkan appendiktomi (baik
laparoskopi atau terbuka) sebagai
pengobatan pilihan untuk appendisitis.
Berkaitan dengan strategi antibiotik,
Amerika College of Surgeons menunjukkan
bahwa hal ini "mungkin efektif, tetapi ada
kesempatan lebih tinggi terulangnya "42;
Organisasi Bedah dari perawatan saluran
pencernaan menyarankan bahwa itu adalah
"bukan pengobatan yang bisa diterima
secara luas"43; dan World Society of Surgery
Emergency menyatakan bahwa "metode
konservatif ini memiliki tingkat
kekambuhan yang tinggi oleh karena itu
metode ini tidak lebih baik dibanding
dengan appendiktomi Pengobatan
antibiotik non-operatif mungkin digunakan
sebagai pengobatan alternatif untuk pasien
tertentu, untuk pasien dengan kontraindikasi
dilakukannya operasi."44 Rekomendasi
dalam artikel ini secara umum konsisten
dengan panduan.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pasien yang dijelaskan sebelunya memiliki
gejala klinis dan tanda yang konsisten
dengan akut Appendisitis, dan diagnosis
dikonfirmasi dengan pencitraan. Di Amerika
Serikat, pengobatan yang biasa
direkomendasikan untuk orang dengan
apendisitis tanpa komplikasi adalah prompt
appendectomy. Pengobatan dengan
laparoskopi lebih disukai untuk pembedahan
terbuka oleh sebagian besar ahli bedah
(karena insiden terjadinya infeksi saat
operasi lebih rendah dan waktu pulih lebih
cepat untuk pasien dengan kegiatan biasa)
pada pasien tanpa kontraindikasi untuk
laparoskopi. Namun, pengalaman di Eropa
menunjukkan bahwa strategi antibiotic
REFERENSI
1. Weiss AJ, Elixhauser A, Andrews RM.
Characteristics of operating room procedures in U.S. hospitals, 2011: statistical brief
#170. Rockville, MD: Agency for
Healthcare Research and Quality, 2006
(https:/ / www .hcup-us .ahrq .gov/
reports/statbriefs/ sb170-Operating-RoomProcedures-United-States-2011 .jsp).
2. Addiss DG, Shaffer N, Fowler BS, Tauxe
RV. The epidemiology of appendici-tis and
appendectomy in the United States. Am J
Epidemiol 1990; 132: 910-25.
3. Andersson R, Hugander A, Thulin A,
Nystrm PO, Olaison G. Indications for
operation in suspected appendicitis and
incidence of perforation. BMJ 1994;
308:107-10.
4. Buckius MT, McGrath B, Monk J, Grim
R, Bell T, Ahuja V. Changing epide-miology
of acute appendicitis in the Unit-ed States:
study period 1993-2008. J Surg Res 2012;
175: 185-90.
5. Morino M, Pellegrino L, Castagna E,
Farinella E, Mao P. Acute nonspecific abdominal pain: a randomized, controlled trial
comparing early laparoscopy versus clinical
observation. Ann Surg 2006; 244:881-6.
6. Wangensteen OH, Dennis C. Experimental proof of the obstructive origin of
scopic and open appendicectomy in a national cohort. Br J Surg 2014; 101: 1135-42.