Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu standar bagi kemajuan sebuah negara,
Melalui pendidikan, kualitas suatu bangsa dan negara dapat ditingkatkan. Pada
dasarnya pendidikan merupakan proses untuk membantu manusia dalam
mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang
terjadi dalam kehidupan. Hal tersebut dijelaskan dalam UU Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya, sehingga manusia mampu
menghadapi setiap perubahan yang terjadi dalam hidup dan kehidupannya.
Di Indonesia pendidikan merupakan salah satu tujuan nasional bangsa, hal
ini dapat dilihat dari isi pembukaan UUD 1945 alinea ke 4, yang menegaskan
bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tujuan nasional bangsa Indonesia tersebut perlu diwujudkan
dengan mengadakan berbagai inovasi dalam sistem pendidikan, sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dewasa ini, proses pembelajaran tidak lagi sebatas mendengarkan
penjelasan pendidik, akan tetapi menuntut adanya keikutsertaan peserta didik,
sehingga peserta didik dapat mengembangkan karakter dan keterampilan serta
membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yang berbunyi,
Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengantarkan ke tujuan
tersebut diharapkan terjadinya pembelajaran yang berkualitas. Pembelajaran
berkualitas menjadi dambaan semua orang. Pembelajaran berkualitas merupakan
pembelajaran yang memberikan kepuasan kepada pendidik, peserta didik, orang
tua, dan masyarakat. Pembelajaran berkualitas dapat mengembangkan potensi
yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga peserta didik dapat menjadi pribadi
yang cerdas dalam bidang spritual, intelektual, dan emosional.
Untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional tersebut, pemerintah telah
melakukan

berbagai

upaya,

diantaranya

melengkapi

sarana

sekolah,

menyempurnakan model dan strategi pembelajaran yang bisa digunakan untuk


diimplementasikan di kelas, melakukan sertifikasi guru yang bertujuan untuk
menunjang terlaksananya pendidikan dengan baik, mengupayakan wajib sekolah
9 tahun tanpa dipungut biaya, memberikan beasiswa kepada peserta didik yang
kurang mampu, dan menyempurnakan kurikulum dari kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) ke kurikulum 2013.
Pengembangan kurikulum 2013 dilakukan dengan tujuan meningkatkan
mutu pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang kreatif dan mampu
menghadapi kehidupan pada masa mendatang. Hal ini sesuai dengan teori yang
terdapat pada modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Kemdikbud, 2014:
2) yang menyatakan bahwa, Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang
dikembangkan untuk mengarahkan peserta didik menjadi: 1. manusia berkualitas
yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; 2.
manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan 3. warga negara yang
demokratis, bertanggung jawab.
Pembelajaran pada kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau
pendekatan berbasis keilmuan. Pendekatan saintifik berarti kegiatan pembelajaran
dilakukan secara sistematis, yaitu proses yang digunakan dalam pembelajaran
menggunakan

langkah-langkah

pembelajaran

pada

pendekatan

(observing),

menanya

tertentu

yang

saintifik

(questioning),

bersifat

diantaranya

mengumpulkan

logis.

adalah

Langkah
mengamati

informasi/mencoba

(experimenting), menalar/mengasosiasi (associating), dan mengomunikasikan


(communiting). Peserta didik dituntut untuk terlibat aktif pada setiap langkah
tersebut, sehingga peserta didik tidak hanya mendengarkan penjelasan pendidik
saja, melainkan peserta didik mampu bertindak dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, secara tidak langsung kurikulum 2013 telah mendukung
optimalnya pembelajaran fisika, karena pada kurikulum 2013 peserta didik dilatih
untuk ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran melalui kegiatan-kegiatan
ilmiah yang dilakukan oleh peserta didik, sehingga pembelajaran fisika yang
merupakan salah satu ilmu sains menjadi lebih bermakna.
Akan tetapi, berdasarkan hasil observasi di kelas X SMAN 3 Kota Padang
terlihat bahwa pelaksanaan kurikulum 2013 belum menunjukkan hasil yang
signifikan. Peserta didik cenderung lebih senang mendengar dan menerima apa
yang disampaikan oleh pendidik tanpa ingin terlibat dalam penemuan konsep
tentang materi yang dipelajari. Sebagian besar peserta didik menganggap
pelajaran fisika itu sulit. Anggapan ini kemudian

mempengaruhi motivasi

belajarnya sehingga peserta didik menjadi kurang bersemangat dan kurang

antusias yang mengakibatkan peserta didik menjadi pasif selama proses


pembelajaran fisika berlangsung. Rasa ingin tahu dan sikap kritis peserta didik
dalam pembelajaran fisika masih kurang. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis
keterampilan berpikir kritis dengan menggunakan California Critical Thinking
Skill Test ( CCTST ) yang dilakukan oleh Djamas (2016). Lebih rinci ditampilkan
pada Gambar 1.

Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMAN 3 Padang


P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

SMAN 3
Ideal

Analisis Evaluasi Inferensi Deduksi Induksi

Gambar 1. Grafik keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas X SMAN 3


Padang
Dari Gambar 1. dapat dilihat bahwa tingkat analisis diperoleh 2,27
sedangkan idealnya 10, tingkat evaluasi 3,31 idealnya 9, tingkat inferensi 1,47
idealnya 5, penalaran dedukasi 0,53 idealnya 2 dan penalaran induksi 0,84
idealnya 4. Berdasarkan hasil analisis, terlihat bahwa keterampilan berpikir kritis
peserta didik kelas X SMAN 3 Kota Padang masih berada pada kategori rendah.

Rendahnya keterampilan berpikir kritis peserta didik ikut mempengaruhi


hasil belajar peserta didik, terlihat dari nilai rata-rata ulangan harian peserta didik
kelas X pada materi pengukuran tahun ajaran 2015/2016 di SMAN 3 Kota Padang
yang masih rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Rata-rata Ulangan Harian Peserta Didik Tahun Ajaran 2015/2016
Jumlah
Tidak Tuntas
Tuntas
Jumla
No
Kelas
Peserta
Jumlah
%
h
%
didik
1 X MIPA 3
32
30
93.75 %
2
6.25 %
2 X MIPA 4
33
33
100.0 %
0.00 %
3 X MIPA 5
33
30
90.90 %
3
9.09 %
4 X MIPA 6
31
29
93.54 %
2
6.45 %
5 X MIPA 7
31
30
96.77 %
1
3.22 %
(Sumber: Pendidik fisika kelas X SMAN 3 Kota Padang)

KKM
80
80
80
80
80

Tabel 1. Memperlihatkan bahwa persentase nilai UH peserta didik yang


tidak tuntas lebih besar daripada persentase peserta didik yang tuntas. Kriteria
ketuntasan minimal (KKM) di SMAN 3 Padang yaitu 80, sedangkan nilai rata-rata
UH fisika pada materi pengukuran masih dibawah KKM yang telah ditetapkan.
Hal tersebut perlu diketahui penyebabnya.
Untuk mengetahui penyebab rendahnya nilai peserta didik, dilakukan
observasi melalui wawancara dengan salah seorang pendidik fisika di SMAN 3
Padang. Dari hasil wawancara, diketahui bahwa belum ada bahan ajar yang
mendukung untuk menstimulus keterampilan berpikir kritis peserta didik. Dalam
pembelajaran, pendidik lebih menggunakan buku ajar yang berasal dari penerbit
dan belum tersedianya lembar kerja peserta didik (LKPD) sebagai salah satu
bahan ajar yang menunjang terlaksananya pembelajaran dengan baik. Pada buku
ajar hanya terlihat ringkasan materi, contoh soal, dan soal-soal latihan. Selain itu,

pada buku tidak dicantumkan kompetensi, indikator, dan tujuan pembelajaran


dengan jelas.
Dalam kegiatan pembelajaran, setelah pendidik menjelaskan materi peserta
didik diarahkan pada pengerjaan soal-soal yang terdapat pada buku ajar. Tidak ada
kegiatan yang dapat membuat peserta didik menemukan sendiri jawaban dari
suatu permasalahan, karenanya peserta didik tidak terbiasa untuk berpikir kritis
dan pada akhirnya mempengaruhi hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan pemaparan di atas, untuk mengatasi masalah tersebut pendidik
perlu menggunakan bahan ajar dan media yang menarik, serta pemilihan model
pembelajaran yang bervariasi dan alat evaluasi yang baik. Salah satu usaha yang
dapat dilakukan adalah menggunakan bahan ajar berupa handout multimedia
interaktif berbasis gamess. Dalam pembelajaran dengan handout multimedia
interaktif berbasis gamess, peserta didik tidak hanya bertindak sebagai pengamat,
tetapi ia juga dapat bermain peran, seolah-olah melakukan secara nyata, sehingga
peserta didik dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Dengan
handout multimedia interaktif berbasis gamess peserta didik dapat belajar
dimanapun dan kapanpun secara mandiri.
Bahan ajar yang digunakan adalah bahan ajar berbasis gamess. Gamess ini
bertujuan untuk mengurangi rasa bosan pada peserta didik dalam proses
pembelajaran dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Berdasarkan hasil
observasi dilapangan, ketertarikan peserta didik terhadap gamess sangat tinggi,
yaitu 68 %.

Selain bahan ajar, model pembelajaran juga mempengaruhi keberhasilan


dalam proses dan hasil pembelajaran. Model pembelajaran pada kurikulum 2013
menuntut keterampilan dan keaktifan peserta didik. Sebagaimana yang dijelaskan
pada Permendikbud no 103 tahun 2014 yang menyatakan bahwa salah satu model
pembelajaran yang digunakan pada kurikulum 2013 adalah discovery learning.
Model ini haruslah mampu mengintegrasikan keterampilan berpikir kritis peserta
didik. Pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning merupakan
model yang berpusat pada peserta didik. Pemilihan model discovery learning
didasarkan karena model ini dapat melatih keterampilan peserta didik untuk
menyelidiki dan memecahkan masalah secara mandiri. Dalam pembelajaran ini,
pendidik memberikan kebebasan peserta didik untuk menemukan suatu konsep
sendiri, karena dengan menemukan sendiri peserta didik dapat lebih memahami
apa yang mereka dapatkan tersebut sehingga dapat diingat lebih lama. Hal ini
sesuai dengan pendapat Linda & Sri (2014: 2) yang mengemukakan bahwa,
Model guided discovery merupakan model pembelajaran yang memberikan
kebebasan peserta didik untuk menemukan suatu konsep sendiri, karena dengan
menemukan sendiri siswa dapat lebih memahami apa yang mereka dapatkan
tersebut sehingga dapat diingat lebih lama.
Selain itu, dengan model discovery learning tidak hanya dapat
meningkatkan aktivitas peserta didik saja, akan tetapi indikator-indikator berpikir
kritis juga dapat

dibangun melalui langkah-langkah yang ada pada model

pembelajaran ini.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan


judul Pengaruh handout multimedia interaktif berbasis gamess dalam model
discovery learning terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik pada materi
fisika kelas X SMAN 3 Kota Padang.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut :
1. Buku ajar yang tersedia di sekolah belum mengoptimalkan peserta didik untuk
membentuk pengetahuannya sendiri.
2. Belum terdapat Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) sebagai salah satu bahan
ajar yang dapat mendukung peserta didik untuk memaksimalkan keterampilan
berpikir kritisnya.
3. Model yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran belum terlihat lebih
jelas.
4. Pembelajaran di kelas tidak menimbulkan keterampilan berpikir kritis peserta
didik.
5. Pembelajaran fisika menimbulkan rasa bosan pada peserta didik.

C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih fokus dan terarah, maka perlu dilakukan
pembatasan masalah. Sebagai pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan materi pelajaran yang


berlangsung di sekolah saat penelitian dilakukan yaitu pada KD 3.1
Memahami hakikat fisika dan prinsip-prinsip pengukuran (ketepatan,
ketelitian, dan aturan angka penting) 9 JP, ditambah KD 3.2
Menerapkan prinsip penjumlahan vektor (dengan pendekatan geometri) 6
JP.

2. Handout yang digunakan dalam penelitian ini adalah handout


multimedia interaktif berbasis games ditujukan untuk peserta didik
kelas X SMAN 3 Padang.
3. Keterampilan berpikir kritis peserta didik mencakup kompetensi
pengetahuan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan yaitu: Apakah terdapat pengaruh handout
multimedia interaktif berbasis gamess dalam model discovery learning pada
materi fisika terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas X SMAN 3
Padang?.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh handout multimedia


interaktif berbasis gamess dalam model discovery learning pada materi fisika
terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas X SMAN 3 Padang.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.

Bagi peserta didik, sebagai sumber belajar yang dapat digunakan untuk
meningkatkan motivasi, keaktifan, kemandirian, keterampilan berpikir kritis,
dan penguasaan materi fisika.

2.

Bagi pendidik bidang studi fisika, sebagai alternatif dalam menggunakan


bahan ajar dan melibatkan peran aktif peserta didik guna mengoptimalkan
kecerdasan peserta didik untuk beraktivitas dalam pembelajaran fisika.

3.

Bagi peneliti lain, sebagai sumber ide dan referensi dalam penelitian
pendidikan berikutnya untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar
fisika.

4.

Bagi peneliti sendiri, sebagai modal dasar dalam rangka pengembangan


diri dalam bidang penelitian serta menambah pengetahuan dan pengalaman
peneliti sebagai calon pendidik. Manfaat lainnya adalah sebagai syarat untuk
menyelesaikan program studi strata 1 program studi pendidikan fisika.

10

Anda mungkin juga menyukai