Anda di halaman 1dari 14

Tugas Farmasi Kedokteran

Pengaruh Glibenclamide Terhadap Diabetes Militus Tipe 2

Penyusun :
Hafiz fauza dany

(11700088)

Agus hendra jaya

(11700101)

Taufik anggun baksono

(11700106)

Surya pradnyana putra

(11700140)

I putu gede prastika jaya

(11700146)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SURABAYA
2015
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini pola penyakit di Indonesia mengalami perubahan dari periode penyakit
infeksi menjadi periode penyakit degeneratif (Suyono, 2006). Salah satu penyakit
degeratif ialah Diabetes Melitus (DM). Diabetes Melitus adalah penyakit metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemia akibat cacat sekresi insulin dan atau peningkatan resistensi
seluler terhadap insulin (Cavallerano, 2009). Dalam Diabetes Atlas 2000 (International
Diabetes Federation) tercantum perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar
125 juta dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6%, berjumlah 5,6 juta. Diperkirakan
pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun
dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien Diabetes.
Diabetes Melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan peningkatan
prevalensi penderita DM, seperti penyakit Cardio Vaskuler contohnya penyakit jantung
koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyulit pada mata, ginjal, dan saraf (Suyono,
et al., 2009). Salah satu terapi farmakologi Diabetes Melitus yang sudah digunakan
adalah Glibenklamid.
Glibenklamid adalah obat pertama antidiabetika oral generasi kedua dengan daya
kerja atas dasar berat badan sampai 100 kali lebih kuat daripada antidiabetika oral
generasi pertama. Glibenklamid bekerja dengan cara menstimulasi sel beta Langerhans
untuk menghasilkan lebih banyak insulin. Pada penderita DM khususnya DM Tipe 2
yang merupakan salah satu tipe DM, Glibenklamid yang merupakan obat derivat kuat
memiliki khasiat terpenting yaitu hipoglikemik dan sering kali ampuh ketika obat-obat
lain tidak efektif lagi.Waktu reabsorpsinya di usus sekitar enam sampai tujuh jam (Tjay &
Rahardja, 2007).Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas
sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, semua pihak,
baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan
DM, khususnya dalam upaya pencegahan (Ocbrivianita et al, 2012)
Informasi mengenai obat glibenklamid memang telah dituliskan oleh dokter
dalam resep. Untuk mencapai efek terapi yang maksimal diperlukan cara penggunaan
obat yang benar. Sebagai contoh; penggunaan glibenklamid yang benar adalah 30
menit sebelum makan dengan penggunaan maksimal 2 kali sehari pada pagi hari

sebelum makan pagi dan sebelum makan siang. Diberikan 30 menit sebelum
makan bertujuan agar obat dapat merangsang keluarnya insulin sehingga dapat
mengatasi peningkatan gula darah setelah makan.( McEvoy, K 2002)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah utama dalam
penelitian ini adalah: Pengaruh glibenclamide dan glimepiride terhadap diabetes militus
tipe2?
D. Tujuan
1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui pemberian obat glibenklamid untuk pasien diabetes melitus
tipe
2.Tujuan Khusus
1.Untuk mengetahui mekanisme glibenklamid sebagai obat anti diabetes melitus tipe
2.
2.Untuk mengetahui sifat fisiko-kimia dari glibenklamid.
3.Untuk mengetahui farmakodinamik dari glibenklamid.
4.Untuk mengetahui farmako kinetik dari glibenklamid.
5.Untuk mengetahui toksisitas dari glibenklamid.
E. Manfaat
1.Bagi peneliti dapat mengembangkan pengetahuan dan kemampuan di bidang obat anti
diabetes mellitus golongan sulfonylurea khususnya glibenklamid.
2.Institusi pendidikan, sebagai tambahan data dasar dan informasi untuk pendidikan yang
berkaitan dengan obat anti diabetes melitus tipe 2 khususnya glibenklamid.
3. Untuk masyarakat agar dapat mengetahui jenis-jenis obat yang digunakan untuk
menurunkan diabetes militus denga cara pengobatan Obat Hiperglikemi Oral (OHO).

BAB II

FARMASI FARMAKOLOGI
1.
a.

Farmasi Farmakologi
SifatFisiko Kimia dan Rumus Kimia Obat

Nama IUPAC : 5-chloro-N-(4-[N(cyclohexylcarbamoyl)sulfamoyl]phenethyl)-2methoxybenzamide


Formula

: C23H28ClN3O5S

Berat molekul : 494.004 g/mol


Titik lebur
b.
1.

3.

: 1720-1740C

Farmasi Umum
Kelas terapi atau golongan: Sulfonilurea generasi kedua.
2. Nama dagang : Abenon, Libronil, Clamega, Merzanil, Samclamide,
Glibenclamide (Generik), Glyamid, Renabetic, Gluconic
Sediaan: Tablet, yang mengandung glibenklamide 5mg / tablet.
4. Dosis:
Dosis awal 1 kaptab sehari sesudah makan pagi, setiap 7 hari ditingkatkan
dengan 1/2 - 1 kaptab sehari sampai kontrol metabolit optimal tercapai.
Dosis awal untuk orang tua 2.5 mg/hari. Dosis tertinggi 3 kaptab sehari
dalam dosis terbagi.

5.

Interaksi obat :

Efek hipoglikemia ditingkatkan oleh alkohol, siklofosfamid, antikoagulan


kumarina, inhibitor MAO, fenilbutazon, penghambat beta adrenergik,
sulfonamida. Efek hipoglikemia diturunkan oleh adrenalin, kortikosteroid,
tiazida. (Katzung, 2002)
c.

Farmakologi Umum
1. Khasiat : menurunkan glukosa pada darah
2. Indikasi :
Kegunaan glibenclamide adalah menurunkan glukosa dalam darah untuk
pengobatan diabetes tipe 2 dimana dalam keadaan hiper glikemi karena
pengaturan pola makan saja tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3. Kontra indikasi :
1. Jangan menggunakan glibenclamide pada pasien yang mempunyai
riwayat hipersensitif (alergi) terhadap glibenclamide atau obat-obat
yang termasuk golongan sulfonilurea dan sulfonamide lainnya.
2. Glibenclamide juga dikontraindikasikan untuk orang-orang dengan
defisiensi G6PD (enzim yang melindungi sel darah merah), karena
obat ini menyebabkan hemolisis akut.
3. Orang-orang yang memiliki gangguan pada ginjal, hati, kelenjar
adrenal atau kelenjar pituitari sebaiknya tidak menggunakan
glibenclamide.
4. Obat ini juga tidak disarankan jika anda akan menjalani operasi,
memiliki infeksi berat, atau usia di atas 70 tahun.
5. Penderita diabetes tipe 1, prekoma dan koma diabetes atau pasien
yang dalam urinenya terdapat senyawa keton (ketoasidosis)
dilarang menggunakan obat ini.(Davis and Granner, 2001)
BAB III
Farmakodinamik dan Mekanisme Kerja

A. Farmakodinamik

Khasiat hipoglikemisnya kira- kira 100 kali lebih kuat daripada tolbutamida.
Resiko hipo juga lebih besar dan lebih sering terjadi. Cara kerjanya lain dengan
sulfonylurea lain, yaitu single dose pagi hari mampu menstimulir sekresi insulin pada setiap
pemasukan glukosa (sewaktu makan). Dengan demikian selama 24 jam tercapai regulasi gula
darah optimal yang mirip pola normal.
B. Mekanisme Kerja
Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretagogues, kerjanya
merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel Beta Langerhans pankreas. Rangsanganya
melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel Beta yang
menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan
terbukanya kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk sel Beta, merangsang granula yang berisi
insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C.
Kecuali itu sulfonilurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar. Obat golongan ini
merupakan pilihan untuk pasien diabetes dewasa dengan berat badan normal dan kurang serta
tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan
pada penyakit hati, ginjal, dan tiroid
Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan
hipoglikemia.

BAB IV
Farmakokinetik
Berbagai sulfonilurea mempunyai sifat kinetik berbeda , tetapi absorpsi melalui saluran
cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorpsi. Untuk

mencapai kadar optimal di plasma, sulfonilurea dengan masa paruh pendek akan lebih efektif
bila diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar 90%-99% terikat protein plasma
terutama albumin; ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan paling besar untuk gliburid.
Sulfonilurea generasi II, umumnya potensi hipoglikemiknya hampir 100x lebih besar dari
generasi I. Meski masa paruhnya pendek, hanya sekitar 3-5 jam, efek hipogikemiknya
berlangsung 12-24 jam, sering cukup diberikan 1x sehari. Alasan mengapa masa paruh yang
pendek ini, memberikan efek hipoglikemik panjang, belum diketahui.
Gliburid (glibenklamid), potensinya 200x lebih kuat dari tolbutamid, masa paruhnya
sekitar 4 jam. Metabolismenya di hepar, pada pemberian dosis tunggal hanya 25% metabolitnya
diekskresi melalui urin, sisanya melalui empedu. Pada penggunaan dapat terjadi kegagalan
primer dan sekunder, dengan seluruh kegagalan sekitar 21% selama 1 tahun. Karena semua
sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh
dierikan pada pasieng gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.

BAB V
Efek Samping

1. Efek samping glibenklamide umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan
saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat.
a. Gangguan saluran cerna berupa:
mual, diare, sakit perut, dan hipersekresi asam lambung.
b. Gangguan susunan syaraf pusat berupa:
sakit kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya.
Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia
aplastik dapat terjadi walau jarang sekali.Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat
atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia.
Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik oral dengan masa kerja
panjang.Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan.
2. Toksisitas
Reaksi tubuh seseorang terhadap sebuah obat berbeda-beda. Terdapat beberapa efek samping
umum seperti :
a.Gejala hipoglikemia
b.Merasa mual
c.Nyeri ulu hati
d.Efek samping gangguan lambung-usus seperti anorexia terutama pada dosis di atas 1,5g/hari
e.Efek samping gastrointestinal pada awalnya sering terjadi, namun biasanya kemudian
berkurang (Rubenstein David,2007 )
Mekanisme kerja

glibenclamide dapat menimbulkan hipoglikemia dengan cara

merangsang sekresi hormon insulin dari granul sel-sel langerhan prankreas. interaksi dengan
ATP-sensitive K Channel pada membrane sel-sel menimbulkan depolarisasi membrane dan
keaadaan ini akan membuka kanal Ca.dengan terbentuknya canal Ca, maka ion Ca 2+ akan
masuk ke dalam sel kemudian merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi
skresi insulin. pada penggunaan jangka panjang atau dosis besar dapat menyebabkan
hipoglikemia. (Suherman,2007)
BAB VI
Penelitian Lain

1. Perbandingan dari efek metformin dalam kombinasi dengan glimepiride dan


glibenclamide control pada glycaemic dalam pasien dengan diabetes mellitus tipe 2.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efek metformin dalam
kombinasi dengan glimepiride dan glibenklamid Pada pasien dengan Diabetes
Mellitustipe 2. Subyek dan Metode: Ini adalah open-label, studi acak dilakukan untuk
mempelajari efek metformin ketika diberikan dalam kombinasi dengan baik glimepiride
atau glibenclamide pada kontrol glikemik pada pasien dengan Diabetes Mellitustipe tipe
2. Pasien dengan glikosilasi hemoglobin lebih dari 7% dilibatkan dalam penelitian
tersebut. 31 pasien secara acak untuk pengobatan berdasarkan metformin-glibenclamide
1000-1010 mg tablet atau metformin-glimepiride1000 / 2mg selama 12 minggu.
Perbandingan yang dilakukan antara kedua kelompok untuk HbA1C, FPG, PPG dan
profil lipid. Hasil: Pada minggu ke 12, pengurangan yang signifikan dalam HbA1c
ditemukan pada kedua kelompok tetapi pasien yang diobati dengan metforminglimepiride mengakibatkan penurunan
dibandingkan

metformin-glibenclamide

signifikan lebih besar pada HbA1C (-1,4%)


(-1,2%).Kesimpulan:

tablet

Metformin-

glimepiride mengakibatkan pengurangan signifikan lebih besar HbA1C dan puasa


glukosa plasma dibandingkan dengan metformin ditambah glibenclamide dipasien
dengan diabetes mellitus tipe 2.(R.D.Shimphi,2009)
2. Glibenclamide Menurunkan Inflamasi, Vasogenic Edema, dan Aktifasi Caspase-3
Setelah Perdarahan Subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid (SAH) menyebabkan cedera otak sekunder karena
vasospasme dan peradangan. Penelitian ini mempelajari model tikus dari SAH ringansampai sedang ditujukan untuk meminimalkan iskemia / hipoksia untuk mengetahui
peran reseptor sulfonilurea 1 (SUR1) dalam respon inflamasi disebabkan oleh SAH.
mRNA untuk Abcc8, yang mengkode SUR1, dan SUR1 protein terdapat banyak di
korteks yang berdekatan dengan SAH, dimana tumor necrosis factor- (TNFa) dan faktor
nuklir (NF) kB memberi sinyal yang menonjol. Dalam percobaan in vitro ditemukan
bahwa transkripsi Abcc8 dirangsang oleh TNFa. Untuk mengetahui konsekuensi
fungsional SUR1 setelah SAH, mereka mempelajari pengaruh inhibitorSUR1 selektif,
yaitu glibenklamid. Peneliti memeriksa permeabilitas barier (imunoglobulin G, IgG
ekstravasasi), dan ternyata berkorelasi dengan lokalisasi protein persimpangan ketat, zona

occludens 1 (ZO-1). SAH menyebabkan peningkatan besar dalam permeabilitas barier


dan mengganggu lokalisasi junctional normal ZO-1. Glibenklamid secara signifikan
mengurangi kedua efek tersebut. Selain itu, SAH menyebabkan kenaikan besar dalam
tanda peradangan, termasuk TNFa dan NFB, dan tanda cedera sel atau kematian sel,
termasuk endositosis IgG dan aktivasi caspase-3, dengan glibenklamid secara signifikan
mengurangi efek ini. Peneliti (Simard,et al) menyimpulkan bahwa blok SUR1 oleh
glibenklamid dapat memperbaiki beberapa efek patologis yang berhubungan dengan
peradangan yang mengarah pada disfungsi kortikal setelah SAH.( Simard J. Marc,2009)
3. Glibenclamide lebih unggul untuk decompressive craniectomy pada malignant
stroke.
Mengobati Pasien dengan infark serebral masih menjadi masalah yang belum
terpecahkan utamanya dalam terapi obat. Craniectomy decompressive ( DC )
meningkatkan prospek suram terapi suboptimal. Menggunakan model tikus yang
mendapatkan iskemia / reperfusi dengan angka kematian yang sangat tinggi karena
edema serebral , kami menguji hipotesis yang menghalangi dari sulfonylurea reseptor 1 diatur saluran NCCA

- ATP dengan glibenclamide akan menguntungkan dibandingkan

dengan DC saat reperfusi dan pengobatan yang dimulai 6 jam setelah onset iskemia.
4. Pengobatan Jangka Panjang Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Glimepiride
(Amaryl): Perbandingan dengan Glibenklamide
Sebuah prospektif internasional, percobaan double-blind yang membandingkan
nilai terapeutik jangka panjang glimepirid dengan glibenklamid pada pasien dengan
diabetes mellitus tipe 2. Pasien yang stabil dengan glibenklamid secara acak diberikan
glimepirid 1mg (524 pasien) atau glibenklamid 2,5 mg (520 pasien).
Kelompok perlakuan dibandingkan sehubungan dengan usia (60,2 tahun), indeks massa
tubuh (26.5 kg/m2), durasi diabetes (5,0 tahun) dan kadar glukosa darah puasa (163 mg /
dl [9.0 mmol / l]). Dosis yang diberikan meningkat bertahap, sampai dengan 8 mg untuk
glimepirid (sekali sehari) dan 20 mg untuk glibenklamid (> 10 mg sebagai dosis terbagi),
sampai kontrol metabolik (glukosa darah puasa 150 mg / dl [8.3 mmol / l]), atau dosis
maksimum tercapai. Setelah satu tahun pengobatan, pasien memasuki penelitian lebih
lanjut.
Hasil laboratorium untuk evaluasi kontrol metabolik, ditemukan rata-rata hemoglobin
terglikasi dan rata-rata glukosa darah puasa, adalah 8,4% dan 174 mg / dl (9,7 mmol / l)

untuk glimepirid dan 8,3% dan 168 mg / dl (9,3 mmol / l) untuk glibenklamid. Perbedaan
antara kelompok perlakuan tidak dianggap relevan secara klinis menurut peneliti. Secara
statistik rendahnya insulin puasa dan rendahnya nilai C-peptida ditemukan pada pasien
glimepirid dibandingkan dengan glibenklamid (perbedaan: / [p = 0,04] insulin, -0,92 U
ml; C-peptida, -0,14 ng / [p = 0,03] ml).14
Kedua kelompok perlakuan menunjukkan profil keamanan setara.Adverse effect
konsisten dengan sifat populasi pasien diabetes yang telah dipelajari.Lebih sedikit terjadi
reaksi hipoglikemia dengan glimepirid dibandingkan dengan glibenklamid (105 banding
150 episode). Pada 457 pasien ditemukan glimepiride (1 - 8 mg) sekali sehari
memberikan kontrol metabolik setara dengan dosis lebih tinggi (2,5-20,0 mg)
glibenklamid.(Wernicke-Panten K,1996)

BAB IV
PEMBAHASAN
Diabetes Mellitus atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh karena
peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik
absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti
jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang
Penyakit diabetes melitus tipe 2 merupakan kelainan kronis yang menyebabkan kelainan
permanen pada sistem metabolisme tubuh, akibatnya kadar gula darah yang tinggi
(hiperglikemia). Kelainan ini terjadi karena insulin dalam tubuh tidak dapat bekerja dengan
efektif atau tubuh tidak mampu menghasilkan hormon insulin (sel pankreas) yang cukup.
Dengan adanya kelainan patologi tersebut dapat mendasari penderita diabetes mellitus

mengalami kegagalan memproduksi insulin atau kegagalan memanfaatkan insulin akan


menyebabkan meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh.
Penanganan diabetes mellitus saat ini banyak menggunakan jenis obat-obatan dari
golongan sulfonylurea sebanyak 65%, salah satunya adalah glibenklamid yang digunakan
sebagai terapi lini pertama diabetes mellitus, yang diikuti dengan perbaikan gaya hidup. Apabila
terjadi kegagalan terapi, maka glibenklamid dapat kombinasikan dengan obat antidiabetes lain.
Pre - prandially ( 0-3 jam ) glukosa darah ( dinyatakan sebagai daerah di bawah kurva
dibagi dengan waktu ) ( p < 0,0001 ) setelah minum 2 dan 4 mg glibenclamide ( 3,7 +/- 0,24 dan
3,5 +/- 0,3 mM masing-masing). Glibenclamide memiliki efek pada sekresi insulin. Postprandially ( 3-5 jam ) glukosa darah secara signifikan lebih tinggi setelah glibenklamid ( 6.54 +/0,8 mM ) ( p < 0,0001 ). Meskipun C-peptida ini secara signifikan lebih tinggi ( p < 0,002 )
glibenclamide ( 5,7 +/- 1,5 ng / ml ).
Tujuan terapi farmakologis adalah mengurangi gejala hiperglikemia dan komplikasi
jangka panjang diabetes . Kontrol glikemik dikenal untuk mengurangi risiko komplikasi
mikrovaskuler, termasuk retinopati dan neuropati . Risiko kematian akibat penyakit
kardiovaskular meningkat pada orang dewasa dengan diabetes tipe 2
.Namun , tidak jelas apakah kontrol glikemik intensif dapat mengurangi risiko itu. Untuk
membuat pilihan yang tepat diantara pilihan kontrol glukosa , dokter dan pasien membutuhkan
informasi yang komprehensif tentang efektivitas dan keamanan terapi , dengan memperhatikan
hasil pasien relevan
Badan Kesehatan Penelitian dan Kualitas lidup menerbitkan review sistematis pertama
pada efektivitas dan keamanan komparatif obat hipoglikemik untuk diabetes tipe 2 pada 2007.
Badan ini diminta mengupdate review ini untuk memasukkannya ke kelas obat baru dan disetujui
oleh US Food and Drug Administration ( FDA ) serta bukti kombinasi obat , termasuk kombinasi
obat oral dengan insulin.
Diadakannya uji tambahan dan perbandingan obat sejak 2007 review tidak memberikan
bukti yang cukup untuk secara definitif mendukung satu obat atau kombinasi obat-obatan yang
lain untuk gejala klinis jangka panjang yang mengakibatkan kematian dan makrovaskular dan
komplikasi mikrovaskuler diabetes .Sulfonilurea terkait dengan pengurangan berat badan atau
secara alami dibandingkan dengan sebagian besar obat diabetes lainnya , yang umumnya

peningkatan berat badan. Kesimpulan dari perbandingan adalah risiko efek samping yang paling
jelas untuk sulfonilurea meningkatkan risiko untuk hipoglikemia.

BAB V
PENUTUP
Kesimpulan jurnal
Diabetes Melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat
cacat sekresi insulin dan atau peningkatan resistensi seluler terhadap insulin. Diabetes Melitus
jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan peningkatan prevalensi penderita
Diabetes Militus, seperti penyakit Cardio Vaskular contohnya

penyakit jantung koroner,

penyakit pembuluh darah tungkai, penyulit pada mata, ginjal, dan saraf. Salah satu terapi
farmakologi Diabetes Melitus yang sudah digunakan adalah Glibenklamid. Glibenklamid adalah
obat pertama antidiabetika oral generasi kedua dengan daya kerja atas dasar berat badan sampai
100 kali lebih kuat daripada antidiabetika oral generasi pertama. Glibenklamid bekerja dengan
cara menstimulasi sel beta Langerhans untuk menghasilkan lebih banyak insulin. Pada penderita

DM khususnya DM Tipe 2 yang merupakan salah satu tipe DM, Glibenklamid yang merupakan
obat derivat kuat memiliki khasiat terpenting yaitu hipoglikemik .

BAB VI
CONCLUSION
Diabetes mellitus is a metabolic disease characterized by hyperglycemia due to defective
insulin secretion or increase cellular resistance to insulin. Diabetes Mellitus if not managed
properly may result in an increase in the prevalence of diabetes mellitus, such as Cardio Vascular
disease eg coronary heart disease, limb vascular disease, complications in the eyes, kidneys, and
nerves. One of the pharmacological treatment of diabetes mellitus that has been used is
glibenclamide. Glibenclamide is the first drug with the second-generation oral antidiabetika
working power on the basis of weight up to 100 times more powerful than the first generation of
oral antidiabetika. Glibenclamide works by stimulating the beta cells of Langerhans to produce
more insulin. In patients with diabetes, especially Type 2 diabetes, which is one type of DM,
glibenclamide which is a potent derivative drugs have important properties that is hypoglycemic.

Anda mungkin juga menyukai