Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Umumnya radikal fenoksi yang terbentuk dari senyawa golongan fenolik sederhana, mengalami
pengkopelan pada posisi orto atau para terhadap gugus hidroksi fenolat. Posisi ini lebih disukai,
karena tidak terlalu sterik sehingga memudahkan radikal lain untuk berikatan pada posisi
tersebut
Namun kombinasi pengkopelan lain juga diamati kemungkinannya, yaitu O-p, O-o dan
O-O.
Fenil Propanoid
Fenil propanoid merupakan senyawa fenol di alam yang mempunyai cincin aromatik
dengan rantai samping terdiri dari 3 atom karbon. Golongan fenil propanoid yang paling tersebar
luas adalah asam hidroksi sinamat, yaitu suatu senyawa yang merupakan bangunan dasar lignin .
Empat macam asam hidroksi sinamat banyak terdapat dalam tumbuhan. Keempat senyawa
tersebut yaitu asam ferulat, sinapat, kafeat dan p-kumarat.
Penggabungan 2 unit fenil propanoid dapat pula terjadi melalui ikatan selain membentuk
8-8, yang digolongkan ke dalam neolignan. Sedangkan jika 2 unit fenil propanoid bergabung
melalui atom O, senyawa yang terbentuk tergolong dalam oxineolignan.
Asam Ferulat
Asam ferulat adalah turunan dari golongan asam hidroksi sinamat, yang memiliki
kelimpahan yang tinggi dalam dinding sel tanaman. Hal ini memungkinkan untuk dapat
memberikan keuntungan yang signifikan di bidang kesehatan, karena senyawa asam ferulat
memiliki aktivitas antikanker dan antioksidan. Selain itu juga dapat menjadi prekursor dalam
pembuatan senyawa aromatik lain yang bermanfaat.
Sebagai antioksidan, asam ferulat kemungkinan menetralkan radikal bebas, seperti
spesies oksigen reaktif (ROS). ROS kemungkinan yang menyebabkan DNA rusak dan
mempercepat penuaan.
Dengan studi pada hewan dan studi in vitro, mengarahkan bahwa asam ferulat
kemungkinan memiliki hubungan dengan aktivitas antitumor perlawanan kanker payudara dan
kanker hati. Asam ferulat memiliki kemungkinan sebagai pencegah kanker yang efektif, yang
disebabkan oleh paparan senyawa karsinogenik, seperti benzopirene dan 4-nitroquinoline 1oksida. Namun perlu menjadi catatan, bahwa hal itu tidak diuji coba kontrol random pada
manusia, sehingga hasilnya kemungkinan pula tidak dapat dimanfaatkan untuk manusia.
Jika ditambahkan pada asam askorbat dan vitamin E, asam ferulat kemungkinan dapat
mengurangi stress oksidasi dan pembentukan dimer timidine dalam kulit.
Pada tumbuhan, asam ferulat meningkatkan rigiditas dan kekuatan dinding sel tanaman,
melalui ikatan silang (cross linking) dengan pentosan, arabinoxilan dan hemiselulosa, sehingga
dinding sel tidak mudah dihidrolisis secara enzimatis selama proses perkecambahan.
Asam ferulat banyak ditemukan dalam padi (terutama beras merah), gandum, kopi, buah
apel, nanas, jeruk dan kacang tanah.
Dalam perindustrian, asam ferulat memiliki kelimpahan dan dapat dimanfaatkan sebagai
prekursor dalam pembuatan vanilli, agen perasa sintesis yang sering digunakan dalam ekstrak
vanilla alami.
Asam ferulat adalah senyawa fenolik yang dapat dihasilkan salah satunya ialah dengan
reaksi kondensasi vanilli dengan asam malonat.
Adapun rumus bangun asam ferulat adalah sebagai:
prekursor asam ferulat. Bentuk fisiketil ferulat berupa kristal berwarna putih dan
memiliki aktifitas sebagaiantioksidan yang sangat baik dibandingkan asam
bebasnya. Etil ferulat digunakan sebagai bahan aktif dalam pengobatan terapi untuk
antihipertensi.
Adapun rumus bangun etil ferulat adalah sebagai:
kopling oksidatif fenolik secara enzimatis, yaitu dengan bantuan biokatalis berupa enzim.
Keuntungan penggunaan enzim sebagai biokatalis adalah ketersediaan enzim yang sangat
berlimpah di alam, sifatnya yang ramah lingkungan dan menghasilkan suatu produk yang tidak
berbahaya. Sedangkan kekurangan dari penggunaan enzim ini, yaitu enzim bersifat selektif,
hanya dapat mengkatalisis senyawa-senyawa dari golongan fenol dan amina aromatik,
sehingga penggunaannya di dalam industri polimer menjadi terbatas.
Salah satu cara yang sering digunakan dalam mengoksidasi senyawa fenolik, yaitu
melalui bantuan katalis enzim peroksidase. Enzim peroksidase merupakan kelompok enzim
oksidoreduktase yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi oleh hidrogen peroksida dari
sejumlah substrat yang merupakan donor hidrogen seperti fenol, anilin dan lain sebagainya.
Enzimperoksidase dalam organisme hidup dapat mengkatalisis senyawa substratnya,
sedangkan H2O2berfungsi untuk menginisiasi biosintesis beberapa metabolit sekunder yang
diperlukan pada proses pertumbuhan. Oksidasi fenolat oleh enzim peroksidase dengan
substrat H2O2 menghasilkan reaksi kopling oksidatif, sehingga terbentuklah polimer fenolik.
Oksidasi yang dilakukan oleh enzim peroksidase terhadap senyawa fenolik menyebabkan
terbentuknya suatu radikal fenoksi, di mana radikal ini mampu melakukan resonansi dengan
posisiorto dan para pada cincin aromatiknya dan selanjutnya akan bergabung dengan radikal fenoksi
yang lain membentuk senyawa baru polifenol. Cara ini sering dikenal sebagai polimerisasi secara
enzimatis.
E. Identifikasi Senyawa Fenolik
Untuk mengisolasi suatu senyawa kimia yang berasal dari bahan alam hayati pada
dasarnya menggunakan metode yang sangat bervariasi, seperti yang diaplikasikan dalam proses
industri. Metode metabolit pengempaaan digunakan pada senyawa katecin daun gambir juga
isolasi CPO dari buah kelapa sawit.
Metode ini umum digunakan karena senyawa organik yang diperoleh dengan kuantitas
yang cukup banyak. Tetapi berbeda dengan senyawa bahan alam hasil proses metabolit sekunder
lainnya yang pada umumnya dengan kandungan yang relatif kecil, maka metode-metode dan
proses industri tersebut tidak dapat digunakan.
Berdasarkan hal di atas maka metode yang umum dalam isolasi senyawa metabolit
sekunder dapat digunakan. Metode standar laboratorium dengan kuantitas sampel terbatas dan
perlunya menentukan metode yang paling sesuai dengan maksud tersebut.
Dari identifikasi awal, maka dapat diamati kandungan senyawa dari tumbuhan sehingga
untuk isolasi dapat diarahkan pada suatu yang dominan dan salah satu usaha mengefektifkan
isolasi senyawa tertentu maka dapat dimanfaatkan pemilihan pelarut organik yang akan
digunakan pada isolasi tersebut, di mana pelarut polar akan lebih mudah melarutkan senyawa
polar dan sebaliknya senyawa non polar lebih mudah larut dalam pelarut non polar.
Sebelum melakukan isolasi terhadap suatu senyawa kimia yang diinginkan dalam suatu
tumbuhan maka perlu dilakukan identifikasi pendahuluan kandungan senyawa metabolit
sekunder yang ada pada masing-masing tumbuhan, sehingga dapat diketahui kandungan senyawa
yang ada secara kualitatif dan mungkin juga secara kuantitatif golongan senyawa yang
dikandung oleh tumbuhan tersebut. Untuk tujuan tersebut maka diperlukan metode persiapan
sampel dan metode identifikasi pendahuluan senyawa metabolit sekunder sebagai berikut:
Sebanyak 4 gram sampel segar dirajang halus dan dididihkan dengan 25 ml etanol selama
lebih kurang 25 menit, disaring dalam keadaan panas, kemudian pearut diuapkan sampai kering.
Ekstrak dikocok kuat dengan kloroform lalu ditambahkan air suling, biarkan sampai terbentuk
1.
2.
3.
4.
5.
dua lapisan, yakni lapisan kloroform dan lapisan air. Beberapa tetes ditempatkan dalam tabung
reaksi ditambahkan besi (III) klorida, timbul warna hijau sampai ungu menandakan positif
mengandung fenolik.
Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian tumbuhan seperti
bunga, buah, daun, kulit batang dan akar menggunakan sistem maserasi menggunakan pelarut
organik polar seperti metanol.
Beberapa metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang umum digunakan antara
lain :
Maserasi
Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada
temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena
dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat
perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam
sitoplasma akan terlarut dengan pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena
dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan
memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam
pelarut tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan
dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam, karena dapat melarutkan seluruh golongan
metabolit sekunder.
Perkolasi
Merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga pelarut akan membawa
senyawa organik bersama-sama pelarut. Tetapi efektifitas dari proses ini hanya akan lebih besar
untuk senyawa organik yang sangat mudah larut dalam pelarut yang digunakan.
Solketasi
Solketasi menggunakan soklet dengan pemanasan dan pelarut akan dapat di hemat karena
terjadinya sirkulasi pelarut yang selalu membasahi sampel. Proses ini sangat baik untuk senyawa
yang tidak terpengaruh oleh panas.
Destilasi uap
Proses destilasi lebih banyak digunakan untuk senyawa organik yang tahan pada suhu yang
cukup tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelarut yang digunakan. Pada umumnya lebih
banyak digunakan untuk minyak atsiri.
Pengempaan
Metode ini banyak digunakan dalam proses industri seperti pada isolasi CPO dari buah kelapa
sawit dab isolasi katecin dari daun gambir. Dimana dalam proses tidak menggunakan pelarut.
Hasil yang diperoleh berupa ekstrak yang mana seluruh spade senyawa bahan alam yang
terlarut dalam pelarut yang digunakan akan berada pada ekstak ini.
Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis
(KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan komponen
komponen pada KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan
komponen kimia tersebut dengan mengggunakan kolom kromatografi dan sebagai fas diam dapat
digunakn silika gel dan eluan yang digunakan berdasarkan hasil yang diperoleh dari KLT dan
akan lebih baik kalau kepolaran eluen pada kolom kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen
pada KLT.
Pemilihan eluen sebaiknya dimulai dari pelarut organik yang tidak polar seperti heksana
dan peningkatan kepolaran dengan etil asetat atau pelarut yang lebih polar lainnya masing
masing pelarut.
Selanjutnya suatu senyawa bahan alam hasil isolasi akan diidentifikasi berdasarkan
kimia, fisika, dan identifikasi dengan spektroskopi. Dari isolasi yang menggunakan metode
standar tidak semua senyawa akan secara utuh seperti yang terdapat dalam tumbuhan tesebut,
karena sebagian senyawa ada yang terlarut dan terpecah dalam proses isolasi dan hasil terjadi
seperti putusnya ikatan glikosida membentuk aglikon dan gula dengan adanya air.
Identifikasi senyawa metabolit sekunder dan elusidasi struktur senyawa ditemukan
merupakan pekerjaan yang sangat menentukan dalam proses mengenal, mengetahui dan pada
akhirnya menetapkan rumus molekul yang sebenarnya dari senyawa tersebut.
Di antara metode identifikasi dan elusidasi struktur yang diperoleh dapat dilakukan
dengan metode standar yang sudah dikenal untuk menentukan senyawa kimia dan termasuk
derivat derivatnya antara lain:
1. Metode Spektroskopi
Metode spektroskopi saat ini sudah merupakan metode standar dalam penentuan struktur
senyawa organic pada umumnya dan senyawa metabolit sekunder pada khususnya. Metode
tersebut terdiri dari beberapa peralatan dan mempunyai hasil pengamatan yang berbeda, yaitu :
a. Spektroskopi UV
Merupakan metode yang akan memberikan informasi adanya kromofor dari senyawa organik dan
membedakan senyawa aromatic atau senyawa ikatan rangkap yang berkonjugasi denga senyawa
alifatik rantai jenuh.
b. Spektroskopi IR
Metode yang dapat menentukan serta mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat
dalam senyawa organik, yang mana gugus fungsi dari senyawa organik akan dapat ditentukan
berdasarkan ikatan tiap atom dan merupakan bilangan frekuensi yang spesifik.
c. Nuklir Magnetik Resunansi Proton
Metode ini akan mengetahui posisi atom atom karbon yang mempunyai proton atau tanpa
proton. Disamping itu akan dikenal atom atom lainnya yang berkaitan dengan proton.
d. Nuklir Magnetik Kesonansi Isotop Karbon 13
Digunakan untuk mengetahui jumlah atom karbon dan menentukan jenis atom karbon pada
senyawa terebut.
e. Spektroskopi Massa
Mengetahui berat molekul senyawa dan ditunjang dengan adanya fragmentasi ion molekul yang
menghasilkan pecahan pecahan spesifik untuk suatu senyawa berdasarkan m / z dari masing
masing fragmen yang terbentuk. Terbentuknya fragmen fragmen denga terjadinya pemutuan
ikatan apabila disusun kembali akan dapat menentukan kerangka struktur senyawa yang
diperiksa.
2. Kromatografi
Penggunaan kromatografi sangat membantu dalam pendeteksian senyawa metabolit sekunder
dan dapat dijadikan sebagai patokan untuk proses pengerjaan berikutnya dalam menentukan
struktur senyawa.
Liquid Chromatography ) dan lebih dari 75 % dari pemakaian HPLC menggunakan fasa padat
ODS (Oktadesil Sifane) atau C 18 sedangkan fasa cair sebagai pelarut pembawa senyawa dapat
diganti kepolarannnya pada saat digunakan dan kondisi seperti itu dikenal sebagai fasa gradien.
Pada kondisi gradien, senyawa nonpolar akan diadsorpsi lebih lemah oleh fasa padat dan akan
dielusi dengan pelarut nonpolar dan sebaiknya senyawa polar akan diadsorpsi lebih kuat dan
membutuhkan pelarut polar. Jika sampel mempunyai polaritas luas, pemisahan harus dilakukan
dengan merubah kepolaran pelarut yang digunakan. Efisiensi penggunaan HPLC ditentukan
dengan pengaturan dan penggunaan pelarut sebagai pembantu dalam pemakaian HPLC.
Secara garis besar identifikasi senyawa fenolik dapat digambarkan sebagaimana bagan
berikut ini:
BAGAN IDENTIFIKASI SENYAWA FENOLIK
DAFTAR PUSTAKA
. . . . . , Metabolit Sekunder. http://id.wikipedia.org/wiki/Metabolit_sekunder. diunduh tanggal 28
Oktober 2011.
. . . . . , Ringkasan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1844/1/ 06000441.pdf . diunduh
tanggal 28 Oktober 2011.
. . . . . , Senyawa Fenolik. http://farms-area.blogspot.com/2008/07/senyawa-fenolik.html. diunduh
tanggal 03 Oktober 2011.