PERMASALAHANNYA
A. Latar Belakang
Perjalanan pelaksanaan sistem desentralisasi di Indonesia telah
mengalami perjalanan yang cukup panjang dan berliku. Perubahan politik di
tahun 1990-an menjadi arus balik perjalanan bangsa Indonesia yang
membawa beberapa dampak positif. Perubahan tersebut diantaranya
mengubah tata hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ke arah yang
lebih demokratis dengan memperbesar porsi desentralisasi. Dengan
perubahan sistem pemerintahan tersebut, otomatis berbagai sarana dan hal
pendukung sistem yang selama ini bersifat sentralistik juga mengalami
perubahan. Sistem pemerintahan desentralisasi sebenarnya telah digagas oleh
para pendiri negara ini dengan menempatkan satu pasal dalam UUD 1945
(pasal 18). Pasal 18 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota
itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
Namun, penerapan pasal tersebut selalu menimbulkan persoalan sejak tahuntahun awal kemerdekaan. Permasalahan yang belum mampu diatasi oleh
pemerintah menyebabkan timbulnya pemberontakan kedaerahan karena
faktor ketidakadilan dalam pembagian sumber daya ekonomi antara Pusat dan
Daerah.
Latar belakang dilaksanakannya otonomi daerah di Indonesia antara
lain adalah :
a. Pemerintahan yang sentralistik
Pemerintahan yang terlalu terpusat di Jawa khususnya di pulau jawa
menyebabkan pembagian anggaran yang sangat tidak adil antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Anggaran sekitar 60% digunakan
untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat, sedangkan 40% sisanya
dibagi keseluruh daerah di seluruh kepulauan Indonesia. Masa pemerintah
Orde Baru dianggap melaksanakan pemerintahan sentralistik, otoriter dan
korup. Dengan jatuhnya pemerintahan Orde Baru semakin gencar pula
meningkatkan kreativitas,
meningkatkan
kemampuan
daerah
dalam
melakukan
perencanaan,
saat
ini,
muncul
persoalan-persoalan
seperti
batas
wilayah,
untuk
meningkatkan
pendapatan
daerah
yang
cenderung
memberatkan rakyat. Dalam situasi yang serba terkungkung selama lebih dari
tiga puluh tahun, tiba-tiba daerah memiliki kewenangan yang sedemikian
besar. Implikasi dari pelimpahan wewenang tersebut di sebagian daerah
menimbulkan
munculnya
kembali
chauvinisme
kedaerahan
seperti
pengembangan
wilayah
dilaksanakan
oleh
pemerintah,
Referensi :
Chalid,Pheni. 2005. Otonomi Daerah Masalah, Pemberdayaan, dan Konflik.
Jakarta : Kemitraan.