Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Negara Indonesia pertama kali memproduksi air minum dalam kemasan dengan merk
AQUA pada tahun 1972. Air minum dalam kemasan berkembang pesat. Harga air minum
dalam kemasan terasa mahal dan hanya dapat dijangkau oleh golongan ekonomi menengah
ke atas. Harga yang ditawarkan air minum isi ulang dapat lebih murah lantaran tidak
memerlukan biaya pengiriman dan pengemasan (Zuhri, 2009).
Keterbatasan daya beli masyarakat terhadap air minum dalam kemasan menyebabkan
sebagian besar masyarakat lebih memilih membeli air minum isi ulang yang disediakan oleh
Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) dengan harga yang relatif lebih murah dan terjangkau
tanpa mempertimbangkan kualitas. Hasil pengujian laboratorium yang dilakukan Badan
Pengawas Obat dan Makanan (POM) atas kualitas depo air minum isi ulang di Jakarta
menunjukkan adanya cemaran mikroba dan logam berat pada sejumlah sample (Kompas,
2003).
Masyarakat atau pasar masih memiliki persepsi bahwa depot air minum isi ulang ini air
bakunya adalah berasal dari sumber mata air pegunungan yang memenuhi syarat-syarat
kesehatan. Air baku dapat diambil dari berbagai sumber. Tingkat higienitas depot air minum
isi ulang memang tidak dapat ditentukan. (Siswanto, 2004).
Bakteri coliform dicurigai berasal dari tinja. Kehadiran bakteri ini di dalam berbagai
tempat mulai dari air minum, bahan makanan ataupun bahan-bahan lain untuk keperluan
manusia, tidak diharapkan dan bahkan sangat dihindari. Hubungan antara tinja dan bakteri
coliform dapat menjadikan bakteri ini sebagai indikator alami kehadiran materi fekal. Suatu
subtrat atau benda misalnya air minum didapatkan bakteri ini, langsung ataupun tidak
langsung air minum tersebut dicemari materi fekal (Suriawiria, 1996).
Hasil pemaparan tersebut dan keterkaitan antara kebutuhan air minum isi ulang dan
tingkat keamanannya dari cemaran bakteri yaitu Escherichia coli pada depot air minum isi
ulang (DAMIU) melatarbelakangi dilakukan penelitian ini pada depot air minum isi ulang di
wilayah Kecamatan Pontianak Barat Kota Pontianak.
1.2
PERUMUSAN MASALAH
Bakteri coliform adalah bakteri yang dijadikan indikator alami pencemaran pada wilayah
perairan. Keberadaan bakteri ini ke wilayah perairan dari tinja yang dapat berasal dari
manusia, ataupun hewan. Bakteri ini membuat air yang dipakai menjadi tidak higienis lagi
terutama sebagai bahan baku air minum. Rumusan masalah yang akan dibahas pada
penelitian ini adalah apakah ada pencemaran bakteri Escherichia coli pada produksi air
minum di sejumlah depot air minum isi ulang di Kecamatan Pontianak Barat Kota Pontianak
dan dari manakah sumber bahan baku yang digunakan depot air minum isi ulang tersebut
serta bagaimanakah proses produksi air minum pada sejumlah depot air minum isi ulang
tersebut?
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Hasil pemaparan dari latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui tingkat pencemaran coliform pada air minum dari beberapa depot air minum isi
ulang yang ada di Kota Pontianak.
2. Mendapatkan informasi sumber air bahan baku & pengolahan air pada depot air minum isi
ulang tersebut.
Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu :
1. Database tingkat pencemaran bakteri coliform pada air minum yang dihasilkan dari depot air
minum isi ulang.
2. Mendapatkan info sumber bahan baku air dan proses pengolahan air minum isi ulang
tersebut.
1.4 HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis yang dapat diberikan pada penelitian ini yaitu, air minum isi ulang beberapa
Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) di wilayah Kecamatan Pontianak Barat Kota
Pontianak positif tercemar bakteri Escherichia coli.
2.1
2.2
yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum (Purwana dan Rachmadi,2003).
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor:
651/MPP/Kep/10/2004
yaitu
tentang
persyaratan
teknis
Depot
air
minum
dan
perdagangannya. Air minum adalah air baku yang telah diproses dan aman untuk diminum
(Sulistyawati dan Dwi,1997).
2.3
Air bersih yang baik harus sesuai peraturan internasional (WHO dan APHA) ataupun
peraturan nasional atau setempat. Kualitas air bersih di Indonesia harus memenuhi
persyaratan
yang
tertuang
dalam
peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
air seperti lumpur dan bahan-bahan yang berasal dari buangan. Kekeruhan di dalam air
dihubungkan dengan kemungkinan pencemaran oleh air buangan.
b) Kualitas kimia yang berhubungan dengan ion-ion senyawa ataupun logam yang
membahayakan, di samping residu dari senyawa lainnya yang bersifat racun, seperti antara
lain residu pestisida. Senyawa-senyawa ini kemungkinan besar bau, rasa dan warna air akan
berubah, seperti yang umum disebabkan oleh adanya perubahan pH air. Kelompok logam
berat seperti Hg, Ag, Pb, Cu, Zn, tidak diharapkan kehadirannya di dalam air.
c) Kualitas biologis, berhubungan dengan kehadiran mikroba patogen (penyebab penyakit,
terutama penyakit perut), pencemar (terutama bakteri coli) dan penghasil toksin.
Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.
Air minum juga tidak mengandung kuman patogen dan segala mahkluk yang membahayakan
kesehatan manusia, tidak mengandung zat kimia yang dapat mengganggu fungsi tubuh, dapat
diterima secara estetis dan tidak merugikan secara ekonomis (Dwidjoseputro, 1990).
Standar air minum yang mencakup peraturan yang memberi petunjuk tentang kontaminasi
berbagai parameter yang sebaiknya diperbolehkan ada dalam air minum. Standar ini berbeda
antara satu negara dengan negara yang lain tergantung pada social kultural termasuk
kemajuan teknologinya. Standar suatu negara seharusnya layak bagai keadaan sosial ekonomi
dan budaya setempat. untuk negara berkembang seperti indonesia, perlu didapat cara-cara
pengolahan air yang relatif murah sehingga kualitas air yang dikonsumsi masyarakat dapat
dikatakan baik dan memenuhi syarat. Parameter yang disyaratkan meliputi; Parameter fisik,
kimiawi, biologis dan radiologist (Suriawiria, 1996).
2.6
Pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu
zat. Hal ini sangat penting artinya bagi air minum. Perkembangan peradaban serta semakin
banyaknya aktivitas manusia, maka akan menambah pencemaran terhadap air. Laporan
keadaan lingkungan di dunia pada tahun 1992 menyatakan bahwa air sudah saatnya menjadi
benda ekonomis, karena itu pengelolaan sumber daya air sangat penting. Pengolahan air
minum dilakukan tergantung dari kualitas air baku yang digunakan baik pengolahan
sederhana sampai dengan pengolahan yang kompleks. Pengolahan air baku ini dimaksudkan
untuk memperbaiki kualitas air sehingga aman dan tidak membahayakan bagi kesehatan
masyarakat yang menggunakannya (Suriawiria, 1996).
Prinsip pengolahan air minum terdiri dari (Suriawiria, 1996):
1). Pengolahan Fisik
Penjernihan air minum dapat dilakukan dengan proses filtrasi. Filtrasi adalah proses
penyaringan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi dari air melalui media berpori-pori.
Zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air melalui suatu lapisan materi berbentuk
butiran yang disebut media filter. Media filter biasanya pasir atau kombinasi pasir,
anthracite, garnet, polystyrene dan beads. Filter dengan bahan anthracite, kecepatan
filtrasinya dapat diperbesar menjadi 1,5 2 kali saringan kasir. Pasir yang paling baik untuk
bahan filter adalah pasir yang mengandung kuarsa (SiO2) lebih besar atau sama 90,8 %
(Winarno,1993).
Penghilangan zat padat tersuspensi dengan penyaringan memainkan peranan penting, baik
yang terjadi dalam pemurnian alami dari air tanah maupun dalam pemurnian buatan dalam
pemurnian instalasi pengolahan air (Sutrisno dan Eny, 1997).
Penyaringan (filtrasi) dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1) filtrasi dengan pasir dan 2)
filtrasi membran. Filtrasi pasir untuk memisahkan partikel berukuran besar (>3 mikrometer),
mikrofiltrasi membran dapat memisahkan partikel berukuran lebih kecil (0,08 mikrometer),
ultrafiltrasi dapat memisahkan makromolekul, nanofiltrasi dapat memisahkan mikromolekul
dan ion-ion bervalensi dua (misalnya Mg,Ca). Ion-ion dapat dipisahkan dengan membran
reverses osmosis. Penggunaan mikrofiltrasi dapat memisahkan bakteri, dan penggunaan
ultrafiltrasi dapat memisahkan bakteri dan virus (Widianti dan Ristiati, 2004).
Bahan tersuspensi dapat dihilangkan dengan cara koagulasi/flokulasi, sedimentasi, filtrasi
pasir atau membran filtrasi (mikrofiltrasi). Bahan-bahan terlarut dapat dihilangkan dengan
aerasi (misalnya Fe dan Mn), oksidasi (misalnya dengan ozonisasi atau radiasi UV), adsorpsi
dengan karbon aktif atau mebran filtrasi (reversed osmosis) (Widianti dan Ristiati, 2004).
Proses pengolahan air minum pada prinsipnya harus mampu menghilangkan semua jenis
polutan, baik pencemaran fisik, kimia maupun mikrobiologis. Bisnis air minum isi ulang
merupakan fenomena yang tidak dapat dihilangkan. Pengaturan berupa standar produk dan
prosesnya sangat diperlukan dalam mengawasi pelaksanaanya. Pihak konsumen akan
terlindungi dan juga usaha air minum isi ulang itu sendiri.
Air baku
Aerasi
Filtrasi pasir
membran
Ozonisasi/Radiasi UV
Filtrasi
Kemasan
Pengisian
Pelabelan
Ke
konsumen
Gambar 1. Skema proses pengolahan air minum
(Widianti dan Ristiati, 2004).
2.8
enteropatogenik
dan
atau
toksigenik
yang
berbahaya
bagi
kesehatan
(Suriawiria,1996).
Bakteri Coliform berdasarkan asal dan sifatnya dibagi menjadi dua golongan (Suriawiria,
1996):
1). Coliform fekal, seperti Escherichia coli yang betul-betul berasal dari tinja
manusia.
2). Coliform non fekal, seperti aerobacter dan Klebsiella yang bukan berasal
dari tinja manusia tetapi biasanya berasal dari hewan atau tanaman yang
telah mati.
Sifat-sifat Coliform Bacteria yang penting adalah (Suriawiria, 1996):
a). Mampu tumbuh baik pada beberapa jenis substrat dan dapat mempergunakan berbagai
jenis karbohidrat dan komponen organik lain sebagai sumber energi dan beberapa komponen
nitrogen sederhana sebagai sumber nitrogen.
b). Mempunyai sifat dapat mensistesa vitamin.
c). Mempunyai interval suhu pertumbuhan antara 10-46,50C.
f. Senyawa anorganik
Kebutuhan bakteri akan senyawa anorganik tidak banyak diketahui, tetapi unsur-unsur ini
biasanya ditambahkan ke dalam medium, yaitu Na, Mg, K, Fe, S, dan P. Unsur-unsur Cl, C,
N, dan H biasanya sudah terdapat dalam zat anorganik penyusun medium.
g. Senyawa yang dapat difermentasikan
Senyawa yang dapat difermentasikan ini biasanya merupakan suatu karbohidrat gula.
Senyawa ini mempunyai dua fungsi dalam medium, yaitu sebagai sumber energi dan
memberi reaksi yang membantu identifikasi.
Jumlah koliform dapat dihitung dengan menggunakan metode Most Probable Number
(MPN). Bakteri coli dari air dapat diperiksa keberadaannya dengan menggunakan medium
kaldu laktosa yang ditempatkan di dalam tabung reaksi berisi tabung durham (tabung kecil
yang letaknya terbalik, digunakan untuk menangkap gas yang terjadi akibat fermentasi
laktosa menjadi asam dan gas). Cara-cara yang digunakan adalah sistem 3-3-3 (3 tabung
untuk 10 ml, 3 tabung untuk 1,0 ml, 3 tabung untuk 0,1 ml) atau 5-5-5. Bakteri coli yang
didapatkan memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia, terbukti dengan
kualitas air minum, secara bakteriologis tingkatannya ditentukan oleh kehadiran bakteri
tersebut (tabel 1).
Tabel
Uji kualitatif koliform secara lengkap terdiri dari 3 tahap yaitu: (1) Uji penduga
(presumptive test), (2) Uji penguat (confirmed test) dan Uji pelengkap (completed test)
(Widianti dan Ristiati,2004).
1. Uji penduga (presumptive test)
Uji penduga merupakan uji kuantitatif koliform menggunakan metode MPN. Tes
pendahuluan dapat menunjukkan adanya bakteri koliform berdasarkan dari terbentuknya
asam dan gas yang disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan koli. Tingkat
kekeruhan pada media laktosa menandakan adanya zat asam. Gelembung udara pada tabung
durham menandakan adanya gas yang dihasilkan bakteri. Tabung dinyatakan positif jika
terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari volume di dalam tabung durham. Kandungan
bakteri Escherichia coli dapat dilihat dengan menghitung tabung yang menunjukkan reaksi
positif terbentuk asam dan gas dan dibandingkan dengan tabel MPN. Metode MPN dilakukan
untuk menghitung jumlah mikroba di dalam contoh yang berbentuk cair. Inkubasi 1 x 24 jam
hasilnya negatif, maka dilanjutkan dengan inkubasi 2 x 24 jam pada suhu 35 0C. Waktu
inkubasi selama 2 x 24 jam tidak terbentuk gas dalam tabung Durham menunjukkan hasil
negatif. Jumlah tabung yang positif dihitung pada masing-masing seri. MPN penduga dapat
dihitung dengan melihat tabel MPN.
2.
3.
golongan koli tidak dapat tumbuh dengan baik pada suhu 42 0C, sedangkan golongan koli
fekal dapat tumbuh dengan baik pada suhu 420C.
III. METODE PENELITIAN
3.1
Objek yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sampel air minum yang terdapat di
beberapa depot air minum isi ulang yang berada di Kecamatan Pontianak Barat Kota
Pontianak.
3.3
Alat alat yang digunakan meliputi autoklaf, botol, cawan petri, erlenmeyer, inkubator,
kawat inokulasi, karet gelang, kertas sampul, jarum ose laminar air flow, mikroskop cahaya,
plastik mika, plastik pembungkus, spuit, tabung reaksi, tabung Durham.
Bahan-bahan yang diperlukan meliputi sampel air, media EMBA (Eosin Methylen Blue
Agar), media NA (Nutrien Agar), kaldu laktosa, alkohol, dan kapas.
3.4
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan dari penelitian ini tersaji dalam tabel berikut ini:
No
Kegiatan
1
2
Studi Literatur
Penyusunan dan Presentasi
3
4
Proposal Penelitian
Observasi Lapangan
Pengambilan Sampel &
5
6
Wawancara
Pengujian di Laboratorium
Penyusunan Laporan dan
Minggu
4 5
Cara Kerja
P
embangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan belum
menjadi agenda
utama para pengambil keputusan di Indonesia
1
.
T
ingginya kebutuhan terhadap air minum
.
B
erdasarkan data
Riskesdas
tahun 2013, di
Provinsi Sumatera Selatan
, proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi air minum
isi
ulang sebagai sumber air minum menempati urutan kedua (19,0 %)
setelah sumur gali
terlindung (35,9 %).
P
enyakit diare masih merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat
di wilayah
kerja Puskesmas Tebing Gerinting dengan j
umlah
penderita diare pada ke
lompok umur
balita yang mengalami peningkatan dari tahun 2012
2013 yaitu sebanyak 396 kasus
menjadi 472
kasus
4
P
ada bulan Januari
Agustus 2014 kasus diare pada balita sebanyak
375 kasus dan terjadi peningkatan kasus di bulan agustus (60
kasus) dibanding b
ulan
Juli
(39 kasus)
5
.
P
enyakit diare disebabkan
oleh infeksi virus dan parasit,
ditularkan melalui air
dan makanan yang terkontami
nasi kotoran manusia dan hewan,
selain itu sumber air bersih,
penanganan makanan
, perilaku
dan kebersihan pribadi
6
.
K
ejadian penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara
manusia dan
perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi
penyakit
7
.
H
al ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sousa (2012) di
Kecamatan Dom Aleixo
Kabupaten
Dili, menunj
ukkan bayi yang menderita diare lebih banyak pada keluarga
dengan kualitas
bakteriologis air minum depot yang tidak memenuhi syarat
kesehatan beresiko menderita
.
B
erdasarkan latar belakang diatas, peneliti
tertarik untuk
melakukan penelitian
mengenai
hubungan kualitas bakteriologis air minum isi ulang dan
perilaku higiene ibu
dengan kejadian diare pada balita di Wilayah kerja Puskesmas
Tebing
.
B
erdasarkan latar belakang diatas, peneliti
tertarik untuk
melakukan penelitian
mengenai
hubungan kualitas bakteriologis air minum isi ulang dan
perilaku higiene ibu
dengan kejadian diare pada balita di Wilayah kerja Puskesmas
Tebing Gerinting
Kabupaten Ogan Ilir tahun 2014
.
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan desain studi
cross sectional.
S
ampel pada
penelitian ini berjum
lah 95 orang balita dan 9 depot air minum isi ulang yang
dikonsumsi
oleh balita.
Responden
pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita dengan
memperhatikan kriteria inklusi dan ekslusi.
K
riteria
Inklusi
yaitu bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian, ibu yang
mempunyai balita dan me
ngkonsumsi AMIU
berlangganan serta mengkonsumsi susu
formula menggunakan botol susu, apabila dalam suatu keluarga
memiliki balita lebih dari
satu orang, maka yang ditanyakan adalah anak balita yang paling
muda sedangkan kriteria
ekslusi yaitu tidak berada di tempat tingg
al setelah 3 kali ditemui, i
bu
yang mempunyai
balita yang mengkonsumsi susu formula menggunakan botol susu
dan tidak mengkonsumsi
AMIU berlangganan, i
bu yang mempunyai balita yang mengkonsumsi
AMIU
berlangganan dan tidak mengkonsumsi susu
formula menggunak
an botol susu.
P
emeriksaan higiene sanitasi fisik depot AMIU dilakukan dengan
observasi
menggunakan lembar
checklist
pemeriksaan higienesanitasi fisik depot AMIU
.
K
ualitas
bakteriologis AMIU diukur dengan melakukan uji analisa
laboratorium dengan
menggunak
an metode MPN (
Most Probable Number
).
HASIL PENELITIAN
Analisa Univariat
D
ari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 95 orang ibu yang
memiliki balita dan 9
depot AMIU di wilayah kerja Puskesmas Tebing Gerinting di peroleh
hasil penelitian ya
ng
dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Balita, Kualitas Bakteriologis Air
Minum Isi
Ulang, Tingkat Pendidikan Ibu, Perilaku Higiene Ibu Dan Higiene
Sanitasi Fisik
Depot Air Minum Isi Ulang Di Wilayah Kerja Puskesmas Tebing Ger
inting Tahun
2014
Variabel
J
umlah
P
ersen (%)
K
ejadian diare
D
iare
64
67,4
T
idak diare
31
32,6
Kualitas bakteriologis air minum isi ulang
T
idak memenuhi syarat
3
33,33
M
emenuhi syarat
6
66,67
T
ingkat pendidikan ibu
R
endah
39
41,1
T
inggi
56
58,9
Perilaku higiene ibu
B
uruk
41
43,2
B
aik
54
56,8
Higiene
sanitasi fisik depot AMIU
Buruk
3
33,33
Baik
6
66,67
B
erdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa
proporsi
balita yang mengalami diare
sebanyak 64 orang (67,4 %).
K
ualitas bakteriologis air minum isi ulang yang tidak
308
0,798 (0,541
1,176)
T
ingkat pendidikan
ibu
0,020
1,436 (1,096
1,881)
P
erilaku higiene ibu
0,087
1,317 (1,001
1,733)
H
igiene sanitasi fisik depot AMIU
1,000
1,308 (0,765
1,410)
Berdasarkan
tabel 2
dapat kita lihat jika hasil uji statistik
p
value
>
(0,05) maka
variabel tersebut memiliki hubungan dengan kejadian diare pada
balita.
Adapun
variabel
yang memiliki hubungan yaitu tingkat pendidikan ibu (p
value =
0,020).
PEMBAHASAN
H
.
M
enurut
Peraturan Menteri Kesehatan
RI tahun 2010, syarat
bakteriologis air minum yaitu tingkat kontaminasi nol atau
kandungan bakteri
E.coli
dalam
air minum yaitu 0 sel/100 ml.
Tidak
adanya hubungan antara kualitas bakteriologis air
minum isi ulang dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja
puskesmas Tebing
Gerinting juga dikarenakan oleh faktor lain seperti kualitas sumber
air bersih utama yang
digunakan penduduk di wilayah ke
rja puskesmas Tebing Gerinting berasal dari air sumur
dan PDAM.
B
erdasarkan penelitian yang peneliti lakukan, teori yang mendukung
dan
penelitian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa kualitas
bakteriologis air minum isi
ulang bukan merupakan salah satu
faktor risiko kejadian diare pada balita.
H
ubungan antara
Tingkat Pendidikan Ibu
dengan
Kejadian Diare Pada Balita
H
asil analisis bivariat menunjukkan bahwa nilai
p value
antara tingkat pendidikan ibu
dengan kejadian diare pada balita adalah 0,014, dimana
p value
.
P
endidikan akan
mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang.
S
eseorang dengan pendidikan
rendah akan sulit dalam menyerap informasi sehingga lebih
beresiko untuk terkena
penyakit.
K
eterbatasan informasi yang diserap dan tidak memadainya
informasi tersebut
menyebabkan ibu sebagai orang terdekat dengan anak tidak
mengerti cara pencegahan
diare dalam memberikan makanan kepada anak, pentingnya
pemberian ASI sedini
mungkin, tanda dan geja
la penyakit diare, bagaimana pertolongan pertama di rumah pada
saat anak sakit dan lain
lain.
B
erdasarkan penelitian yang peneliti lakukan, teori yang
mendukung dan penelitian sebelumnya maka dapat disimpulkan
bahwa tingkat pendidikan
ibu merupakan salah s
atu faktor risiko kejadian diare pada balita.
H
ubungan antara Perilaku
Higiene
Ibu dengan
Kejadian Diare
pada
Balita
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai
p value
antara
perilaku higiene ibu
dengan kejadian diare pada balita adalah 0,0
87
, dima
na p
value
>
0,05, yang artinya
tidak
terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat
pendidikan ibu dengan
kejadian diare pada balita.
P
enelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuraeni
(2012), yang
menjelaskan tidak ada
nya hubungan yang bermakna antara perilaku higiene ibu dengan
kejadian diare pada balita (
p value
= 0,198).
H
asil penelitian menunjukkan perilaku higiene
yang tidak baik berisiko 0,494 kali untuk terkena diare.
Diare
dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, pengetahuan ibu, sosial
ekonomi,
faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor neoplasma, faktor psikis
dan faktor makanan
(infeksi).
P
ada balita penularan penyakit diare dapat melalui fase oral
terutama disebabkan
kar
ena meminum dan memakan yang terkontaminasi, kontak dengan
tangan yang
terkontaminasi, dan penyiapan dan penyimpanan makanan atau
minuman yang tidak
semestinya dan serta perilaku higiene ibu yang buruk
13
.
Balita
berada pada masa
pengenalan terhadap lingkun
gan sekitarnya.
Perilaku
yang sering dilakukan oleh balita
yaitu berusaha memegang benda apa saja yang ada
disekelilingnya dan memasukkan ke
dalam mulut.
K
etika kondisi tangan dari balita maupun benda yang dipegang tidak
steril
, dimana
p value
>
0,05, yang artinya
tidak
terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara
higiene sanitasi depot air
minum isi ulang
dengan kejadian diare pada balita.
H
igiene sanitasi depot yang buruk secara tidak langsung
berhubungan deng
an
kejadian diare pada balita karena dapat menghasilkan air minum
yang terkontaminasi
bakteri
E.coli
yaitu bakteri patogen penyebab diare.
S
ejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sembiring (2008) higiene sanitasi DAMIU yang
buruk akan