PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PNEUMONIA
1. Definisi
Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah akut, biasanya disebabkan oleh
infeksi. Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhioli dan alveoli yang dapat
disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit. Secara
klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Peradangan paru yang
disebabkan oleh non mikroorganisme (bahan kimia, radiasi aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain disebut pneumonitis.
2. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri,
virus, jamur, dan protozoa. Daftar mikroorganisme yang menyebabkan
pneumonia adalah:
Infeksi Bakteri
Streptococcus pneumoniae
Infeksi Atipikal
Infeksi Jamur
Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae
Legionella pneumophillia
Coxiella burnetii
Chlamydia psittaci
Aspergillus
Histoplasmosis
Candida
Nocardia
Infeksi Protozoa
Penyebab Lain
Aspirasi
Pneumonia lipoid
Bronkiektasis
Fibrosis kistik
Klebsiella pneumoniae
Pseudomonas aeruginosa
Gram-negatif (E. Coli)
Infeksi Virus
Influenza
Coxsackie
Adenovirus
Sinsitial respiratori
Pneumocytis carinii
Toksoplasmosis
Amebiasis
3. Patogenesis
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya
bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
dapat
menyapu
bersih
mikroorganisme
sebelum
mereka
6. Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia
antara lain usia > 65 tahun; dan usia < 5 tahun, penyakit kronik (misalnya ginjal,
dan paru), diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV),
ketergantungan alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru
terjadi (misalnya influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi,
lingkungan, pekerjaan, pendingin ruangan.
7. Anamnesis
Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien pneumonia adalah sesak napas,
peningkatan suhu tubuh, dan batuk. Pada pasien dengan pneumonia, keluhan
batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat
batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk yang tidak
produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan
mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan seringkali berbau busuk.
Pasien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil. Adanya
keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan
kepala nyeri.
8. Diagnosis
Tujuannya adalah untuk menegakkan diagnosis, mengidentifikasi komplikasi,
menilai keparahan, dan menentukan klasifikasi untuk membantu memilih
antibiotika. Diagnosis pneumonia utamanya didasarkan klinis, sedangkan
pemeriksaaan foto polos dada perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis,
diamping untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat.
9. Gambaran Klinis
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 40oC, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai
batuk, dengan sputum purulen, kadang-kadang berdarah.
mungkin bersih.
GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas
B. PENATALAKSANAAN
a. Terapi antibiotika
Menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan
kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia selama 12-72
jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika.
Pada infeksi berat seringkali harus segera diberikan antibiotika sementara
sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pemilihan ini harus
didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional berdasarkan perkiraan etiologi
yang paling mungkin serta antibiotika terbaik untuk infeksi tersebut.
Legionella
Mycoplasma
Pneumonia
Chlamydia
pneumoniae
Chlamydia
psittaci
Antibiotika Yang
Digunakan
Eritromisin
dengan atau tanpa
Rifampin
Siprofloksasin
rifampin,
Ofloksasin
Doksisiklin,
Eritromisin
Doksisiklin,
Eritromisin
Doksisiklin
Pilihan Antibiotik
Lain
Klaritromisin
atau azitromisin,
rifampin,
doksisiklin dengan
rifampin,
Ofloksasin
Klaritromisin
atau azitromisin,
rifampin,
Siprofloksasin
atau ofloksasin
Klaritromisin
atau azitromisin,
Siprofloksasin
atau ofloksasin
Eritromisin,
Kloramfenikol
Tanggapan
Selama
1-2 minggu
Selama
1-2 minggu
S. pneumonia
Sensitif terhadap
Penisilin
(MIC < 0,1 ug/ml)
Resistensi sedang
terhadap penisilin
(MIC 0,1-1 ug/ml)
Penisilin G atau V
Penisilin G:
2-3 juta unit/4 jam
seftriakson,
sefotaksim.
Agen oral:
makrolida,
sefuroksim,
Sefodoksim
Sefalosporin:
Sefazolin,
Sefuroksim,
Sefotaksim,
Seftizoksim,
Seftriakson,
Sefalosporin oral
Vankomisin
Dosis untuk
penyakit berat:
Penisilin IV: 0,5
juta unit/4 jam
Sefuroksim: 750
mg/8 jam IV
Seftriakson: 2
g/hari IV
Sefotaksim: 2 g/6
jamIV
Vankomisin: 1
g/12 jam IV
Tingkat resistensi
sedang:
0,1-1 ug/ml;
80% biasanya
Sensitive
Terhadap
Sefalosporin
Resistensi tingkat
Resistensi tinggi
terhadap Penisilin
(MIC >1 ug/ml)
tinggi:
Vankomisin
Imipenem
> 1 ug/ml;
20% perlu
Vankomisin
H. influenza
S. aureus
Enterobakteriaceae
(E. coli,
Klebsiella,
Proteus,
Enterobacter)
Sefalosporin
Tetrasiklin;
generasi kedua
betalaktamatau ketiga,
betalaktamase,
klaritromisin,
fluorokuinolon,
azitromisin,
Kloramfenikol
trimetoprin-sulfametoksazol
Nafsilin/oxasillin
dengan atau tanpa
rimfapisin atau
Gentamisin
Sefalosporin
generasi kedua
atau ketiga
dengan/tanpa
aminoglikosida
Sefazolin atau
sefuroksim,
vankomisin,
klindamisin,
trimetoprinsulfametoksazol,
Fluorokuinolon
Aztreonam,
imipenem,
betalaktamBetalaktamase
b. Terapi Suportif
Meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO 2 > 8 kPa (SaO2< 90%) dan
resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan
ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu
(continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan
pada gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi membantu bersihan sputum.
BAB III
PEMBAHASAN
A. KASUS
Seorang pria pengguna alcohol berumur 35 tahun dengan riwayat kejang-kejang
mengeluhkan demam selama 3 minggu, lemas, kurang nafsu makan, dan batuk
produktif dengan dahak berwarna hijau dan berbau. Pada pemeriksaan fisiknya
diketahui, suhu tubuh 37,9oC denyut nadi 96/menit, kecepatan nafas 20/menit, dan
tekanan darah 120/80 mm. Terdapat gigi yang tanggal dengan radang gusi dan karies
gigi. Pria tersebut mengalami pernafasan pendek atau terengah-engah. Pemeriksaan Xray pada dadanya menunjukkan adanya konsolidasi pada segmen superior pada lobus
kanan bawah.
B. JAWAB
1. Tipe infeksi apakah yang ditunjukkan oleh sputum penderita?
Pasien menderita infeksi pneumonia tipe aspirasi. Pneumonia aspirasi adalah
peradangan yang terjadi pada alveoulus akibat adanya infeksi oleh bakteri
dan organisme anaerob lain yang berasal dalam tubuh manusia maupun di
luar tubuh penderita setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung yang
menyebabkan gangguan pertukaran gas setempat.
4. Apa saja faktor yang menentukan seseorang akan terinfeksi penyakit ini?
Terdapat 3 faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi:
a. sifat material yang teraspirasi
b. volume aspirasi
c. faktor defensif penderita
7. Apa segmen yang paling umum untuk aspirasi abses paru dan mengapa?
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien pneumonia aspirasi adalah pemeriksaan
radiologi, fotothoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk
menegakkan
diagnosis.
Gambaran
radiologis
dapat
berupa
infiltrate. Segmen yang paling sering terlihat adalah segmen superior pada lobus
kanan bawah, lobus kiri bawah, subsegmen aksilaris anterior dan segmen lobus
kanan atas posterior.
Posisi tubuh pasien pada saat aspirasi menentukan segmen mana yang paling
mungkin terjadi.
8. Apa gambaran klinis normal untuk abses paru? Apakah pasien ini memiliki gambaran
klinis tersebut?
Sebagian besar pasien datang dengan onset penyakit sub akut dan tidak berobat ke
pengobatan medis selama tiga sampai empat minggu sejak mulai sakit. Pasien
mengeluh batuk, demam ringan, anoreksia dan penurunan berat badan dengan
durasi beberapa minggu. Pasien sering batuk dengan volume sputum dalam
jumlah besar dan berbau busuk. Kurangnya bau busuk tidak mengecualikan abses
paru, karena 50 % dari infeksi anaerob tidak menghasilkan bau busuk.
Ya, pasien pada kasus ini memiliki gambaran klinis tersebut.
9. Apakah ada rute lain selain aspirasi dimana infeksi anareob dapat mencapai paru?
Transdiafragmatik menyebar dari koleksi subphrenic
Hematogen menyebar dari tromboflebitis septik
Nekrosis jaringan yang disebabkan oleh infark paru, bronkiektasis, dan karsinoma
bronkogenik dapat berfungsi sebagai nidus untuk infeksi anaerob
10. Komplikasi apakah yang dapat terjadi bersamaan dengan infeksi ini?
Jika pneumonia aspirasi berjalan dan tidak segera diobati, nekrosis jaringan secara
progresif mungkin akan terjadi. Hal ini akan menyebabkan:
a. Pembentukan abses
b. Fistula bronkopleural
c. Empiema
Organisme anaerob:
a. Peptostreptococcus sp
b. Bacteroides sp. (B. melanogenicus, B. intermedius)
c. Fusobacterium sp.
DAFTAR PUSTAKA
3. Jeremy, P.T, Jane W, Richard ML, Charles M. At a glance sisten respirasi. Edisi
kedua. Jakarta : Erlangga Medical Series; 2005
7. Septiwi C,Basirun, Utmah ES. Hubungan antara hygiene gigi dengan kejadian
pneumonia pada balita umur 36-59 bulan di Puskesmas Klirong II. 2009.
UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI
KASUS 8 - PNEUMONIA
Oleh
Kelompok : 8
JAKARTA
2016