Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya


yang tinggi. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
kardiovaskuler dan tuberkulosis. Penyakit pneumonia sering kali diderita sebagian besar
orang yang lanjut usia (lansia) dan mereka yang memiliki penyakit kronik sebagai akibat
rusaknya sistem kekebalan tubuh (imun), akan tetapi pneumonia juga bisa menyerang
kaula muda yang bertubuh sehat. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka
kematian. Gejala pneumonia adalah demam, sesak napas, napas dan nadi cepat, dahak
berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil ronsen memperlihatkan
kepadatan pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan
yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman. Akibatnya fungsi paru
terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk
oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau
mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus). Bakteri yang umum adalah
Streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella sp, Pseudomonas sp, dan
virus misalnya virus influenza. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa
dikontrol beberapa tahun kemudian. Pneumonia menyebabkan infeksi paru meradang.
Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan
sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat
sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Hal inilah yang dapat menyebabkan kematian pada pasien
pneumonia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PNEUMONIA
1. Definisi
Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah akut, biasanya disebabkan oleh
infeksi. Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhioli dan alveoli yang dapat
disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit. Secara
klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Peradangan paru yang
disebabkan oleh non mikroorganisme (bahan kimia, radiasi aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain disebut pneumonitis.
2. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri,
virus, jamur, dan protozoa. Daftar mikroorganisme yang menyebabkan
pneumonia adalah:
Infeksi Bakteri
Streptococcus pneumoniae

Infeksi Atipikal

Infeksi Jamur

Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniae
Legionella pneumophillia
Coxiella burnetii
Chlamydia psittaci

Aspergillus
Histoplasmosis
Candida
Nocardia

Infeksi Protozoa

Penyebab Lain
Aspirasi
Pneumonia lipoid
Bronkiektasis
Fibrosis kistik

Klebsiella pneumoniae
Pseudomonas aeruginosa
Gram-negatif (E. Coli)
Infeksi Virus
Influenza
Coxsackie
Adenovirus
Sinsitial respiratori

Pneumocytis carinii
Toksoplasmosis
Amebiasis

3. Patogenesis
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya
bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,

mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang


biak dan berakibat timbulnya sakit.
Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat melalui
berbagai cara:
a. Inhalasi langsung dari udara
b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
c. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
d. Penyebaran secara hematogen
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Pneumonia
Diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia yaitu:
a. Mekanisme pertahanan paru
Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang terhirup
seperti partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru.
Beberapa bentuk mekanisme ini antara lain bentuk anatomis saluran napas,
reflex batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis yang dilakukan oleh
sel-sel tertentu dengan memakan partikel-partikel yag mencapai permukaan
alveoli. Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat
infeksius dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, sehingga pada orang
sehat tidak akan terjadi infeksi serius.. Infeksi saluran napas berulang terjadi
akibat berbagai komponen sistem pertahanan paru yang tidak bekerja dengan
baik.
b. Kolonisasi bakteri di saluran pernapasan
Di dalam saluran napas atau cukup banyak bakteri yang bersifat komnesal.
Bila jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang
cukup, kuman ini kemudian masuk ke saluran napas bawah dan paru, dan
akibat kegagalan mekanisme pembersihan saluran napas, keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyakit. Mikroorganisme yang tidak menempel pada
permukaan mukosa saluran anaps akan ikut dengan sekresi saluran napas dan
terbawa bersama mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi.
c. Pembersihan saluran napas terhadap bahan infeksius
Saluran napas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai
mikroorganisme dari saluran napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit,
ini menunjukkan adanya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien
sehingga

dapat

menyapu

bersih

mikroorganisme

sebelum

mereka

bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit. Pertahanan paru terhadap

bahanbahan berbahaya dan infeksius berupa reflex batuk, penyempitan saluran


napas, juga dibantu oleh respon imunitas humoral.
5. Klasifikasi Pneumonia
a. Pneumonia yang didapat di komunitas (CAP) adalah pneumonia yang
didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah
sakit. Infeksi saluran pernapasan bawah yang terjadi dalam 48 jam setelah
dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit
selama > 14 hari.
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial) adalah infeksi saluran
pernapasan bawah yang berkembang > 2 hari setelah dirawat dirumah sakit.
Organisme yang mungkin menjadi penyebab adalah basil gram negatif
(~70%).
c. Pneumonia aspirasi / anaerob adalah infeksi oleh bakteri dan organisme
anaerob lain setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia
jenis ini biasanya didapat oleh pasien dengan status mental terdepresi,
maupun pasien dengan gangguan refleks menelan.
d. Pneumonia opurtunistik adalah pasien dengan penekanan sistem imun
( misalnya pasien yang menerima steroid, kemoterapi dan pasien HIV )
mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur dan mikrobakteri, selain
organisme bakteri lain.

6. Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia
antara lain usia > 65 tahun; dan usia < 5 tahun, penyakit kronik (misalnya ginjal,
dan paru), diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV),
ketergantungan alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru
terjadi (misalnya influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi,
lingkungan, pekerjaan, pendingin ruangan.
7. Anamnesis
Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien pneumonia adalah sesak napas,
peningkatan suhu tubuh, dan batuk. Pada pasien dengan pneumonia, keluhan

batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat
batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk yang tidak
produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan
mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan seringkali berbau busuk.
Pasien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil. Adanya
keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan
kepala nyeri.
8. Diagnosis
Tujuannya adalah untuk menegakkan diagnosis, mengidentifikasi komplikasi,
menilai keparahan, dan menentukan klasifikasi untuk membantu memilih
antibiotika. Diagnosis pneumonia utamanya didasarkan klinis, sedangkan
pemeriksaaan foto polos dada perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis,
diamping untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat.
9. Gambaran Klinis
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 40oC, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai
batuk, dengan sputum purulen, kadang-kadang berdarah.

10. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial)
dapat juga menyatakan abses luas/infiltrasi, empiema (stapilococcos),
infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/perluasan
infiltrasi nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada

mungkin bersih.
GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas

paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.


Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat diambil biopsi
jarum, aspirasi transtrakea, bronkoskopi fiberobtik atau biopsi pembukaan
paru untuk mengatasi organisme penyebab. Bakteri yang umum meliputi
diplococcus pneumonia, stapilococcus, aures A.-hemolik strepcoccus,
hemophilus influenza. Kultur darah dapat menunjukan bakteremia sementara.

Pemeriksaan serologi: misalnya titer virus atau legionella atau aglutinin

untumk embantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.


Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain. Mungkin
terjadi perembesan (hipoksemia).

B. PENATALAKSANAAN
a. Terapi antibiotika
Menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan
kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia selama 12-72
jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika.
Pada infeksi berat seringkali harus segera diberikan antibiotika sementara
sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pemilihan ini harus
didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional berdasarkan perkiraan etiologi
yang paling mungkin serta antibiotika terbaik untuk infeksi tersebut.

Daftar nama kuman penyebab pneumonia dan terapi empiris antibiotika


yang digunakan :
Agen Penyebab

Legionella

Mycoplasma
Pneumonia

Chlamydia
pneumoniae
Chlamydia
psittaci

Antibiotika Yang
Digunakan
Eritromisin
dengan atau tanpa
Rifampin
Siprofloksasin
rifampin,
Ofloksasin

Doksisiklin,
Eritromisin

Doksisiklin,
Eritromisin
Doksisiklin

Pilihan Antibiotik
Lain
Klaritromisin
atau azitromisin,
rifampin,
doksisiklin dengan
rifampin,
Ofloksasin
Klaritromisin
atau azitromisin,
rifampin,
Siprofloksasin
atau ofloksasin
Klaritromisin
atau azitromisin,
Siprofloksasin
atau ofloksasin
Eritromisin,
Kloramfenikol

Tanggapan

Selama
1-2 minggu

Selama
1-2 minggu

S. pneumonia
Sensitif terhadap
Penisilin
(MIC < 0,1 ug/ml)

Resistensi sedang
terhadap penisilin
(MIC 0,1-1 ug/ml)

Penisilin G atau V

Penisilin G:
2-3 juta unit/4 jam
seftriakson,
sefotaksim.
Agen oral:
makrolida,
sefuroksim,
Sefodoksim

Sefalosporin:
Sefazolin,
Sefuroksim,
Sefotaksim,
Seftizoksim,
Seftriakson,
Sefalosporin oral

Vankomisin

Dosis untuk
penyakit berat:
Penisilin IV: 0,5
juta unit/4 jam
Sefuroksim: 750
mg/8 jam IV
Seftriakson: 2
g/hari IV
Sefotaksim: 2 g/6
jamIV
Vankomisin: 1
g/12 jam IV
Tingkat resistensi
sedang:
0,1-1 ug/ml;
80% biasanya
Sensitive
Terhadap
Sefalosporin
Resistensi tingkat

Resistensi tinggi
terhadap Penisilin
(MIC >1 ug/ml)

tinggi:
Vankomisin

Imipenem

> 1 ug/ml;
20% perlu
Vankomisin

H. influenza

S. aureus

Enterobakteriaceae
(E. coli,
Klebsiella,
Proteus,
Enterobacter)

Sefalosporin
Tetrasiklin;
generasi kedua
betalaktamatau ketiga,
betalaktamase,
klaritromisin,
fluorokuinolon,
azitromisin,
Kloramfenikol
trimetoprin-sulfametoksazol

Nafsilin/oxasillin
dengan atau tanpa
rimfapisin atau
Gentamisin

Sefalosporin
generasi kedua
atau ketiga
dengan/tanpa
aminoglikosida

Sefazolin atau
sefuroksim,
vankomisin,
klindamisin,
trimetoprinsulfametoksazol,
Fluorokuinolon
Aztreonam,
imipenem,
betalaktamBetalaktamase

b. Terapi Suportif
Meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO 2 > 8 kPa (SaO2< 90%) dan
resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan

ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu
(continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan
pada gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi membantu bersihan sputum.

BAB III
PEMBAHASAN
A. KASUS
Seorang pria pengguna alcohol berumur 35 tahun dengan riwayat kejang-kejang
mengeluhkan demam selama 3 minggu, lemas, kurang nafsu makan, dan batuk
produktif dengan dahak berwarna hijau dan berbau. Pada pemeriksaan fisiknya
diketahui, suhu tubuh 37,9oC denyut nadi 96/menit, kecepatan nafas 20/menit, dan
tekanan darah 120/80 mm. Terdapat gigi yang tanggal dengan radang gusi dan karies
gigi. Pria tersebut mengalami pernafasan pendek atau terengah-engah. Pemeriksaan Xray pada dadanya menunjukkan adanya konsolidasi pada segmen superior pada lobus
kanan bawah.
B. JAWAB
1. Tipe infeksi apakah yang ditunjukkan oleh sputum penderita?
Pasien menderita infeksi pneumonia tipe aspirasi. Pneumonia aspirasi adalah
peradangan yang terjadi pada alveoulus akibat adanya infeksi oleh bakteri
dan organisme anaerob lain yang berasal dalam tubuh manusia maupun di
luar tubuh penderita setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung yang
menyebabkan gangguan pertukaran gas setempat.

2. Organisme apakah yang bertanggungjawab untuk pasien pneumonia ini?


Infeksi yang banyak terjadi dikarenakan polimikroba.
Organisme Anaerob yang sering ditemukan adalah:
a. Peptostreptococcus sp.
b. Bacteroides sp. (B. melanogenicus, B. intermedius)
c. Fusobacterium sp.
Organisme Aerob yang sering ditemukan adalah:
a. Microaerophilic streptococci
b. Eikenella corrodens
c. Pseudomonas aeruginosa
d. Staphylococcus aureus
3. Apakah orang normal mengalami aspirasi?
Pada umumnya, aspirasi dapat terjadi pada orang normal yaitu umumnya pada
saat tidur yang biasanya tidak disadari oleh orang tersebut. Banyaknya jumlah dan
frekuensi, serta karakteristik dari bahan yang teraspirasi akan menentukan
berkembang atau tidaknya infeksi pneumonia ini.

4. Apa saja faktor yang menentukan seseorang akan terinfeksi penyakit ini?
Terdapat 3 faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi:
a. sifat material yang teraspirasi
b. volume aspirasi
c. faktor defensif penderita

5. Apa saja faktor predisposisi lain untuk pneumonia aspirasi?


Faktor predisposisi (pencetus/faktor risiko) pada pasien tersebut adalah:
a. Konsumsi alcohol secara terus-menerus
b. Kejang-kejang (epilepsi)
c. Radang gusi dan karies gigi sebagai tempat pertumbuhan bakteri paling baik
Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi,
maupun pasien dengan gangguan refleks menelan.

6. Jelaskan pathogenesis penyakit pneumonia pada kasus ini!


Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru, keadaan
ini disebabkan mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya mikroorganisme
(bakteri) didalam paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Masuknya mikroorganisme ke
saluran napas dan paru dapat melalui berbagai cara yaitu:
a. Inhalasi langsung dari udara
b. Aspirasi bahan- bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
c. Perluasan langsung dari tempat lain
d. Penyebaran secara hematogen.

7. Apa segmen yang paling umum untuk aspirasi abses paru dan mengapa?
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien pneumonia aspirasi adalah pemeriksaan
radiologi, fotothoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama

untuk

menegakkan

diagnosis.

Gambaran

radiologis

dapat

berupa

infiltrate. Segmen yang paling sering terlihat adalah segmen superior pada lobus
kanan bawah, lobus kiri bawah, subsegmen aksilaris anterior dan segmen lobus
kanan atas posterior.
Posisi tubuh pasien pada saat aspirasi menentukan segmen mana yang paling
mungkin terjadi.

8. Apa gambaran klinis normal untuk abses paru? Apakah pasien ini memiliki gambaran
klinis tersebut?
Sebagian besar pasien datang dengan onset penyakit sub akut dan tidak berobat ke
pengobatan medis selama tiga sampai empat minggu sejak mulai sakit. Pasien
mengeluh batuk, demam ringan, anoreksia dan penurunan berat badan dengan
durasi beberapa minggu. Pasien sering batuk dengan volume sputum dalam
jumlah besar dan berbau busuk. Kurangnya bau busuk tidak mengecualikan abses
paru, karena 50 % dari infeksi anaerob tidak menghasilkan bau busuk.
Ya, pasien pada kasus ini memiliki gambaran klinis tersebut.

9. Apakah ada rute lain selain aspirasi dimana infeksi anareob dapat mencapai paru?
Transdiafragmatik menyebar dari koleksi subphrenic
Hematogen menyebar dari tromboflebitis septik
Nekrosis jaringan yang disebabkan oleh infark paru, bronkiektasis, dan karsinoma
bronkogenik dapat berfungsi sebagai nidus untuk infeksi anaerob

10. Komplikasi apakah yang dapat terjadi bersamaan dengan infeksi ini?
Jika pneumonia aspirasi berjalan dan tidak segera diobati, nekrosis jaringan secara
progresif mungkin akan terjadi. Hal ini akan menyebabkan:
a. Pembentukan abses

b. Fistula bronkopleural
c. Empiema

11. Bagaimana terapi yang akan diberikan pada pasien ini?


Terapi antibiotik adalah pengobatan utama untuk infeksi paru anaerob.
a. Obat pilihan : Penisilin
b. Alternatif : Ampisilin, Amoksisilin / asam klavulanat
c. Metronidazole tidak boleh digunakan sebagai agen tunggal (karena resiko
kegagalan yang tinggi). Jika metronidazol digunakan, penisilin juga harus
digunakan untuk menanggulangi streptokokus aerobik dan mikroaerofilik.
d. Durasi terapi tergantung pada hasil radiografi, dapat berkisar selama 2-4
bulan.

12. Organisme apa yang dapat menyebabkan pneumonia aspirasi nosokomial?


Pasien dengan pneumonia aspirasi nosokomial lebih cenderung memiliki infeksi
campuran aerobik - anaerobik, di mana komponen aerobik (gram - negatif basil)
lebih mendominasi.
Organisme aerob :
a. Klebsiella
b. Enterobacter
c. Serratia
d. E. coli
e. Pseudomonas aeruginosa
f. Staphylococcus aureus

Organisme anaerob:
a. Peptostreptococcus sp
b. Bacteroides sp. (B. melanogenicus, B. intermedius)
c. Fusobacterium sp.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.Pedoman umum penggunaan


antibiotik.Jakarta: Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
2001.

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pharmaceutical care untuk penyakit


saluran pernapasan. Jakarta; 2005.

3. Jeremy, P.T, Jane W, Richard ML, Charles M. At a glance sisten respirasi. Edisi
kedua. Jakarta : Erlangga Medical Series; 2005

4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.Pneumonia Komuniti. Jakarta: PDPI; 2003.


5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotik ; 2011.

6. Amir S, Ari E,Arini S, et al.Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta :


Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI ; 2007.

7. Septiwi C,Basirun, Utmah ES. Hubungan antara hygiene gigi dengan kejadian
pneumonia pada balita umur 36-59 bulan di Puskesmas Klirong II. 2009.

UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI

TUGAS MATA KULIAH


FARMAKOTERAPI TERAPAN

KASUS 8 - PNEUMONIA

Oleh
Kelompok : 8

Nisa Kurnia Utami (16-090)


Nissa Alifia (16-091)
Nora Sukmawati Sadana (16-092)
Nova Nastalia (16-093)
Novita Sandra Manurung (16-094)
Endah Widhi Astuti (16-149)
Kelas : B

JAKARTA
2016

Anda mungkin juga menyukai