Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Dan Teknik Lempar Lembing

1. Pengertian Lempar Lembing

Lempar lembing terdiri dari dua kata yaitu lempar dan lembing. Lempar yang berarti usaha
untuk membuang jauh-jauh, dan lembing adalah tongkat yang berujung runcing yang dibuang
jauh-jauh (Munasifah, 2008:4). Lempar lembing adalah salah satu nomor yang terdapat dalam
cabang olahraga atletik yang menggunakan alat bulat panjang yang berbentuk tombak dengan
cara melempar sejauh-jauhnya (PASI, 1988:43). Selanjutnya Jerver (1996:142) Menjelaskan
bahwa Lempar lembing adalah suatu gerakan antara sentuhan tangan dengan menggunakan
benda yang berbentuk panjang berusaha untuk melempar sejauh mungkin. Untuk memperoleh
jauhnya lemparan diperlukan kekuatan dan kecepatan gerak serta sudut pada saat lembing
meninggalkan tangan.
Pengertian lempar lembing tidaklah lengkap kalau tidak diketahui sejarah atau riwayat
perkembangan lempar lembing sebagai salah satu cabang atletik. Munasifah (2008:4-5)
Menjelaskan Bahwa lempar lembing berawal dari kegiatan manusia zaman dahulu dalam
berburu binatang yang sering menggunakan lembing dalam berburu mangsanya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan memakan binatang hasil buruannya. Lempar lembing pada zaman
modern sudah menjadi olahraga yang diperlombakan, namun memahami sejarah tidak hanya
sekedar untuk pengertian atau pengetahuan tentang kejadian pada masa lampau, melainkan untuk
menentukan langkah-langkah pada masa yang akan datang.
2. Teknik-teknik Lempar Lembing
Teknik-teknik yang terdapat dalam lempar lembing adalah sebagai berikut:

2.3.

2.1

Cara Memegang Lembing

Cara memegang lembing yang baik dan efektif merupakan salah satu kunci penentu hasil
lemparan. Kalau dilihat pada struktur lembing, maka akan terlihat lilitan tali pada lembing
sebagai tempat pegangan yang dianjurkan, karena pada sekitar itu terdapat titik berat lembing
yang diprediksikan paling efektif untuk memegang lembing. Cara memegang lembing ada tiga
macam yaitu: pegangan cara Amerika (American Style), cara Firlandia (Firlandia Style), cara
Jepit Tang (Tank Style). Lebih jelas dapat dilihat gambar di bawah ini.

Gambar 1. Tiga Macam Pegangan Lembing (Suherman, 2001:213)


Pegangan cara American adalah ibu jari dan jari telunjuk saling bertemu di belakang balutan
atau lilitan lembing. Cara ini lebih mudah dilakukan sehingga cocok bagi atlet pemula, secara
umum bukan hanya atlet pemula saja yang menggunakan pegangan American akan tetapi di
kalangan masyarakat maupun kalangan pendidikan pada umumnya menggunakan pegangan cara
American, karna daya dorongnya yang dilakukan ibu jari dan jari telunjuk lebih tinggi (Hasan,
2003:259)
Pegangan cara American ini lebih mudah dilakukan oleh pemula di bandingkan cara
pegangan Firlandia yang sebagian kecil dilakukan oleh atlet elit saja, namun secara umum dua
cara pegangan tersebut masih digunakan sampai dengan sekarang karena memiliki daya dorong
yang sangat kuat cuma yang membedakan hanya pada teknik pegangan saja. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2. Cara Pegangan Amerika (Muhajir, 2007:144)

Pegangan cara Firlandia adalah ibu jari dan jari tengah bertemu di belakang balutan atau
lilitan lembing sedangkan jari telunjuk agak lurus dengan batang lembing. Lebih jelas dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3. Cara Pegangan Firlandia (Muhajir, 2007:144)

Pegangan cara jepit tang (Tank Style) adalah pegangan dimana jari telunjuk dan jari
tengah menjepit lembing tepat di belakang tempat pegangan. Pegangan ini terdapat kelebihan
dan kekurangan seperti yang dikemukakan Jonath dkk (1988:81) bahwa Pegangan tank
mencegah terjadinya luka pada siku, karena pelencengan (pegangan kesehatan) tetapi lilitan tipis
seperti yang diharuskan sering menyebabkan masalah pada waktu melempar. Untuk lebih jelas
dapat dilihat gambar dibawah ini:

Gambar 4. Cara Pegangan Jepit Tank (Muhajir, 2007:144)

Dari tiga cara pegangan di atas sebenarnya tergantung pada pelempar itu sendiri untuk
memilih mana yang lebih cocok. Hal ini sesuai pendapat Guthrie (1993:177) bahwa Ketiga cara
memegang lembing tidak ada satupun dari cara tersebut yang lebih baik dari pada yang lain,
seseorang atlet harus memilih salah satu jenis pegangan yang cocok dan paling pas untuknya
setelah melalui latihan untuk tiap-tiap jenis pegangan. Selanjutnya Muhajir (2007:145)
mengatakan bahwa Pelempar dapat memilih cara mana yang cocok baginya, cara manapun
yang dipilih oleh pelempar harus dapat memberikan pegangan yang enak, dapat mengendalikan
jalan serta arah lemparan dengan tepat, dan dapat menyalurkan tenaga dengan tepat pula.
2.2

Cara Membawa Lembing


Cara mengambil awalan pada lempar lembing sangat erat kaitannya dengan cara

membawa lembing, sesuai yang dikemukakan Hasan (2003:260) bahwa Cara apapun bisa
dilakukan untuk membawa lembing, asalkan tidak mengganggu kecepatan berlari. Jadi dalam
membawa lembing yang sering biasa dilakukan para pelempar adalah lembing berada di atas
pundak maupun bahu dengan posisi mata lembing serong ke atas, maupun serong ke bawah dan
posisi mendatar dalam posisi tersebut otot-otot sekitar bahu dan tangan terasa rileks. Ada juga
yang membawa lembing dengan posisi lembing di samping badan, tangan lurus ke belakang
sehingga tidak mendapat kesulitan untuk mengambil sikap-sikap selanjutnya. Namun sedikit
hambatan untuk mendapat kecepatan awalan yang optimal (Suherman, 2001:214). Lebih jelas
dapat dilihat gambar di bawah ini:

Gambar 5. Membawa Lembing (Suherman, 2001:214)


2.3 Cara Awalan Lari Lempar lembing
Awalan adalah gerakan permulaan dalam melempar lembing. Awalan dilakukan dengan
cara langkah dan lari menuju ke batas tolakan. Awalan lari merupakan bagian yang pertama guna
membangun kecepatan gerak yang diperlukan dalam lemparan.
Awalan lari, pelempar berlari sambil membawa lembing di atas kepala dengan lengan
ditekuk, siku menghadap ke depan dan telapak menghadap ke atas. Posisi lembing berada sejajar
di atas garis paralel dengan tanah. Bagian terakhir awalan terdiri dari langkah silang atau sering
di sebut dengan cross steps. Pada bagian awalan-akhir ini kita mengenal beberapa cara, di
antaranya: a). Dengan jingkat (hop-steps), b). Dengan langkah silang di depan (cross-steps), c).
Langkah silang di belakang (rear cross-steps). Sedangakan mengenai panjang awalan seperti
dikemukakan Ballesteros (1993:117) bahwa Panjang lintasan awalan harus tidak lebih dari

36.50 m dan tidak kurang dari 30 m, harus diberi tanda dengan dua garis paralel 4 m terpisah dan
lebar garis 5 cm.
Peralihan (cross steps), saat kaki kiri diturunkan, kedua bahu diputar berlahan-lahan ke
arah kanan, lengan kanan mulai bergerak atau diluruskan ke arah belakang, dan disini secara
berlahan-lahan titik pusat gravitasi turun yang sebelumnya meningkat selama melakuakan
awalan lari. Perputaran bahu dan pelurusan lengan yang membawa lembing ke arah belakang
diteruskan tanpa terputus dan bergerak terus hingga melewati atas kaki kiri, dan ini
menghasilkan kecondongan tubuh bagian atas ke belakang. Perputaran kedua bahu ke kanan
membuat pilinan di antara tubuh bagian atas dan bagian bawah serta meninggalkan lembing
dengan baik di belakang badan. Pandangan kedua mata selalu lurus kedepan. Ketika tungkai
kanan mendarat dalam posisi setengah ditekuk diakhir langkah silang (cross steps), angkatlah
tumit kanan saat lutut bergerak maju, dan bukalah kedua tungkai dengan cara melangkahkan kaki
kiri selebar mungkin ke depan dan diinjakkan sedikit ke arah kiri. Kedua bahu tetap menghadap
ke samping dan pastikan lembing masih dipegang dengan baik di belakang dengan tangan yang
membawa lembing tetap berada setinggi bahu. Pergelangan tangan dijaga agar tetap ditekuk dan
telapak tangan menghadap atas agar ekor lembing tidak kenak tanah. Selama pergerakan ini
lengan kiri dilipat menyilang dada (Suherman, 2001:215)
Fase akhir, Ketika kaki kiri di turunkan di posisi akhir lemparan, pemutaran kedua pinggul
ke depan dimulai, ditandai oleh sebuah putaran ke dalam kaki kanan dan lutut dilanjutkan
dengan pelurusan tungkai. Segera bahu kiri dibuka, siku kanan diputar ke arah luar atas dan
lembing diluruskan di atas lengan dan bahu. Kaki kiri ditekan ke tanah disusul kemudian dengan
memutar kaki kanan ke dalam dan meluruskannya sambil lutut kanan turut diluruskan sehingga
menghasilkan sebuah posisi membusur dari badan dan meregang kuat bagian otot depan
(Suherman, 2001:216). Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar di bawah ini:

Gambar 6. Rangkaian Gerakan Lempar Lembing (Hasan, 1993:79)

2.4 Cara Melempar Lembing


Pada saat lembing akan dilemparkan dari atas kepala, lembing dibawa kebelakang dengan
tangan lurus diputar kedalam, badan direbahkan kebelakang dengan lutut kaki kanan, kemudian
bersamaan dengan membengkokkan siku. Lembing dibawa secepat-cepatnya keatas kepala,
pinggul didorong ke depan dan lembing dilemparkan sekuat-kuatnya dari atas kepala kedepan

sehingga tangan lurus dan dibantu dengan menolakkan kaki kanan sekuatnya dan melonjakkan
badan kedepan, kemudian lembing dilepaskan pada saat lurus dan jari-jari tangan mendorong
pangkal lilitan tali lembing (Hasan, 1993:85-86). lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah
ini:

Gambar 7. Melemparkan Lembing (Hasan, 1993:83)

2.5

Cara Melepaskan Lembing


Gerakan pelepasan lembing adalah gerakan penting untuk suatu lemparan yang baik, bahwa

bahu, lengan atas, dan tangan bergerak berurutan. Mula-mula bahu melempar secara aktif di
bawa kedepan dan lengan pelampar diputar, sedangkan siku mendorong ke atas. Pelepasan
lembing itu terjadi di atas kaki kiri, lembing lepas dari tangan pada sudut lemparan kira-kira 45
derajat dengan suatu gerakan seperti ketapel dari lengan bawah tangan kanan. Kaki kanan
meluncur di tanah, pada waktu lembing lepas terjadi pada suatu garis lurus dari pinggang ke
tangan pelempar yang hanya sedikit keluar garis vertikal, sedangkan kepala dan tubuh condong
ke kiri pada saat tahap pelepasan lembing. Lengan kiri ditekuk dan memblok selama pelepasan
lembing. (Muller, 2000:147-148-149). Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar di bawah ini:

Gambar 8. Pelepasan lembing (Muller, 2000:149)


Saat melempar lembing diperlukan keseimbangan badan untuk mempertahankan posisi
tubuh ketika melempar agar tidak terbawa ke depan yang dapat mengakibatkan diskwalifikasi.
Tubuh mengupayakan untuk menjaga keseimbangan dengan memusatkannya pada satu kaki
tumpuan, keseimbangan dipengaruhi oleh letak segmen-segmen anggota tubuh. Ketika hendak
melempar lembing maka moment gaya juga harus kita perbesar sebab semakin besar moment
gaya maka gaya yang dihasilkan juga akan semakin besar, sehingga dapat menghasilkan
lemparan yang jauh. Semakin besar power kita dalam melempar maka akan semakin besar pula
kecepatan benda tersebut.

2.6 Sikap Badan Setelah Melempar Lembing


Setelah kaki kanan di tolakkan keatas dan kedepan mendarat kaki diangkat kebelakang
lemas lalu badan agak miring dan condong kedepan kaki kiri ke belakang lemas kemudian
tangan kanan dengan siku agak dibengkokkan berada di bawah dekat keperut dan tangan kiri
lemas kebelakang sehingga pandangan kearah jalannya lembing sampai jatuh (Hasan, 1993:85).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 9. Sikap Badan Setelah Melempar Lembing (Hasan, 1993:85)

3. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Lempar Lembing.


Pelempar lembing adalah seseorang yang mempunyai daya ledak otot lengan bahu yang
besar dan mempunyai kekuatan serta ketepatan langkah dalam melakukan awalan sebelum
lembing dilepaskan (Adisasmita, 1986:7). Oleh karena itu pelempar yang tidak mempunyai
ketepatan dalam melangkah sama halnya tidak mempunyai harapan untuk mencapai prestasi
yang maksimal. Unsur dasar dari suatu prestasi lempar lembing adalah ketepatan dalam
melangkah pada saat awalan, hal ini merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
kemampuan seseorang untuk melempar sejauh mungkin. Disamping itu faktor utama yang harus
diperhatikan adalah cara pegangan dan unsur fisik seperti kekuatan, kelentukan, kecepatan dan
daya ledak otot. Komponen-komponen ini tidak boleh diabaikan oleh pelempar, pelatih termasuk
juga guru penjas dalam mengajar
Kemudian faktor lain yang mempengaruhi hasil lempar lembing adalah kesalahan dalam
melakukan lemparan, ada beberapa kesalahan yang sering terjadi ketika melakukan lempar
lembing, yaitu sebagai berikut: 1). Kecepatan lari tidak diatur meningkat. Dari awal larinya cepat
terus atau sebaliknya terlalu lambat, 2). Sewaktu lari, lembing didiamkan saja, 3). Setelah
langkah silang, pelempar berhenti dahulu, 4). Kaki kanan tidak dikencangkan, 5). Lemparan
tidak diikuti siku kanan, 6). Kaki kiri tidak dilangkahkan pada saat akan melempar, 7). Lepasnya
lembing tidak melewati atas pundak kanan, 8). Sudut lempar kurang atau terlalu besar, 9). Tidak
dapat memelihara keseimbangan (Munasifah, 2008:20).

4. Peraturan Umum Dalam Lempar Lembing


4.1 Peralatan Lembing
Lembing terdiri tiga bagian yaitu mata lembing, badan lembing dan tali pegangan. Badan
lembing terbuat dari metal dan mata lembing yang lancip terpasang ujung depan yang panjang.
Peraturan tentang spesifikasi lembing putra dan putri adalah sangat komplek, dalam rangka
menjamin melayang dan menancapnya lembing yang sah. Manager Teknik harus berhati-hati
dalam menjamin bahwa semua lembing yang akan digunakan dalam suatu perlombaan harus
memenuhi semua peraturan dan ketentuan yang ditetapkan. Berat lembing untuk putra adalah
800 gram, sedangkan lembing putri 600 gram. Panjang lembing untuk putra adalah 2.60 2.70
m, sedangkan panjang lembing putri 2.20 2.30 m.
Pada perlombaan atletik seperti Olimpiade, Kejuaran Dunia atau regional. Hanya lembing
yang disediakan oleh Panitia Penyelenggara yang boleh digunakan. Namun pada perlombaan
yang lebih kecil, peserta boleh menggunakan lembingnya sendiri, asalkan lembing tersebut telah
diperiksa dan diberi tanda sebagai tanda sah oleh Panitia Penyelenggara sebelum perlombaan
dimulai dan boleh digunakan oleh peserta yang lain (Ballesteros, 1993:117).

4.2 Lintasan Awalan Lempar Lembing


Panjang lintasan awalan lempar lembing harus tidak lebih dari 36.50 m dan tidak kurang
dari 30 m, harus diberi tanda dengan dua garis paralel 4 m terpisah dan lebar garis 5 cm
(Ballesteros, 1993:117)

4.3 Lengkung Batas Lempar Lembing


Lengkung lempar dibuat dari kayu atau meta dicat putih dipasang datar dengan tanah, dan
merupakan suatu busur atau lengkung suatu sirkel yang bergaris tengah radius 8 m. Garis
lengkungnya sendiri selebar 7 cm. Garis sepanjang 0.75 m dibuat sebagai perpanjangan dari
lengkung lempar dan siku-siku terhadap garis paralel lintasan lari awalan (Ballesteros,
1993:117).
4.4 Sektor Lemparan
Garis ini terkait dengan sisi dalam garis paralel lintasan awalan yang ditarik dari titik pusat
lengkung batas lempar dengan sudut 29o (Ballesteros, 1993:117).

4.5 Penilaian Lempar Lembing


Penilaian dalam lempar lembing dilakukan dengan menggunakan bendera putih, untuk
menandakan bahwa lemparan yang dilakukan benar dan bendera merah untuk menandakan
bahwa lemparan yang dilakukan salah. Suatu lemparan diukur dari tanda yang terdekat dengan
kepala lembing, sampai ke bagian dalam ujung lingkaran lalu mengukur antara tanda tersebut.
Kemudian beberapa unsur penilaian dalam lempar lembing adalah cara memegang lembing dan
pendaratan atau jatuhnya lembing (Munasifah,2008:7). Selanjutnya tentang penilaian Muhajir
(2007:149) mengatakan Lemparan sah bila mata lembing menancap atau menggores tanah di
sektor lemparan, lemparan tidak sah bila sewaktu melempar menyentuh lengkung lemparan, atau
garis 1,5 meter samping atau menyentuh tanah di depan lengkung lemparan. Lebih lanjut
Ballesters (1993:117) menjelaskan bahwa Suatu lemparan dianggap sah bila mata lembing
harus menyentuh tanah sebelum bagian lembing yang lain, dan jatuh sepenuhnya di dalam atau
di sisi dalam dari sektor pendaratan lembing
Sejarah Lempar Lembing
Sejarah lempar lembing berawal jauh di zaman kuno dan sangat erat hubungannya dengan
beraneka ragam teknik melempar. Zaman dahulu lemparan dilakukan dengan berbagai cara,
seperti berdiri, dengan ancang - ancang, dengan satu atau dua tangan untuk mengenai suatu
sasaran. Dari lembing ringan untuk berburu pada zaman primitif, tombak berat untuk berperang
di seluruh dunia dan lembing dari abad pertengahan selama berabad - abad hingga terbentuklah
lembing untuk perlombaan seperti sekarang ini.
Lembing lama terbuat dari kayu dengan ujung dari besi dan sosok. Kemudian diganti dengan
kayu ringan dari Swedia. Setelah itu, berubah lagi menjadi lembing modern yang terbuat dari
logam dan serat kaca (fiberglass). Salah satu nomor atletik adalah lempar lembing. Sama halnya
dengan nomor atletik lainnya, seperti lari, nomor lempar lembing juga memiliki teknik - teknik
sendiri dalam melakukan suatu lemparan sehingga menghasilkan lemparan yang baik.
Lempar lembing diikutsertakan dalam pesta olimpiade sejak tahun 1908 sebagai nomor
perorangan untuk putra dan putri. Sekarang nomor ini dimasukkan dalam dasar lomba dan sapta
lomba. Dua perkembangan telah mempengaruhi pelaksanaan lempar lembing. Pertama adalah
usaha untuk menggunakan putaran jenis cakram untuk melempar. Walaupun metode ini
menghasilkan jarak yang baik, tetapi sering kali tidak diperbolehkan. Kedua adalah adanya
peraturan yang melarang atlet membelakangi arah lemparan. Dengan demikian peraturan ini
telah memantapkan jenis lempar lembing tradisional.

Anda mungkin juga menyukai