LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. EP
Tanggal Masuk
: 30 Juni 2016
Umur
: 28 tahun
Jenis Kelamin
: Wanita
Agama
: Kristen
Alamat
: Perumahan Mutiara Venezia Blok F 11, Cileungsi
Pekerjaan
: Swasta
Status
: Menikah
Bangsal
: Cempaka
Keluhan Utama : Mulas yang dirasakan sejak 6 jam sebelum masuk rumah
sakit
A. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien wanita G5P1A3 datang ke IGD RS UKI dengan keluhan mulas yang disertai
dengan keluarnya cairan bening disertai darah dari kemaluan sejak 6 jam sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan ini dirasakan pasien tiba-tiba dan mulas dirasakan hilang
timbul. Selain itu pasien mengeluh pusing dan lemas. Mual muntah disangkal. HPHT
pasien 15 Oktober 2015.
B. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi dan DM.
Pasien memiliki riwayat anemia sejak sebelum menikah.
Riwayat abortus 3 kali.
Riwayat demam tifoid dan ISK beberapa hari sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat alergi obat Ciprofloxacin.
Riwayat asma dan kejang disangkal.
C. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengeluhkan keluhan yang sama dengan
pasien. Riwayat kencing manis, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung pada
keluarga disangkal.
D. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan Darah
: 100/60 mmHg
Nadi
: 88x/menit
RR
: 21x/menit
1
Suhu
: 36,7OC
Berat Badan
: 73 kg
Tinggi Badan
: 154 cm
Status Generalis
Mata
THT
: airway clear, bibir tampak pucat, gurgling (-), crowing (-), Snoring (-)
batuk (+), gigi palsu (-), gigi tanggal atau goyang (-), malampati 2
Leher
Thoraks
Per
: Sonor/sonor
Jantung
Abdomen : I
: BU+ 4x/menit
Pal
Per
TFU
: 35 cm
DJJ
: 135x/menit
TBJ
: 3565 gr
Ekstremitas
Genitalia
Pemeriksaan Penunjang
(Pemeriksaan Laboratorium) (27/06/2016)
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Hemoglobin
8,3 g/dl
12-14
Leukosit
8,6
5-10
ribu/uL
2
Hematokrit
25,7 %
37-43
Trombosit
228
150-450
ribu/uL
Pemeriksaan Penunjang
(Pemeriksaan Laboratorium) (29/06/2016)
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
HBsAG
reaktif
Pemeriksaan Penunjang
(Pemeriksaan Laboratorium) (30/06/2016)
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Hemoglobin
7,6 g/dl
12-14
Leukosit
9,2
5-10
ribu/uL
Hematokrit
23,6 %
37-43
Trombosit
251
150-450
ribu/uL
Gula Darah Sewaktu
115
< 200
mg/dl
Hemostasis
Masa pendarahan
2 menit
1-3 menit
Masa pembekuan
15 menit
10-16 menit
13 detik
10-16 detik
15 detik
10-16 detik
Masa protrombin
-
Kontrol
(masa
protrombin)
Pasien
(masa
protrombin)
Assesment
-
AhliAnestesiologi
Operator
Laporan Anestesi
Tindakan Operasi
: Sectio caesarea
Jenis Anestesi
: Spinal anestesi.
Teknik Anestesi
Anestesi dengan
Respirasi
: Spontan, RR : 22x/menit
Keseimbangan cairan :
- Input: Pre-op
: RL 300 cc
Durante op : RL 500 cc
NaCL 50 cc
PRC 187 cc
- Output:
Perdarahan 350 cc
Urine 100 cc (kuning jernih)
Lama Operasi
: 08.45-10.05 ( 80 menit)
Lama Anestesi
: 08.40-10.10 ( 90 menit)
Melakukan asepsis antisepsis dengan betadine dan alcohol pada lokasi injeksi
Melakukan injeksi pada L3-L4 dengan spinocain no. 26, tampak LCS mengalir
spontan, jernih
Aspirasi sedikit pada spuit dan dilakukan injeksi Regivell 15 mg ke dalam ruang
subaraknoid
Ondansetron 4 mg
Ephedrin 5 mg
Methylergometrin 0,2 mg
Petidin 20 mg
Post-operatif
Instruksi Post-op
Monitor tensi, nadi, RR, kesadaran, dan perdarahan setiap 15 menit s/d stabil,
selanjutnya cek H2TL post operasi.
Keadaan Post-op
Kesadaran
: Compos Mentis
TD
: 110/70 mmHg
: 64x/menit
RR
: 21x/menit
SPO2
: 100%
Program post-operasi
Kontrol tensi, nadi, RR, kesadaran, dan perdarahan setiap 15 menit s/d stabil,
selanjutnya cek H2TL post operasi.
5
Monitor tensi, nadi, RR, kesadaran, dan perdarahan setiap 15 menit s/d stabil,
selanjutnya cek H2TL post operasi.
: 1 post operasi
: 01 Juli 2016
: nyeri pada bekas operasi, lemas
: tampak sakit sedang
: compos mentis
: 110/70 mmHg
: 86x/menit
: 20x/menit
: 36,7OC
Status Generalis
Mata
THT
Leher
Thoraks
:I
P
Per
A
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
Genitalia
:I
A
Pal
Pemeriksaan Penunjang
(Pemeriksaan Laboratorium) (01/07/2016)
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Hemoglobin
9,1 g/dl
12-14
Leukosit
14,7
5-10
ribu/uL
Hematokrit
27,3 %
37-43
Trombosit
213
150-450
ribu/uL
b. Perawatan hari ke
Tanggal
Keluhan
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
RR
Suhu
: 2 post operasi
: 02 Juli 2016
: nyeri pada bekas operasi
: tampak sakit sedang
: compos mentis
: 110/80 mmHg
: 80x/menit
: 20x/menit
: 36,5OC
Status Generalis
Mata
THT
Leher
Thoraks
:I
P
Per
A
Jantung
Abdomen
:I
A
Pal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.
A. Fisiologi Kehamilan
Sistem pernapasan
Perubahan pada fungsi pulmonal, ventilasi dan pertukaran gas. Functional
residual capacity menurun sampai 15-20 %, cadangan oksigen juga berkurang. Pada
saat persalinan, kebutuhan oksigen (oxygen demand) meningkat sampai 100%.
Menjelang atau dalam persalinan dapat terjadi gangguan / sumbatan jalan
napas pada 30% kasus, menyebabkan penurunan PaO2yang cepat pada waktu
dilakukan induksi anestesi, meskupun dengan disertai denitrogenasi. Ventilasi per
menit meningkat sampai 50%, memungkinkan dilakukannya induksi anestesi yang
cepat pada wanita hamil.
Sistem kardiovaskular
Peningkatan isi sekuncup / stroke volume sampai 30%, peningkatan frekuensi
denyut jantung sampai 15%, peningkatan curah jantung sampai 40%. Volume plasma
meningkat sampai 45% sementara jumlah eritrosit meningkat hanya sampai 25%,
menyebabkan terjadinya dilutional anemia of pregnancy.
Meskipun terjadi peningkatan isi dan aktifitas sirkulasi, penekanan / kompresi
vena cava inferior dan aorta oleh massa uterus gravid dapat menyebabkan terjadinya
supine hypertension syndrome. Jika tidak segera dideteksi dan dikoreksi, dapat terjadi
penurunan vaskularisasi uterus sampai asfiksia janin.
Pada persalinan, kontraksi uterus/his menyebabkan terjadinya autotransfusi
dari plasenta sebesar 300-500 cc selama kontraksi. Beban jantung meningkat, curah
8
jantung meningkat, sampai 80%. Perdarahan yang terjadi pada partus pervaginam
normal bervariasi, dapat sampai 400-600 cc. Pada sectio cesarea, dapat terjadi
perdarahan sampai 1000 cc. Meskipun demikian jarang diperlukan transfusi. Hal itu
karena selama kehamilan normal terjadi juga peningkatan faktor pembekuan VII,
VIII, X, XII dan fibrinogen sehingga darah berada dalam hypercoagulable state.
Ginjal
Aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat sampai 150% pada
trimester pertama, namun menurun sampai 60% di atas nonpregnant state pada saat
kehamilan aterm. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh aktifitas hormon progesteron.
Kadar kreatinin, urea dan asam urat dalam darah mungkin menurun namun hal ini
dianggap normal.
Pasien dengan preeklampsia mungkin berada dalam proses menuju kegagalan
fungsi ginjal meskipun pemeriksaan laboratorium mungkin menunjukkan nilai
normal.
Sistem gastrointestinal
Uterus gravid menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik dan perubahan
sudut gastroesophageal junction, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya
regurgitasi dan aspirasi pulmonal isi lambung. Sementara itu terjadi juga peningkatan
sekresi asam lambung, penurunan tonus sfingter esophagus bawah serta perlambatan
pengosongan lambung. Enzim-enzim hati pada kehamilan normal sedikit meningkat.
Kadar kolinesterase plasma menurun sampai sekitar 28%, mungkin akibat
hemodilusi dan penurunan sintesis. Pada pemberian suksinilkolin dapat terjadi
blokade neuromuskular untuk waktu yang lebih lama.
Lambung harus selalu dicurigai penuh berisi bahan yang berbahaya (asam
lambung, makanan) tanpa memandang kapan waktu makan terakhir.
Sistem saraf pusat
Akibat peningkatan endorphin dan progesteron pada wanita hamil, konsentrasi
obat inhalasi yang lebih rendah cukup untuk mencapai anestesia; kebutuhan halotan
menurun sampai 25%, isofluran 40%, metoksifluran 32%. Pada anestesi epidural atau
intratekal (spinal), konsentrasi anestetik lokal yang diperlukan untuk mencapai
anestesi juga lebih rendah. Hal ini karena pelebaran vena-vena epidural pada
kehamilan menyebabkan ruang subarakhnoid dan ruang epidural menjadi lebih
sempit.
B. Teknik Anestesi
Prinsip teknik anestesi harus memenuhi kriteria:
1. Sifat anelgesi yang cukup kuat
2. Tidak menyebabkan trauma psikis terhadap ibu
3. Toksisitas rendah aman terhadap ibu dan bayi
4. Tidak mendepresi janin
5. Relaksasi otot tercapai tanpa relaksasi rahim
Risiko yang mungkin timbul pada saat penatalaksanaan anestesi adalah sebagai
berikut.
1. Adanya gangguan pengosongan lambung
2. Terkadang sulit dilakukan intubasi
3. Kebutuhan oksigen meningkat
4. Pada sebagian ibu hamil, posisi terletang (supine) dapat menyebabkan hipotensi
(supine
aortocaval
syndrome)
sehingga
janin
akan
mengalami
hipoksia/asfiksia.
Anestesi Regional
Pelaksanaan blok epidural (blok spinal) bersifat spesialistik, sehingga
sebaiknya diserahkan kepada dokter ahli anastesia. Sebagai gambaran, berikut ini
dikemukakan beberapa hal tentang anastesia epidural atau spinal.
Obat anastesia yang banyak dipakai adalah :
Lidonest
Bupivacain (Marcain)
10
Lidokain
Dalam melakukan tindakan kecil pada obstetri dan ginekologi, seperti : penjahitan
kembali luka episiotomi, dilatasi dan kuretase, atau biopsi dianjurkan untuk
melakukan anastesia secara intravena (lebih mudah dan aman). Dinegara yang sudah
maju, kebanyakan kasus persalinannya memerlukan tindakan anastesia lumbal, sakral,
atau kaudal.
Analgesi/blok epidural (lumbal) : sering digunakan untuk persalinan per vaginam.
Anestesi epidural atau spinal : sering digunakan untuk persalinan per
abdominam/sectio cesarea.
Keuntungan :
Mengurangi pemakaian narkotik sistemik sehingga kejadian depresi janin dapat
dicegah/dikurangi.
Ibu tetap dalam keadaan sadar dan dapat berpartisipasi aktif dalam persalinan.
Risiko aspirasi pulmonal minimal (dibandingkan pada tindakan anestesi umum)
Jika dalam perjalanannya diperlukan sectio cesarea, jalur obat anestesia regional sudah
siap.
Kerugian :
1. Hipotensi akibat vasodilatasi (blok simpatis)
2. Waktu mula kerja (time of onset) lebih lama
3. Kemungkinan terjadi sakit kepala pasca punksi.
4. Untuk persalinan per vaginam, stimulus nyeri dan kontraksi dapat menurun, sehingga
kemajuan persalinan dapat menjadi lebih lambat.
Kontraindikasi :
a) Pasien menolak
b) Insufisiensi utero-plasenta
c) Syok hipovolemik
d) Infeksi / inflamasi / tumor pada lokasi injeksi
e) Sepsis
f) Gangguan pembekuan
11
Pasang line infus dengan diameter besar, berikan 500-1000 cc cairan kristaloid (Ringer
Laktat).
Epidural : posisi pasien lateral dekubitus atau duduk membungkuk, dilakukan punksi
antara vertebra L2-L5 (umumnya L3-L4) dengan jarum/trokard. Ruang epidural dicapai
dengan perasaan hilangnya tahanan pada saat jarum menembus ligamentum flavum.
Spinal / subaraknoid : posisi lateral dekubitus atau duduk, dilakukan punksi antara L3L4 (di daerah cauda equina medulla spinalis), dengan jarum / trokard. Setelah
menembus ligamentum flavum (hilang tahanan), tusukan diteruskan sampai menembus
selaput duramater, mencapai ruangan subaraknoid. Identifikasi adalah dengan keluarnya
cairan cerebrospinal, jika stylet ditarik perlahan-lahan.
Keberhasilan anestesi diuji dengan tes sensorik pada daerah operasi, menggunakan jarum
halus atau kapas.
Jika dipakai kateter untuk anestesi, dilakukan fiksasi. Daerah punksi ditutup dengan kasa
dan plester.
Penelitian
terakhir
menyebutkan
bahwa
matriks
Serviks inkompeten.
Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk
15
terjadinya
degradasi
matriks
ektraseluler
selaput
ketuban.
17
amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas
kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses
sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya
selaput ketuban.2
19
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya nyeri
tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang
diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan
perkiraan ukuran janin dan presentasi.4
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis.5
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling
didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun
pakis.8
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya cairan
amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari ostium
uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan
kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin.
Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine
menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya
lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat
membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitinsfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru
janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk
pemeriksaan kultur serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia
trachomatis dan Neisseria gonorea.4
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan
menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari
kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan
untuk melahirkan.4
4.
Pemeriksaan penunjang
20
Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah menjadi
biru.
Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm 3 kemungkinan ada
infeksi.
USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak
e.
induksi.
Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.7
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50g intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
21
Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.9
22
1 minggu.1
Infeksi
23
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara
umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding
semakin gawat.1
Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasia pulmonal.1
g. Prognosis KPD
Ditentukan
berdasarkan
umur
dari
kehamilan,
penatalaksanaan
dan
24
b.
Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah
diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa
desidua di daerah segmen bawah rahim.3
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan endometrium
yang kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya
vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada :2,4,5
1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. Kuretasi yang berulang
4. Umur lanjut (diatas 35 tahun)
5. Bekas seksio sesaria
6. Riwayat abortus
7. Defek vaskularisasi pada desidua
8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.
9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya
10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai
kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi dengan
hipertrofi plasenta. Hal ini terutama terjadi pada perokok berat (> 20
batang/hari).
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh
menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas
akan mendekati atau menutupi ostoum uteri internum. 2 Endometrium yang kurang
baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik,
yaitu di tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri internum. Plasenta previa
juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas seperti pada
eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multiple.2
c. Insiden
25
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara normal,
karena risiko perdarahan sangat hebat.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin tetap
tidak dilahirkan secara normal.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium
uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Janin bisa
dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous placenta
adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga tepi
bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang
lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun
tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati.3,6
26
e. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah:1
1. Umur penderita
Umur muda karena endometrium masih belum sempurna.
Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur.
2. Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena endometrium
belum sempat tumbuh.
3. Endometrium yang cacat
Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek
Bekas operasi, bekas kuretage atau plasenta manual
Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip
Pada keadaan malnutrisi
f. Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan
mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim,
tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus
dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti kan terjadi (unavoidable
bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat
27
karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah
pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti
karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta dimana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh
karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan
bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikian
perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).3
Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi lebih
awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada
bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa
parsialis atau letak rendah perdarahan baru akan terjadi pada waktu mendekati
atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih
banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama sudah bisa terjadi
pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh kejadiannya pada
kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak pada dekat
dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar
rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak
jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal.
Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.3
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
inkreta bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai
menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan
inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau
setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan
baik.3
g. Gejala Klinis
1. Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri.2
28
Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ketujuh. Hal ini
disebabkan oleh:
Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari
abortus.
Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan
dinding rahim.
2. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim
sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul.2
3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa
lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa
lateral dan marginal serta robekannya marginal, sedangkan plasenta letak rendah,
robekannya beberapa sentimeter dari tepi plasenta.2
h. Diagnosis
Diagnosis plasenta previa ditegakkan berdasarkan pada gejala klinik,
1.
2.
3.
4.
kehamilan
Karena plasenta di segmen bawah rahim, maka dapat dijumpai
kelainan letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.
2. Pemeriksaan denyut jantung janin
- Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim.
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk segera
mengambil tindakan. Tujuan pemeriksan dalam untuk:
29
sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada uterus yang yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan
plasenta akreta terjadi sampai 10%-35% pada pasien yang pernah seksio
sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila telah seksio sesaria tiga kali.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu
harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat ini misalnya pada
waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun
waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh
salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan caracara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi
a.uterina, ligasi a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka
pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan
histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan
komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
5. Kehamila premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena tindakan
terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.
Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis untuk mengetahui
kematangan paru-paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat
pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Solusio plasenta
7. Kematian maternal akibat perdarahan
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
31
9. Infeksi sepsis
j. Penatalaksanaan
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan pada trisemester kedua
atau trisemester ketiga harus dirawat di dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat
baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan factor
Rh. Jika rhesus negative RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah
mengalami sensitisasi. Jika kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti
serta janin dalam keadaan sehat dan janin masih premature, dibolehkan pulang dan
dilanjutkan dengan rawat rumah atau rawat jalan dengan syarat telah mendapat
konsultasi yang cukup dengan pihak keluarga agar dengan segera kembali kerumah
sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun kelihatannya tidak mencemaskan.
Dalam keadaan yang stabil tidak keberatan pasien untuk di rawat di rumah atau rawat
jalan. Pada kehamilan antara 24-34 minggu diberikan steroid dalam perawatan
antenatal untuk pematangan paru janin. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas dan
kurang stress serta biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali diberlakukan bila
keadaan menjadi lebih serius.3
.Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga,
dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Jika ada gejala hipovolemia seperti
hipotensi dan takikardi pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang
cukup berat, lebih berat dari pada penampakannya secara klinis. Bila pasien dalam
keadaan syok karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan
umumnya dengan pemberian infus atau tranfusi darah. 3,7
Pengobatan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan:2
1. Terminasi
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa
maut, misalnya: kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, parturien, dan
janin mati (tidak selalu).
a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada
plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah
yang terbuka (tamponade pada plasenta).
b. Dengan seksio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan rahim
hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio
sesarea juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering
terjadi pada persalinan pervaginam.
2. Ekspektatif
32
yang berat mendorong kita melakukan seksio sesaria. Sebaliknya perdarahan yang
sedang/sedikit, pembukaan yang sudah besar, multiparitas dan tingkat plasenta previa
yang ringan dan anak yang mati cenderung untuk dilahirkan pervaginam.2
Pada perdarahan yang sedikit dan anak masih belum matur dipertimbangkan terapi
ekspektatif, dengan syarat keadaan ibu dan anak baik, Hb normal dan perdarahan tidak
banyak. Pada terapi ekspektatif pasien di rawat di rumah sakit sampai berat anak 2500
gram atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan
untuk menentukan lokalisasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki
keadaan umum ibu. Jika kehamilan telah 37 minggu, kehamilan dapat diakhiri dengan
cara vaginal atau seksio sesaria. Dengan cara vaginal dimaksudkan untuk mengadakan
tekanan pada plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang
terbuka (tamponade pada plasenta). Dengan seksio sesaria dimaksudkan untuk
mengosongkan rahim hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan.
Seksio sesaria juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering pada
persalinan pervaginam.2
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesaria adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini
tetap dilaksanakan. Adapun tujuan dari seksio sesaria adalah:8
33
Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan.
Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin
dilahirkan pervaginam.
Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks
uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu, bekas
tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya
jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC)
meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang
atau tidak ada sama sekali.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain,
kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus,
perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita
hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit. Mengingat besarnya
dampak buruk dari anemia defisiensi besi pada wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu
kiranya perhatian yang cukup terhadap masalah ini. Dengan diagnosa yang cepat serta
penatalaksanaan yang tepat komplikasi dapat diatasi serta akan mendapatkan prognosa yang
lebih baik.
PATOFISIOLOGI
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan
sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume
plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi
pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta
kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti
laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.
Anemia defisiensi besi ditandai ciriciri yang khas, yaitu mikrositosis dan
hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukan hal itu, bahkan banyak yang
bersifat normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat
berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi adalah :
ETIOLOGI
Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu:
a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.
Selama hamil volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma
meningkat sedikit menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan
36
ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan
penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak
pada trimester kedua ( Smith et al., 2010 ).
Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Di mana pertambahan tersebut
adalah sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran
darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat
bagi wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus bekerja
lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung
(cardiac output) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah
rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik.2
b. Kurangnya zat besi dalam makanan.
c. Kebutuhan zat besi meningkat.
d. Gangguan pencernaan dan absorbsi.
GEJALA KLINIS
Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat
bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol,
ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya.
Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan
epitel kuku, gangguan sistem neuromuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran
kelenjar limpa. 2
Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam
batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis dapat dilihat tubuh
yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang ibu menderita anemia
atau tidak, maka dikerjakan pemeriksaan kadar Hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi.
Pemeriksaan Hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar. 2
Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap: awalnya
terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat konsumsi zat
37
besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya serap zat besi dari makanan
sangat rendah, Zat besi pada pangan hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 30 %
sedangkan dari sumber nabati 1-6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih
cepat untuk memenuhi kebutuhan O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita sering
berdebar dan jantung cepat lelah. Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang
kunang, mengantuk, selaput lendir , kelopak mata, dan kuku pucat. 8
DERAJAT ANEMIA
Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil,
didasarkan pada criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal
(11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan
hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11.28
mg/dl,
kadar
hemoglobin
terendah
7.63
mg/dl
dan
tertinggi
14.00
mg/dl.
38
Juga secara intravena perlahan lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum oksidum
sakkaratum, sodium diferat, dan dekstrat besi. Akhir-akhir ini Imferon banyak pula diberikan
dengan infuse dalam dosis total antara 1000 2000 mg unsur besi sekaligus, dengan hasil
yang sangat memuaskan. Walaupun besi intravena dengan infus kadang kadang
menimbulkan efek sampingan, namun apabila ada indikasi yang tepat, cara ini dapat
dipertanggungjawabkan. 8
B. ANEMIA MEGALOBLASTIK
DEFINISI
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan penyebab kedua terbanyak
setelah anemia defisiensi besi. Anemia megaloblastik adalah kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis DNA dan ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik dalam sumsum
tulang.Sel megaloblas adalah sel precursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar disertai
adanya kejadian dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar dengan susunan
kromosom yang longgar. 2
Anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B 12 selama kehamilan
sangat jarang terjadi, ditandai oleh kegagalan tubuh menyerap vitamin B 12 karena tidak
adanya faktor intrinsik. Ini adalah suatu penyakit autoimun yang sangat jarang pada wanita
dengan kelainan ini. Defisiensi vitamin B12 pada wanita hamil lebih mungkin dijumpai pada
mereka yang menjalani reseksi lambung parsial atau total. Kausa lain adalah penyakit Crohn,
reseksi ileum, dan pertumbuhan bakteri berlebihan di usus halus. 3,5
ETIOLOGI
Penyebab anemia megaloblastik adalah sebagai berikut : 3,5,11
1. Defisiensi vitamin B12.
2. Defisiensi asam folat
3. Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat
4. Gangguan sintesis DNA akibat dari :
a. Defisiensi enzim congenital
b. Didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu.
PATOFISIOLOGI
39
Timbulnya megaloblas adalah akibat gangguan maturasi sel karena terjadi gangguan
sintesis DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12, dimana vitamin
B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk
vitamin B12 penting dalam pembentukan mielin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti
eritoblas ini, maka meturasi ini lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi
lebih besar Karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih
besar serta susunan kromatin yang lebih longgar di sebut sebagai sel megaloblast. sel
megaloblast ini fungsinya tidak normal,dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang
sehhingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung
pada terjadinya anemia. 5,11
KLASIFIKASI
Menurut penyebabnya anemia megaloblastik di bagi beberapa jenis yaitu : 5,6
1. Anemia megaloblastik karena defisiensi Vitamin B12
a.
Penderita yang tidak makan daging hewan atau ikan,telur serta susu yang
mengandung vitamin B12.
b.
b.
c.
d. Ekskresi asam folat yang berlebihan lewat usus biasanya terjadi pada penyakit
hati yang aktif atau kegagalan faal jantung.
40
anemia
megaloblastik
akibat
defisiensi
enzim
congenital
atau
pada
eritroleukemia.
GEJALA KLINIS
1. Anemia karena eritropoesis yang inefektif
2. Ikterus ringan akibat pemecahan hemoglobin meninggi karena usia eritrosit memendek
3. Glositis (lidah bengkak, merah), stomatitis, angularis, gejala-gejala syndrom malabsorbsi
ringan.
4. Purpura trombositopenik karena maturasi megakariosit terganggu
5. Neuropati pada defisiensi vitamin B12. pada penderita dengan defisiensi vitamin B12 yang
berat dapat terjadi kelainan saraf sensorik pada kolumna posterior dan neuropati bersifat
simetris, terutama mengenai kedua kaki. Penderita mengalami kesulitan berjalan dan mudah
jatuh. 5,6
TATALAKSANA
Untuk mencegah kekambuhan anemia,terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup
pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.Terapi
pengobatan yang biasa digunakan adalah sebagai berikut : 3,5,6
1. Terapi suportif
Transfusi bila ada hipoksia dan suspensi trombosit bila trombosotopenia mengancam
jiwa.
2. Terapi untuk defisiensi vitamin B12
Terapi yang biasa digunakan untuk mengatasi terapi defisiensi vitamin B12 adalah
sebagai berikut:
41
a.
minggu,selanjutnya
100-1000
Ug
IM
setia
bulan.
Bila
ada
kelainan
jantung, hipotensi postural,renjatan atau infeksi berat. Bila diperlukan transfuse darah
sebaiknya diberi eritrosit yang di endapkan.
3. Terapi untuk defisiensi asam folat
Diberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral selama empat bulan, tanpa gangguan
absorpsi.
4. Terapi penyakit dasar
Menghentikan obat-obatan penyebab anemia megaloblastik.
C. ANEMIA APLASTIK
DEFINISI
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan
komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum
tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita
mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah,
sel darah putih, dan trombosit. 1,2
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai
dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. 4 Pada anemia aplastik terjadi
penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia,
anemia, granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia.9 Istilah anemia aplastik sering
juga digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab
apapun. Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia
aregeneratif, aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik
toksik.
42
ETIOLOGI
Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan
tetapi, kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak
diketahui.4,11 Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit
lain.
Kasus kehamilan dengan anemia aplastik telah pernah dilaporkan, tetapi hubungan
antara dua kondisi ini tidak jelas. Pada beberapa pasien, kehamilan mengeksaserbasi anemia
aplastik yang telah ada dimana kondisi tersebut akan membaik lagi setelah melahirkan. Pada
kasus yang lain, aplasia terjadi selama kehamilan dengan kejadian yang berulang pada
kehamilan-kehamilan berikutnya.9
DIAGNOSIS
Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif, gejala
objektif, pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala subjektif dan objektif
merupakan manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun, gejala dapat bervariasi dan
tergantung dari sel mana yang mengalami depresi paling berat. Diagnosa pasti anemia
aplastik adalah berdasarkan pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang. Penegakkan
diagnosa secara dini sangatlah penting sebab semakin dini penyakit ini didiagnosis
kemungkinan sembuh secara spontan atau parsial semakin besar
GEJALA KLINIS
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul
adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia
dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe deffort, palpitasi cordis,
takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia
yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan
keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia
tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organorgan.7 Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan
adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga
dikeluhkan.1
43
Terapi Suportif
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red
cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit
kardiovaskular.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm 3. Transfusi
trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3
sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit
konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila
terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara
kandung).
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak
dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit
yang ditransfusikan sangat pendek.
b.
Terapi Imunosupresif
Obat-obatan
diindikasikan pada :
-
Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak
terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3
44
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin melalui
koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau
tidak langsung terhadap hemopoiesis. Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG
dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama
dengan kortikosteroid. Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat
aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.
D. ANEMIA HEMOLITIK ( PENYAKIT SEL SABIT)
DEFINISI
Anemia
hemolitik
disebabkan karena
penghancuran
sel
darah
merah
berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi
hamil, apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin
pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak
menderita anemia. 2,3
Frekuensi anemia hemolitik dalam kehamilan tidak tinggi. Terbanyak anemia ini
ditemukan pada wanita negro yang menderita anemia sel sabit, anemia sel sabit-hemoglobin
C, sel sabit-thalassemia, atau penyakit hemoglobin C. Di Indonesia terdapat juga penyakit
thalassemia. 4
KLASIFIKASI
Secara umum anemia hemolitik dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yakni : 2,4
anemia
hemolitik
herediter,
thalassemia,
anemia
sel
sabit,
GEJALA KLINIS
Gejala gejala yang lazim dijumpai ialah gejala gejala proses hemolitik, seperti
anemia, hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinemia, hiperurobilinuria, dan
sterkobilin lebih banyak dalam faeses. Disamping itu terdapat pula sebagai tanda regenerasi
45
Risiko abortus
Persalinan premature
Mola hidatidosa
Hiperemesis gravidarum
Perdarahan antepartum
Kala III berisiko untuk terjadi retensio plasenta dan perdarahan postpartum
karena atonia uteri
Mastitis
Abortus
Persalinan premature
F. DIAGNOSA ANEMIA
Diagnosa anemia dalam kehamilan dapat di tegakkan dengan :
a. Anamnesis 12
Pada anemnesis akan didapatkan keluhan lelah, sering pusing, mata berkunang -kunang dan
keluhan mual, muntah lebih berat pada hamil muda. Bila terdapat keluhan lemah, Nampak
pucat, mudah pingsan,sementara masih dalam batas normal, maka perlu dicurigai anemia
defesiensi zat besi.
b. Pemeriksaan darah
47
Pemeriksaan darah Hb dan darah tepi akan memberikan kesan pertama. Pemeriksaan Hb
dengan Spektofotometri merupakan standar, kesulitan adalah alat ini hanya tersedia di kota.
Di Indonesia penyakit kronik seperti : malaria dan tuberculosis (TBC) masih relatif sering
dijumpai sehingga pemeriksaan khusus darah tepi dan sputum perlu dilakukan.
Dengan pemeriksaan khusus untuk membedakan dengan defisiensi asam folat dan
thalassemia. Pemeriksaan Mean Corpuscular Volume (MCV) penting untuk menyingkirkan
thalassemia. Bila terdapat batas MCV < 80 uL dan kadar RDW (red cell distribution width) >
14% mencurigai akan penyakit ini kadar Hemoglobin Fetal (HbF) >2% dan HbA2 yang
abnormal akan menentukan jenis thalassemia. 10,11,12
G. PENCEGAHAN DAN PENANGANAN ANEMIA
a. Pencegahan Anemia 12
Untuk menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum
hamil sehingga dapat di ketahui data dasar kesehatan ibu tersebut, dalam pemeriksaan
kesehatan di sertai pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan tinja sehingga di ketahui
adanya infeksi parasit.
b. Penanganan pada Anemia sebagai berikut : 4
1. Anemia Ringan
Pada kehamilan dengan kadar Hb 9-10 gr% masih di anggap ringan sehingga hanya
perlu di perlukan kombinasi 60 mg/hari zat besi dan 500 mg asam folat peroral sekali
sehari.
2. Anemia Sedang
Pengobatan dapat di mulai dengan preparat besi feros 600-1000 mg/hari seperti sulfat
ferosus atau glukonas ferosus.
3. Anemia Berat
Pemberian preparat besi 60 mg dan asam folat 400 mg, 6 bulan selama hamil,
dilanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan.
H. TRANSFUSI DARAH
Transfusi darah adalah memasukkan sel darah merah (darah segar, pack red cell) ke
dalam tubuh melaui vena. Komponen darah yang biasa ditransfusikan ke dalam tubuh
48
seseorang adalah sel darah merah,trombosit, plasma, sel darah putih. Transfusi darah adalah
suatu pengobatan yang bertujuan menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang
atau terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi. Tentu saja transfusi darah hanya
merupakan pengobatan simptomatik karena darah atau komponen darah yang ditransfusikan
hanya dapat mengisi kebutuhan tubuh tersebut untuk jangka waktu tertentu tergantung pada
umur fisiologi komponen yang ditransfusikan; walaupun umur eritrosit adalah 120 hari
namun bila ditransfusikan pada orang lain maka kemampuan transfusi tadi mempertahankan
kadar hemoglobin dalam tubuh resipien hanya rata-rata satu bulan.Hal-hal mengenai transfusi
darah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7Tahun 2011 Tentang
Pelayanan Darah. 13
Pasien-pasien di bidang obstetri dan ginekologi banyak yang berpotensi memerlukan
transfuse darah. Seksio cesaria (SC) dan histerektomi adalah dua tindakan bedah yang sering
dan berpotensi terjadi perdarahan sehingga memerlukan transfusi darah. Kondisi lainnya
adalah perdarahan post partum, placenta previa dan ruptur kehamilan ektopik. Perdarahan di
bidang obstetri masih merupakan penyebab kematian ibu yang tinggi di Indonesia.
Salah satu pemeriksaan laboratorium rutin untuk setiap wanita hamil saat kunjungan
pertama prenatal care adalah pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta skrining
antibodi untuk mendeteksi antibodi yang berpotensi menyebabkan hemolytic disease of the
newborn (HDN). 14
Indikasi transfusi darah
14
Anemia pada kehamilan didefinisikan dengan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11
g/dL pada trimester I dan III serta 10,5 g/dL pada trimester II. Diagnosis dan terapi yang
efektif terhadap anemia kronik pada kehamilan merupakan tindakan yang penting untuk
mengurangi kebutuhan transfusi darah. Keputusan untuk transfusi darah tidak boleh hanya
berdasar kadar Hb saja, tetapi juga berdasar indikasi klinis pasien. Perdarahan yang terjadi
pada persalinan normal atau SC sebenarnya tidak memerlukan transfusi darah jika kadar Hb
ibu sebelum persalinan > 10g/dl. Sebaliknya transfusi darah hampir selalu diindikasikan jika
Hb < 7g/dl.
Uji yang Dilakukan Sebelum Transfusi Darah
49
Sebelum melakukan transfusi darah perlu dilakukan beberapa uji untuk menghindari halhal yang tidak diinginkan. Uji tersebut meliputi : 14
1. Pemeriksaan golong darah
2. Reaksi silang
Tujuan pelaksanaan uji reaksi silang adalah sebagai berikut
Memastikan di dalam serum resipien atau plasma donor tidak terdapat
antibody yang reaktif terhadap eritrosit donor atau resipien.
Menghindari reaksi transfusi hemolitik.
Memastikan efektivitas transfusi.
Medium reaksi pada reaksi silang meliputi : salin (NaCL 0,85%), albumin (bovine
albumin), dan Coombs (anti-human globulin). Ada dua jenis reaksi silang, yaitu:
Reaksi silang mayor
Mendeteksi adanya antibody di dalam serum donor yang dapat merusak
eritrosit resipien yang akan ditransfusikan
Reaksi silang minor
Mendeteksi adanya antibodi di dalam plasma donor yang dapat merusak
eritrosit resipien yang akan ditransfusikan.
Transfusi boleh dilakukan bila hasil reaksi mayor dan minor negatif.
Jenis Transfusi Darah
Ada beberapa jenis transfusi yang diberikan, yaitu: 14
1. Darah utuh (whole blood/WB)
Ada beberapa jenis WB, yaitu:
Hipersensitif
Febrile non hemolytic reaction
Overload cairan
Anafilaksis
Hemolisis intravaskuler akut
Kontaminasi bakteri dan syok septik
TRALI (transfusion-associated acute lung injury)
Komplikasi metabolik (hiperkalemia, toksisitas sitrat dan hipokalsemia)
II. Komplikasi lambat, yaitu reaksi transfusi dengan tanda dan gejala yang muncul 5-10
hari setelah transfusi :
BAB III
ANALISA KASUS
Pre-operatif
Pada pasien Ny. EP dengan G5P1A3 hamil 37-38 minggu + plasenta previa + KPD +
riwayat SC 1 x
perdarahan maka transfusi akan dilakukan saat di ruangan operasi. Dalam manajemen preoperatif pada pasien dengan anemia dengan operasi elektif diperlukan deteksi evaluasi dan
manajemen anemia sesuai protokol yang ada guna untuk menurunkan indikasi untuk
dilakukannya transfusi.
Dalam kasus ini Operasi Cito manajemen anemia pada pre-op belum dilakukan
dilakukan koreksi pada durante operasi.
Pada sectio cesarea, dapat terjadi perdarahan sampai 1000 cc. Meskipun demikian
jarang diperlukan transfusi. Hal itu karena selama kehamilan normal terjadi juga peningkatan
faktor pembekuan VII, VIII, X, XII dan fibrinogen sehingga darah berada dalam
hypercoagulable state.
Transfusi tidak dianjurkan sampai hematokrit menurun hingga 25% atau lebih rendah
(hemoglobin <8,0 g / dL), tetapi perlu memperhitungkan laju kehilangan darah dan kondisi
komorbiditas (misalnya, penyakit jantung, dalam hal transfusi mungkin diindikasikan jika
hanya 800 mL darah hilang). pedoman klinis yang umum digunakan antara lain: (1) satu unit
sel darah merah akan meningkatkan hemoglobin 1 g / dL dan hematokrit 2-3% pada orang
dewasa; dan (2) 10-mL / kg transfusi sel darah merah akan meningkatkan konsentrasi
hemoglobin 3 g / dL dan hematokrit sebesar 10%. Pre-op anestesi sendiri menemukan
adanya penyulit-penyulit pada pasien, seperti adanya riwayat anemia (Hb 7,6 mg/dl) dan
alergi obat.
Menentukan ASA
Pada kasus pasien ini termasuk ASA II E.
Intra Operatif
Pada tindakan anestesi spinal harus diperhatikan TD awal sebelum dilakukannya
anestesi spinal. Pada ibu hamil cenderung terjadi hipotensi sehingga diketahui batas hipotensi
oleh karena obat-obatan anestesi seberapa besar. Hipotensi dapat ditangani dengan
memberikan cairan intravena dan ephedrine.
53
Pada durante op Pasien mengalami hipotensi 80/60 mmHg pada pukul 09.00. Lalu
pasien diberi Ephedrin 5 mg. 5 menit kemudian TD pasien naik kembali menjadi
100/70 mmHg.
Maintenance cairan selama durante op ((40 + 20 + 53) mL / h 1,5 jam = 110 ml),
ditambahkan dengan cairan stress operasi besar 8 cc x 73 kg = 584 ml x 1,5 jam =
876 ml. Jika dijumlahkan cairan yang dibutuhkan selama durante op adalah 876 ml +
110 ml= 986 ml. Pada pasien saat durante op diberikan cairan 850 ml, yang berarti
kurang sesuai dengan kebutuhan cairan pasien.
Pada durante operasi pasien dilakukan transfusi darah. Kriteria transfusi darah:
- Hb <8 mg/dL
- Perdarahan >30% atau Ht <25%
WB = Hb x BB x 6
PRC = Hb x BB x 3
Pada pasien seharusnya diberikan transfusi:
PRC = (10-7,6) x 73 x 3
= 525 cc
54
Sedangkan pada pasien hanya diberikan 187 cc, yang berarti kurang sesuai dengan
kebutuhan cairan pasien.
Monitoring
Pasien dengan dengan anemia perlu dilakukan monitoring terhadap tanda-tanda vital dan
jumlah perdarahan operasi. Pemantauan tekanan darah arterial dilakukan untuk memantau
tekanan darah pasien yang berubah-ubah selama prosedur pembedahan mayor yang
diasosiasikan dengan perubahan cardiac preload dan cardiac afterload. Pemantauan EKG
harus difokuskan pada tanda keadaan iskemia. Pada frekuensi napas tampak terjadi
peningkatan di atas normal, hal ini dapat mengarah kepada keadaan anemia pasien sehingga
pernapasan meningkat untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Post operatif Manajemen
Setelah tindakan pembedahan dan anestesi telah selesai dilakukan pemantauan pada pasien.
Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan (recovery room) dan dilakukan observasi TD, N, RR
dan kemungkinan munculnya tanda-tanda perdarahan. Pemantauan tekanan darah, nadi,
frekuensi pernapasan, kesadaran dan perdarahan secara ketat harus dilanjutkan mulai dari
ruang pemulihan sampai masa awal pasien dipindahkan ke bangsal perawatan.
Keadaan akhir pembedahan :
-
Kesadaran
: Compos Mentis
TD
: 110/70 mmHg
: 64x/menit
RR
: 21x/menit
SPO2
: 100%
Program post-operasi
Kontrol tensi, nadi, RR, kesadaran, dan perdarahan setiap 15 menit s/d stabil,
selanjutnya cek H2TL post operasi.
Monitor tensi, nadi, RR, kesadaran, dan perdarahan setiap 15 menit s/d stabil,
selanjutnya cek H2TL post operasi.
Tramadol
Ondansetron
Ondansetron efektif bila diberikan secara oral atau intravena dan mempunyai
bioavaibility sekitar 60% dengan konsentrasi terapi dalam darah muncul tiga puluh sampai
enam puluh menit setelah pemakaian.
Metabolismenya didalam hati secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukoronida
atau sulfat dan di eliminasi cepat didalam tubuh, waktu paruhnya adalah 3-4 jam pada orang
dewasa sedangkan pada anak-anak dibawah 15 tahun antara 2-3 jam, oleh karena itu
ondansetron baik diberikan pada akhir pembedahan.Efek antiemetik ondansetron ini didapat
melalui:
1. Blokade sentral di CTZ pada area postremadan nukleus traktus solitaries sebagai
kompetitif selektif reseptor 5-HT3
2. Memblok reseptor 5-HT3 di perifer pada ujung saraf vagus di sel enterokromafin di
traktus gastrointestinal Efek samping yang sering timbul pada dosis terapi adalah sakit
kepala dan konstipasi, lemas, peningkatan enzim hati. Aritmia jantung dan AV blok
telah dilaporkan setelah pemakaian Ondansetron dan Metoklopramid. Iskemia jantung
akut yang berat telah dilaporkan pada pasien tanpa kelainan jantung. Ondansetron dan
56
Melakukan pemeriksaan Hitung Darah Lengkap dan Serum Feritin pada 1 Hari Post
Persalinan pada :
- HPP >500 mL
- Anemia Antenatal yang tidak dikoreksi
- Anemia defisiensi besi
- semua wanita dengan tanda dan gejala anemia
DAFTAR PUSTAKA
1. WHurford WE. Clinical anesthesia procedures of the massachussetts general hospital.
2002. USA:Lippincott Williams-Wilkins.
2. Barrash PG. Handbook of clinical anesthesiology. 2001. USA: Lippincott WilliamsWilkins
3. Wargahadibrata AH. Anestesiologi. 2008. Bandung: SAGA
4. Miller RD 2000. Anesthesia 5th Edition. Philadhelphia: Churcill Livingstone
5. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin A.B., dan
Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal. 677-680.
57
6. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan
& Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
7. Ketuban
Pecah
Dini.
2011.
Diambil
dari
situs
http://www.scribd.com/doc/
Placenta
Previa.
Available
from
URL:http://www.pennhealth.com/health_info/pregnancy/labordelivery/articles/placentap
revia.html. Accessed on Februari 15, 2012
12. Bernard J. Brabin, Mohammad Hakimi and David Pelletier, An Analysis of Anemia and
Pregnancy-Related Maternal Mortality, Journal of Nutrition.2001;131:604S-615S
13. Corwin E.J. Anemia in Handbook of Pathophysiology, 3rd ed, Lippincott William and
Wilkins, USA ; 2008: pg 410-9.
14. Manuaba I.B.G. Ilmu Kebidanan,Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan
Bidan, EGC : 1998; hal. 29-32.
15. Peraturan
Pemerintah
RI
No.7
Tahun
2011
tentang
Pelayanan
Darah
http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/588.pdf
58